Anda di halaman 1dari 9

Minggu, 25 April 2010

EPIDEMIOLOGI CACINGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan sub-tropis, dan biasanya meningkat ketika musim
hujan. Pada saat tersebut, sungai dan kakus meluap, dan larva cacing menyebar ke berbagai sudut yang
sangat mungkin bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam
tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang. Cacing yang biasa "menyerbu" tubuh manusia adalah
cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi.

Cacingan selalu berhubungan erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi dan
erat kaitanya dengan sindrom kemiskinan. Tanda-tanda dari sindroma ini antara lain berupa penghasilan
yang sangat rendah. Keadaan ini menyebabkan tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan,dan
perumahan, kuantitas dan kualitas makanan yang rendah, sanitasi lingkungan yang jelek dan sumber air
bersih yang kurang, pelayanan kesehatan yang terbatas, jumlah anggota keluarga yang besar serta
tingkat buta aksara yang tinggi.

Ketika seorang anak yang cacingan buang air besar di lantai, maka telur atau sporanya bisa tahan
berhari-hari, meskipun sudah dipel. "Sebelum dapat rumah, larva tidak akan keluar (menetas). Begitu
masuk ke usus, baru ia akan keluar."

Selain melalui makanan yang tercemar oleh larva cacing, cacing juga masuk ke tubuh manusia melalui
kulit (pori-pori). Dari tanah, misalnya lewat kaki anak telanjang yang menginjak larva atau telur. Bisa juga
larva cacing masuk melalui pori-pori, yang biasanya ditandai dengan munculnya rasa gatal.

"Setelah menembus kulit, ia masuk ke pembuluh darah vena (balik), lalu menuju paru-paru. Nah, di
paru-paru inilah muncul Sindroma Loffler. Anak jadi batuk seperti TBC, berdahak seperti asma. Ini
termasuk ke dalam siklus perjalanan cacing."

Setelah itu, cacing menggigit dinding usus bertelur dengan cepat di usus. "Di usus inilah makanan
dipecah menjadi nutrient (zat gizi elementer yang sudah bisa diserap oleh usus). Ini yang "dibajak" oleh
cacing. Jadi, cacing itu memang berdomisili di usus, karena ia tidak bisa mencernakan sendiri makanan.
Ia harus makan yang sudah setengah cerna."

Selain siklus normal, cacing juga bisa menyebar ke tempat-tempat lain, seperti hati atau bagian tubuh
lain.
Dampak cacingan itu sendiri ternyata tidak sepele. Dari pertumbuhan fisik yang terhambat, hingga IQ
loss. Dampak yang paling banyak adalah anemia atau kadar haemoglobin (Hb) rendah. Hb sangat vital
bagi manusia karena membawa oksigen dan makanan dari usus ke seluruh organ tubuh.

Gejala cacingan biasanya ditandai dengan sakit perut, diare berulang, dan kembung. Seringkali juga ada
kolik yang tidak jelas dan berulang. Kalau sudah parah muka anak akan tampak pucat dan badan kurus.

Melihat fenomena tersebut, maka kami tertarik mengangkat permasalahan mengenai penyakit cacing
kremi (Enterobius vermicularis).

2.Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.Memahami konsep dasar terjadinya penyakit cacingan.

2.Menjelaskan segitiga epidemiologi cacingan.

3.Menjelaskan jaring-jaring sebab akibat penyakit cacingan.

4.Menjelaskan faktor-faktor penyebab cacingan.

5.Menjelaskan aplikasi perawat dalam komunitas yang memiliki resiko tinggi terhadap cacingan

BAB II

ISI

1. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit

Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-
anak, dimana cacing Enterobius vermicularis (cacing kremi) tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.
Penyakit cacingan biasanya melanda orang-orang miskin yang sehari hari sulit mendapat makanan dan
kadang hanya bisa mengais sampah di jalan-jalan dan menelan sisa makanan basi di tengah kerumunan
lalat. Penyakit cacing yang disebabkan karena makanan yang tidak bersih inilah yang disebut penyakit
cacing kremi. Cacing ini biasanya berkembang biak di perut dan terbuang bersama kotoran, jika
bersarang di dubur akan menimbulkan lubang dubur tersa gatal karena biasanya cacing betina
meninggalkan telurnya di lubang dubur tersebut.

Transmisi cacing ini seperti halnya cacing perut masuk langsung melalui mulut baik dengan perantara
makanan maupun dimasukan secara tidak sengaja oleh penderita yang habis menggaruk lubang anusnya
yang gatal. Sehingga pada anak anak sering terjadi reinfeksi akibat tindakan itu.

Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita
ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak
yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan.
Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing
dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6minggu.

Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan
telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita.

Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang
menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu
ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke
dalam rektum dan usus bagian bawah.

Gejala yang timbul dapat berupa : rasa gatal hebat disekitar anus, rewel (karena rasa gatal dan tidurnya
pada malam hari terganggu), kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari
ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya disana), nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, rasa gatl dan iritasi pada vagina (pada anak perempuan jika cacing
dewasa masuk ke dalam vagian), kulit disekitar anus menjadi lecet atau kasar,dan infeksi akibat
penggarukan.

Cacing kremi juga dapat menimbulkan komplikasi diantaranya salpingitis (peradangan saluran indung
telur), vaginitis (peradangan vagina, dan infeksi ulang.

2.Segitiga Epidemiologi

Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep berbagai
permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif
dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan
interaksi ke tiganya.

Segitiga epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.

A.AGENT

Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup. Agent penyakit
cacingan ini tentu saja adalah cacing.

B.HOST

Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk
terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi
bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam
caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk
timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:

Umur

Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997) menyebutkan,
prevalensi anak usia SD 60 80% dan dewasa 40 60% (Kompas, 2002). Cacing ini sebagian besar
menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat
terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.

Jenis Kelamin

Prevalensi menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita.
Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 48,8%
dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya 36,9% pada umur 4,58 2,62 tahun (Chaisalee et al.,
2004). Sedangkan di Yogyakarta infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibandingkan
penderita perempuan.

Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri

Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan.
Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau pekerjaan. Semakin besar aktivitas
yang berhubungan atau kontak langsung dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan
untuk terinfeksi. Selain itu, prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan
kebersihan lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada
kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial
ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik (Tjitra, 1991).

C. ENVIRONMENT

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit cacingan. Hal ini
karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini
dapat dibagi menjadi:

Lingkungan Fisik

Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud geogarfik dan musiman. Lingkungan fisik
ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber
penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll.

Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah
kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan
subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim hujan. Pada saat tersebut , sungai dan kakus meluap,
dan larva cacing bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam
tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang.

Lingkungan Sosial Ekonomi

Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang
mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada
kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya
urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem
pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang
kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit
cacingan.

3.Jaring-jaring Sebab Akibat

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan diantara mereka,
yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, penyakit
tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses
sebab akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah dan dihentikan dengan
memotong mata rantai pada berbagai titik.

4.Faktor yang Mempengaruhi Penyebab Penyakit

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab penyakit cacingan seperti :

Tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi pola hidup yang dilakukan masyarakat. Dengan
pendidikan yang tinggi tentu saja masyarakat akan lebih mampu menjalankan pola hidup bersih dan
sehat, sehingga secara langsung dapat mengurangi persebaran parasit cacing. Namun sebaliknya pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah.

Sanitasi lingkungan.

Sanitasi lingkungan yang tidak sehat akan mempengaruhi persebaran parasit cacing. Seperti kita ketahui,
telur cacing keluar dari perut manusia bersama feses. Jika limbah manusia itu dialirkan ke sungai atau
got, maka setiap tetes air akan terkontaminasi telur cacing.

Pengetahuan yang kurang.

Tingkat pengetahuan masyarakat sangat mempengaruhi pola hidup yang sehat. Jika pengetahuan
kurang, maka masyarakat kemungkinan tidak menyadari bahwa pola hidup yang dilakukan tidak sesuai
dengan pola hidup sehat. Akibatnya, persebaran parasit cacing akan mudah.

Kondisi sosial ekonomi.


Presentasi penderita penyakit cacingan lebih tinggi pada masyarakat ekonomi lemah, terutama
masyarakat miskin yang sehari-hari sulit mendapat makan, dan kadang hanya dapat mengais sampah di
jalan-jalan, menelan sisa makanan basi di tengah kerumunan lalat.

kebiasaan buruk penduduk.

Kebiasaan buruk masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab perkembangan cacing kremi ini
misalnya:

-menyiram jalanan dengan air got

-jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka.

-mencuci tangan hanya sesudah makan bukan sebelum makan

-memanjangkan kuku tanpa memperhatikan kebersihannya

-tidak membilas sayur mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air
mendidih sebelum dikonsumsi

Kondisi geografis yang sesuai untuk perkembangbiakan cacingan.

Cacing kremi merupakan parasit yang bersifat kosmopolit, tetapi lebih banyak ditemukan di daerah
dingin daripada di daerah panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah
dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam, sehingga cocok untuk perkembangan cacing kremi.

5.Aplikasi di Komunitas

Aplikasi kita sebagai perawat di dalam komunitas yang beresiko tinggi terkena penyakit cacingan yaitu :

A.Pencegahan Primer ( level I )

Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada periode pre-
patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Metode ini dilakukan terhadap seseorang
atau kelompok orang yang belum mengalami penyakit.

1)Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara penularan dan cara
pemberantasan penyakit ini.

2)Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak mencapai badan-
badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara. Pengawasan terhadap hewan yang
terinfeksi S.japonicum perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.
3)Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian, mengurangi habitat keong dengan membersihkan badan-
badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air

4)Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia mungkin terbatas
untuk penggunaan moluskisida ini)

5)Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh: gunakan sepatu bot karet).
Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu
singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan
segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh
serkaria.

6)Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber yang
bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk
membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring.
Membiarkan air selama 48 72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.

7)Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan
mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.

8)Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara
pencegahan

Peran perawat terkait dalam metode ini antara lain :

Melakukan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap masyarakat. Pada
kesempatan ini perawat memberikan pandangan dan persuasi kepada masyarakat/komunitas mengenai
cara-cara pencegahan diatas, misalnya menyampaikan pentingnya melakukan pencegahan. Perawat
harus memaksimalkan upaya ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus cacingan pada komunitas.
Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan pada kelompok masyarakat yang rentan penyakit, misalnya
masyarakat yang bermukim di perkampungan kumuh, padat penduduk, maupun masyarakat yang
ekonomi rendah. Metode ini juga sebaiknya diadakan follow up sebagai upaya lanjutan untuk mengecek
efektifitasnya.

B.Pencegahan Sekunder ( level II )

Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung namun belum timbul tanda
atau gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Metode ini dilakukan
pada kelompok masyarakat yang dicurigai atau sudah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera
diatasi dengan promp treatment (penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat).

Yang terkait dalam metode ini antara lain :


1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Di daerah endemis tertentu di kebanyakan negara, bukan
merupakan penyakit yang harus dilaporkan.

2) Isolasi tidak perlu dilakukan

3) Disinfeksi serentak: buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter.

4) Karantina tidak ada.

5) Pemberian imunisasi tidak ada.

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi:cari kontak untuk kemungkinan infeksi common source.
Penemuan sumber penularan merupakan upaya yang harus dilakukan bersama masyarakat.

7)Pengobatan spesifik : Praziquantel (Biltricide) adalah pilihan untuk semua spesies. Obat alternatif
adalah oxamniquine untuk S. mansoni dan metrifonate untuk S. haematobium.

Peran perawat terkait dalam metode ini antara lain :

Diagnosis

Infeksi cacing sering di duga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada malam hari.
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan
mudah menggunakan anal swab yang ditempelkan disekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak
buang air besar dan mencuci pantat.

Perawat sebagai case finder dapat melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap seseorang atau
kelompok orang yang dicurigai untuk melakukan diagnosa awal keperawatan sebelum akhirnya dilakukan
pemeriksaan lanjutan atau diagnostik untuk memastikan kondisi pasien sebenarnya. Perawat dapat
mengkaji kondisi pasien dengan cara melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara. Setelah perawat
merasa cukup yakin seseorang tersebut menunjukkan data-data terjangkit cacingan, maka perawat dapat
menyarankan dilakukannya pemeriksaan penunjang, seperti anal swab.

C.Pencegahan Tersier ( level III )

Adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan
tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat. Sehat yang dimaksud
bukan berarti sehat seperti awal mula sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan pasien ke
kondisi optimalnya. Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami dampak lanjut dari
penyakit ini. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tujuan metode ini adalah untuk pembatasan
kecacatan dan rehabilitasi kemampuan.
Pengobatan dan Prognosis

Selurh anggota keluarga sebaiknya diberikan pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota
mengandung cacing kremi. Obat piperazin dosis tunggal 3-4 gram (dewasa) atau 25 mg/kg berat badan
(anak-anak). Efek sapmping yang mungkin terjadi adalah mual dan muntah. Pengobatan sebaiknya
dilakukan kembali 2-3 minggu kemudian. Selain metode-metode spesifik tersebut, perawat masih bisa
memberikan bentuk dukungan moral seperti pemberian motivasi maupun semangat baru sebagai
penunjang kesembuhan pasif.

Anda mungkin juga menyukai