Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup
sehari-hari. Penyakit kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang
berat dan angka kematian tidak terlalu tinggi namun dalam keadaan kronis
pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yang berakibat menurunnya
daya tahan tubuh dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada
tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan
mengakibatkan kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran akan
menjadi berkurang.
World Health Organization (WHO) tahun 2012 memperkirakan lebih
dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan cacing
yang ditularkan melalui tanah. Kecacingan merupakan salah satu penyakit
berbasis lingkungan yang masih lingkungan masih menjadi masalah bagi
kesahatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya angka cacingan di masyarakat selain karena
lingkungan juga dikarenakan kesadaran untuk melakukan pola hidup sehat
dan kurangnya pengetahuan kesehatan (WHO,2015)
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih di Indonesia
tergolong masih tinggi prevalensinya yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi
dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografis yang temperatur dan
kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang biaknya
cacing. Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas
manusia serta kesadaran untuk menciptakan perilaku higiene dan sanitasi
yang semakin menurun merupakan faktor yang mempunyai andil yang besar
terhadap penularan parasit ini. Penyakit infeksi kecacingan juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi.
Pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh cacing hingga kini terus
dilakukan, salah satunya adalah dengan pemberian antelmintik
(Lamasai,2015)
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah didalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit kecacingan?
2. Bagaimanakah cara penularan dan gejala penyakit kecacingan?
3. Bagaimanakah cara mencegah dan mengatasi penyakit kecacingan?

1
I.3 Tujuan Masalah

Tumusan masalah didalam makalah ini adalah sebagai berikut;


1. Mengetahui yang dimaksud dengan penyakit kecacingan.
2. Mengetahui cara penularan dan gejala penyakit kecacingan.
3. Mengetahui cara mencegah dan mengatasi penyakit kecacingan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Penyakit Kecacingan


Infeksi cacing atau penyakit kecacingan termasuk dalam infeksi yang
disebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri baik diluar atau didalam tubuh dan
mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus kecacingan, cacing
dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan
kesehatan. (Intania,2015) Cacingan biasanya terjadi kaena kurangnya
kesadaran akan kebersihan terhadap diri ataupun terhadap lingkungannya.
Cacingan dapat menular melalui larva atau telur yang tertelan dan masuk
kedalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak bertulang yang berbentuk
lonjong dan panjang yang berawal dari telur atau larva hinggan berubah
bentuk menjadi cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh
manapun yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, usus
ataupun saluran cerna. Salah satunya ialah cacing Ascaris lumbricoides
(Tiwow, 2013)
Askariasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides atau yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang.
Cacing gelang ini tergolong Nematoda intestinal berukuran terbesar pada
manusia. Distribusi penyebaran cacing ini paling luas dibanding infeksi
cacing lain karena kemampuan cacing betina dewasa menghasilkan telur
dalam jumlah banyak dan relatif tahan terhadap kekeringan atau temperatur
yang panas (FKUI,1992).
Nematoda adalah cacing yang hidup bebas atau sebagai parasit. Ciri-
ciri tubuhnya tidak bersegmen dan biasanya berbentuk silinder yang
memanjang serta meruncing pada kedua ujungnya. Cacing betina dewasa
bertelur dan mengeluarkan telur bersamaan dengan tinja, di luar tubuh telur
akan berkembang. Larva infektif dapat masuk ke dalam tubuh babi secara
aktif, tertelan atau melalui gigitan vektor berupa rayap. Badannya dibungkus
oleh lapisan kutikula yang dilengkapi dengan gelang – gelang yang tidak
dapat dilihat oleh mata biasa (FKUI,1992).
Semua jenis Nematoda yang parasitik pada manusia yang menjadi
hospes definitif utama adalah manusia. Untuk melengkapi daur hidupnya
Nematoda pada umumnya tidak memerlukan hospes perantara, kecuali
pada daur hidup famili Filaroidea dan Dracunculoidea. Jika cacing tidak

3
memerlukan hospes perantara, telur cacing yang keluar dari tubuh manusia
harus berkembang lebih infektif lebih dahulu sebelum dapat menginfeksi
manusia atau hospes definitif lainnya (FKUI,1992).
Secara umum, morfologi cacing dewasa dari kelas Nematoda memiliki
ukuran yang berbeda-beda, mulai dari 2 cm sampai lebih dari 1 meter
dengan bentuk bulat panjang seperti benang, tidak bersegmen, dan kulit
diliputi kutikula. Cacing jantan lebih kecil dari cacing betina, biasanya ujung
posterior melengkung kedepan. Saluran pencernaan makanan, sistem
saraf, sistem ekskresi, serta pada sistem reproduksi cacing nematoda
terpisah tetapi tidak memiliki sistem sirkulasi darah. Cairan rongga badan
mengandung hemoglobin, glukosa, protein, garam, dan vitamin. Infeksi
yang terjadi umumnya bersifat ringan dan tidak menimbulkan gejala serius,
akan tetapi jika jumlah cacing banyak dan berasal dari beberapa jenis
spesies cacing dapat menimbulkan penyakit yang berujung kematian
(FKUI,1992).
Jenis-jenis golongan Nematoda cacing Ascariasis;
II.1.1 Ascariasis lumbricoedes
II.1.1.1 Morfologi
Ascaris lumbricoides merupakan parasit nematoda terbesar
pada
usus manusia, dengan ukuran betina dewasa 20-35 cm, dan jantan
dewasa 15-30 cm. Cacing dewasa berbentuk silinder dan berwarna
merah muda. Cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-
200.000 butir sehari yang terdiri dari telur yang dibuahi dan telur
yang tidak dibuahi Telur yang dikeluarkan diletakkan di lumen usus
(FKUI,1992).
Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi berukuran 40 X 60
µm, ditandai dengan adanya mamillated outer coat dan thick hyaline
shell. Telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40 µm, berbentuk
lonjong tidak teratur, dindingnya terdiri dari dua lapisan dan bagian
dalam telur bergranula. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang
dibuahi akan berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu lebih
kurang 3 minggu. Bentuk infektif tersebut yang apabila tertelan oleh
manusia, akan menetas di usus. Kemudian larva menembus
dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu
dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Di
paru, larva menembus dinding pembuluh darah, kemudian dinding
alveolus, lalu naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari

4
trakea, larva menuju faring sehingga menimbulkan rangsangan
batuk pada faring. Batuk karena rangsangan tersebut
menyebabkan larva tertelan kembali ke esofagus, lalu menuju usus
halus. Di usus 10 halus larva berubah menjadi cacing dewasa.
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur
diperlukan waktu sekitar 2- 3 bulan (FKUI,2008).

II.1.1.2 Patofisiologi
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris
lumbricoides.
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit askariasis. Gejala
klinis yang timbul disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan pada larva terjadi saat larva berada di paru-paru. Pada
orang-orang yang rentan, terjadi perdarahan kecil di dinding
alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk,
demam, dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang
menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut dengan
sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Gangguan dapat berupa gangguan usus ringan,
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada
infeksi berat, terutama pada anak dapat menyebabkan malabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status
kognitif pada anak sekolah dasar. Efek serius akan terjadi bila
cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus
(ileus). Pada keadaan tertentu, cacing dewasa dapat menjalar ke
saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus sehingga menimbulkan
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan operatif
(FKUI,1992).

II.1.2 Ascaridia galli


II.1.2.1 Morfologi
Ascaridia galli merupakan cacing gelang parasit terbesar
dalam fillum Nematoda yang menginfeksi hewan unggas. Cacing
dewasa menetap di lumen usus. Badan Ascaridia galli
semitransparan, berbentuk silindris dan berwarna putih-krem.
Ascaridia galli memiliki kutikula ekstraseluler yang tebal untuk
melindungi membran plasma hipodermal Nematoda cacing
dewasa. Seperti nematoda lainnya, Ascaridia galli terpisah antara

5
betina dan jantan. Cacing betina berukuran 7,2–11,6 cm dan
memiliki ujung posterior yang lurus sedangkan cacing jantan
berukuran 5,1-7,6 cm dan memiliki ujung posterior yang
melengkung. Kedua jenis kelamin memiliki mulut yang menonjol
dengan tiga bibir pada ujung anterior. Tellur Ascaridia galli
berbentuk oval, lebar sekitar 45-57 µm (FKUI,1992).

II.1.1.2 Siklus Hidup


Siklus hidup Ascaridia galli melibatkan satu inang dan
langsung. Cacing dewasa hidup di lumen usus halus, sedangkan
telur cacing akan keluar bersama tinja ayam. Telur akan
berkembang menjadi infektif dalam lingkungan yang optimal. Siklus
hidup dimulai ketika inang memakan atau mencerna telur infektif.
Telur yang infektif secara mekanik di transpor ke proventrikulus dan
tembolok lalu semakin jauh ke deodenum, tempat telur menetas
pada 24 jam pertama. Faktor yang memicu telur untuk menetas
adalah temperatur, tingkat karbondioksida dan pH. Setelah
menetas larva menanamkan dirinya pada mukosa usus halus
hingga dewasa. Cacing dewasa menetap di lumen duodenum, yang
mana mereka menetap dan memakan hasil pencernaan serta
menghasilkan sejumlah besar telur yang akan keluar bersama feses
ke lingkungan eksternal sehingga siklus akan terus berlangsung.
Periode siklus hidup bervariari dari 5-8 minggu (FKUI,1992).

III.1.1.3 Patogenesis
Ascaridia galli dapat ditemukan pada semua umur ayam

tetapi paling sering ditemukan pada ayam berumur kurang dari 12

minggu. Ayam akan mengalami gangguan pencernaan dan

penyerapan nutrisi sehingga pertumbuhan terhambat. Sayap akan

melemah dan terjadi penurunan berat badan yang berkaitan dengan

jumlah infeksi cacing dalam usus. Produksi telur ayam betina juga

mengalami penurunan. Infeksi cacing Ascaridia galli pada fase

migrasi ke jaringan dapat menimbulkan kerusakan yang parah pada

intestinum. Migrasi ini terjadi di lapisan mukosa intestinum

sehinggan dapat menyebabkan terjadinya enteritis hemoragika,

6
gangguan proses digesti serta penyerapan nutrisi yang dapat

berpengaruh terhadap kandungan elektrolit dan darah ayam seperti

penurunan jumlah eritrosit dan kenaikan nilai absolut sel eosinophil

(FKUI,1992).

Manisfestasi lain pada infeksi cacing ini yaitu, perubahan

perilaku seperti mengkonsumsi makanan lebih banyak dan

beraktivasi lebih sedikit. Infeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar

menyebabkan kehilangan darah serta menyebabkan obstruksi

pada usus. Cacing dewasa pada kondisi infeksi berat dapat

berpindah ke oviduk dan ditemukan dalam telur ayam betina

ataupun terkandang cacing dewasa dapat ditemukan di feses ayam.

Perjalanan penyakit parasitik cacing Ascaridia galli biasanya

berjalan kronis sehingga menimbulkan gejala sakit yang perlahan

atau subklinis. Penyakit kecacingan jarang menyebabkan

mortalitas, akan tetapi dapat menyebabkan morbiditas. Cacing

paraitik bersifat sebagai organisme patogenik dan beradaptasi

sebagai parasit obligat yang kehidupannya sangat bergantung

kepada ketersediaan nutrisi pada inang defintif (FKUI,1992).

II.2 Cara Penularan dan Gejala Penyakit Kecacingan

Penyakit ini ditularkan melalui telur matang yang tertelan. Didalam


usus halus telur akan menetas dan keluar larva yang dapat menembus
usus, mengikuti aliran darah menuju jantung kanan lalu ke paru. Larva
merangasang laring sehingga terjadi batuk dan dapat masuk ke saluran
cerna melalui kerongkongan. Selanjutnya larva akan menjadi cacing
dewasa didalam usus halus. Penularan penyakit cacing dapat lewat
berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia
(FKUI,1992). Cara penularan cacing adalah sebagai berikut (FKUI,1992);
1. Penularan melalui daging hewan yang dikonsumsi sehari-hari seperti
daging ayam, sapi, kerbau dan babi.

7
2. Makanan, minuman dan lingkungan yang tidak bersih dan
memungkinkan tercemar oleh telur cacing.
3. Penularan terhadap penderita di mana tinjanya yang mengandung telur
cacing.

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing


dewasa dan larva, gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di
paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus
dan timbul gangguan pada paru disertai batuk, demam dan eosinofilia.
Pada foto thoraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu.
Gejala yang ditimbulkan jika seseorang menderita penyakit kecacingan
ialah sebagai berikut (FKUI,2008);
1. Nyeri perut; cacingan juga dapat menimbulkan sakit perut, bahkan
kondisi ini bisa berkembang menjadi diare. Sebab cacing yang hidup
dalam saluran pencernaan terus memakan dan menggerogoti sari-sari
makanan.
2. Wajah pucat, lesu dan lemas; lesu dan lemas terjadi akibat kondisi
anemia. Anemia ini muncul karena cacing yang berkembang biak
memerlukan nutrisi, kemudian mereka mengambil nutrisi dengan
menghisap darah.
3. Berat badan turun; Orang yang terkena penyakit cacingan seringkali
terlihat sangat kurus. Sebab nutrisi yang seharusnya diserap oleh tubuh
menjadi makanan cacing.
4. Diare atau sembelit.
5. Gatal pada bagian anus.

II.3 Pencegahan dan Mengatasi Penyakit Kecacingan

Pencegahan infeksi cacing dapat dicegah dengan cara sebagai berikut


(Soedarto,2011);
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan; mencuci tangan makan
akan mengeminimalisir masuknya telur cacing ke mulut sebagai jalan
masuk pertama ke tempat berkembang biak cacing.
2. Menggunakan alas kaki jika menginjak tanah;. cacing dapat masuk
melalui larva cacing yang menembus kulit di kaki, yang kemudian ke
usus melalui trayek saluran getah bening. Larva cacing sampai ke
usus, larva ini tumbuh dewasa dan terus berkembang biak dan
menghisap darah manusia yang menyebabkan terjadinya anemia.
3. Menjaga kebersihan diri dengan bersihkan dan gunting kuku.

8
4. Makanan yang mentah dan setengah matang, terutama didaerah
sanitasi buruk
5. Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan.
Obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit kecacingan disebut
antelmintik. Antelmintik adalah obat yang bekerja secara lokal untuk
mengeluarkan cacing dari saluran gastroinstetinal ataupun secara sistemik
untuk membasmi cacing dewasa atau bentuk berkembangnya yang
menyerang organ dan jaringan. Antelmintik ditujukan pada target
metabolik yang terdapat dalam parasit. Obat yang dapat digunakan untuk
mencegah atau mengurangi penyakit kecacingan ialah;

1. Mebendazol
Mebendazole adalah obat untuk mengatasi infeksi di dalam
saluran pencernaan yang disebabkan oleh berbagai jenis cacing, antara
lain cacing kremi, cacing gelang, cacing pita, cacing tambang, dan cacing
cambuk (Soedarto,2011). Mebendazole adalah antihelmintik sintetik
yang berspektrum luas. Mebendazole bekerja dengan menghambat efek
polimerasasi tubulin pada helmin sehingga helmin akan kehilangan
mikrotubul di sitoplasma helmin. Kemudian helmin dewasa dan larvanya
akan mengalami gangguan dalam konsumsi glukosa sehingga terjadi
penurunan produksi adenosine triphosphate (ATP) sehingga helmin
akan berhenti bergerak dan berkembang biak, lalu mati (Katzung,2004)
Mebendazol yang diminum hanya akan diabsorpsi kurang dari
10%. Mebendazole yang diminum akan mencapai kadar puncak di dalam
serum sekitar 2-4 jam. Absorbsi akan meningkat jika mebendazole
dikonsumsi dengan makanan berlemak. Mebendazole dapat
didistribusikan ke dalam darah, lemak omental, panggul, paru-paru, kistik
hepar, otot, melewati sawar plasenta, dan kadar tertinggi di hepar. Untuk
mendistribusikannya, mebendazole harus berikatan dengan protein dan
sesegera itu langsung diubah dalam bentuk metabolit inaktif.
Mebendazole dimetabolisme utama di hepar. Bentuk awal akan diubah
menjadi 2-amino-5-benzoylbenzimidazole dan beberapa bentuk inaktif
seperti metabolit hidroksi dan hidroksi amino. Waktu paruh yang
dibutuhkan mebendazole pada dewasa tanpa gangguan liver adalah 2.5
hingga 5.5 jam. Pada pasien dewasa dengan adanya gangguan liver,
mebendazole akan bertahan dalam tubuh hingga 35 jam. Pada dewasa,
mebendazole yang dikonsumsi akan diekskresikan sebanyak 2% melalui
urin dan feses dalam bentuk metabolis awal. Dosis mebendazol ialah
500mg (Katzung,2004).

9
2. Pirantel Pamoat
Pirantel pamoat diindikasikan untuk pengobatan cacing gelang,
cacing kremi, cacing tambang (ISO,2012). Farmakologi obat Pirantel
Pamoat memiliki mekanisme kerja utama dengan melumpuhkan otot-otot
tubuh cacing dewasa, kemudian terjadi ekspulsi cacing. Farmakodinamik
pirantel pamoat bekerja sebagai penghambat depolarisasi
neuromuskular, yang menginhibisi enzim asetil
kolinesterase. Akibatnya, akan terjadi paralisis otot-otot tubuh cacing
secara spastik, kemudian berlanjut dengan kontraktur otot. Cacing yang
mengalami paralisis akan melepaskan cengkramannya pada dinding
mukosa usus, kemudian akan dikeluarkan dari tubuh melalui proses
alami (Katzung,2004)
Obat ini absorpsinya buruk di gastrointestinal, dengan waktu
absorbsi terjadi 1-3 jam setelah konsumsi suatu dosis obat. Metabolisme
pirantel pamoat terjadi di hepar secara parsial. Waktu paruh terjadi
sekitar 2 jam. Pirantel pamoat dieksresikan Sekitar 50% dari dosis obat
per oral diekskresikan di feses dalam bentuk tidak berubah.Sekitar 7%
diekskresikan di urine, dalam bentuk tidak berubah dan sebagai metabolit
obat (Katzung,2004).

3. Albendazol

Albendazol adalah suatu antelmintik oral berspektrum luas.


Albendazol efektif baik terhadap bentuk dewasa dan bentuk larva
Nematoda maupun bentuk dewasa Cestoda dan Trematoda. Obat ini
sukar diserap usus dan didalam hati mengalami metabolisme menjadi
sulfoxide yang aktif bekerja sebagai antelmintikum. Albendazol dan
metabolitnya abendazol sulfoksida, bekerja dengan menghambat
sintesis mikrotubulus nematoda dan mengurangi ambilan glukosa
secara irreversible. Akibatnya parasit-parasit usus dilumpuhkan dan
mati perlahan-lahan. Dosis obat albendazol ialah 400mg/hari dan
diberikan 3 hari. Albendazol tidak memiliki interaksi dengan obat lain
(Katzung,2004)

10
BAB III
PENUTUP

III. 1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa;
1. Infeksi cacing atau penyakit kecacingan termasuk dalam infeksi yang
disebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang
tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri baik diluar atau didalam
tubuh dan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Cacing dapat
melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.
2. Penularan Penyakit ini ditularkan melalui telur matang yang tertelan dan
masuk kedalam tubuh sehingga telur berubah menjadi larva dan
berkembang menjadi cacing dewasa. Manusia yang terinfeksi cacing
memiliki gejala seperti; mudah lemas dan lemah, nyeri perut, berat
badan turun, terjadi diare ataupun sembelit.
3. Pencegahan penyakit kecacingan dapat dicegah dengan cara; mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan, menggunakan alas kaki, masak
makanan hingga matang dan pencegahan dengan minum obat cacing
sekurang-kurangnya setiap 6 bulan sekali. Obat cacing dapat berupa
mebendazol ataupun pirantek pamoat.

III. 2 Saran
1. Menambah lebih banyak referensi guna memberikan pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai penyakit kecacingan sehingga masyarakat
luas dapat mencegah terjadi infeksi cacing.

11

Anda mungkin juga menyukai