OLEH
A. Definisi Kecacingan
Kecacingan atau infeksi cacing (atau disebut juga cacingan)
merupakan penyakit endemi dan kronik yang diakibatkan oleh cacing
parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti
kesehatan tubuh manusia, sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan
kesehatan masyarakat). WHO (2011) Menyebutkan bahwa kecacingan
adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari
golongan nametoda usus (Konang & Putra, 2020).
B. Ciri-ciri Kecacingan
Ciri – ciri orang yang terinfeksi kecacingan dapat dilihat dari gejala
awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing, yaitu seperti diare,
badan kurus (penurunan berat badan), perut membuncit dan keras,
kekurangan cairan (dehidrasi), anemia, mual, lemas, lesu, dan mata sering
berkedip-kedip (Bernardus Sandjaja, 2007).
C. Dampak Kecacingan
Secara umum cukup banyak dampak yang ditimbulkan akibat
kecacingan, seperti dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan
(digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara
kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa
kalori dan protein serta kehilangan darah, karena cacing mengambil sari
makanan yang penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat
besi. Cacing dapat menyerap nutrisi dari tubuh manusia yang
ditumpanginya, sehingga menyebabkan kelemahan dan penyakit, dimana
di dalam saluran perut setiap 20 ekor cacing dewasa bisa menyerap 2,8
gram karbohidrat dan 0,7 gram protein dalam sehari (Alamsyah et al.,
2018).
D. Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi parasit
golongan cacing usus (Nematoda Usus) yang dalam penularan atau
perkembangannya memerlukan tanah untuk menjadi bentuk infektif.
Jenis–jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti
Indonesia, pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab.
Telur cacing tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap masuk ke tubuh
manusia yang merupakan hospes defenitipnya (Konang & Putra, 2020).
E. Definisi Personal Hygiene
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani, Personal artinya
perorangan dan Hygiene artinya sehat, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kebersihan perorangan atau personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik
fisik maupun psikisnya (Nugraheni et al., 2018).
F. Jenis-jenis Personal Hygiene
Ayu Parweni, (2019) menjelaskan bahwa ada 5 macam personal
Hygiene, yaitu :
1. Kebersihan Kulit
Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan
dalam personal Hygiene. Kulit adalah lapisan terluar dari tubuh yang
bertugas melindungi seluruh jaringan dan organ tubuh dibawahnya,
oleh karena itu menjaga kebersihan kulit dan perawatan kulit sangatlah
perlu diperhatikan sehingga seluruh ancaman dan gangguang yang
masuk melewati kulit dapat diminimalkan.
2. Kebersihan Kaki, Tangan, dan Kuku
Tiga bagian ini merupakan bagian yang sangat rentan terhadap
berbagai macam infeksi. Kebersihan kaki dan tangan dapat dilakukan
dengan menjaga kebersihannya seperti membasuh dengan air bersih,
mencucinya dengan sabun atau detergen, dan mengeringkannya
dengan handuk. Jauhi juga penggunaan kaos kaki yang sempit, sudah
using, dan kotor, karena bisa menyebabkan bau pada kaki, alergi, dan
infeksi pada kulit kaki. Kebersihan kuku dapat dilakukan dengan
memotong kuku jari tangan dan kaki minimal 1 minggu sekali.
3. Kebersihan Rongga Mulut dan Gigi
Mulut dan organ yang terdapat di dalamnya merupakan organ
yang sanggat penting dalam pencernaan awal dengan menghancurkan
partikel-partikel makanan dan mencampurnya dengan liur/saliva.
Melihat begitu pentingnya fungsi mulut dan organ tambahan yang ada
di dalamnya, maka menjaga Hygiene mulut merupakan aspek yang
sangat penting. Hygiene mulut akan menjaga mulut, gigi, gusi dan
bibir. Kesehatan mulut akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan
kecepatan pemulihan. Keberhasilan mulut ditentukan oleh volume
saliva, plak gigi, dan flora mulut. Kesehatan mulut yang buruk
mengakibatkan penurunan produk saliva, peningkatan plak gigi, dan
perubahan flora mulut. Penurunan produksinya mengakibatkan mulut
kering dan mendorong terbentuknya plak gigi.
4. Kebersihan Rambut
Tujuan merawat rambut adalah untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan kulit kepala, di samping itu untuk memudahkan dalam
penataannya. Untuk membersihkan kotoran pada rambut, maka harus
dilakukan pencucian terhadap rambut. Untuk menjaga kesehatan
rambut dilakukan beberapa upaya diantaranya memperhatikan
kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya dua
kali seminggu, mencuci rambut memakai shampoo atau bahan pencuci
rambut lainnya, melindungi kulit kepala dari sinar matahari langsung,
menghindari air yang terlalu panas saat keramas, menyisir rambut
secara perlahan setelah keramas, dan menggunakan peralatan
pemeliharaan rambut sendiri.
5. Kebersihan Mata, Telinga, dan Hidung
Perawatan mata, telinga dan hidung merupakan aspek yang
penting dalam Hygiene perseorangan. Kurangnya menjaga kesehatan
dan kebersihan mata, telinga dan hidung akan menyebabkan berbagai
masalah kesehatan.
G. Ruang Lingkup Personal Hygiene
Iis Ria Pebriyanti, (2017) menjelaskan bahwa pada dasarnya ruang
lingkup usaha personal Hygiene dapat dikelompokkan kedalam tiga
bagian, yaitu:
1. Hygiene badan, seperti usaha memelihara kebersihan tangan dan kuku,
kebersihan kaki, rambut, gigi, mulut, mata dan lain-lain.
2. Hygiene pakaian dan peralatan lain, seperti menghindari penggunaan
dalam waktu yang lama dan atau yang kotor dari pakaian, maupun
pakaian dalam, handuk dan sikat gigi.
3. Hygiene makanan dan minuman, seperti kebersihan makanan sejak
pemilahan bahan makanan hingga penyajiannya, mencuci sayur
lalapan secara bersih helai demi helai dengan menggunakan air yang
mengalir, tidak jajan sembarangan dan lain-lain.
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Personal Hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
(Ulfa Ali et al., 2016) :
1. Praktik Sosial
Personal Hygiene sangat dipengaruhi oleh praktik social seseorang.
Pada masa anak-anak misalnya, kebiasaan keluarga sangat
mempengruhi praktik Hygiene, seperti frekuensi mandi, waktu mandi,
gosok gigi, dan lain sebagainya. Sewaktu remaja personal Hygiene
dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya, sewaktu dewasa mulai
tertarik dengan penampilan pribadi dan mulai memakai riasan wajah,
sedangkan ketika lansia akan terjadi beberapa perubahan pada praktik
Hygiene karena terjadi perubahan pada kondisi fisiknya.
2. Pilihan Pribadi
Setiap orang memiliki keingan dan pilihan sendiri dalam praktik
personal Hygiene, misalnya kapan dia harus mandi, kapan dia harus
bercukur, kapan dia melakukan perawatan, dan lain sebagainya.
3. Citra Tubuh
Cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya disebut
dengan citra tubuh, citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik
hygiene seseorang.
4. Status Sosial Ekonomi
Praktik Personal Hygiene sangat dipengaruhi oleh status
ekonomi seseorang, sosial ekonomi yang rendah memungkinkan
personal Hygiene yang rendah pula.
5. Pengetahuan dan Motivasi
Salah satu permasalahan Personal Hygiene yang rendah adalah
kurangnya pengetahuan seseorang tentang Hygiene, dan tidak
cukupnya motivasi terhadap pelaksanaan Hygiene tersebut.
6. Budaya
Beda budaya berbeda pulalah praktek Hygiene seseorang.
Misalnya di Asia orang percaya bahwa kebersihan sangatlah utama,
sehingga bisa melakukan mandi sebanyak 2-3 kali dalam sehari,
sedangkan di Eropa sangat biasa orang melakukan mandi hanya sekali
dalam seminggu, dan dibeberapa budaya mungkin juga mengaggap
bahwa kesehatan dan kebersihan tidaklah penting.
7. Kondisi Fisik
Keterbatasan fisik seseorang juga dapat mengakibatkan
terhambatnya praktik Hygiene. Praktik personal Hygiene akan
sempurna bila ada orang lain yang membantunya.
I. Dampak Personal Hygiene
Personal Hygiene atau sanitasi dasar yang buruk merupakan salah
satu faktor risiko utama tumbuhnya penyakit-penyakit infeksi baik yang
akut seperti kolera, hepatitis A, maupun yang kronik seperti disentri,
infeksi cacing, dan penyakit infeksi lainnya (Achmadi, 2012).
J. Upaya Pencegahan Kecacingan
Indonesia sendiri pencegahan atau pengendalian kecacingan
dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Kecacingan, dimana pencegahan
dan pengendalian kecacingan dilakukan dengan cara promosi kesehatan,
survelens cacingan, penanggulangan faktor risiko, penanganan penderita,
dan program Pemberian Obat Pencegah Secara Masalah Cacingan (POPM
Cacingan). Permenkes RI No. 15 Tahun 2017 menjelaskan dengan
meningakatkan perilaku hidup bersih dan sehat kecacingan dapat dicegah.
Pencegahan kecacingan dapat dilakukan dengan menaati aturan personal
Hygiene dengan tegas dan konsekuen (Zulkoni, 2011).
K. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Hipotesis Penetian
Ha : Ada hubungan antara personal Hygiene dengan kejadian Infeksi Soil
Tranmitted Helminths (STH).
Ho : Tidak ada hubungan antara personal Hygiene dengan kejadian Infeksi
Soil Transmitted Helminths (STH).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan metode penelitian survei cross sectional yaitu untuk
mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek,
menggunakan pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Desa
Talang Benteng Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang
yang berjumlah 50 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini diambil dari sebagian petani di Desa
Talang Benteng Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang
dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel (Rumus Solvin).
N
n=
N . d 2 +1
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan (0,1)
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh besar sample sebagai berikut :
50
n=
50.(0,1)2 +1
50
n=
0,5+ 1
n=33,33
n=33
Alamsyah, D., Saleh, I., & Nurijah, N. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Infeksi Soil Transmitted Helminths (Sth) Pada Petani Sayur Di
DeFaktorsa Lingga Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya
Tahun 2017. Jumantik, 9, 1.
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JJUM/article/view/858
Ayu Parweni, N. K., Getas, I. W., & Zaetun, S. (2019). INFEKSI KECACINGAN
NEMATODA USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH (Soil
Transmitted Helminth) PADA PETANI SAYUR SAWI HIJAU DI DESA
BUG-BUG KECAMATAN LINGSAR KABUPATEN LOMBOK BARAT.
Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS), 5(2), 68.
https://doi.org/10.32807/jambs.v5i2.107
Nugraheni, R., Wardani, S. K., & Imun, M. (2018). Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminth pada Petani di
Desa Besuk Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri Tahun 2018. Strada Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 7(2), 52–56. https://doi.org/10.30994/sjik.v7i2.167
Ulfa Ali, R., Zulkarnaini, Z., & Affandi, D. (2016). Hubungan Personal Hygiene
dan Sanitasi Lingkungan dengan Angka Kejadian Kecacingan (Soil
Transmitted Helminth) Pada Petani Sayur di Kelurahan Maharatu Kecamatan
Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Dinamika Lingkungan Indonesia, 3(1),
24. https://doi.org/10.31258/dli.3.1.p.24-32