PENDAHULUAN
Latar Belakang
disease yaitu jenis infeksi yang kurang mendapat perhatian karena bersifat kronis
tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas serta dampak yang ditimbulkan dalam
Spesies utama cacing yang ditularkan melalui tanah yang biasa menginfeksi
Ketiga spesies ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, gangguan penyerapan gizi,
penurunan tingkat intelegensia, dan gangguan tumbuh kembang anak. Apabila terjadi
infeksi secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang akan dapat
World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 1,5 milyar atau
24% penduduk didunia terinfeksi STH. Infeksi tersebut tersebar luas di daerah tropis
dan subtropis. Angka infeksinya tinggi, tetapi intensitas infeksinya (jumlah cacing
dalam perut) berbeda. Diperkirakan lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan lebih
dari 600 juta anak usia sekolah terinfeksi cacing usus STH, dimana 300 juta
diantaranya menderita infeksi berat dengan angka kematian mencapai 150 ribu setiap
data yang dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, terdapat
1
2
6 wilayah endemik di dunia yang menjadi prioritas untuk pengobatan infeksi cacing
pada anak. Asia Tenggara menempati prioritas pertama dengan persentase 40%. Di
Asia Tenggara, infeksi cacing STH mencapai 500 juta orang dan 8 negara
Iklim Indonesia yang tropik dan posisi geografis dengan temperatur dan
yang sesuai untuk tempat hidup cacing. Selian itu didukung oleh faktor lain seperti
higiene) dan lingkungan serta keadaan sosial ekonomi yang masih rendah,
masih sangat tinggi yaitu pada 2002 sebesar 33,3%, pada tahun 2003 sebesar 33,0%,
tahun 2004 sebesar 46,8%, dan pada tahun 2006 sebesar 32,6%. Bahkan di wilayah-
wilayah tertentu dengan sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80%
dengan prevalensi tertinggi pada anak usia sekolah yaitu mencapai 60%-80% (Surat
Kerugian ini dapat diukur dari kehilangan zat gizi seperti kalori dan protein pada
infeksi cacing gelang, serta kerugian akibat kehilangan darah untuk infeksi cacing
cambuk dan cacing tambang. Kerugian zat gizi dan darah tersebut apabila dihitung
dengan jumlah penduduk 220 juta dengan perkiraan jumlah anak usia sekolah tingkat
dasar sebesar 21% dapat diperkirakan kerugian akibat infeksi cacing gelang pada anak
usia sekolah yaitu mencapai 32 miliar akibat kehilangan karbohidrat dan 335 miliar
akibat kehilangan protein. Sedangkan kerugian akibat jenis cacing cambuk mencapai
3 juta liter darah per tahunnya dan kerugian akibat jenis cacing tambang mencapai 16
3
No.424/MENKES/VI, 2006).
penelitian Samosir et al, (2015) diindikasi karena anak usia sekolah (5-14 tahun)
merupakan kelompok umur yang paling rentan terinfeksi penyakit berbasis lingkungan
seperti kecacingan. Selain itu anak Sekolah Dasar juga merupakan kelompok yang
Indonesia sebagai negara berkembang, oleh sebab itu diperlukan sumber daya manusia
yang sehat fisik, mental dan sosial. Tersedianya sumber daya manusia yang sehat dan
produktif sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia pada usia muda,
kecacingan pada anak usia sekolah. Hal ini dibuktikan dari beberapa penelitian yang
dilakukan seperti pada laporan Lab Parasitologi Unud tahun 2000, menyatakan bahwa
perincian 35% penduduk positif hork worm, 63% Trichuris dan Ascaris mencapai
74%. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Kapti pada anak SD di daerah Bali
Berdasarkan karakteristik sosial budaya yang ada, penelitian itu juga memperkirakan
bahwa persentase cacingan antara daerah pedesaan dan perkotaan di Bali tidak jauh
mendekati kota sebesar 84% kasus, dan di Panjer mencapai 15% (Balipost, 2003).
Gianyar menunjukkan prevalensi infeksi STH berkisar 58,3 - 96,8 persen (Balipost,
2004).
lingkungan dan perilaku personal higiene seseorang seperti kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan dan setelah dari toilet, kebiasaan bermain ditanah, kebiasaan
pemakian alas kaki, kepemilikan jamban, kebiasaan BABS, kuku tangan yang panjang
STH mempunyai bentuk infektif yang sesuai dengan tanah. Pada penduduk yang
bertempat tinggal di dataran tinggi tingkat infeksi STH lebih sering ditemukan,
terutama pada daerah pedesaan (Sutanto et al, 2008). Berdasarkan penelitian Sinarya
Namun hasilnya bertentangan dengan teori yaitu prevalensi infeksi STH lebih banyak
ditemukan pada siswa SD di dataran rendah. Dimana prevalensi infeksi cacing gelang
pada siswa SD di dataran tinggi hanya sebesar 1, 49%. Begitupula dengan prevalensi
banyak ditemukan pada siswa di dataran rendah yaitu sebesar 2,00%. Sedangkan
prevalensi infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) hanya di temukan pada siswa
kondisi topografi yang terbagi menjadi dua wilayah dengan karakteristik yang
berbeda. Bagian utara merupakan wilayah dataran tinggi yang lembab dan dingin,
sedangkan pada bagian selatan merupakan dataran rendah dan daerah pantai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Gianyar, Gianyar terletak pada
ketinggian 250-950 meter dari permukaan laut. dengan curah hujan berkisar 1.900 mm.
5
dengan ketinggian antara 225-975 m diatas permukaan air laut. Sedangkan Kecamatan
Sukawati merupakan daerah dataran terendah dengan ketinggian yaitu 0-125 m diatas
ketinggian 0-100 m diatas permukaan air laut. Desa ini termasuk daerah dataran yang
terletak paling selatan berbatasan langsung dengan Selat Badung (Profil Desa Ketewel
ini masih banyak yang melakukan BABS dan mandi di sungai. Selain itu sumber air
minum dari masyarakat juga masih banyak bersumber dari mata air yang diyakini
layak konsumsi tanpa adanya proses pemasakan. Pada tahun 2004 salah satu SD di
desa ini juga telah dilakukan pemeriksaan kecacingan dan ditemukan ada anak yang
positif cacingan. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi di Desa Taro
Kecamatan Tegalalang. Desa ini termasuk daerah dataran tinggi dengan ketinggian
500-1000 m diatas permukaan air laut, beriklim sejuk dengan suhu rata-rata harian
22°C, serta kelembaban berkisar 80% (Info publik Nusantara, 2014). Angka BABS
pada desa ini cukup tinggi mencapai angka 80% yaitu pada masyarakat di Banjar
memiliki jamban, dan hanya 8 jamban dari 21 (38%) yang layak disebut sebagai
jamban sehat. Sedangkan untuk praktek cuci tangan pakai sabun di keluarga hanya 55
KK dari 99 KK (55,55%) yang memiliki sarana cuci tangan, dan hanya 33 KK dari 55
mempraktekkan cuci tangan pakai sabun secara rutin (Dwipayanti et al, 2013).
Kondisi geografis yang lembab dan sanitasi lingkungan yang kurang memadai
mendukung terjadinya transmisi STH di kedua desa tersebut, serta belum adanya
6
penelitian yang melihat faktor risiko infeksi Soil Transmitted Helminths pada dataran
tinggi dan dataran rendah di Bali, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian
di kedua desa tersebut untuk melihat faktor risiko terjadinya infeksi STH pada anak
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat diketahui bahwa prevalensi STH paling
banyak ditemukan pada anak usia sekolah (5-14 tahun) yang merupakan kelompok
yang paling sering kontak dengan tanah sebagai sumber infeksi STH. Ketinggian
maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko Soil Transmitted
Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana prevalensi infeksi STH pada anak SD di dataran tinggi maupun rendah
2. Apakah tidak memiliki jamban merupakan faktor risiko infeksi STH pada anak
3. Apakah lantai rumah dari tanah merupakan faktor risiko infeksi STH pada anak
4. Apakah tidak tersedianya air bersih merupakan faktor risiko infeksi STH pada
anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun 2016
5. Apakah tingkat pendidikan orang tua yang rendah merupakan faktor risiko infeksi
STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar
tahun 2016 ?
6. Apakah pekerjaan orang tua yang kontak dengan tanah merupakan faktor risiko
infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten
7. Apakah pendapatan orang tua yang rendah merupakan faktor risiko infeksi STH
pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016 ?
8. Apakah perilaku kebiasaan tidak mencuci tangan merupakan faktor risiko infeksi
STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar
tahun 2016 ?
9. Apakah perilaku kebiasaan bermain di tanah merupakan faktor risiko infeksi STH
pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016 ?
10. Apakah kuku tangan yang kotor merupakan faktor risiko infeksi STH pada anak
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko infeksi
Soil Transmitted Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan rendah di Kabupaten
1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi STH pada anak SD di dataran tinggi maupun
2. Untuk mengetahui tidak memiliki jamban merupakan faktor risiko infeksi STH
pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016.
3. Untuk mengetahui lantai rumah dari tanah merupakan faktor risiko infeksi STH
pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016.
4. Untuk mengetahui tidak tersedianya air bersih merupakan faktor risiko infeksi
STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar
tahun 2016.
5. Untuk mengetahui tingkat pendidikan orang tua yang rendah merupakan faktor
risiko infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di
6. Untuk mengetahui pekerjaan orang tua yang kontak dengan tanah merupakan
faktor risiko infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di
7. Untuk mengetahui pendapatan orang tua yang rendah merupakan faktor risiko
infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten
risiko infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di
infeksi STH pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten
10. Untuk mengetahui kuku tangan yang kotor merupakan faktor risiko infeksi STH
pada anak SD baik di dataran tinggi maupun rendah di Kabupaten Gianyar tahun
2016.
Manfaat Penelitian
Gianyar. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
risiko infeksi Soil Transmitted Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan
faktor risiko infeksi Soil Transmitted Helminths pada anak SD di dataran tinggi dan