Oleh :
Nur Indah Saputri R. Igiasi
C011191117
Pembimbing :
dr. St. Wahyuni M., Ph.D.
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program
studi Pendidikan Dokter
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Infeksi kecacingan adalah salah satu penyakit yang masuk dalam 10 besar
kecacingan yang sebahagian besar dijumpai pada anak sekolah ( Kamila, 2017 ). Soil
tanah yang sudah terkontaminasi oleh telur atau larva dari cacing ini dimana infeksi
sering ditemukan pada area beriklim panas dan lembab dimana sanitasi dan
cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus dan
( WHO, 2019).
Lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi dengan
infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di seluruh dunia diperkirakan terinfeksi
Afrika sub-Sahara, Amerika, China, dan Asia Timur. Selain itu terdapat lebih dari
267 juta balita dan 568 juta anak usia sekolah di seluruh dunia yang tinggal di area
Secara rinci terdapat 807 juta sampai 1,221 miliar orang terinfeksi
A.lumbricoides,604 sampai 795 juta orang terinfeksi T.triciura, dan 576 sampai 740
juta orang terinfeksi hookworm. Infeksi cacing Soil Trsansmitted Helminths (STH)
2
terjadi terutama pada anak usia prasekolah dan usia sekolah (kurang dari 15 tahun)
penderita infeksi kecacingan di Sulawesi Selatan masih terbilang banyak yaitu pada
tahun 2017 sebanyak 10.700 kasus, dimana kota Makassar merupakan wilayah
dengan jumlah kasus tertinggi yaitu sebesar 1.928 kasus, kasus infeksi kecacingan
di Sulawesi Selatan didominasi oleh kelompok umur 6-15 tahun dengan jumlah
kasus sebesar 3.943 pada tahun 2017 (Subair et al.,2019). Tentu saja angka ini
termasuk angka yang tinggi mengingat pada tahun 2019 pemerintah pusat
dapat menimbulkan kerugian terhadap kebutuhan zat gizi karena kurangnya kalori
dan protein, serta kehilangan darah. Infeksi cacing memiliki potensi kerugian akibat
kehilangan karbohidrat, protein, dan darah akan menjadi sangat besar. Selain dapat
3
RI, 2017). Sehingga kasus-kasus malnutrisi, stunting, anemia, bisa disebabkan oleh
dan kerugian yang ditimbulkan pada kesehatan anak serta kurangnya perhatian dan
pengetahuan mengenai kecacingan pada anak sekolah dasar, maka peneliti tertarik
Infeksi Parasit dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kota Makassar
gambaran infeksi parasite dan status gizi pada anak sekolah dasar di wilayah kota
gambaran infeksi parasite dan status gizi pada anak sekolah dasar di wilayah
4
1.3.2. Tujuan Khusus
sebelumnya, penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan khusus, yaitu untuk:
3. Mengtahui gambaran status gizi pada anak sekolah dasar di wilayah Kota
Makassar.
4. Mengetahui hubungan infeksi parasite usus dan status gizi pada anak sekolah
yang efektif.
5
1.4.3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Soil Trsansmitted Helminths (STH), dimana cacing ini ditularkan melalui tanah)
trichiura dan cacing tambang, sedangkan protozoa adalah Giardia lamblia dan
Blastocystis hominisi1
Cacing usus atau sering disebut STH adalah cacing usus yang penularannya
Indonesia (Rampengan, 2005; Sutanto dkk, 2008). Penyakit kecacingan ini dapat
7
Prevalensi penyakit kecacingan ini sangat tinggi terutama di daerah
ini masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu
dari segi ekonomi. Pada kelompok ekonomi lemah mempunyai risiko tinggi
sedangkan cacing jantan berukuran lebih kecil dibanding cacing betina dan
memiliki ekor melengkung di bagian perut. Cacing dewasa dan cacing dewasa
dapat diidentifikasi dengan adanya tiga bibir yang menonjol di ujung anterior.
merah berbentuk silinder. Cacing jantan lebih kecil ukurannya daripada cacing
betina. Pada stadium dewasa, cacing ini akan hidup dan berkembang didalam
yang melengkung ke arah ventral dan diikuti adanya penonjolan spikula yang
berukuran sekitar 2 mm. Selain itu, di bagian ujung posterior cacing juga terdapat
mm dengan ujung posteriornya yang lurus. Cacing ini memiliki 3 buah bibir,
8
masing-masing satu dibagian dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral
(Satoskar, 2009).
dewasa dilindungi oleh pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan lipid
Cacing ini juga memiliki sel-sel otot somatik yang besar dan memanjang
somatik tersebut lumpuh oleh obat cacing, maka cacing akan mudah keluar
infeksi , keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita terhadap
9
infeksi cacing ini (Natadisastra, 2012). Penderita Ascariasis tidak akan
merasakan gejala dari infeksi ini (asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar
10-20 ekor didalam tubuh manusia sehingga baru dapat diketahui jika ada
pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya cacing dewasa bersama dengan tinja.
Gejala klinis yang timbul bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang ringan seperti
batuk sampai dengan yang berat seperti sesak nafas dan perdarahan. Gejala yang
dan demam. Pada foto thorak penderita Ascariasis akan tampak infiltrat yaitu
dari dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi
dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala mual,
10
dewasa mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A. lumbricoides juga dapat
menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein, sehingga pada anak-
anak dapat memperlihatkan gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan
atau 500 mg dosis tunggal. Untuk anak-anak yang berusia 1-3 tahun dapat
3 hari untuk anak-anak usia 4-11 tahun; 2x500mg/hari selama 3 hari untuk
11
Adapun untuk pencegahan ascariasis dapat dilakukan dengan
melakukan sanitasi yang baik dan menjaga higenitas, serta dari pihak
kepada anak usia sekolah dua kali setahun sebagai upaya program
merupakan daerah endemik parasit ini dan seringkali infeksi nya ditemukan
panjang, dengan jantan yang agak lebih kecil dari pada betina. Tiga-perlima
Anus terletak di dekat ujung ekor. Kedua jenis kelamin memiliki gonad
12
Telur yang keluar bersama tinja mengandung sel telur yang tidak
taman, atau lapangan) atau jika kotoran manusia digunakan sebagai pupuk,
oleh makanan atau jari terkontaminasi telur infektif masuk mulut (Centers
13
Habitat di usus besar terutama di caecum, bagian anterior yang seperti
partumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur
dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada
tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Disamping itu cacing ini juga
klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala (Taniawati et al, 2008).
Infeksi kombinasi dengan tipe cacing yang lain seperti Ascaris lumbricoides
14
growth stunting, retardasi mental, dan defek kognitif pada edukasi (Bethony
(Soebaktiningsih, 2014).
pada pemeriksaan tinja secara langsung (direct smear) atau dengan cara
termasuk penggunaan feses sebagai bahan pupuk. Cuci tangan dengan sabun
atau air hangat sebelum makan. (Centers for Disease Control and Prevention,
2013). Selalu mencuci makanan seperti sayuran, buah – buahan, dan lain –
15
perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi
lebih dari 70%. Kebiasaan berdefekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai
Alat kelamin pada yang jantan adalah tunggal dan pada yang betina
berpasangan.
Pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa kaudal yang dipakai
ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm. jantan 8-11 mm x 0,4-0,5 mm. Cacing ini
mm x 0,4 mm, jantan 7-9 mm x 0,3 mm. Cacing ini berbentuk seperti hurup
S.
sabit di dinding ventral dan sepasang lagi yang kurang nyata pada dinding
16
Telur cacing tambang berukuran 60 mikron x 40 mikron bentuk oval,
berdinding tipis, jernih, berisi embrio terdiri dari 2-8 sel dalam tinja segar.
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus. Cacing betina dan jantan
berkopulasi kemudian cacing betina bertelur dan telur keluar bersama tinja.
berpasir yang hangat dan lembab, telur di tanah tumbuh dan berkembang
menjadi embrio dalam 24-48 jam pada suhu 23 sampai 30 °C dan menetas
menjadi larva.
Telur pada lingkungan yang sesuai di alam luar akan menetas menjadi
larva rabditiform dan dalam waktu 3 hari larva tersebut akan berubah
akan tertelan menuju ke usus halus dan menjadi dewasa seperti dapat dilihat
17
Gambar 2.3. Siklus hidup cacing A. duodenale 14
Bila larva infektif menembus kulit dan jumlah larva yang masuk banyak
maka dapat terjadi reaksi alergi terhadap cacing berupa gatal-gatal yang
yang terbatas). Reaksi ini disebut ground itch. Bila larva cacing tambang
tertelan maka sebagian akan menuju usus dan tumbuh menjadi dewasa
18
yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya tidak timbul sampai tampak
adanya anemia
oleh jumlah cacing yang lebih sedikit daripada infeksi Necator americanus
Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat dari anemia itu maka
penderita akan tampak pucat, daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun.
dan seksual. Pada awal infeksi ada eosinofilia dan leukositosis yang nyata.
cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing
tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi
berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat
Parasites Load cacing tambang untuk infeksi ringan adalah 1-1.999 EPG,
19
untuk infeksi sedang adalah 2.000-3.999 EPG, dan untuk infeksi berat
menyebabkan gejala dan ada juga yang tidak bergejala. Spesies yang paling
distribusi yang luas di seluruh dunia.6 Infeksi Blastocystis sp. pada manusia
Patogenesis pada manusia masih belum jelas karena infeksi B. hominis bisa
perut, muntah dan perut kembung.8 B. hominis juga sering ditemukan pada
20
amuboid dan tidak ada organisme patogen lain yang teridentifikasi.7 B.
dan granular, bentuknya bulat mengandung vakuola tunggal yang besar. Sel
sentral. Terdiri dari beberapa inti sampai 4. Ini adalah bentuk paling umum
dari 1-2 inti; 3) amuboid, bentuk yang sangat jarang. Pseudopodia sering
melekat; 4) Kista, dinding tebal dan terdiri dari banyak vakuola serta
mempunyai 1-2
yang berasal dari tinja penderita. Kemudian kista menginfeksi sel epitel
usus lalu memperbanyak diri secara aseksual dan tumbuh menjadi bentuk
berdinding tipis yang berperan dalam siklus auto infeksi di dalam tubuh
dengan proses skizogoni akan tumbuh menjadi bentuk kista berdinding tebal
21
yang keluar bersama tinja dan merupakan stadium infektif pada penularan
selanjutnya. 10
jelek, paparan dari binatang, dan konsumsi air minum yang terkontaminasi
pengobatan parasit ini. Lima puluh dua individu dengan infeksi B. hominis
22
parasit lain. Patogenisitas B. hominis diduga terkait dengan jumlah parasit
terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
berikut: bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm, kista matang
(Yullfi, 2006)
Siklus hidup dari seluruh ameba usus hampir sama. Bentuk yang
23
ileum bagian bawah menjadi trofozoit kembali. Trofozoit kemudian
bersama tinja. Bentuk trofozoit dan kista dapat dijumpai di dalam tinja,
umumnya terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista
ameba. Kista mampu bertahan di tanah yang lembab selama 8-12 hari, di air
9-30 hari, dan di air dingin (4ºC) dapat bertahan hingga 3 bulan. Kista akan
24
cepat rusak oleh pengeringan dan pemanasan 50ºC. Makanan dan minuman
dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara berikut ini: persediaan air
kontaminasi oleh lalat dan kecoa, penggunaan pupuk tinja untuk tanaman,
tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam
bentuk trofozoit dan kista. Bentuk trofozoit memiliki ciri-ciri berikut: •pear-
dengan ukuran panjang 9-20 μm dan lebar 5-15μm, memiliki dua buah inti
yang terletak simetris, karyosom sentral yang besar tanpa kromatin di perifer
,axostyle membagi tubuh menjadi dua bagian simetris dua buah benda
kaudal, dan 4 di lateral, bergerak seperti daun jatuh. Ciri-ciri bentuk kistanya
adalah: berbentuk oval, panjang 8-18 μm, lebar 7-10μm, kista matang
25
Gambar 2.6. Gambar Siklus Hidup G. duodenalis
menderita gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang istilah symptomless
carrier. Gejala dapat bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut (abdominal
discomfort) hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni
berdarah disertai tenesmus. Lesi yang tipikal terjadi di usus besar, yakni
shaped ulcer), dengan hanya satu atau beberapa titik penetrasi di mukosa
usus. Ulkus terjadi di submukosa hingga lamina muskularis dari usus. Ulkus
26
yang lebih dalam dapat melibatkan lamina serosa, sehingga dapat terjadi
berkembang lesi sekunder di bagian usus yang lain serta organ dan jaringan
(ameboma) di usus besar sebagai lanjutan dari ulkus. Gambaran rontgen dan
penjalaran abses hingga ke kulit. Penjalaran dapat pula terjadi melalui jalan
serviks, vulva, vagina, dan penis melalui penularan secara hubungan seksual,
balantidiasis, ditandai dengan gejala nyeri abdomen dan diare yang berdarah,
timbul abses dan ulkus di mukosa dan submukosa usus besar dengan
gambaran seperti disentri ameba. Infeksi kronis dapat timbul tanpa terlihat
27
lainnya, tetapi hal ini jarang terjadi. Insiden balantidiasis cukup rendah,
kista. Metode yang paling disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan
sediaan permanen dengan trichrom stain. Namun yang paling sederhana dan
diperiksa. Waktu yang paling baik adalah di bawah 30 menit. Pada tinja
encer dengan gejala klinis yang nyata dapat dijumpai bentuk trofozoit,
sedangkan pada symptomless carrier dengan tinja yang padat akan dijumpai
bentuk kista. Selain tinja, spesimen lain yang dapat diperiksa berasal dari
28
enema, aspirat, dan biopsi. Pada aspirasi abses hati adakan diperoleh cairan
berwarna coklat, dan bentuk trofozoit dapat ditemukan pada akhir aspirasi
atau di tepi ulkus. Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan prosedur
serologis. Namun dipastikan bahwa pemeriksaan ini jauh lebih mahal. Jenis
immunofluorescent (IFA).
epidemiologi.
mengandung banyak vakuola yang berisi bakteri, jamur dan debris (tanpa
29
Kista E. coli memiliki ciri-ciri berikut: bentuk membulat dengan
ukuran 10- 35 μm, kista matang berisi 8-16 inti, chromatoidal bodies berupa
mudah dibedakan bila telah memiliki lebih dari 4 inti. Pengobatan tidak
penggunaan zat-zat gizi. Untuk menilai status gizi anak diperlukan standar
a. Pengetahuan
30
Pengetahuan merupakan hal penting bagi perubahan prilaku, karena
b. Tingkat pendidikan
seseorang.
d. Budaya
31
dalam hal makanan yang dipilihnya. Demikian juga dalam makanan
untuk anak, ada yang dianggap baik dan ada yang kurang baik.
BB/U, TB/U dan BB/TB yang dipublikasikan WHO meliputi data anak
32
2.2.3. Hubungan Status Gizi Anak dan Infeksi Parasit Usus
Status gizi pada anak dan prevalensi infeksi parasit usus
penularan parasit usus pada anak. Kekurangan gizi dan infeksi parasit
usus saling terkait erat dan memiliki beberapa faktor risiko yang sama,
termasuk kurangnya akses ke air bersih, sanitasi yang lebih buruk, dan
atau telur cacing) dapat menyebabkan diare atau infeksi tanpa gejala;
33
selalu mencuci tangan baik sebelum makan ataupun seesudah buang
34
BAB III
Kesehatan usus
Infeksi parasit
usus
Positif Negatif
35
3.3. Hipotesis penelitian
H0 = Tidak ada hubungan antara infeksi parasit usus jenis Soil Transmitted
Helminth (STH) dan jenis Protozoa dengan status gizi anak sekolah
H1= Ada hubungan antara infeksi parasit usus jenis Soil Transmitted
Helminth (STH) dan jenis Protozoa dengan status gizi anak sekolah
36
BAB 4
METODELOGI PENELITIAN
4.1. Desain penelitian
bentuk data tabulasi kemudian dianalisis hubungan antara variabel bebas dan
terikat.
Universitas Hasanuddin.
4.2.2. Waktu
Penelitian ini melibatkan beberapa disiplin ilmu terkait yaitu Ilmu Gizi,
37
4.3. Variabel penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah adalah infeksi parasit usus yang
meliputi kejadian infeksi parasit usus yang termasuk dalam STH dan Protozoa
Variabel terikat pada penelitian ini adalah status gizi yang lebih tepatnya
akan diketahui melalui indeks massa tubuh anak berdasarkan usia (IMT-U)
38
4.4. Definisi operasional
39
Definisi Skala
No. Variabel Cara Ukur Kategori
Operasional ukur
Infeksi cacing
instestinal jenis
Ascaris
Infeksi lumbrocoides,
parasit usus Pemeriksaan
Trichuris
jenis Soil trichura, atau mikroskopis 1. Positif
1. Nominal
Transmitted sampel tinja 2. Negatif
cacing tambang
Helminth responden
(Necator
(STH) americanus,
Ancylostoma
duodenale) pada
responden
Infeksi protozoa
intestinal jenis
Blastocystis sp.,
Infeksi Pemeriksaan
Entamoeba
parasit usus mikroskopis 1. Positif
2. histolytica, Nominal
jenis sampel tinja 2. Negatif
Giardria
protozoa responden
duodenalis, atau
Entamoeba coli
pada responden
Pengkelompo 1. -3 SD s.d.
kkan status < -2 SD =
Keadaan gizi
gizi pada Gizi
anak yang dilihat
responden Kurang
pada pengukuran
dengan 2. -2 SD s.d.
Berat badan dan
memasukkan +1 SD =
40
4.5. Populasi dan Sampel
4.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid pada 2 SD yang berada di
4.5.2. Sample
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini
adalah anak sekolah dasar yang berada di wilayah Kabupaten Luwu. Teknik
pengambilan sampel
sampel secara acak pada populasi yang tidak homogen namun berstrata
secara proporsional.
bimbingan dr. St Wahyuni M., Ph.D. Aspek etik dalam penelitian ini yaitu
peneliti akan mengajukan surat izin etik penelitian (ethical clearance) kepada
41
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dari seorang anak, Timbangan untuk mengukur berat badan dan stadiometer
untuk mengukur tinggi badan anak, serta sampel tinja dilakukan pemeriksaan
Pot feses
Box penyimpanan
Mikroskop
Kaca objek
Penyaring
42
Cetakan yang terbuat dari logam tahan karat atau plastic
Strip selofan
Pinset
Kertas koran
Sampel tinja
Larutan asam asetat 50% yang diencerkan 1:1 dengan air suling
Larutan eosin 2%
Stadiometer
Timbangan
Pena
Kertas
Co-software WHO antroplus
sekolah.
43
b. Responden diminta untuk berkemih dahulu agar sampelnya tidak
pengambilan.
1. Buat campuran dari larutan asam asetat yang telah diencerkan dan
sebanyak empat kali volumenya dengan air suling dan aduk hingga
merata.
2. Siapkan kaca objek yang telah dilabeli dengan identitas atau nomor
pasien.
44
3. Teteskan setetes larutan natrium klorida yang telah dipanaskan hingga
37oC di bagian tengah kiri dari kaca objek dan setetes campuran
larutan asam asetat dan iodin di bagian tengah kanan kaca objek.
4. Ambil sedikit dari sampel tinja dengan aplikator (kira-kira 2-3 mm).
dan campurkan dengan tetsan larutan asam asetat dan iodin lalu buang
45
1. Celupkan strip selofan ke dalam larutan biru metilen 24 jam sebelum
digunakan.
5. Cetakan ditempatkan di atas kaca objek steril setelah itu sampel tinja
7. Menutup sampel tinja yang ada di atas kaca objek dengan strip selofan
8. Kaca objek dibalikkan dan sampel tinja yang menempel pada selofan
selofan.
46
4.8.4. Cara pengukuran status gizi
saat pengukuran.
muncul angka 0.
tanpa dibantu.
rileks.
timbangan.
47
Pengukuran Tinggi Badan (TB)
rambut pasien.
48
1. Buka aplikasi WHO AnthroPlus, Pada tampilan menu aplikasi klik
Anthropometric calculator.
WHO AnthroPlus.
tersebut.
dengan menyajikan data nominal dari frekuensi infeksi STH dan Protozoa
intestinal pada sampel, dan status gizi dalam bentuk tabulasi dan
selanjutnya dilihat apakah keputusan H0 diterima atau tidak dan terakhir yaitu
49
Persiapan
Penelitian dan
pengurusan
etik
Identifikasi
dan
Rekrutmen
Responden
Informed
Consent
Pengambilan Pengukuran
Sampel Tinja Antropometri
Pemeriksaan
parasit usus
pada sampel
tinja
Pengolahan
Data
Analisis Data
Interpretasi
Hasil
Penelitian
50
DAFTAR PUSTAKA
Darnely, Saleha S. Infeksi parasit usus pada anak panti asuhan di Pondok Gede
Bekasi. J Indon Med Assoc. 2011;61:347-51.
Adrianto, Herbert. 2017. Kontaminasi Telur Cacing pada Sayur dan Upaya
Pencegahannya Helminth Eggs Contamination in Vegetables and Prevention
Efforts. Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Ciputra. (serial online)
avaible from: https://media.neliti.com/media/publications/222703-
kontaminasi-telur-cacing-pada-sayur-dan.pdf. Akses 27 Januari 2018.
Mathison BA, Pritt BS. Chapter 65 – Medical Parasitology.; 2022.
doi:10.1016/B978-0-323-67320-4.00065-1
Arlene E. Dent, James W. Kazura. Ascariasis (Ascaris lumbricoides). In: Nelson
Textbook of Pediatrics. ; 2020:1877-1878.
Harris JR, Hotez PJ. Intestinal Nematodes. In: Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. 5th ed. ; 2018:1373-1381.
http://dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/
Belleza MLB, Cadacio JLC, Borja MP, et al. Epidemiologic Study of Blastocystis
Infection in an Urban Community in the Philippines. J Environ Public Health.
2015;2015(Article ID 894297):1-7. doi:10.1155/2015/894297.
Ajmal SM, Karachi T. Blastocystis hominis-Potential Diahorreal Agent: a Review.
Int Res J Pharm. 2013;4(1):1-5
Cruz Licea V, Plancarte Crespo A, Morán Álvarez C, Valencia Rojas S, Rodríguez
Sánchez G, Vega Franco L. Blastocystis hominis among food vendors in
Xochimilco markets. Rev Latinoam Microbiol. 2003;45(1-2):12-15.
Fransisca RO, Iriani AD, Mutiksa FA, Izati S, Utami RK. Hubungan Infeksi Parasit
Usus dengan Pengetahuan Perilaku Hidup Bersih Sehat pada Anak SD
Bekasi , 2012 (The prevalance of intestinal parasitic infection among primary
school children in Bekasi in 2012 and its association with knowledge level
about clean . J Kesehat Indones. 2012;3(1):2-6.
Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011.
Adrianto, Herbert. 2017. Kontaminasi Telur Cacing pada Sayur dan Upaya
Pencegahannya Helminth Eggs Contamination in Vegetables and Prevention
Efforts. Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Ciputra.
https://doi.org/10.22435/blb.V13i2. 5697. 105-114
Astuti, R., Siti, A. 2008. Identifikasi Telur Cacing Usus Pada Lalapan Daun Kubis
Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Simpang Lima Kota
Semarang. Proseding Seminar Nasional: Continuing Medical And Health
Education (Cmhe), (Online), Vol. 1, No. 1, Hlm. 297 -307,
(Jurnal.Unimus.Ac.Id/Index.Php/Psn12012010/Article/View/133/114, [9
April 2015].
Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al. 2006.
Soil transmitted helminth infection: ascariasis, trichuriasis, and hookworm.
Lancet. 367: pp1521-32.
51
CDC. 2009a. Ascariasis : biology, atlanta: center for disease control and prevention.
Diunduh dari: http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html [Diakses
Maret 2015].
CDC. 2009b. Hookworm : biology, atlanta: center for disease control and prevention.
Diunduh dari: http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/biology.html [Diakses
Maret 2015].
CDC. 2012. Parasite- Blastocystis spp infection. https://www.cdc.gov/parasites/
blastocystis/biology.html akses 15 Desember
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Ascariasis : Biology,
Atlanta: Center for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html [Diakses 26 Januari
2018].
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Hookworm : Biology,
Atlanta: Center for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/biology.html [Diakses 8 Mei 2014].
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Trichuriasis : Biology,
Atlanta: Center for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html [Diakses 26 Januari
2018].
Damayanti, P. 2012. Pengobatan dan penilaian Status Gizi anak Sd N 1 Luwus,
Baturiti Yang Menderita Kecacingan (Soil Transmitted Helminths). Jurnal
Udayana Mengabdi
Delahauf Knewenhouse A. 2015. Growing Broccoli, Calaiflower, Cabbage, And
Other Cole Crops In Winconsin.
Dittmarr H, drach m, Vosskamp R, Trenkel M, Guter R, Steffens G. 2009. Fertilizer.
Types. 1 st Ed. Ulmann’s Encyclopedia Of Industrial Chemistry. Weinheim:
Wiley-Vhc
Dixon G. 2007. Vegetable brassicas And Related. 1 st Ed.Wallingford: Cabi
Gandahusada. 1998. Parasitologi Kedokteran, Edisi III, FKUI, 8-23. Jakarta.
Ismid Is, Winita R, Sutanto I, Zulhasril, Sjarifuddin Pk. 2000.Penuntun
Praktikum Parasitology Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta. Jurnal Kesmas Uad.
2010;6(2):162–232.
Saidin S, Othman N, Noordin R. Update on laboratory diagnosis of amoebiasis.
doi:10.1007/s10096-018-3379-3
Guevara EE, Vicuña Y, Costales D, et al. Use of Real-Time Polymerase Chain
Reaction to Differentiate between Pathogenic Entamoeba histolytica and the
Nonpathogenic Entamoeba dispar in Ecuador´Angel. Am J Trop Med Hyg.
2019;100(1):81-82. doi:10.4269/ajtmh.17-1022
Kantor M, Abrantes A, Estevez A, et al. Entamoeba Histolytica: Updates in Clinical
Manifestation, Pathogenesis, and Vaccine Development. Published online
2018. doi:10.1155/2018/4601420
52
Vivancos V, González-Alvarez I, Bermejo M, Gonzalez-Alvarez M. Giardiasis:
Characteristics, Pathogenesis and New Insights About Treatment. Current
Topics in Medicinal Chemistry. 2018;18(15):1287-1303.
doi:10.2174/1568026618666181002095314
Fletcher-Lartey SM, Zajaczkowski P, Mazumdar S, Conaty S, Ellis JT. Epidemiology
and Infection Epidemiology and associated risk factors of giardiasis in a peri-
urban setting in New South Wales Australia.
doi:10.1017/S0950268818002637
Craig CF. Studies upon the Amebae in the Intestine of Man. The Journal of Infectious
Diseases. 1908;5(3):324-377.
53
LAMPIRAN
2022
Kegiatan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pembuatan
proposal
Konsultasi
proposal I
Konsultasi
proposal II
Konsultasi
proposal III
Konsultasi
proposal IV
Ujian proposal
Pengurusan etik
penelitian
Pengambilan
sampel
Analisis sampel
Analisis data
Menulis laporan
hasil
54
Lampiran 2. Rancangan anggaran penelitian
55
56
Lampiran 3. Informed Consent
No. Kuesioner :
Perihal : Informasi Penelitian Kepada yang terhormat,
dan Persetujuan Orang tua/Wali
penelitian Di,-
Tempat
Lampiran : 2 (Dua) Berkas
Perkenalkan, saya Nur Indah Saputri R. Igiasi selaku Mahasiswa Program Studi S1
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin bermaksud
untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Infeksi Parasit dan status gizi pada anak
sekolah dasar di wilayah Kabupaten Luwu Periode Mei-Juli 2022” yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran kesehatan usus dan status gizi pada anak sekolah dasar
di wilayah pesisir pantai Kota Makassar sehingga Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan dalam
penanganan infeksi parasit usus pada anak sekolah dasar di masa yang akan datang.
Hormat Saya,
Peneliti
(Nama Orang
tua/Wali)
KUESIONER PENELITIAN
Nama responden :
Umur/Tanggal lahir :
Mohon diisi dengan cara melingkari jawaban yang sesuai
1. Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Asal Sekolah :
a. SD Inpres Tallo Tua 69
b. SDN Ujung Tanah I Pesisir Pantai
3. Kelas :
a. 4 SD
b. 5 SD
c. 6 SD
4. Tingkat penghasilan orang tua :
a. < Rp 200.000,00
b. Rp 200.000,00 – Rp 500.000,00
c. Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00
d. Rp 2.000.000,00 – Rp 4.000.000,00
e. > Rp 4.000.000,00
Hasil Pemeriksaan :