Anda di halaman 1dari 21

IDENTIFIKASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA KERANG AIR

TAWAR (Pilsbryoconcha exilis) DENGAN METODE SEDIMENTASI

Dosen Pengampu :
Edi Suriaman, S.Si., M.Si

Nama Mahasiswa :
Yogi Agung Hermawan (10190008)

AKADEMI ANALIS KESEHATAN MALANG


TAHUN AKEDEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Saya

panjatkan puji syukur kehdirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-

Nya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan nakalah tentang “SOIL TRANSMITTED

HELMINTHS (STH)” tepat pada waktunya.

Akan tetapi saya sadar sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi

susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karenanya saya dengan lapang dada menerima

segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat maupun

inspirasi untuk pembaca.

Pasuruan, 08 Februari 2021

Penyusun

Yogi Agung Hermawan


BAB I

PENDAHULUAN

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan kelompok parasit usus yang dapat

menyebabkan penyakit cacingan. Kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) habitatnya di

dasar perairan yang secara teoritis mengandung telur atau larva cacing yang mampu

menginfeksi hewan perantara melalui tanah sehingga menyebabkan penyakit

kecacingan.[ CITATION Dew19 \l 1033 ].

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing golongan nematoda usus

yang menginfeksi manusia yang menelan telurnya melalui rute fekal oral. Cacing ini

terdiri dari beberapa jenis yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale serta Strongyloides stercoralis.1 Penyakit

kecacingan dapat menyebabkan seseorang mengalami anemia defisiensi besi,

kekurangan mikronutrien khususnya vitamin A, pertumbuhan terhambat, malnutrisi dan

diare kronik serta penurunan produktifitas pekerjaan sebanyak 40%. Saat ini penyakit

kecacingan telah menginfeksi lebih dari 24% penduduk dunia dan tersebar di Negara

tropis dan subtropis termasuk di Asia Tenggara.3 Prevalensi penyakit kecacingan di

Indonesia pun masih tinggi yaitu mencapai 20-86% bervariasi di masing-masing daerah

dengan rata-rata 30%.4 Penyakit kecacingan masih menjadi beban di Kota Padang,

terlihat dari data DKK Padang bahwa selalu terjadi peningkatan jumlah kasus dari

tahun 2012 hingga tahun 2014. Puskesmas Andalas dengan salah satu wilayah kerjanya

adalah Kelurahan Jati selalu menjadi lima besar wilayah dengan angka kecacingan

tertinggi serta terjadi peningkatan posisi, pada tahun 2013 posisi ke 5, tahun 2014 posisi

ke 4 dan tahun 2015 posisi ke 2. [ CITATION Als18 \l 1033 ].


Anak usia Sekolah Dasar (SD) merupakan kelompok umur yang paling sering

terinfeksi oleh cacing usus yang ditularkan melalui tanah taupun perairan yang kotor .

Hal ini disebabkan karena anak SD paling sering kontak dengan tanah sebagai sumber

infeksi (Pasaribu, 2003). Anak yang mempunyai kebiasaan tidak memakai alas kaki

beresiko terinfeksi cacing tambang 3,29 kali lebih besar dibanding anak yang

mempunyai kebiasan memakai alas kaki dalam aktifitasnya sehari-hari. [ CITATION

War17 \l 1033 ]

1.2. Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Soil Transmitted Helminths (STH) ?

b. Bagaimana metode penelitian Soil Transmitted Helminths (STH) ?

c. Bagaimana cara mencegah infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) ?

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Soil Transmitted Helminths (STH).

b. Untuk mengetahui metode penelitian Soil Trasmitted Helminths (STH).

c. Untuk mengetahui cara mencegah infeksi Soil Transmitted Helminths (STH).


BAB II

PEMBAHASAN

A. Difinisi Soil Transmitted Helminths (STH)

Soil Transmitted Helminth adalah cacing golongan nematode yang memerlukan

tanah untuk perkembangan bentuk infektifnya.Di Indonesia golongan cacing yang

penting dan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat adalah ascaris lumbricoides,

Trichuris trichiura, dan cacing tambang yaitu : Necator Americanus dan Ancylostoma

duodenale [ CITATION Har18 \l 1033 ].

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah Soil Transmitted Helminths

(STH) masih merupakan masalah penting pada kesehatan masyarakat, khususnya di

negara berkembang termasuk Indonesia. Cacing penyebab kecacingan yang ditularkan

melalui tanah yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar yaitu Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus). nfeksi oleh Soil Transmitted Helminths (STH) semakin diakui sebagai

suatu masalah penting pada kesehatan masyarakat, khususnya di Negara berkembang.

Kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu lebih dari 1 miliar orang

terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris

trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm [1]. Di Indonesia angka

kejadian kecacinganjuga cukup tinggi. Penyakit cacingan tersebarluas, baik di pedesaan

maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing

dalam usus) berbeda. Hasil survey Subdit diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD
di 10 provinsi menunjukkan kisaran antara 2,2%-96,3% [2]. Sedangkan survey yang

dilakukan dari beberapa Kabupaten di Provinsi Aceh tahun 2006, didapatkan persentase

kecacingan pada anak SD yang tertinggi adalahKabupaten Aceh Barat (56,60%), Aceh

Besar (50,75), Pidie (45,65%), Bireuen (43,53%), Lhokseumawe (41,75%) [3].

Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau STH yang sering dijumpai

pada anak usia sekolah dasar yaitu dari jenis Ascarislumbricoides (cacing gelang),

Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Hookworm (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus). [ CITATION Rah14 \l 1033 ]

Penyakit akibat infeksi masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di

negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, diantaranya adalah penyakit infeksi

cacing usus. Infeksi cacing ini ditularkan melalui tanah atau dikenal dengan Soil

Transmitted Helminths (STH). Penyakit ini termasuk dalam kelompok Neglected

Tropical Diseases (NTD), yaitu kelompok penyakit yang masih banyak terjadi di

masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian. Jenis cacing STH yang sering

menimbulkan infeksi antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing

tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). CDC (2013) menunjukkan

perkiraan jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi Ascaris lumbricoides berkisar

antara 807 juta1,221 miliar jiwa, Trichuris trichiura berkisar antara 604-795 juta jiwa,

dan cacing tambang berkisar antara 576-740 juta jiwa . Tingginya angka kejadian

tersebut juga terjadi di Indonesia. Di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari

Departemen Kesehatan (2009) mengenai rata-rata prevalensi infeksi STH pada tahun

2006 yang tersebar di 27 provinsi adalah 42,8% dengan infeksi terbanyak disebabkan

oleh Trichuris trichiura (24,2%), Ascaris lumbricoides (17,6%), dan cacing tambang

(1%). Lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan 600 juta anak usia sekolah di dunia

tinggal di daerah yang memiliki angka penyebaran infeksi STH yang tinggi. Di
Sumatera Selatan, penelitian yang dilakukan pada siswa sekolah dasar di Desa

Sukarami Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir ditemukan sebanyak 10% siswa

yang terinfeksi cacing, dengan 7% pada anak laki-laki dan 3% pada anak perempuan.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nadya

(2016) di SDN 129 Kecamatan Sematang Borang Kota Palembang, yaitu sebesar 25,5%

yang terinfeksi cacing dengan 15,5% pada anak laki-laki dan 10% pada anak

perempuan. [ CITATION Ann18 \l 1033 ]

 Ascaris lumbricoides

Infeksi cacing A. lumbricoides atau yang disebut Askariasis merupakan kejadian

terbanyak yang ditemukan di dunia dengan prevalensi sebesar 807 juta jiwa dan

populasi yang beresiko sekitar 4,2 milyar jiwa. Jumlah kasus infeksi Askariasis pada

SubSahara Afrika sebesar 173 juta kasus dengan prevalensi tertinggi di Ethiopia,

Nigeria, Kongo dan Afrika Selatan. Di negara Amerika Latin sebesar 84 juta kasus,

prevalensi tertinggi berada di Brazil, Mexico, Guatemala dan Argentina. Peringkat

tertinggi jumlah kasus Askariasis sebesar 313 juta kasus terdapat di Asia, prevalensi

tertinggi di Indonesia, Cina, Philipina dan Myanmar. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi infeksi Askariasis adalah iklim tropis, kesadaran akan kebersihan yang

masih rendah, sanitasi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang rendah, serta kepadatan

penduduk. Infeksi Askariasis biasanya sering menyerang kelompok yang rentan seperti

anak usia Sekolah Dasar (SD). Penyebabnya antara lain masih kurangnya pengetahuan

tentang kebersihan pribadi, sanitasi lingkungan yang buruk, keadaan sosial ekonomi

serta tidak terbiasa berprilaku hidup bersih dan sehat. [ CITATION Roh17 \l 1033 ]
Selain itu pembuangan kotoranmanusia pun dapat menyebabkan

infeksicacingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data yang

mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10%). Hal

tersebut ditunjukkan dengan jawaban dari hasil pengisian angket masih adanya

responden yang menjawab dalam kehidupan sehari harinya kadang kadang

menyiram atau membersihkan tinjanya (faeces) setelah buang air besar bahkan

ada yang sering membuang tinjanya disembarang tempat. Dalam hal ini sesuai bahwa

jamban merupakan salah satu sarana pembuangan tinja yang sangat penting,

karena banyak sekali penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia. Orang

yang terinfeksi cacingan merupakan sumber terpenting untuk kontaminasi tanah

karena jika mereka berdefekasi sembarangan dapat mengembangbiakan telur dan

dapat hidup dalam waktu yang lama. Manusia merupakan satu-satunya hospes

dari Ascaris lumbricoides, dan penyakitnya disebut Askariasis. Parasit inidapat

menginfeksi orang dewasa dan anak- anak, tetapi biasanya lebih sering pada

anak, karena mereka kurang memahami bagaimana terjadinya infeksi pada

cacing ini, kurangnya menjaga kesehatan pribadi misalnya kebiasaan mencuci tangan

sebelum makan, memakan makanan dan minuman yang bersih serta kebiasaan

defekasi yang tidak pada tempatnya. Jika lalat hinggap ditinja yang mengandung

telur cacing, hal ini dapat menyebabkan sumber infeksi jika menghinggapi

makanan dan minuman serta perlengkapan alat-alat makan.Pemakaian tinja sebagai

pupuk tananam dapat menimbulkan sumber infeksi terutaman jika memakan sayuran

yang tidak bersih dicuci atau mentah terkontaminasi dengan telur dari tanah.

[ CITATION Sih18 \l 1033 ]

 Trichuris trichiura
Trichuris trichiura lebih dikenal dengan nama cacing cambuk karcna secara

menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Infeksi dengan cacing cambuk (trichuriasis)

lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering bersama-sama dengan infeksi

Ascaris. Sampai saat ini dikenal lebih dari 20 spesies Trichuris spp, namun yang

menginfeksi man usia hanya Trichuris trichiura dan Trichuris vu/pis. Cacing ini dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pad a man usia bila menginfeksi dalam jumlah yang

banyak. Apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya tidak akan terpengaruh dengan

adanya cacing ini. Penyakit yang disebabkan cacing ini dinamakan trichuriasis atau

trichocephaliasis. Pcnyakit ini terutama terjadi di daerah subtropis dan tropis , dimana

kebersihan lingkungannya buruk serta iklim yang hangat dan lembab memungkinkan

telur dari parasit ini mengeram di dalam tanah. [ CITATION Set08 \l 1033 ]

Cacing dewasa trichuris trichiura mempunyai bentuk tubuh mirip seperti cambuk,

sehingga dalam keseharian cacing ini lebih dikenal sebagai cacing cambuk. Bagian

arterior yang merupakan 3/5 bagian dari tubuh cacing cambuk berbentuk langsing mirip

seperti benang, sedangkan 2/5 bagian tubuh yang lain merupakan bagian posterior,

tampak lebih gemuk. Sehingga apabila dikaitkan dengan bentuk cambuk, maka bagian

posterior merupakan bagian pegangan dari cambuk, dan bagian anterior merupakan

bagian cambuknya.Cacing jantan trichuris trichiura lebih kecil dan lebih pendek

dibanding cacing trichuris trichiura betina, panjang cacing jantan sekitar 3-4 cm,

sedangkan panjang cacing betina 4-5 cm. Telur Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

mempunyai ciri-ciri: ukuran 50 x 25 mikron, warna kecoklatan, bentuk seperti tong

atau guci, terdapat operkulum dikedua kutub, mengandung ovum yang fertile. Trichuris

trichiura termasuk famili Trichuridae.Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit

yang disebabkannya disebut trikuriasis. Trichuris trichiura tersebar luas diseluruh

dunia, tetapi didaerah yang berprevalensi tinggi adalah daerah tropis dan subtropics. Di
daerah yang beriklim sedang mereka yang paling sering diinfeksi adalah yang tinggal di

lembaga-lembaga seperti panti asuhan, lembaga permasyarakatan, dan rumah sakit

jiwa. [ CITATION Bed18 \l 1033 ]

Infeksi Trichuris trichiura (trikuriasis)dapat mengganggu tumbuh kembang

anak.Cacing inidapat menyebabkan timbulnya malnutrisi dan anemia,karenaparasit

inihidup disaluran pencernaan dan dapatmengakibatkan proses peradangan kronis

yang dapat menganggu kesehatan anak. Infeksi cacing usus dapat ditemukan pada

berbagaigolongan umur, namunlebihsering ditemukanpada anak usia sekolah.1

Berdasarkan data epidemiologi,anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk

serta higienitas yang rendah memunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi.Pendidikan

higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi tersebut. Tumpukan sampah

dan penyediaan makanan jajanan di lingkungan sekolah juga menjelaskan tingginya

prevalensi.Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah

dengan tinja yang mengandung telur cacing.Telur cacing berkembang baik pada tanah

liat,lembab,dan teduh. Oleh karena itu, risiko anak terkena infeksi cacing Trichuris

trichiura lebih meningkat terutama anak yang memiliki kebiasaan bermain di tanah dan

jarang mencuci tangan. [ CITATION Jod17 \l 1033 ]

 Hookworm

Hookworm merupakan cacing nematode yang mempunyai hook, alat

semacam tombak yang berada dirongga mulut yang dapat digunakan unutk

menancapkan bagian anterior cacing pada mukosa usus.Keseharian cacing yang

mempunyai hook ini lebih dikenal dengan cacing tambang karenauntuk pertamakalinya

infeksi cacing ini ditemukan pada pekerja tambang. Terdapat 2 (dua) spesies

cacing tambangyang penting yang bersifatparasitpada manusia yaitu Ancylostoma


duodenale dan Necator americanus.Kecacingan yang ditularkan melalui tanah

karenakurangya sarana air bersih, kebiasaan makan dengantangan yang tidak dicuci

dengan bersih terlebih dahulu, sayur-sayuran yang dimakan mentah,

danpenggunaan tinja untuk pupuk, dapat meningkatkanpenyebaran penyakit parasit

terutama penyakitcacing yang ditularkan melalui tanah.[ CITATION Pur19 \l 1033 ]

Hookworm merupakan salah satu dari 17 neglected diseases yang disampaikan

oleh World Health Organization (WHO) yang menyerang 440 juta

penduduk dunia dengan beban tertinggi berada di Asia.Murray et al,2012 dalam

Hotez et al, 2013 menyatakan bahwa berdasarkan Standar Disability-Adjusted Life

Year(DALy) infeksi Hookworm merupakan penyakit neglected diseases terpenting

dan penyakit parasit terpenting kedua setelah malaria. Infeksi Hookworm terjadi bila

larva filariform menembus kulit. Personal hygiene seperti penggunaan alas kaki

yang buruk serta intensitas kontak langsung dengan tanah yang tinggi

merupakan risiko terbesar untuk infeksi cacing Hookworm.Hasil penelitian di

Ambon menyatakan bahwa 76,3% petani sayur mengalami infeksi cacing Hookworm

(Ancylostoma duodenale), kita ketahui bahwa pekerjaan sebagai petani sayur

merupakan pekerjaan yang hampir selalu mengalami kontak langsung dengan

tanah. Spesies Hookworm yaitu Necator americanusdan Ancylostoma duodenale

menyerang mukosa usus dan menghisap darah sehingga dapat menyebabkan

anemia.Anemia merupakan masalah kesehatan pada semua golongan umur

khususnya pada Ibu hamil dan usia anak sekolah yang dapat disebabkan oleh

ketidak cukupan asupan zat besi, banyak kehilangan darah misal saat menstruasi

dan akibat infeksi parasit seperti malaria dan kecacingan (Hookwormdan

Trichuriasis).Anemia pada pekerja di Indonesia diperkirakan sebesar 40%, dengan

konsekuensi menurunkan produktifitas kerja.Penelitian ini dilakukan karena hingga


saat ini data kecacingan khususnya Hookworm pada pekerja sangat sedikit, demikian

pula data penderita anemia khususnya akibat infeksi cacing. Oleh karena

itu,diperlukan data prevalensi pada kelompok masyarakat berisiko seperti

penambang intan tradisional beserta kejadian anemia yang mengiringi kejadian

infeksi yang nantinya data dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengendalian kecacingan pada pekerja.[ CITATION Ind18 \l 1033 ]

 Kerang Kijing (Pilsbryoconcha exilis)

Kerang kijing adalah kerang yang hidup disungai, mengendap di dasar sungai

yang berpasir dan bersuhu dingin. Daging kerang kijing dimanfaatkan sebagai bahan

pangan oleh masyarakat, sedangkan cangkang kerang kijing hanya merupakan limbah

yang belum termanfaatkan. Cangkang kerang kijing ini tersusun atas kalsium karbonat

yang merupakan salah satu komponen campuran dalam pembuatan beberapa produk

kosmetik. Melihat jumlah limbah cangkang kerang yang cukup banyak tersedia, maka

cangkang kerang ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan baku untuk

pembuatan produk kosmetik tersebut. [ CITATION Rid16 \l 1033 ]

Kijing atau (Pilsbryoconcha exilis) tergolong dalam moluska yang hidup di dasar

perairan dan makan dengan cara menyaring makanan yang ada di dalam air atau filter

feeder, juga terdapat di dalam organ-organ seperti insang, ginjal dan hatinya, sehingga

polutan yang ada di dalam air dapat dilihat kandungannya di dalam organ tersebut.

Hewan ini berbentuk simetri bilateral yang terdiri dari dua cangkang. Bila dilihat dari

luar, cangkangnya berwarna hijau kebiru-biruan atau kecoklat-coklatan dengan bercak

putih. Alat pencernaannya berturut-turut terdiri dari mulut yang tidak berahang atau

bergigi, sepasang labial palps yang bercilia, oesofagus, lambung, usus, rektum, dan

anus. Selain alat pencernaan, di dalam tubuh kerang terdapat pula hati yang

menyelubungi dinding lambung, ginjal, pembuluh darah, dan pembuluh urat saraf.
Umumnya kijing dapat mengatur tingkat metabolisme oksigen dengan baik sehingga

masih dapat hidup pada keadaan di mana kadar oksigen dalam air sangat sedikit.

Sedangkan diketahui bahwa kerang kijing (Pilsbryoconcha exilis) habitatnya di dasar

perairan yang secara teoritis mengandung telur atau larva cacing yang mampu

menginfeksi hewan perantara melalui tanah sehingga menyebabkan penyakit

kecacingan. Kedudukan hewan penular sangat penting dalam rantai penularan karena

dari dalam tubuh kerang ini terdapat cercaria yang dapat menginfeksi baik manusia

maupun hewan. Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah adalah salah satu infeksi

yang paling umum di seluruh dunia dan mempengaruhi komunitas termiskin dan paling

miskin. Mereka ditransmisikan oleh telur yang terdapat dalam kotoran manusia yang

pada gilirannya mencemari tanah di daerah daerah di mana sanitasi buruk. [ CITATION

Dew19 \l 1033 ]

B. Metode penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan observasi

laboratorium. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi Program Studi D-III Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Insan Cendekia Medika Jombang, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur pada

bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2019. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh

spesies kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) di sungai Keplaksari Kabupaten

Jombang menggunakan Teknik purposive sampling sehingga sampelnya adalah

sebagian kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis)di sungai Keplaksari Kabupaten

Jombang. Instrumen penelitian yaitu alat-alat dan bahan laboratorium. Pengolahan data

melalui tahapan Editing, Coding, Entrying dan Tabulating. Dan analisa deskriptif

persentase.
 Hasil

Tabel 1 Hasil identifikasi Soil Transmitted Helminths (STH) pada kerang air tawar

(Pilsbryoconcha exilis) dengan metode sedimentasi Soil Transmitted Helminths (STH)

Kode sampel ∑ (%) K1 K2 K3 K4 K5 K6

Ascaris lumbricoides 5 2 2 3 2 3 17 68%

Trichuris trichiura - - - - - - 0 0%

Hookworm 2 - 2 1 2 1 8 32%

Strongyloides stercoralis - - - - - - 0 0%

Jumlah Total 25 100%

Keterangan :

Kode K1 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 1

Kode K2 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 2

Kode K3 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 3

Kode K4 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 4

Kode K5 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 5

Kode K6 : Kerang air tawar ( Pilsbryoconcha exilis) 6

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Soil Transmitted Helminths (STH) pada

kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) dengan metode sedimentasi yang ditunjukkan

pada tabel 5.1 diatas diperoleh hasil pada kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis)

positif terdapat Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu Ascaris lumbricoides

ditemukan 68%, Hookworm ditemukan 32%, Trichuris trichiura dan Strongyloides

stercoralis ditemukan 0%, sehingga identifikasi pada kerang air tawar (Pilsbryoconcha

exilis) dengan metode sedimentasi di sungai Keplaksari Desa Keplaksari Kabupaten

Jombang ditemukan hampir semua sampel terdapat Soil Transmitted Helminths (STH)
 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Soil Transmitted Helminths (STH) pada

kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) dengan metode sedimentasi yang ditunjukkan

pada tabel 5.1 diatas didapatkan hasil yaitu ditemukan positif telur cacing Ascaris

lumbricoides berjumlah 17 telur. Menurut Ayuria, 2015 telur cacing Ascaris

lumbricoides ditemukan lebih besar daripada telur lainnya dikarenakan telur cacing

Ascaris lumbricoides memiliki ketahanan yang lebih baik di lingkungan karena

didukung oleh faktor internal yaitu morfologi telur yang memiliki 3 lapisan. Bagian

terluar telur adalah lapisan albuminoid yang berbenjolbenjol kasar yang berfungsi

sebagai pelindung. Struktur albuminoid yang kasar akan melindungi telur dari keadaan

lingkungan sehingga kondisi telur dapat bertahan dan tidak mudah rusak. Telur Ascaris

lumbricoides mempunyai kulit hialin yang tebal sedangkan pada lapisan ketiga terdapat

vetilin yang tipis dan berfungsi untuk melindungi isi telur. Telur Ascaris lumbricoides

akan berkembang baik pada suhu optimum 25-30oC dan akan mati pada suhu lebih dari

40oC selama 15 jam sedangkan pada suhu 50oC selama 1 jam. Pada suhu dingin, telur

Ascaris lumbricoides dapat bertahan hingga suhu kurang dari 8oC. Telur cacing

Hookworm ditemukan positif berjumlah 8 telur. Telur Hookworm membutuhkan

suasana yang lembab, basah, kaya akan oksigen dengan suhu optimum 23-33oC.

Menurut Ariwati, 2018 larva cacing Hookworm mampu hidup pada tanah yang gembur

dengan kondisi tanah sedikit berpasir, karena cacing Hookworm membutuhkan banyak

oksigen. Hookworm mampu dengan mudah menginfeksi inangnya karena selain telur,

bentuk larva infektif dapat memasuki tubuh inang secara aktif. Aktifitas manusia yang

tidak menjaga kebersihan diri serta masuknya Hookworm melalui makanan semakin

meningkatkan resiko penularan cacing tersebut. Pada Necator americanus infeksi lebih
disebabkan oleh masuknya larva melalui kulit, sedangkan Ancylostoma duodenale

dengan cara tertelannya larva. Namun pada penelitian ini tidak diketahui spesies dari

Hookworm apakah termasuk Necator americanus atau Ancylostoma duodenale, hal ini

dikarenakan peneliti hanya menemukan telur saja tanpa menemukan cacing. Sedangkan

telur Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sulit dibedakan, keduanya

memiliki morfologi ujung bulat tumpul, selapis kulit hialin tipis dan transparan. Kedua

spesies hanya bisa dibedakan jika peneliti menemukan cacing dengan membedakan

bentuk, rongga mulut, ujung ekor cacing jantan ataupun betina. Pada kerang air tawar

(Pilsbryoconcha exilis) tidak ditemukan telur dan cacing Trichuris trichiura dan

Strongyloides stercoralis. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis

tanah dan suhu. Suhu merupakan faktor mempengaruhi pertumbuhan telur cacing

Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis. Suhu optimum pertumbuhan telur

cacing Trichuris trichiura yaitu 40-48oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan

cacing Strongyloides stercoralis yaitu 25- 30oC, namun suhu pada sungai relatif lebih

dingin berkisar antara 16-30oC sehingga tidak baik untuk pertumbuhan telur cacing

Trichuris trichiura sedangkan masih baik untuk pertumbuhan cacing Strongyloides

stercoralis, namun infeksi atau penyebaran cacing Strongyloides stercoralis memiliki

angka lebih rendah dari infeksi cacing Hookworm, hal ini menyebabkan jarang

ditemukannya spesies Strongyloides stercoralis.

C. Cara mencegah infeksi

Penyakit cacingan atau kecacingan masih menjadi masalah yang cukup serius di

Indonesia. Penyakit cacingan sering dianggap sebagai penyakit yang sepele oleh

sebagian besar kalangan masyarakat. Pada hal penyakit ini dapat menurunkan tingkat
kesehatan anak mis., anemia, gangguan tumbuh kembang, gangguan perkembangan

kognitif, malas beraktivitas serta berat badan rendah. [ CITATION Sig19 \l 1033 ]

Perilaku hidup yang bersih dan sehat merupakan faktor kedua terbesar setelah

faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.

Perilaku ini menyangkut pengetahuan akan pentingnya higiene perorangan, sikap dalam

menanggapi penyakit serta tindakan yang dilakukan dalam menghadapi suatu penyakit

atau permasalahan kesehatan lainnya. [ CITATION Mus13 \l 1033 ]


BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Pada kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) ditemukan adanya telur cacing Soil

Transmitted Helminths (STH).Spesies telur cacing STH yang ditemukan yaitu Ascaris

lumbricoides sebagian besar sampel, spesies telur cacing Hookworm hampir setengah

sampel, sedangkan telur cacing Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis tidak ada

satupun sampel. Maka dari itu Cara pengolahan kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) yang

higienis sehingga mampu meminimalisir terjadinya suatu penyakit kecacingan yaitu dengan

merendam kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) dengan air bersih selama semalam dan

mengganti 2 - 3 kali air rendaman tersebut, menggosok-gosok cangkang supaya lumut yang

menempel di cangkang bersih, cuci beberapa kali sampai bersih, memisahkan bagian daging

dengan alat pencernaan untuk membuang kotoran kerang, mencuci lagi beberapa kali sampai

bersih. Dengan cara mengolah seperti itu kita bisa terhindar dari penyakit yang disebabkan

oleh infeksi Soil Transmitted Helminths.


DAFTAR PUSTAKA

Annisa S dkk. (2018). Hubungan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths (STH) dengan

Status Gizi. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 92-104.

Indriyat L dkk. (2018). Pengaruh infeksi hookworm terhadap kadar hemoglobin penambang

intan. JHECDs Vol. 4, 1-6.

Alsakina N dkk. (2018). Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted Helminths pada. Jurnal

Kesehatan Andalas, 314-318.

Bedah S dkk. (2018). INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK USIA 8-14 TAHUN DI RW

007. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 20-32.

Dewi S K dkk. (2019). IDENTIFIKASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH). The

study in Keplaksari river Jombang regency), 1-7.

Hardianti U dkk. (2018). PREVALENSI KECACINGAN GOLONGAN STH (Soil

Transmitted Helminth) PADA. Jurnal Analis Medika Bio Sains, 85-91.

Jodjana E dkk. (2017). GambaranInfeksiCacingTrichuristrichiurapadaAnakdiSDN01PG

JakartaBarat. J.KedoktMeditekVolume23, 32-40.

Mustofa P . (2013). HUBUNGAN ANTARA PERILAKU TENTANG PENCEGAHAN

PENYAKIT KECACINGAN. JURNAL PRELIANA MUSTOFA, 1-6.

Purba Y . (2019). PEMERIKSAAN SPESIES CACING TAMBANG (HOOKWORM)

DENGANMETODE PEMBIAKKAN PADA TINJA PELADANG KOPI USIA 40-

60TAHUN DI DESA TIGA RUNGGU KECAMATAN PURBAKABUPATEN

SIMALUNGUN. JurnalAnalis Laboratorium Medik, 23-27.


Rahmayanti dkk. (2014). HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN

DENGAN INFEKSI SOIL. Jurnal Biotik,, 77-137.

Ridho R dkk. (2016). Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Kijing (Pilsbryoconcha exilis).

Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 17-23.

Rohani dkk. (2017). Hubungan Infeksis Askariasis dengan Status Sosial Ekonomi. Jurnal

Kesehatan Andalas, 158-163.

Setiyani E dkk. (2008). Trichuris trichiura. BALABA, 21-22.

Sigalingging G dkk. (2019). PENGETAHUAN TENTANG CACINGAN DAN UPAYA

PENCEGAHAN KECACINGAN. JURNAL DARMA AGUNG HUSADA, 96-104.

Sihombing J R dkk. (2018). ANALISA TELUR CACINGAscaris lumbricoidesPADA

FAECESANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK NURUL

HASANAHWALBAROKAH(NHW) MARELANTAHUN 2018. Jurnal Kesehatan

Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 1-7.

Wardani A P dkk. (2017). GAMBARAN KECACINGAN NEMATODA USUS SOIL

TRANSMITTED. Jurnal STH – Agustus 2017, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai