PENDAHULUAN
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu
jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.(WHO, 2016)
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan
mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus,
mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan
penyerapan makanan. ( Syamsu, 2010)
Faktor host seperti umur, ras, status gizi, berpengaruh terhadap infeksi
dengan gejala ringan, sedang maupun berat, bahkan dapat menimbulkan
kekebalan.
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi
dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Sampai dengan 10% dari penduduk negara
berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris lumbricoides menyebabkan
sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama pada anak.(WHO, 2016)
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan
intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi
simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang.
( Haburchak, 2016)
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan
bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada 2005 adalah sebagai berikut: 86
juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di
sub-Sahara Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84 juta
dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23 juta di Timur Tengah dan Afrika
Utara. ( Haburchak, 2016)
1
Oleh karenanya tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk
mengurangi dan mencegah kejadian penyakit Ascariasis dan penularan dari
Ascariasis dikalangan masyarakat, mengingat jumlah kasus dan akibat menderita
penyakit Ascariasis, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.2 Morfologi
4
tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan
isinya tidak teratur. (Soedarto, 1995)
2.5 Epidemiologi
5
beberapa kejadian yang menyerang orang dewasa namun frekuensinya rendah.
Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan
kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu.
Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris lumbricoides
misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Sebuah studi terbaru
menemukan bahwa wanita dewasa Vietnam yang tinggal di daerah pedesaan,
terutama yang terkena tanah pada malam hari dan tinggal di rumah tangga tanpa
jamban, beresiko sangat tinggi untuk ascariasis. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh
dunia pada 2005 adalah sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat
lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara Afrika, 140 juta di India,
97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84 juta dalam bahasa Latin Amerika dan
Karibia, dan 23 juta di Timur Tengah dan Afrika Utara.( Haburchak, 2016)
6
Gambar 2.6 : Siklus Hidup Ascaris lumbricoides. ( Indonesia Public Health
Corner, 2015)
7
kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup
besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan
gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang
menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang
disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan
iritasi pernapasan bagian atas.( McPhee, 2009)
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke
organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat
menyumbat pernapasan penderita.
Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam
beberapa keadaan sebagai berikut: ( McPhee, 2009)
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus
yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala
abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing
kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan
ductus pankreatikus.
2.8 Diagnosis
8
2.9 Tatalaksana
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban
cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik
dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat
dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan
perseorangan maupun pengobatan massal.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti: piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol menimbulkan efek samping dan sulitnya
pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih
aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya.
( McPhee, 2009)
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah: (WHO,
2016)
1. Mebendazole
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes
yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari,
tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan
beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat
9
3. Levamisol Hidroklorida
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam
dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang
dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada
pirantel pamoat dan mebendazol.
4. Garam Piperazin
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk
Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin
sitrat diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen
dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada
pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan
syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.
5. Albendazole
10
strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus
granulosus.( Mani, 2002)
a. Promotion
11
b. Specifik Protection
Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan
kotoran yang layak dan cegah kontaminasi tanah pada daerah yang
berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat anak
bermain.
Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah penyebaran telur
askariasis melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang
dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk
kemungkinan tidak membunuh semua telur.
Lakukan kegiatan pemberian obat cacing secara berkala di
masyarakat melalui unit pelayanan kesehatan dasar
(PUSKESMAS).
Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu di tutup supaya tidak
terkena debu dan kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai
jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.
Ketika bepergian ke negara yang sanitasi dan higienisnya jelek,
hindari makanan yang mungkin berkontaminasi dengan tanah.
Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah
endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
12
d. Disabillity Limitation
Investigasi kontak dan sumber infeksi: cari dan temukan penderita lain
yang perlu diberikan pengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar
yang menjadi sumber infeksi terutama disekitar rumah penderita.
Penderita penyakit askariasis tidak perlu di isolasi ataupun di karantina
karena tidak akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.
Untuk penaganan wabah di daerah endemis tinggi cukup dengan
pemberian penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan higiene
perseorangan yang baik serta pengobatan massal kepada kelompok resiko
tinggi terutama anak-anak.
e. Rehabilitation
WHO menyarankan strategi pemberantasan difokuskan pada
penduduk dengan resiko tinggi termasuk pengobatan pada masyarakat
(juga terhadap Trichuris trichura dan cacing tambang).
Pengobatan dibedakan berdasarkan prevalensi dan beratnya penyakit
infeksi:
Pengobatan masal pada wanita (sekali setahun termasuk wanita
hamil) dan anak prasekolah usia diatas satu tahun (2 kali setahun).
Pengobatan massal untuk anak sekolah diberikan apabila lebih dari
10% menunjukkan adanya infeksi berat (>50.000) telur
askariasis/gram tinja tanpa melihat angka prevalensinya.
Pengobatan massal setahun sekali untuk risiko tinggi (termasuk
wanita hamil) apabila prevalensinya > 50% dan infeksi berat pada
anak sekolah < 10%.
Pengobatan individual, apabila prevalensinya < 50% dan infeksi
berat pada anak sekolah < 10%.
13
lainnya yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah
yang terkontaminasi.(WHO, 2016)
2.11 Prognosis
14
BAB III
3.1 Skenario
15
3.2 Analisis
1. 25% siswa SDN Asih positif telur Ascaris lumbricoides pada feces-
nya.
2. Sebagian kecil kepala keluarga belum memiliki fasilitas penyediaan
air bersih (sumur).
3. Tempat penyimpanan sampah baru dimiliki 63% kepala keluarga,
itupun sebagian besar tidak dilengkapi dengan tutup atau tutup yang
tersedia tidak difungsikan dengan baik.
4. Kebiasaan membuang air besar di tempat terbuka (open
defecation/OD) sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat, karena
baru 61% kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga (kakus).
5. Tingkat ekonomi masyarakat tersebut masih rendah.
6. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut masih rendah,
yaitu tamat Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan Pertama.
7. Fokus Puskesmas Bandara terhadap Usaha Kesehatan Sekolah kurang
terhadap sanitasi personal dan lingkungan.
8. Sekolah tersebut membebaskan murid-muridnya membeli makanan
yang dijajakan pedagang kaki lima yang berjualan di depan sekolah.
16
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN Asih merupakan permasalahan
utama dalam kasus di atas.
17
3.3 Fish Bone Diagram Tingkat Ascariasis Di Desa Asih Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana
Masukan
Pendidikan rendah
Ascariasis
Jajan
sembarangan
Fokus PKM kurang
pada sanitasi personal
Kebiasaan
dan lingkungan
OD tinggi
Lingkungan
Proses 18
3.4 Analisis Fish Bone Diagram
1. Masukan
Penyelesaian:
19
sampah di dalamnya tidak di hinggapi oleh serangga-serangga
ataupun hewan lainnya. Pada kasus ini sebagian besar KK
belum memiliki tempat sampah, dan lagi sebagian besar
lainnya memiliki tempat sampah tidak bertutup atau tutupnya
tidak berfungsi dengan baik.
Penyelesaian:
Berikut ini adalah ciri air bersih yang layak untuk dikonsumsi:
Syarat fisik:
20
Syarat kimiawi:
c. Cukup yodium
Syarat mikrobiologi:
Penyelesaian:
d. Pendidikan rendah
21
berdidirinya proses pendidikan yang ada di Negara Indonesia.
Pendidikan dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia
dini, dasar, menengah, dan tinggi. Pada kasus ini, sebagian
masyarakat di desa Asih memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, yaitu tamat SD dan SMP, hanya sedikit yang tamat
SMA dan perguruan tinggi.
Penyelesaian:
e. Ekonomi rendah
Penyelesaian:
22
2. Proses
a. Jajan sembarangan
Penyelesaian:
23
b. Fokus Puskesmas kurang pada sanitasi personal dan
lingkungan
Penyelesaian:
3. Lingkungan
24
oleh feces. Pada kasus di atas, sebagian besar masyarakat di
desa Asih masih memiliki kebiasaan untuk melakukan OD, di
mana hal ini akan menyebabkan peningkatan resiko penularan
cacing Ascaris lumbricoides.
Penyelesaian:
25
3.5 Skala Penentuan Prioritas Masalah
PARAMETER MASALAH
5. Social benefit 2 5 5 3
6. Public concern
4 4 3 1
7. Technical feasibility
2 3 3 3
study
8. Resources 3 4 5 3
availability
JUMLAH 22 31 32 24
26
3.6 Skala Prioritas Penyelesaian Masalah yang Ditemukan
No Kegiatan M I V C P (MxIxV/C)
1 Mengadakan Penyuluhan 4 4 3 2 24
2 Membuat Jamban Umum 4 3 2 4 6
Menambah fokus PKM ke
3 bidang higiene personal dan 4 3 3 3 12
lingkungan
Keterangan :
P : Prioritas penyeselaian masalah
M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)
I : Implementasi, kelanggengan selesai masalah
V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, Biaya yang diperluka
27
BAB IV
RENCANA PROGRAM
28
Tabel 3. Rencana Program Penyuluhan Di Desa Asih Kecamatan Bandara Kabupaten Cendana
29
80% Tanya-jawab ke
masyarakat Setiap Kamera
masyarakat
Peninjauan Alat Tulis
4 Evaluasi Masyarakat meninggalk 1x / bulan Desa TIM minggu
langsung ke lokasi keempat Kertas
an budaya
OD OD
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
McPhee SJ, Papadakis MA. Cestode Infection. Current Medical Diagnosis and
Treatment 2009. Lange McGrew Hill production
32