Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu
jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.(WHO, 2016)
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan
mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus,
mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan
penyerapan makanan. ( Syamsu, 2010)
Faktor host seperti umur, ras, status gizi, berpengaruh terhadap infeksi
dengan gejala ringan, sedang maupun berat, bahkan dapat menimbulkan
kekebalan.
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi
dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Sampai dengan 10% dari penduduk negara
berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris lumbricoides menyebabkan
sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama pada anak.(WHO, 2016)
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan
intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi
simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang.
( Haburchak, 2016)
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan
bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada 2005 adalah sebagai berikut: 86
juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di
sub-Sahara Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84 juta
dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23 juta di Timur Tengah dan Afrika
Utara. ( Haburchak, 2016)

1
Oleh karenanya tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk
mengurangi dan mencegah kejadian penyakit Ascariasis dan penularan dari
Ascariasis dikalangan masyarakat, mengingat jumlah kasus dan akibat menderita
penyakit Ascariasis, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mencegah penularan Ascaris lumbricoides
dikalangan masyarakat?
2. Apa saja faktor penyebab penularan Ascaris lumbricoides ?

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Tujuan umum
a. Mengetahui cara penularan Ascaris lumbricoides di kalangan
dikalangan masyarakat.
b. Mengetahui faktor penyebab penularan Ascaris lumbricoides.

1.3.2 Tujuan khusus


a. Memperbaiki kondisi lingkungan yang memicu penularan Ascaris
lumbricoides di kalangan dikalangan masyarakat.
b. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya Personal Hygiene..
c. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan yang luas kepada
masyarakat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan


oleh suatu jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.(WHO, 2016)
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan
mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus,
mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik
dan penyerapan makanan.( Syamsu, 2010)
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar
diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan
lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100%
dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak
berusia 5 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan
beban cacing yang lebih tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya
didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di
lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan
pergerakan peristaltik normal. ( Syamsu, 2010)

Gambar 2.1 Cacing Ascaris Lumbicoides dewasa.


( Haburchak, 2016)

3
2.2 Morfologi

Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat


(conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak
melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3
- 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan
panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama
dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral.
Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan
mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup
atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan. (Soedarto, 1995)
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang
berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai
korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis;
gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin. (Soedarto,
1995)
Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga
badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari
kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan
anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi.
(Soedarto, 1995)
Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x
30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel
ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan
telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan
hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang
dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau
berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan
atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated).
Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu.
Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih
lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang

4
tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan
isinya tidak teratur. (Soedarto, 1995)

2.3 Cara Penularan

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya


telur yang infektif kedalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar,
tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama
debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran pernapasan
bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki aliran
darah. (Soedarto, 1995)

2.4 Interaksi Penyebab dengan Host


Berbagai sifat yang bukan merupakan sifat intrinsik cacing, dipengaruhi
oleh interaksi antara pejamu dengan Ascaris lumbricoides. Hal ini termasuk
tingkat infeksivitas, patogenesis, virulensi serta imunogenitas.
Faktor host seperti umur, ras, status gizi, berpengaruh terhadap infeksi
dengan gejala ringan, sedang maupun berat, bahkan dapat menimbulkan
kekebalan.

2.5 Epidemiologi

Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi


dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Ascariasis adalah salah satu infeksi parasit
pada manusia yang paling umum. Sampai dengan 10% dari penduduk negara
berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh Ascaris.
Di seluruh dunia, infeksi Ascaris lumbricoides menyebabkan sekitar 60.000
kematian per tahun, terutama pada anak.(WHO, 2016)
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan
intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi
simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang. Ada

5
beberapa kejadian yang menyerang orang dewasa namun frekuensinya rendah.
Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan
kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu.
Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris lumbricoides
misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Sebuah studi terbaru
menemukan bahwa wanita dewasa Vietnam yang tinggal di daerah pedesaan,
terutama yang terkena tanah pada malam hari dan tinggal di rumah tangga tanpa
jamban, beresiko sangat tinggi untuk ascariasis. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh
dunia pada 2005 adalah sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat
lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara Afrika, 140 juta di India,
97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84 juta dalam bahasa Latin Amerika dan
Karibia, dan 23 juta di Timur Tengah dan Afrika Utara.( Haburchak, 2016)

2.6 Siklus Hidup

Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa


yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1),
sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah
ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah
tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya
setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan
(4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva
akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening
serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam
kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di
usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang
tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan
(lihat gambar dibawah ini).( Indonesia Public Health Corner, 2015)

6
Gambar 2.6 : Siklus Hidup Ascaris lumbricoides. ( Indonesia Public Health
Corner, 2015)

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk,


dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia, dan
diare intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus parsial atau lengkap oleh
cacing dewasa. Penyakit kuning, mual, muntah, demam, dan nyeri perut berat
mungkin mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis.( Haburchak,
2016)
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan
demam mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen
tidak spesifik tetapi adalah umum pada anak dengan ascariasis. Nyeri perut,
terutama di kuadran kanan atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah,
mungkin mengindikasikan komplikasi ascariasis. Bukti untuk kekurangan gizi
karena ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti
ditunjukkan oleh penelitian albumin dan pertumbuhan pada anak yang diamati
secara prospektif. Beberapa penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan
perkembangan gizi atau karena ascariasis .( Haburchak, 2016)
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat
pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang

7
kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup
besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan
gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang
menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang
disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan
iritasi pernapasan bagian atas.( McPhee, 2009)
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke
organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat
menyumbat pernapasan penderita.
Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam
beberapa keadaan sebagai berikut: ( McPhee, 2009)
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus
yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala
abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing
kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan
ductus pankreatikus.

2.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam


tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat
dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan
mikroskopik. ( McPhee, 2009)

Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa


dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa
meningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto
rontgen dada.

8
2.9 Tatalaksana

Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban
cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik
dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat
dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan
perseorangan maupun pengobatan massal.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti: piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol menimbulkan efek samping dan sulitnya
pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih
aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya.
( McPhee, 2009)

Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah: (WHO,
2016)

1. Mebendazole

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes
yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari,
tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan
beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.

2. Pirantel Pamoat

Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk


menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah
ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (welltolerated). Obat ini
mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing
tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana
infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.

9
3. Levamisol Hidroklorida

Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam
dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang
dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada
pirantel pamoat dan mebendazol.

4. Garam Piperazin

Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk
Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin
sitrat diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen
dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada
pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan
syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.

5. Albendazole

Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain


bekerja terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya
aktivitas larvisidal dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja
menghambat pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan dimana
larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan
glikogen dalam tubuh parasit yang mana menyebabkan berkurangnya
pembentukan adenosine triphosphate (ATP). ATP ini penting untuk
reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian parasit akan
mati.

Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan


infeksi Echinococcus pada manusia. Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris
lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium

10
strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus
granulosus.( Mani, 2002)

Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan


efek samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah
dan diare. S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil
transmitted helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa
ulang pada minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini diperoleh
angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5% untuk Trichuris
trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides. ( Mani, 2002)

2.10 Pencegahan dan Upaya Penanggulangan

Pencegahan dan Upaya Penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup


dan sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah
sebagai berikut:

a. Promotion

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna,


hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti:

Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.


Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan,
tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Ajarkan masyarakat menggunakan fasilitas jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
Mengajarkan kepada masyarakat agar tidak membuang feses
outdors.
Mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak kontak langsung
dengan tanah tanpa menggunakan pelidung diri (sarung tangan)
apalagi dengan tanah yang terkontaminasi feses.

11
b. Specifik Protection
Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan
kotoran yang layak dan cegah kontaminasi tanah pada daerah yang
berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat anak
bermain.
Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah penyebaran telur
askariasis melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang
dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk
kemungkinan tidak membunuh semua telur.
Lakukan kegiatan pemberian obat cacing secara berkala di
masyarakat melalui unit pelayanan kesehatan dasar
(PUSKESMAS).
Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu di tutup supaya tidak
terkena debu dan kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai
jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.
Ketika bepergian ke negara yang sanitasi dan higienisnya jelek,
hindari makanan yang mungkin berkontaminasi dengan tanah.
Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah
endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

c. Early Diagnosis and Promt Treatment


Melakukan pemerikasaan kesehatan secara berkala di unit
pelayanan kesehatan agar mengetahui kondisi kesehatan dan bisa
mencegah terkena penyakit ascariasis.
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk meningkatkan
status kesehatan. Bisa dengan berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan agar memperoleh informasi tentang diagnosa penyakit
dini.

12
d. Disabillity Limitation
Investigasi kontak dan sumber infeksi: cari dan temukan penderita lain
yang perlu diberikan pengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar
yang menjadi sumber infeksi terutama disekitar rumah penderita.
Penderita penyakit askariasis tidak perlu di isolasi ataupun di karantina
karena tidak akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.
Untuk penaganan wabah di daerah endemis tinggi cukup dengan
pemberian penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan higiene
perseorangan yang baik serta pengobatan massal kepada kelompok resiko
tinggi terutama anak-anak.

e. Rehabilitation
WHO menyarankan strategi pemberantasan difokuskan pada
penduduk dengan resiko tinggi termasuk pengobatan pada masyarakat
(juga terhadap Trichuris trichura dan cacing tambang).
Pengobatan dibedakan berdasarkan prevalensi dan beratnya penyakit
infeksi:
Pengobatan masal pada wanita (sekali setahun termasuk wanita
hamil) dan anak prasekolah usia diatas satu tahun (2 kali setahun).
Pengobatan massal untuk anak sekolah diberikan apabila lebih dari
10% menunjukkan adanya infeksi berat (>50.000) telur
askariasis/gram tinja tanpa melihat angka prevalensinya.
Pengobatan massal setahun sekali untuk risiko tinggi (termasuk
wanita hamil) apabila prevalensinya > 50% dan infeksi berat pada
anak sekolah < 10%.
Pengobatan individual, apabila prevalensinya < 50% dan infeksi
berat pada anak sekolah < 10%.

Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat


pembuangan kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana
limbah digunakan untuk irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi

13
lainnya yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah
yang terkontaminasi.(WHO, 2016)

2.11 Prognosis

Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam


beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus
cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi.
Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.

Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam


perbaikan ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat
badan. Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak
memiliki toksisitas dan yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal
dengan manajemen konservatif.

14
BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Skenario

Sekolah Dasar Negeri (SDN) Asih terletak dan melayani anak-anak di


desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana. Suatu penelitian
yang dilakukan oleh mahasiswa FK UWKS menghasilkan data bahwa 25% siswa
sekolah tersebut positif telur Ascaris lumbricoides pada feces-nya. Survai pada
mahasiswa masyarakat desa tersebut menunjukkan bahwa 72% kepala keluarga
(KK) telah memiliki fasilitas penyediaan air bersih (sumur) yang umumnya sudah
cukup memenuhi syarat. Tempat penyimpanan sampah baru dimiliki oleh 63%
KK, itupun sebagian besar tidak dilengkapi dengan tutup, atau tutup yang tersedia
tidak difungsikan dengan baik. Membuang air besar di tempat terbuka (Open
Defecation/OD) sudah menjadi kebiasaan dari sebagian masyrakat, karena baru
61% KK yang memiliki jamban keluarga (kakus). Sebagian besar masyarakat
bekerja sebagai petani atau buruh tani, sebagian lainnya sebagai wiraswasta atau
karyawan di perusahaan yang ada di desa tetangga. Hanya sedikit yang bekerja di
lembaga formal seperti instansi Pemerintah. Tingkat pendidikan masyarakat (KK)
sebagian besar tamat Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan Pertama. Sedikit yang
menyelesaikan Sekolah Lanjutan Atas atau Perguruan Tinggi. Perhatian
Puskesmas Bandara terhadap Usaha Kesehatan Sekolah cukup baik khusunya
terhadap pemeriksaan mata dan gigi. Sekolah membebaskan murid-murid
membeli makanan yang dijajankan pedagang kaki lima yang berjualan di depan
sekolah. Kader kesehatan juga sudah cukup jumlahnya. Mahasiswa FK UWKS
tersebut ingin menyelesaikan penelitiannya agar dapat meberi sumbangan
pemikiran dalam memecahkan masalah penyakit kecacingan tersebut. Bantulah
mereka.

15
3.2 Analisis

Dari data pada skenario di atas dapat di analisis permasalahan sebagai


berikut :

1. 25% siswa SDN Asih positif telur Ascaris lumbricoides pada feces-
nya.
2. Sebagian kecil kepala keluarga belum memiliki fasilitas penyediaan
air bersih (sumur).
3. Tempat penyimpanan sampah baru dimiliki 63% kepala keluarga,
itupun sebagian besar tidak dilengkapi dengan tutup atau tutup yang
tersedia tidak difungsikan dengan baik.
4. Kebiasaan membuang air besar di tempat terbuka (open
defecation/OD) sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat, karena
baru 61% kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga (kakus).
5. Tingkat ekonomi masyarakat tersebut masih rendah.
6. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut masih rendah,
yaitu tamat Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan Pertama.
7. Fokus Puskesmas Bandara terhadap Usaha Kesehatan Sekolah kurang
terhadap sanitasi personal dan lingkungan.
8. Sekolah tersebut membebaskan murid-muridnya membeli makanan
yang dijajakan pedagang kaki lima yang berjualan di depan sekolah.

Faktor-faktor tersebut di atas menjadi faktor resiko penyebab


ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides pada feces 25% siswa SDN Asih.
Kebiasaan membuang air besar di tempat terbuka (open defecation/OD) menjadi
faktor yang penting dalam kasus ini. Pada kebiasaan OD ini sering menyebabkan
terkontaminasinya makanan atau minuman oleh telur cacing Ascaris lumbricoides
yang ada feces penderita. Dan lagi karena masih ada sebagian besar kepala
keluarga yang belum memiliki kakus, hal ini menyebabkan kebiasaan OD sering
dilakukan oleh masyarakat di desa Asih. Adapun penanganan perlu dilakukan
penyuluhan tentang penularan cacing Ascaris lumbricoides, pembuatan jamban
umum, dan penambahan fokus Puskesmas Bandara di bidang sanitasi personal
dan lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan tingginya angka penularan telur

16
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN Asih merupakan permasalahan
utama dalam kasus di atas.

17
3.3 Fish Bone Diagram Tingkat Ascariasis Di Desa Asih Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana

Masukan

Tempat sampah tidak bertutup / Ekonomi rendah


tutup tidak berfungi dengan baik
Sebagian besar KK
Sebagian kecil KK belum belum memiliki
memiliki Sumber air bersih kakus

Pendidikan rendah

Ascariasis

Jajan
sembarangan
Fokus PKM kurang
pada sanitasi personal
Kebiasaan
dan lingkungan
OD tinggi

Lingkungan

Proses 18
3.4 Analisis Fish Bone Diagram

Untuk mencegah terjadinya penularan telur cacing di desa Asih, perlu


dilakukan beberapa penyelesaian masalah. Berdasarkan masalah yang telah
dianalisis berikut beberapa penyelesaian yang dapat dilakukan.

1. Masukan

a. Sebagian besar KK belum memiliki kakus

Menurut Depkes RI tahun 2001, Jamban keluarga adalah suatu


bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran atau najis manusia yang lazim disebut
kakus/WC sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar
penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Jamban di
pedesaan Indonesia dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu
jamban cemplung dan jamban tangki septik/leher angsa. Pada
kasus ini baru 61% KK yang memiliki fasilitas jamban
keluarga/kakus. Hal ini menyebabkan kebiasaan OD tinggi di
desa Asih.

Penyelesaian:

Bisa dibuatkan fasilitas jamban umum sehingga bisa


digunakan oleh KK yang belum memiliki kakus.

b. Tempat sampah tidak bertutup/tutup tidak berfungsi


dengan baik

Tempat sampah atau Tong Sampah atau Bak


Sampah merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk
menampung sampah secara sementara. Tempat sampah sendiri
biasanya ada yang memiliki tutup dan ada yang tidak. Tujuan
dari dibuatnya tutup pada tempat sampah ada supaya bau dari
sampah yang ada di dalamnya tidak keluar dan juga supaya

19
sampah di dalamnya tidak di hinggapi oleh serangga-serangga
ataupun hewan lainnya. Pada kasus ini sebagian besar KK
belum memiliki tempat sampah, dan lagi sebagian besar
lainnya memiliki tempat sampah tidak bertutup atau tutupnya
tidak berfungsi dengan baik.

Penyelesaian:

Disediakan tempat sampah umum yang bertutup dan mudah


digunakan (seperti tempat sampah bertutup dengan pedal) yang
diletakkan pada tempat-tempat tertentu di desa Asih.

c. Sebagian kecil KK belum memiliki sumber air bersih

Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, air
bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-
hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.

Berikut ini adalah ciri air bersih yang layak untuk dikonsumsi:

Syarat fisik:

a. Tampilan harus jernih dan tidak keruh

b. Tidak berwarna apapun

c. Tidak berasa apapun

d. Tidak berbau apaun

e. Suhu antara 10-25 C (sejuk)

f. Tidak meninggalkan endapan

20
Syarat kimiawi:

a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun


b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan

c. Cukup yodium

d. pH air antara 6,5 9,2

Syarat mikrobiologi:

Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri,


tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.

Pada kasus di atas disebutkan sebagian kecil KK belum


memiliki fasilitas sumber air bersih (sumur). Hal ini bisa
menyebabkan sebagian kecil masyarakat tersebut
mengkonsumsi air dari sumber air yang tidak bersih dan
mungkin saja terkontaminasi oleh kuman-kuman penyakit,
salah satunya telur cacing Ascaris lumbricoides.

Penyelesaian:

Bisa diselesaikan dengan pembuatan sumur baru yang dapat


dipakai oleh masyarakat secara umum di desa Asih.

d. Pendidikan rendah

Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah


sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun
kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. Undang undang inilah yang menjadi dasar

21
berdidirinya proses pendidikan yang ada di Negara Indonesia.
Pendidikan dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia
dini, dasar, menengah, dan tinggi. Pada kasus ini, sebagian
masyarakat di desa Asih memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, yaitu tamat SD dan SMP, hanya sedikit yang tamat
SMA dan perguruan tinggi.

Penyelesaian:

Hal ini bisa diatasi dengan diadakannya beasiswa-beasiswa


bagi anak-anak di desa Asih untuk mendapatkan pendidikan
pada tingkat yang tinggi.

e. Ekonomi rendah

Tingkat ekonomi adalah keadaan ekonomi diukur dengan


jumlah rupiah pendapatan atau penghasilan rata-rata perbulan
berdasarkan upah minimal rata-rata. Hal ini tentunya sangat
dipengaruhi dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang. Pada kasus di atas, sebagian besar masyarakat di
desa Asih memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Hal ini
dilihat dari pekerjaan masyarakat di desa Asih yang sebagian
besar adalah petani/buruh tani, sebagian lainnya karyawan di
perusahaan di desa sebelah dan wiraswasta, hanya sedikit yang
bekerja di lembaga formal seperti Instansi Pemerintah.

Penyelesaian:

Hal ini bisa diselesaikan kerja sama lintas sektor untuk


membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di desa Asih.
Selain itu peningkatan pada tingkat pendidikan di desa Asih
juga menjadi salah satu bagian dari penyelesaian di bidang ini.

22
2. Proses

a. Jajan sembarangan

Jajan adalah suatu aktivitas membeli makanan dan atau


minuman dengan tujuan untuk dikonsumsi, bukan untuk dijual
kembali. Kegiatan jajan tidak selamanya berjalan dengan baik,
karena ada jajanan-jajanan yang tidak baik untuk
dikonsumsi. Efek dampak buruk dari jajan sembarangan
adalah menjadi sakit karena kandungan jajanan makanan dan
minuman yang tidak baik untuk kesehatan tubuh.

Beberapa alasan penyebab berbahayanya jajan sembarangan


makanan dan minuman:

1. Tidak Bersih / Tidak Higienis

2. Mengandung Zat Kimia Berbahaya

3. Terbuat dari Bahan-Bahan Kualitas Rendah

4. Makanan Palsu dan Minuman Palsu

Pada kasus ini SDN Asih memperbolehkan murid-muridnya


untuk jajan di pedagang kaki lima yang berada di luar sekolah.
Hal ini bisa meningkatkan resiko penularan telur cacing
Ascaris lumbricoides melalui makanan/minuman yang
dijajakan oeh pedagang kaki lima tersebut.

Penyelesaian:

Harus dibuat peraturan yang melarang murid-murid SDN Asih


untuk jajan makanan/minuman di pedagang kaki lima yang
berada di luar sekolah. Selain itu perlu mengedukasi kepada
orang tua murid dan murid tentang dampak buruk dari jajan
sembarangan.

23
b. Fokus Puskesmas kurang pada sanitasi personal dan
lingkungan

Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang


berbeda-beda, maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan
oleh sebuah puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian
kegiatan pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan
adalah sebagai berikut : KIA, Keluarga Berencana, Usaha
Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular, Pengobatan termasuk
pelayanan darurat karena kecelakaan, penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Kesehatan Sekolah, Kesehatan Olah Raga,
Perawatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan dan keselamatan
Kerja, Kesehatan Gigi dan Mulut, Kesehatan Jiwa, Kesehatan
Mata, Laboratorium Sederhana, Pencatatan Laporan dalam
rangka Sistem Informasi Kesehatan, Kesehatan Usia Lanjut
dan Pembinaan Pengobatan Tradisional. Pada kasus ini fokus
Puskesmas Bandara terhadap Usaha Kesehatan Sekolah sudah
cukup baik khususnya terhadap pemeriksaan mata dan gigi,
namun kurang terhadap sanitasi personal dan lingkungan.

Penyelesaian:

Dilakukan pertemuan dengan seluruh tenaga kesehatan di


Puskesmas Bandara untuk menambah fokus Puskesmas di
bidang sanitasi personal dan lingkungan.

3. Lingkungan

a. Kebiasaan Open Defecation yang tinggi

Open defecation merupakan tindakan buang air besar yang


dilakukan di tempat terbuka, seperti di ladang, semak-semak,
laut, sungai, danau, dan tempat terbuka lainnya. Hal ini
menyebabkan tempat-tempat tersebut menjadi terkontaminasi

24
oleh feces. Pada kasus di atas, sebagian besar masyarakat di
desa Asih masih memiliki kebiasaan untuk melakukan OD, di
mana hal ini akan menyebabkan peningkatan resiko penularan
cacing Ascaris lumbricoides.

Penyelesaian:

Perlu dilakukan penyuluhan tentang dampak buruk OD dan


penyakit apa saja yang bisa disebabkan oleh karena OD,
terutama Ascaris lumbricoides. Selain itu perlu juga dilakukan
pembuatan jamban umum sebagai salah satu bagian dari
program mengurangi kebiasaan OD di desa Asih.

25
3.5 Skala Penentuan Prioritas Masalah

Untuk mempermudah penentuan prioritas masalah pada sekenario diatas


dapat menggunakan system scoring. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
penentuan masalah berdasarkan skala prioritas yang dari yang tertinggi sampai
yang terendah.

Tabel 1. Penentuan Prioritas Masalah Di Desa Asih Kecamatan Bandara


Kabupaten Cendana

PARAMETER MASALAH

Ekonomi Kepemilikan Kebiasaan Fokus


Rendah Jamban OD PKM
Kurang kurang
1. Prevalence 1 3 4 4
2. Severity 3 4 5 3
3. Rate % increase
3 4 4 3
4. Degree of unmeet
need 4 4 3 4

5. Social benefit 2 5 5 3
6. Public concern
4 4 3 1
7. Technical feasibility
2 3 3 3
study
8. Resources 3 4 5 3
availability
JUMLAH 22 31 32 24

RATA-RATA 2,75 3,875 4 3

Berdasarkan pada tabel di atas, yang menjadi prioritas masalah tertinggi


adalah kebiasaan OD, yang kedua adalah kepemilikan jamban kurang, yang ketiga
adalah fokus Puskesmas yang kurang, dan yang terakhir adalah ekonomi yang
rendah.

26
3.6 Skala Prioritas Penyelesaian Masalah yang Ditemukan

Untuk mempermudah penyelesaian masalah pada sekenario diatas dapat


menggunakan system scoring. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
penyelesaian masalah berdasarkan skala prioritas yang dari yang tertinggi sampai
yang terendah.

Tabel 2. Penentuan Prioritas Penyeselaian Masalah Di Desa Asih


Kecamatan Bandara Kabupaten Cendana

No Kegiatan M I V C P (MxIxV/C)
1 Mengadakan Penyuluhan 4 4 3 2 24
2 Membuat Jamban Umum 4 3 2 4 6
Menambah fokus PKM ke
3 bidang higiene personal dan 4 3 3 3 12
lingkungan

Keterangan :
P : Prioritas penyeselaian masalah
M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)
I : Implementasi, kelanggengan selesai masalah
V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, Biaya yang diperluka

27
BAB IV

RENCANA PROGRAM

4.1 Rencana Program

Berdasarkan skala prioritas pada BAB penyelesaian masalah didapatkan


hasil Mengadakan Penyuluhan tentang Dampak Buruk OD dan Penularan Ascaris
lumbricoides sebagai prioritas solusi.

28
Tabel 3. Rencana Program Penyuluhan Di Desa Asih Kecamatan Bandara Kabupaten Cendana

Volume Rincian Tenaga Kebutuhan


No Kegiatan Sasaran Target Lokasi Jadwal
Kegiatan Kegiatan Pelaksana Pelaksanaan
Konsumsi
Ruangan
1. Memilih/menyeleksi Senin-
Tenaga 3x Ruang Tenaga LCD
Pembentukan Terbentuk kandidat TIM Rabu-
1 kesehatan seminggu rapat kesehatan MIC
TIM TIM 2. Persetujuan Jumat
PKM PKM PKM Laptop
3. Pembentukan struktural
Kursi
Meja
1. Pengumpulan contoh
Konsumsi
materi penyuluhan
Ruangan
2. Penyusunan materi Senin-
Penyusunan Terbentuk 3x Ruang LCD
penyuluhan Rabu-
2 Materi TIM Materi seminggu 3. Pembuatan rapat TIM MIC
brosur Jumat
Penyuluhan Penyuluhan PKM Laptop
penyuluhan
Kursi
4. Pembuatan banner
Meja
penyuluhan
1. Pemasangan banner 1. Panggung
80% 2. Pembagian brosur Setiap 2. Mic
Pelaksanaan 1x / bulan 3. Penyampaian Balai Minggu
3 Masyarakat masyarakat materi TIM 3. LCD
Penyuluhan Desa Kedua
mengerti penyuluhan 4. Laptop
5. Kursi

29
80% Tanya-jawab ke
masyarakat Setiap Kamera
masyarakat
Peninjauan Alat Tulis
4 Evaluasi Masyarakat meninggalk 1x / bulan Desa TIM minggu
langsung ke lokasi keempat Kertas
an budaya
OD OD

30
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ascariasis adalah salah satu penyakit menular yang banyak terjadi di


masyarakat, hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah Faktor
Masukan, Proses dan Iingkungan yang mana telah dijelaskan pada diagram fish
bone, Oleh karena itu untuk mengurangi dan mencegah penularan telur cacing
Ascaris lumbricoides perlu penanganan yang lebih serius, dengan membuat
penyuluhan tentang dampak buruk OD dan penularan cacing Ascaris
lumbricoides.

5.2 Saran

Salah satu cara untuk mengurangi penularan cacing Ascaris


lumbricoides adalah dengan cara penyuluhan tentang dampak
buruk OD dan penularan cacing Ascaris lumbricoides.

Untuk implementasinya, maka eksistensi dari tim penyuluhan yang


terdiri dari tenaga kesehatan Puskesmas sangat diharapkan guna
mencegah penularan dari Ascaris lumbricoides.

Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi


kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

31
DAFTAR PUSTAKA

Haburchak, David R. Ascariasis. Division of Infectious Disease, Medical College of


Georgia. Available at URL: http://emedicine.medscape.com/ article/212510-
overview. (diakses tanggal 20 Juli 2016 Pukul 18.00 WIB)

Indonesia Public Health Corner, Free Environmental Sanitation, Behaviour And


Health Service Guide. The Real Public Health Information
http://helpingpeopleideas.com/publichealth/index.php/2009/06/ascaris-
lumbricoides/. (diakses tanggal 20 Juli 2016 Pukul 18.00 WIB)

McPhee SJ, Papadakis MA. Cestode Infection. Current Medical Diagnosis and
Treatment 2009. Lange McGrew Hill production

Syamsu, Yohandromeda. Ascariasis, Respons IgE dan Upaya Penanggulangannya.


Program Studi Imunologi Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.

T.R Mani, D.J. Agustin, 2002. Efficacy of Co-Administration of Albendazol and


Diethylcarbamazine against Geohelminthiases. A South India Study in 646 stool
samples. Volume 7 no 6 pp 541-548 June 2002.

World Health Organization (WHO). Water related diseases: Ascariasis.


Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH)
Available at URL: http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/
ascariasis/en/. (diakses tanggal 20 Juli 2016 Pukul 18.00 WIB)

32

Anda mungkin juga menyukai