Anda di halaman 1dari 24

PARASITOLOGI

“PENGAMATAN TELUR CACING PADA


SAMPEL FESES & SUSPENSI”

OLEH
KELOMPOK 7

1. Yusrina Ayu Safitri P07134018068


2. Ni Kadek Aprilia Dwiantari P07134018069
3. Ni Luh Gede Anggi Witari Febrianti P07134018076
4. Shindy Sausan P07134018085
5. I PutuVirgatha Satya Adi Chandra P07134018086
6. Ni Ketut Sastra Ningsih P07134018092
7. Ni Putu Ria Lilia Sari P07134018098

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
DENPASAR
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kecacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih tersebar


luas di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang dengan PHBS dan
sanitasi yang buruk. Pada Tahun 2015, World HealthOrganization (WHO)
melaporkan lebih dari 24 % populasi dunia terinfeksi kecacingan dan 60 %
diantaranya adalah anak-anak. Penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya
tanah dengan tinja yang mengandung telur dan atau larva cacing. Infeksi dapat
terjadi bila telur infektif atau larva masuk ke dalam tubuh melalui mulut bersama
makanan dan minuman yang terkontaminasi telur cacing atau tercemar tangan yang
kotor. Manusia merupakan hospesdefinitive sebagian besar spesies cacing
yangkerap kali ditemukan dalam spesimen tinja pasien terinfeksi.
Di Indonesia penyebab utama infeksi kecacingan adalah spesies
Ascarislumbricoides,Trichuristrichiura dan cacing tambang yang masing-masing
menyebabkan infeksi kecacingan dengan frekuensi 60-90 % terutama pada anak
usia sekolah, penelitian Bisara dan Mardiana (2010). Menurut WHO (2011) faktor
risiko yang berhubungan dengan infeksi kecacingan antara lain umur, jenis
kelamin, immunitas, PHBS, sumber air bersih, pembuangan tinja serta faktor
lingkungan fisik seperti kelembapan tanah, adanya lahan pertanian/
perkebunan,faktor sosial, ekonomi (meliputi pekerjaan, pendidikan dan
penghasilan). Kelembapan tinggi memungkinkan pertumbuhan telur atau larva
cacing menjadi stadium infektif terutama kelompok SoilTransmittedHelminths
(STH), yaitu Ascarislumbricoides, Necatoramericanus, Ancylostomaduodenale,
Trichuristrichiura, Strongyloidesstecoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus.
Nematoda usus lainnya yang penting bagi manusia adalah Oxyuris vermicularis dan
Trichinella spiralis (Safar, 2010).Beberapa penelitian menunjukan kecacingan lebih
banyak menyerang anak-anak terutama kelompok anak usia sekolah karena aktifitas
bermain mereka banyak yang berhubungan dengan tanah dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) yang diterapkan keluarga kepada anak-anak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kecacingan ?
2. Apa sajakah dampak dari kecacingan?
3. Apa sajakah cacing yang paling sering ditemukan pada penderita
kecacingan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kecacingan.
2. Untuk mengetahui apa saja dampak dari kecacingan.
3. Untuk mengetahui jenis cacing apa saja yang menginfeksi pada penderita
kecacingan.

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis.
Dari laporan yang telah kami tulis dapat memberikan manfaat bagi
pembaca khususnya untuk kaum intelektual atau kaum pelajar, guna
menambah pengetahuan mengenai ilmu parasitologi.

2. Manfaat Praktis.
Dari laporan yang telah kami tulis dapat memberikan manfaat bagi
pembaca khususnya untuk masyarakat agar lebih mengenal mengenai
penyakit kecacingan. Sehingga masyarakat bisa tahu apa penyebab dan
dampak dari terinfeksi beberapa jenis cacing.
BAB 2
DASAR TEORI
2.1.1. Definisi Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga
sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan.
Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan
cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat
berakibat fatal (Margono, 2008). Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011)
adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari
golongan nematoda usus. Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang
penularannya melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH yaitu
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichuira dan Ancylostoma
duodenale (Margono et al., 2006). Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah
tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana hygiene dan 9 sanitasinya buruk.
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok
masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai golongan usia (WHO,
2011).
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris,
mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta
panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter.
Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing
dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan
penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi (Margono,
2008).

2.1.2. Dampak Infeksi Kecacingan


Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun
sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas
penderita sehingga secara ekonomi dapat menyebabkan banyak kerugian yang pada
akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Infeksi cacing pada
manusia dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tempat tinggal dan
manipulasinya terhadap lingkungan (Wintoko, 2014). 10 Infeksi cacing gelang
yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang mengakibatkan anemia
defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi
(Satari, 2010). Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah,
turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit
di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Infeksi cacing tambang
umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai
penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari.
Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan
dan dapat menyebabkan anemia berat (Margono, 2008).

2.1.3. Soil Transmitted Helminths (STH)


Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas
Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan
telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang lembab yang
terdapat di negara yang beriklim tropis maupun subtropis (Bethony et al., 2006). 11
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kontaminasi tanah oleh STH
antara lain adalah :
1. Tanah
Sifat tanah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
telur dan daya tahan hidup dari larva cacing. Tanah liat yang lembab dan
teduh merupakan tanah yang sesuai untuk pertumbuhan telur Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura. Tanah berpasir yang gembur dan
bercampur humus sangat sesuai untuk pertumbuhan larva cacing
tambang disamping teduh (Margono, 2008).

2. Iklim/Suhu
Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk
perkembangan telur dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia.
Suhu optimum untuk pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides berkisar
25ºC, sedangkan telur Trichuris trichiura suhu optimum untuk tumbuh
adalah 30ºC. Larva Ancylostoma duodenale akan tumbuh optimum pada
suhu berkisar 23-25°C, sedangkan untuk Necator americanus berkisar
antara 28-32°C (Margono, 2008).
3. Kelembaban
Kelembaban yang tinggi akan menunjang pertumbuhan telur dan larva
dari STH. Pada keadaan kekeringan akan sangat tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan STH. Kelembaban 80% sangat baik untuk perkembangan telur
Ascaris lumbricoides sedang telur Trichuris trichiura menjadi stadium larva
maupun bentuk infektif pada kelembaban 87% (Margono, 2008). 12
4. Angin
Angin dapat mempercepat pengeringan sehingga dapat mematikan
telur dan larva. Selain itu angin juga dapat menyebarkan telur STH dalam
debu sehingga mempermudah penularan infeksi STH. (Margono, 2008).
Berikut ini spesies-spesies Soil Transmitted Helminths (STH) yang paling
seering menyebabkan infeksi kecacingan adalah :
1. Ascaris lumbricoides
2. Trichuris trichiura
3. Necator americanus
4. Ancylostoma duodenale

a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


 Morfologi
Ascaris lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara Nematoda
lainnya. Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang. Manusia merupakan
satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan
cacing betina 22-35 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm.
Pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur
sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang
tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Ascaris lumbricoides memiliki
4 macam telur yang dapat dijumpai dalam feses yaitu telur fertil (telur yang
dibuahi), infertil (telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi
tetapi kehilangan lapisan albuminnya) dan telur infektif
 Siklus hidup
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina mampu
menghasilkan telur sampai 240.000 perhari yang akan keluar bersama feses.
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective
setelah18 hari sampai beberpa minggu di tanah.
3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat,
tempat teduh).
4. Telur infektif tertelan.
5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian
menembus mucosa usus, masuk kelemjar getah bening dan aliran darah dan
terbawa sampai ke paru-paru.
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14), menembus
dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika
mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan
mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2-3 bulan. Cacing
dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh (O’lorcain, 2006). 15
 Patogenesis
Patogenesis berkaitan dengan jumlah organisme yang menginvasi,
sensitifitas individu, bentuk perkembangan cacing, migrasi larva dan status nutrisi
individu. Migrasi larva dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi
alergi. Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat invasinya
dan mengakibatkan patogenesis yang lebih berat (Soedarmo, 2010).

 Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi dari cacing Ascaris
lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut, diare, nausea, vomiting, berat
badan menurun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan oleh cacing dapat
menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat
menyebabkan pneumonia dan eosinophilia (Soedarmo, 2010).
 Epidemiologi
Infeksi yang disebabkan oleh cacing A. lumbricoides disebut Ascariasis. Di
Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90%
terutama terjadi pada anak-anak. A. lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim
tropis dan subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika
(Soedarmo, 2010). 16
 Diagnosis
Diagonsis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur pada
feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses, muntahan
ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras barium (Soedarmo, 2010).
 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan
feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan
cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan, mencuci sayur-sayuran
dan buah-buahan yang ingin dimakan, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk
dan mengobati penderita (Soedarmo, 2010).

b. Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )


 Morfologi
Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cacing dewasa
berbentuk cambuk dengan 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal dan 3/5 bagian
anterior lebih kecil. Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4cm) daripada
betina dengan ujung posterior yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki
ukuran 4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Memiliki bentuk
oesophagus yang khas (Schistosoma oesophagus). Telur berukuran 30-54 x 23
mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong (barrel shape) dengan dua
mucoid plug pada 17 kedua ujung yang berwarna transparan (Prianto et al., 2006).
Gambar 2.3. Telur cacing Trichuris trichiura (Sumber : Russel, 2012) Cara infeksi
adalah telur yang berisi embrio tertelan manusia, larva aktif akan keluar di usus
halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Telur yang infektif
akan menjadi larva di usus halus pada manusia. Larva menembus dinding usuu
halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah
sampai ke jantung menuju paru-paru (Onggowaluyo, 2002).
 Manifestasi Klinik
Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi
karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini
erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan
umum dari hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk
biasanya tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat
menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun
(Onggowaluyo, 2002).
 Epidemiologi
Penyebaran geografis T. trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali
kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di
Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30%-90%.
Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam
penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung
telur. Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo,
2002).
 Patogenesis
Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di caecum tetapi dapat juga
berkoloni di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan inflamasi, infiltrasi
dan kehilangan darah (anemia). Pada infeksi yang parah dapat menyebabkan rectal
prolapse dan defisiensi nutrisi (Soedarmo, 2010). 19
 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan
feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan
cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan, mencuci sayur-sayuran
dan buah-buahan yang ingin dimakan, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk
dan mengobati penderita (Soedarmo, 2010)
c. Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang)
Terdapat dua spesies hookworm yang sangat sering menginfeksi manusia
yaitu: “The Old World Hookworm” yaitu Ancylostoma duodenale dan “The New
World Hookworm” yaitu Necator americanus (Hotez, 2004)
 Morfologi
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing melekat pada
mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Cacing ini
berbentuk silindris dan berwarna putih keabuan. Cacing dewasa jantan berukuran 8
sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing
N.americanus betina dapat bertelur ±9000 butir/hari sedangkan cacing A.duodenale
betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut
kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale terdapat dua pasang gigi ( Safar, 2010).
 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk
memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan
atau karena infeksi cacing lainnya. Secara praktis telur cacing 23 Ancylostoma
duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk
membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva
(Onggowaluyo, 2002). Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian
kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan
menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di
usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan
menyebar kemanamana (Gracia, 2006).
 Patogenesis
Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematous.
Larva di paru-paru akan menyebabkan perdarahan, eosinophilia, dan pneumonia.
Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan anemia (Soedarmo, 2010).
 Epidemiologi
Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 Liter. Cacing ini ditemukan di daerah
tropis dan subtropis. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah
kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23°-33°C. Kejadian infeksi cacing ini
terjadi pada anak-anak (Soedarmo, 2010). Pencegahan Pencegahan dapat
dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing sehingga dapat mencegah
perkembangannya menjadi larva infektif, 24 mengobati penderita, memperbaiki
cara dan sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki (Soedarmo, 2010)
BAB 3
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Praktikum I
Hari/tanggal : Selasa, 13 Agustus 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan : Pemeriksaan telur cacing sampel feses dengan
larutan eosin,lugol,NaCl

Praktikum II
Hari/tanggal : Selasa , 20 Agustus 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan :Pemantapan

Praktikum III
Hari/tanggal : Selasa, 27 Agutus 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan : pemeriksaan telur cacing sampel suspensi dengan
larutan eosin,lugol,NaCl
Praktikum IV
Hari/tanggal : Selasa, 3 sepetember 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan : pemantapan

3.2.2 Tempat
Praktikum parasitologi dilaksanankan di laboratorium bakteriologi
Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

3.2 Alat dan Bahan


a. Alat – alat yang Diperlukan :
 Cover Glass
 Object Glass
 Tusuk Gigi
 Pipet Tetes
 Mikroskop
 Api Bunsen
b. bahan yang Diperlukan :
 Eosin
 Lugol
 NaCl
 Sampel Feses
 Suspensi

3.3 Prosedur Kerja


a. Sampel Feses
1. Dibersihkan object glass terlebih dahulu
2. Ambil sampel feses dengan tusuk gigi secukupnya
3. Ratakan pada object glass
4. Tetesi dengan larutan pewarna (eosin,lugol,NaCl)
5. Ditutup dengan cover glass
6. Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10 x dan 40 x

b.Sampel Feses
1. Dibersihkan object glass terlebih dahulu
2. Ambil suspensi dengan pipet tetes secukupnya
3. Teteskan pada object glass
4. Tetesi dengan larutan pewarna (eosin,lugol,NaCl)
5. Ditutup dengan cover glass
6. Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10 x dan 40 x
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


A. Dari pengamatan yang telah kami lakukan dari sampel Feses didapatkan
hasil sebagai berikut :

Ditemukan larva cacing,


dicurigai jenis larva
tersebut adalah larva
filariform Hook Worm,

dengan menggunakan
pewarna Eosin, pada
perbesaran 40x

Ditemukan larva telur,


dicurigai jenis telur
tersebut adalah telur
Enterobius vermicularis,

dengan menggunakan
pewarna NaCl, pada
perbesaran 40x

Ditemukan larva telur, dicurigai jenis telur tersebut


adalah telur Enterobius vermicularis

Namun dengan pewarnaan yang berbeda, yaitu


menggunakan pewarnaan Lugol, dengan perbesaran 40x
A. Dari pengamatan yang telah kami lakukan dari sampel Suspensi
didapatkan hasil sebagai berikut :

Ditemukan telur cacing


Ascaris Lumbricoides
(Cacing Gelang) yang
terdiri dari 3 lapisan.
Ditemukan telur cacing Ascaris
Lumbricoides(Cacing Gelang)
kemungkinan telur cacing
tersebut telah dibuahi dan telah
kehilangan lapisan albuminnya
4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang telah kami lakukan yaitu pengamatan telur cacing
pada sampel feses dan suspensi. Pada praktikum ini kami menggunakan sampel
feses dan suspensi.
Sampel feses yang kami gunakan adalah sampel feses dari adik tingkat,
sampel feses yang kami gunakan adalah sampel feses yang fress. Cara
penampungan sampel feses yang pertama dilakukan adalah gunakan plastik
pembungkus untuk menggamabil sampel tinja yang kering atau kertas
koranyang diletakkan di kloset saat BAB, lalu pastikan tinja tidak berceceran
atau ajtuh menyentuh kloset untuk mencegah kontaminasi, gunakan sendok
khusus atau spatula yang disediakan bersama wadah, untuk menggambil
sampel feses kira-kira seukuran biji kuran, lalu pindahkan kedalam wadah,
cegah sampel tinja bercampur bersama urine, setelah sampel tinja terkumpul
didalam wadah, segera masukkan dan tutup rburkan hasil pmeriksaan.apat
didalam kantong plastik, lalu cuci tangan dengan air dan sabun sampai bersih,
segera bawa wadah yang berisi ke laboratorium , sebaliknya tidak lebih dari 24
jam untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan mengaburkan hasil
pemeriksaan.
Dalam praktikum pengamatan telur cacing pada sampel feses dan suspensi,
metode yang kami menggunakan larutan Eosin, NaCL, dan Lugol. Langkah
pertama yang dilakukan dalam pembuatan preparat yaitu objek glass dan cover
dibersihkan dengan tissue kering agar lemak atau pengotor yang terdapat
dipermukaan objek glass dan cover glass hilang dan tidak tercampur dengan
preparat yang telah dibuat, lalu satu tetes larutan diletakkan diatas objek glass
kemudian feses diambil denga tusuk gigi yang bagian yang tumpul telah
dipipihkan (1-2 mm2) dan diratakan sampai homogen, apabila terdapat bahan
yang kasar dikeluarkan dengan tsusk gigi, kemudian ditutup dengan cover
glass, usahakan cairan merata dibawah cover glass dan tanpa ada gelembung
udara, lalu sediaan dpat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran
10x dan 40x. (Fuad, 2012).
Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan pada sampel feses kami
menemuakan larva cacing yang dicurigai jenis larva tersebut adalah larva filariform
Hook Worm dengan menggunakan pewarna Eosin, larva ditemukan larva telur yang
dicurigai jenis telur tersebut adalah telur Enterobius vermicularis, dengan
menggunakan pewarna NaCl, Ditemukan larva telur dicurigai jenis telur tersebut
adalah telur Enterobius vermicularis dengan menggunakan pewarnaan Lugol. kami
menemukannya pada perbesaran 40x.

Dari hasil pengamatan feses menggunakan pewarna eosin preparat terwarnai


menjadi warna merah dan ditemukan larva cacing yang dicurigai jenis larva tersebut
adalah larva filariform Hook Worm (cacing tambang). Pada pembesaran 40 x.

Klasifikasinama Hookworm sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda

Class : Secernentea

Order : Strongiloidae

Family : Ancylostomatidae

Genus : Necator/Ancylostoma

Species : Necator americanus

Ancylostoma duodenale

Ancylostoma braziliensis

Ancylostoma caninum

Ancylostoma ceylanicum

Ancylostoma malayanum
Nama umumnya biasa disebut Cacing tambang. Penyakitnya disebut
Necatoriasi, Ancylostomiasis, Uncinariasis, Hookworm infection

DistribusiGeografis:Distribusinya diseluruh dunia, terutama di daerah


lembab, iklim yang hangat.N. americanus dan A. duodenale ditemukan di Afrika,
Asia dan Amerika. Necator americanus dominan di Amerika dan Australia,
sementara hanya A. duodenale ditemukan di Timur Tengah, Afrika Utara dan Eropa
Selatan.

Habitat: Usus halus (duodenum, jejunum).

Terdapat dua spesies hookworm yang sangat sering menginfeksi manusia


yaitu: “The Old World Hookworm” yaitu Ancylostoma duodenale dan “The New
World Hookworm” yaitu Necator americanus (Hotez, 2004)
 Morfologi
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing melekat pada
mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Cacing ini
berbentuk silindris dan berwarna putih keabuan. Cacing dewasa jantan berukuran 8
sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing
N.americanus betina dapat bertelur ±9000 butir/hari sedangkan cacing A.duodenale
betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut
kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale terdapat dua pasang gigi ( Safar, 2010).
 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk
memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan
atau karena infeksi cacing lainnya. Secara praktis telur cacing 23 Ancylostoma
duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk
membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva
(Onggowaluyo, 2002). Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian
kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan
menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di
usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan
menyebar kemanamana (Gracia, 2006).
 Patogenesis
Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematous.
Larva di paru-paru akan menyebabkan perdarahan, eosinophilia, dan pneumonia.
Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan anemia (Soedarmo, 2010).
 Epidemiologi
Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 Liter. Cacing ini ditemukan di daerah
tropis dan subtropis. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah
kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23°-33°C. Kejadian infeksi cacing ini
terjadi pada anak-anak (Soedarmo, 2010). Pencegahan Pencegahan dapat
dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing sehingga dapat mencegah
perkembangannya menjadi larva infektif, 24 mengobati penderita, memperbaiki
cara dan sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki (Soedarmo, 2010).

Dari hasil pengamatan pada feses ditemukan Ditemukan larva telur, dicurigai
jenis telur tersebut adalah telur Enterobius vermicularis, dengan menggunakan
pewarna NaCl dan lugol pada perbesaran 40x. Pada pewarna menggunakan NaCL
preparat tidak berwarna (bening) dan pada pewarna Lugol preparat menjadi
coklat.

Oxyuris vermicularis

Oxyuris vermicularis adalah nematoda usus yang tipis, putih yang habitatnya
di usus besar dan rectum. Cacing ini penyebarannya sangat luas hampir diseluruh
dunia bisa dijumpai, tetapi frekuensinya jarang pada orang kulit hitam. Nama lain
Oxyuris vermicularis antara lain Enterobius vermicularis, pin worm, dan cacing
kremi. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut oxyuriasis.

Cacing dewasa hidup di dalam rongga cecum, colon ascenden, dan appendix.
Pada malam hari cacing betina mengembara ke daerah anus (perianal) untuk
meletakkan telur-telurnya, setelah 4 – 6 jam telur menjadi infektif. Telur yang
terdapat di perianal dengan perantaraan tangan / debu tertelan dan menetas menjadi
larva di usus halus, larva masuk ke cecum dan ileum bagian bawah dan menjadi
dewasa (auto infection). Selain secara peroral, Oxyuris vermicularis juga bisa
masuk kembali ke tubuh manusia melalui anus, dimana telur yang terdapat di
perianal menetas dan larvanya masuk kembali ke usus melalui anus (retro
infection).

Morfologi Oxyuris vermicularis telur Oxyuris vermicularis telur Oxyuris


vermicularis Ciri-ciri telur : berbentuk oval asimetris, dengan salah satu sisinya
datar ukuran : panjang 50 – 60 μm dan lebar 20 – 32 μm dinding 2 lapis tipis dan
transparan : dinding luar merupakan lapisan albumin yang bersifat mechanical
protection, sedangkan dinding dalam merupakan lapisan lemak yang bersifat
chemical protection telur selalu berisi larva Oxyuris vermicularis jantan dan betina
atas : Oxyuris vermicularis betina ; bawah : Oxyuris vermicularis jantan (sumber :
www.medical-labs.net) Ciri-ciri cacing dewasa : ukuran cacing jantan : panjang 2
– 5 mm dan lebar 0,1 – 0,2 mm ukuran cacing betina : panjang 8 – 13 mm dan lebar
0,3 – 0,5 mm ujung anterior lebih tumpul dibandingkan ujung posterior yang
meruncing terdapat penebalan cuticula (cephalic alae) pada ujung anterior mulut
simple dengan 3 buah bibir ujung posterior cacing jantan melengkung dengan
sebuah spicula ujung posterior cacing betina lurus Gejala Klinis Oxyuriasis
perlekatan kepala cacing pada mukosa usus dapat menimbulkan peradangan ringan
bila cacing dalam jumlah yang cukupterdapat dalam lumen usus dapat
menimbulkan obstruksi usus iritasi daerah perianal akibat cacing dewasa ataupun
larvanya dapat menimbulkan peradangan dengan gejala (pruritus ani) gejala gatal
sampai rasa nyeri paling terasa pada malam hari (nocturnal itching) kadang-kadang
pada penderita wanita, larva dari daerah perianal dapat melakukan migrasi ke
vagina, sehingga dapat terjadi infeksi pada vagina yang disebut dengan vaginitis

Cara Diagnosis Infeksi Oxyuris vermicularis Menemukan telur pada


pemeriksaan perianal swab (cara Scootch tape). Telur jarang ditemukan pada
pemeriksaan tinja. Pencegahan dan Pengobatan Oxyuriasis Pencegahan cacingan
akibat infeksi cacing kremi : Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah
menggunakan toilet, mengganti popok, dan sebelum makan. Untuk mencegah
adanya infeksi ulang, penderita harus rajin mandi di pagi hari untuk menghilangkan
telur di kulit Rajin memotong kuku secara teratur Hindari menggigit kuku dan
mengaruk di sekitar anus Pengobatan cacingan akibat infeksi cacing kremi : Obat
yang digunakan untuk membasmi cacing kremi adalah obat anthelmintics
(mebendazole, pirantel pamoat, dan albendazole). Obat ini harus diberikan dalam 1
dosis pada awalnya kemudian 1 dosis lagi 2 minggu kemudian, obat ini kurang
dapat diandalkan untuk membunuh telur cacing kremi, oleh karena itu dosis kedua
digunakan untuk mencegah infeksi ulang cacing kremi dewasa yang menetas dari
telur yang tidak dibunuh pada dosis awal.

Epidemiologi Oxyuris vermicularis Dalam penyebaran infeksi Oxyuris


vermicularis tinja tidak penting dalam penyebaran infeksi, tetapi yang penting
dalam penyebaran infeksi adalah tangan, pakaian dan debu (udara). Infeksi cacing
kremi sering terjadi pada keluarga atau diantara anak-anak dalam satu sekolah atau
asrama. Orang yang paling sering terinfeksi cacing kremi adalah anak-anak
dibawah usia 18 tahun dan orang dewasa yang merawat anak-anak yang terinfeksi.
Dalam kelompok ini prevalensi bisa mencapai 50%. Manusia merupakan satu-
satunya hosper Oxyuris vermicularis, hewan peliharaan seperti anjing dan kucing
tidak dapat terinfeksi cacing ini

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/6615/20/BAB%20II.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/258701-gambaran-infeksi-
kecacingan-pada-siswa-s-e17968c5.pdf

http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/biology.html

http://www.sciencephoto.com/media/419918/enlarge

http://www.cdc.gov/dpdx/hookworm/gallery.html

http://www.tropicalmed.eu/Page/WebObjects/PageTropE.woa/wa/displayPage?n
ame=ReadingCultureAgarMicro

http://www.wikispot.info/2011/06/hookworms-necator-americanus.html

http://workforce.calu.edu/Buckelew/Necator%20americanus%20male.htm

http://www.medicine.cmu.ac.th/dept/parasite/nematode/nc_copulate.htm

Anda mungkin juga menyukai