OLEH
KELOMPOK 5 :
II. METODE
Enzymatic-Calorimetric-Kinetic
III. PRINSIP
Creatinin + H2 Cretinin
→
ase creatine
Sarcosine + O2 CretinasSarcosine
→
Oxidase Glycine + HCHO +H2O2
4-AAP : amino-4-Antipyrine
EHSPT : N-Ethyl-N-(2(Hydroxy-3-Sulfopropyl)-m-Toludine
IV. DASAR TEORI
1. Definisi Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme keratin otot kreatinin fosfat
(protein), disisntesa dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah yang
direaksikan oleh ginjal kedalam urine (Sutejo.AY,2010). Jumlah kreatinin yang
dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada
aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein walaupun keduanya juga
menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot (Riswanto, 2010).
Nilai normal kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dl
sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL (David C dan Dugdale, 2013).
2. . Metabolisme Kreatinin
Kreatin ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot
diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin
darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ
terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan
asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin secara
hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari
(Wulandari W, 2015)
Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada
mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk
dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk
menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi
inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun
demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami
degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang
lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri
usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian
akan masuk kembali ke darah (Sireger CT, 2009). Metabolisme kreatinin dalam
tubuh menyebabkan ekskresi kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan
filtrasi glomerulus, walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal,
besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat
diabaikan (Wyss, 2000).
b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
c. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.
f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang
muda, serta kadar kreatinin pada laki-laki lebih tinggi dari pada kadar kreatinin
wanita (Corwin, 2009).
4. Klasifikasi Ginjal Dengan Kadar Kreatinin
-Metode Jaffe
Metode Jaffe pertama kali ditemukan oleh jaffe pada tahun 1886,
berdasarkan reaksi antara kreatinin dan fikrat pada suasana basa yang akan
membentuk warnah merah orange dan terjadi perubahan absorbsi pada panjang
gelombang antara 505 nm dan 520 nm (Swamson AF dkk,1993). Keunggulan
metode pikrat kinetik adalah murah, cepat, dan jumlah sampel yang dibutuhkan
sedikit, ketidak spesifikan reaksi metode Jaffe sangat terkenal sejak metode tersebut
pertama kali ditemukan bahwa aceton dan glukosa juga bereaksi terhadap reagen
asam pikrat dan memberi warna serupa kreatinin (Harmoinen A,2001). Metode ini
merupakan metode yang sederhana dan mudah dimana metode ini merupakan salah
satu pengembangan metode kolorimetri berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan
adam pikrat dalam suasana basa, membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna
kuning yang dapat diukur menggunakan photometer 4010 pada panjang gelombang
492 nm. Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa berwarna merah–oranye
yang terjadi antara asam pikrat dengan kreatinin dalam suasana basa. Cara ini
memelukan sampel dan waktu yang diperlukan sekitar 30 menit (Adrian A, 2015).
Metode ini meliputi pemeriksaan kreatinin cara one point dan two point merupakan
termasuk dari metode Jaffe tetapi yang membedakan cara inkubasi dan pembacaan
sampel adalah sebagai berukut :
a) Faktor kelemahan adalah pada saat melakukan pemeriksaan waktu inkubasi tidak
diperhatikan (10-60).
b) Faktor kelebihan adalah menggunakan metode one point hanya memerlukan satu
kali pengukuran kadar kreatinin darah.
- Bahan, Reagen :
Reagen 1 (R1)
o MOPS Buffer, pH 7.5
o EHSPT 0,4 mmol
o Cretinase ≥ 10.000 U/L
o Sarcosine oxidase ≥ 3500 U/L
o Ascorbate oxidase ≥ 1000 U/L
Reagen 2 (R2)
o MOPS Buffer, pH 7.5
o Amino-4-Antipyrine 2.95 mmol/L
o Creatininase ≥ 150.000 U/L
o Peroxidase ≥ 4.000 U/L
o Sodium azide < 0.1 %
Standar
Serum
VI. CARA KERJA DAN INTERPRETASI HASIL
Cara kerja (Elitech Clinical Systems Selectra Analyzers)
1. Reagen 1 dan 2 dicampurkan dengan perbandingan 4 : 1 (contoh : 1000 uL R1
dengan 250 uL R2) homogenkan → WR (working reagen)
2. Setelah disiapkan WR maka dilanjutkan dengan prosedur dalam tabel :
Standar Sampel
Working Reagen (WR) 500µl 500µl
Standar 5µl
Sampel - 5µl
Homogenkan langsung dibaca pada spektrofotometer dengan Panjang gelombang
546 nm. Suhu 37oC (inkubasi dilakukan dalam alat masing – masing selama 2
menit)
INTERPRETASI HASIL
Ureum serum/plasma
3.5 – 7.2 mg/dl
Laki – laki
208 - 428 µmol/L
2.6 – 6.0 mg/dl
Perempuan
155 - 375 µmol/L
HASIL CREATININ
No Keterangan Dokumentasi
1 Reagen 1 dan Reagen 2
2 Membuat larutan WR (working
reagen) dengan perbandingan 4:1
(2000 µL : 500 µL) lalu
dihomogenkan
3 Memasukkan ke masing-masing
tabung serologi dari tabung
serologi berisi WR ke tiga tabung
serologi lainnya untuk standar,
sampel 1 (mahasiswa) dan sampel
2 (patologis)
4 Pengukuran pada alat (standar)
Kreatinin saat ini adalah penanda biologis yang paling sering digunakan
untuk memantau fungsi ginjal karena pemeriksaannya mudah dan juga murah.
Keterbatasan dan kekurangan kreatinin serum dalam mendeteksi penurunan fungsi
ginjal terutama pada perubahan akut fungsi ginjal telah membuat kreatinin menjadi
indikator fungsi ginjal yang kurang dapat diandalkan. Cystatin C merupakan
penanda biologis yang diproduksi di dalam tubuh dalam tingkat yang konstan, tidak
dipengaruhi oleh massa otot dan faktor diet, serta mengalami filtrasi secara bebas di
glomerulus dan juga reabsorpsi oleh tubulus proksimal. Atas alasan ini, cystatin C
menjadi penanda biologis baru yang menjanjikan untuk deteksi CGA lebih baik
daripada kreatinin.( et al., 2016)
Umur : 73 tahun
Hasil yang diperoleh yaitu 0,1 mg/dl jika dibandingkan dengan nilai
rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil pemeriksaan yang didapatkan yaitu
dibawah normal. Sehingga dengan kadar creantinin yang masih dalam rentang
normal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada gangguan Pada ginjal pasien
( masih dalam keadaan baik).
b. Pasien Mahasiswa
Umur : 19 tahun
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta kadar kreatinin pada laki laki lebih tinggi dari pada
kadar kreatinin wanita.
1. Konsentrasi Substrat
2. Suhu Inkubasi
Makin tinggi suhu inkubasi 37˚C pada sampel maka semakin cepat
suatu reaksi kimia berlangsung, hingga suatu saat reaksi berhenti karena
enzim mengalami denaturasi (kerusakan) seperti : aktivitas enzim yang
paling baik bekerja pada suhu 25˚C - 37˚C. Pada suhu 37˚C enzim mulai
mengalami denaturasi.
3. pH
4. Larutan Buffer/Dapar
Selain pH larutan, maka sifat daya ion jenis larutan buffer/dapar, tempat
reaksi kimia berlangsung juga berpengaruh pada kecepatan reaksi.
5. Kofaktor
6. Efektor/Inhibitor
XI. SIMPULAN
Hasil yang diperoleh dari sampel pasien RS SANGLAH atas nama Mangku I
Nyoman cetag usia 73 tahun jenis kelamin laki-laki, yaitu 0,1 mg/dl jika
dibandingkan dengan nilai rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil
pemeriksaan yang didapatkan yaitu dibawah normal. Sehingga dengan kadar
creantinin yang masih dalam rentang normal tersebut menunjukkan bahwa tidak
ada gangguan Pada ginjal pasien ( masih dalam keadaan baik).
Hasil yang diperoleh dari sampel mahasiswa atas nama Luh Gede Meilia
Ayu Swari Putri usia 19 tahun jenis kelamin perempuan yaitu 0,7 mg/dl jika
dibandingkan dengan nilai rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil
pemeriksaan yang didapatkan yaitu normal. Sehingga dengan kadar kreatinin
yang masih dalam rentangan normal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
gangguan pada ginjal pasien (masih dalamk keadaan baik).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H., & Kurniawan, H. (2016). Sensitivitas dan Spesifisitas Cystatin C dan
Kreatinin Serum dalam Mendiagnosis Cedera Ginjal Akut pada Pasien Sepsis yang
Dirawat di Ruang Rawat Intensif RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Anestesi
Perioperatif, 4(2), 6371. https://doi.org/10.15851/jap.v4n2.819
et.al., (2016). Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Yang
Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di RSUD Dr.H.Abdul Moelek Bandar
Lapung Tahun 2014.Majority,2(5):129-36
Alfonso,A,A. Arthur E.M. & Maya F.M.(2016). Gambaran kadar kreatinin serum
pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-Biomedik
(eBm),Vol 4:1