Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK


(PEMERIKSAAN KADAR CREATININ PADA SERUM)

OLEH
KELOMPOK 5 :

1) Ni Komang Ayu Widyantari (P07134018 064)


2) Ni Kadek Diah Tri Yunita Dewi (P07134018 078)
3) I Kadek Ari merta Wibawa (P07134018 082)
4) Luh Gede Meilia Ayu Suari Putri (P07134018 087)
5) Ni Kadek Ayu Swandewi (P07134018 096)
6) Komang Wahyu Junyatmika (P07134018 101)
7) Desak Made Dwi Pitriawati (P07134018 105)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2020
I. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan creatinin pada sampel
serum
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan creatini pada sampel serum.
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil dari pemeriksaan creatinin
pada sampel serum.

II. METODE

Enzymatic-Calorimetric-Kinetic

III. PRINSIP

Creatinin + H2 Cretinin

ase creatine

Creatine + H2O Cretinase



Sarcosine + Urea

Sarcosine + O2 CretinasSarcosine

Oxidase Glycine + HCHO +H2O2

H2O + EHSPT 4-AAP Peroxidase Quinoneimine


4-AAP : amino-4-Antipyrine

EHSPT : N-Ethyl-N-(2(Hydroxy-3-Sulfopropyl)-m-Toludine
IV. DASAR TEORI

1. Definisi Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme keratin otot kreatinin fosfat
(protein), disisntesa dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah yang
direaksikan oleh ginjal kedalam urine (Sutejo.AY,2010). Jumlah kreatinin yang
dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada
aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein walaupun keduanya juga
menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot (Riswanto, 2010).

Menurut Banerjee A (2005), kreatinin merupakan hasil metabolisme dari


kreatin dan fosfokreatin. Kreatinin memiliki berat molekul 113-Da (Dalton).
Kreatinin difiltrasi di glomerulus dan direabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma
disintesis di otot skelet sehingga kadarnya bergantung pada massa otot dan berat
badan. Menurut Siregar CT (2009) hasil akhir saat pembentukan kreatinin pada saat
energy dari pospat kreatinin yang didapatkan pada proses metabolisme yang
terdapat didalam otot rangka. Kreatinin merupakan bahan ampas dari metabolisme
tenaga otot, yang seharusnya di saring oleh ginjal dan dimasukkan pada air seni
(Spiritia Y, 2009).

Nilai normal kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dl
sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL (David C dan Dugdale, 2013).

2. . Metabolisme Kreatinin

Kreatin ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot
diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin
darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ
terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan
asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin secara
hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari
(Wulandari W, 2015)
Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada
mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk
dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk
menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi
inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun
demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami
degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang
lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri
usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian
akan masuk kembali ke darah (Sireger CT, 2009). Metabolisme kreatinin dalam
tubuh menyebabkan ekskresi kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan
filtrasi glomerulus, walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal,
besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat
diabaikan (Wyss, 2000).

3. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar Kreatinin

Terdapat beberapa paktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam


darah diantaranya :

a. Perubahan massa otot.

b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.

c. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.

d. Obat-obatan yang dapat mengganggu sekresi kratinin sehingga meningkatkan


kadar kreatinin dalam darah.

e. Peningkatan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.

f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang
muda, serta kadar kreatinin pada laki-laki lebih tinggi dari pada kadar kreatinin
wanita (Corwin, 2009).
4. Klasifikasi Ginjal Dengan Kadar Kreatinin

Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam


amino arginin dan glisin sehingga sebagian besar kreatinin diekskresi lewat ginjal
(Wulandari W, 2015). Pembentukan keratin harian tetap, dengan pengecualian pada
cedera fisik berat atau penyakit degenerative yang menyebabkan kerusakan pasif
pada otot. Ginjal mengekskresikan kreatinin secara sangat efisien pengaruh tingkat
aliran darah dan produksi urin pada ekskresi kreatinin dalam aliran darah dan
aktivitas glomelurus di kompensasi oleh peningkatan sekresi kreatinin oleh tubulus
kedalam urin. Konsentrasi kreatinin darah dan ekskresinya melalui urin perhari tidak
banyak berfluktasi. Dengan demikian, pengukuran serial ekskresi kreatinin
bermanfaat untuk menentukan apakah specimen 24 jam untuk dianalisis seluruhnya
setelah dikumpulkan dengan akurat (Corwin, 2009).

Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah, yaitu


dehidrasi, kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat yang bersifat toksik pada
ginjal, disfungsi ginjal disertai infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit
ginjal (Kidney failure, 2013). Menurut NIFHR (2014) tinggi rendahnya kadar
kreatinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan
apakah seorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan hemodialisis
atau tidak. Peningkatan kadar kreatinin serum dua kali lipat mengindikasikan
adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar
kreatinin serum tiga kali lipat merefleksikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%
(Anonym 2000). Apabila penurunan fungsi ginjal yang berlangsung secara lambat
terjadi bersamaan dengan penurunan massa otot, konsentrasi kreatinin dalam serum
bisa stabil (Brahm. U, 2009). Kadar kreatinin yang rendah dapat menunjukkan
status nutrisi yang rendah (Tietze, 2003).

5. Pemeriksaan kadar Kreatinin


Pemeriksaan kadar kreatinin darah dapat diukur absorbansinya dengan
panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer dan prinsip
pembacaanya terbentuk sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
memiliki alat pengurai seperti prisma yang dapat menyeleksi panjang gelombang
tertentu dari sinar putih (Nur Intan Pertiwi, 2016 ). Beberapa metode yang digunakan
untuk pemeriksaan kreatinin darah adalah sebagai berikut :

-Metode Jaffe
Metode Jaffe pertama kali ditemukan oleh jaffe pada tahun 1886,
berdasarkan reaksi antara kreatinin dan fikrat pada suasana basa yang akan
membentuk warnah merah orange dan terjadi perubahan absorbsi pada panjang
gelombang antara 505 nm dan 520 nm (Swamson AF dkk,1993). Keunggulan
metode pikrat kinetik adalah murah, cepat, dan jumlah sampel yang dibutuhkan
sedikit, ketidak spesifikan reaksi metode Jaffe sangat terkenal sejak metode tersebut
pertama kali ditemukan bahwa aceton dan glukosa juga bereaksi terhadap reagen
asam pikrat dan memberi warna serupa kreatinin (Harmoinen A,2001). Metode ini
merupakan metode yang sederhana dan mudah dimana metode ini merupakan salah
satu pengembangan metode kolorimetri berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan
adam pikrat dalam suasana basa, membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna
kuning yang dapat diukur menggunakan photometer 4010 pada panjang gelombang
492 nm. Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa berwarna merah–oranye
yang terjadi antara asam pikrat dengan kreatinin dalam suasana basa. Cara ini
memelukan sampel dan waktu yang diperlukan sekitar 30 menit (Adrian A, 2015).
Metode ini meliputi pemeriksaan kreatinin cara one point dan two point merupakan
termasuk dari metode Jaffe tetapi yang membedakan cara inkubasi dan pembacaan
sampel adalah sebagai berukut :

a. Metode One Point

Metode one point melakukan pembacaan pada waktu tertentu, yaitu


pengukuran yang dilakukan pada saat reaksi antara sampel dan reagen terhenti.
Metode one point memiliki kestabilan warna sampai dengan 10-60 menit dengan
inkubasi menggunakan suhu 250 c , melihat kepekatan warna dan ketepatan waktu
pembacaan akan berpengaruh pada hasil pemeriksaan (Junus M, 2014). Penambahan
larutan asam pikrat dari hasil pengenceran menggunakan 1000 µl pada serum
sebelum dilakukan pengukuran, setelah disentrifuge dengan kecepetan tinggi anatara
5-10 menit bertujuan agar protein dan senyawa-senyawa lain akan mengendap dan
supernatannya digunakan untuk pemeriksaan (Kurniawan dkk, 2014). Adapun
beberapa paktor kelemahan dan kelebihan pada metode one point sebagai berikut :

a) Faktor kelemahan adalah pada saat melakukan pemeriksaan waktu inkubasi tidak
diperhatikan (10-60).
b) Faktor kelebihan adalah menggunakan metode one point hanya memerlukan satu
kali pengukuran kadar kreatinin darah.

b. Two Point Metode


Two Point dilakukan pengukuran kadar kreatinin darah dengan inkubasi
di suhu 250 c dengan waktu ingkubasi selam 60 detik maka dilakukan
pengukuran kadar kreatinin untuk mendapatkan absorban sampel kemudian pada
menit kedua dilakukan pengukuran untuk melihat absorban sampel dengan
menggunakan panjang gelombang 492 nm (Imran, 2011). Menurut Junus M,
2014 proses pengukuran dilakukan saat reaksi reagen dengan sampel sedang
berlangsung (kecepatan reaksi enzym dapat berubah per satuan waktu). Adapun
bebrapa paktor kelemahan dan kelebihan dari metode two poin sebagai berikut :
a) Faktor kelemahan adanya gangguan terhadap bilirubin, ureum, protein yang
mengakibatkan hasil tinggi palsu.
b) Faktor kelebihan adalah waktu yang diperlukan untuk inkubasi pertama 60
detik kemudian inkubasi kedua memerlukan waktu 2 menit dan sampel yang
diperlukan hanya sedikit sekitar 100 µl.
Perbedaan pengukuran kadar kreatinin darah pertama dan kedua
dipergunakan sebagai dasar perhitungan absorban dari hasil kadar kreatinin
untuk mendapatkan hasil pemeriksaan, ketepatan waktu pembacaan akan
berpengaruh pada hasil pemeriksaan dan untuk menentukan hasil yang mutlak
dari metode two poin diperlukan rumus untuk menentukan nilai akhirnya.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Konsentrasi Substrat
Kecepatan reaksi enzimatik terus meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi substrat dan sampai batas tertentu kecepatan reaksi tidak lagi
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa substrat sudah mencapai titik jenuh.
2. Suhu ingkubasi
Makin tinggi suhu ingkubasi 37 0C pada sampel maka semakin cepat suatu
reaksi kimia berlangsung, hingga suatu saat reaksi berhenti karena enzim
mengalami denaturasi (kerusakan) seperti : aktivitas enzim yang paling baik
bekerja pada suhu 25o C – 37o C. Pada suhu 37o C enzim mulai mengalami
denaturasi.
3. pH
Reaksi kimia enzimatik akan berlangsung baik pada pH tertentu yang disebut
pH optimum untuk masing-masing enzim berbeda-beda. Keadaan pH di atas
atau di bawah pH optimum akan menyebabkan kecepatan reaksi kimia
enzimatik berkurang.
4. Larutan Buffer/Dapar
Selain pH larutan, maka sifat daya ion jenis larutan buffer/dapar tempat
reaksi kimia berlangsung juga berpengaruh pada kecepatan reaksi.
5. Kofaktor
Sebagai protein maka enzim dapat diaktifkan dengan adanya koenzim atau
kofaktor. Kofaktor berupa golongan protein organik seperti NAD (P) dan
vitamin seperti piridoksal fosfat.
6. Efektor/Inhibitor
Selain kofaktor yang berbentuk protein organik maka dikenal pula efektor
yang dapat mengaktifkan reaksi kimia enzimatis efektor ini adalah protein
organik yang umumnya berupa ion zat esensial untuk tubuh (Ardian A,
2015).
V. ALAT BAHAN
- Alat
1. Mikropipet + tip
2. Spektrofotometer
3. Tabung serologi
4. Rak Tabung
5. Beaker Glass
6. Centrifuge

- Bahan, Reagen :
 Reagen 1 (R1)
o MOPS Buffer, pH 7.5
o EHSPT 0,4 mmol
o Cretinase ≥ 10.000 U/L
o Sarcosine oxidase ≥ 3500 U/L
o Ascorbate oxidase ≥ 1000 U/L
 Reagen 2 (R2)
o MOPS Buffer, pH 7.5
o Amino-4-Antipyrine 2.95 mmol/L
o Creatininase ≥ 150.000 U/L
o Peroxidase ≥ 4.000 U/L
o Sodium azide < 0.1 %
 Standar
 Serum
VI. CARA KERJA DAN INTERPRETASI HASIL
Cara kerja (Elitech Clinical Systems Selectra Analyzers)
1. Reagen 1 dan 2 dicampurkan dengan perbandingan 4 : 1 (contoh : 1000 uL R1
dengan 250 uL R2) homogenkan → WR (working reagen)
2. Setelah disiapkan WR maka dilanjutkan dengan prosedur dalam tabel :
Standar Sampel
Working Reagen (WR) 500µl 500µl
Standar 5µl
Sampel - 5µl
Homogenkan langsung dibaca pada spektrofotometer dengan Panjang gelombang
546 nm. Suhu 37oC (inkubasi dilakukan dalam alat masing – masing selama 2
menit)

INTERPRETASI HASIL
Ureum serum/plasma
3.5 – 7.2 mg/dl
Laki – laki
208 - 428 µmol/L
2.6 – 6.0 mg/dl
Perempuan
155 - 375 µmol/L

HASIL CREATININ

No Keterangan Dokumentasi
1 Reagen 1 dan Reagen 2
2 Membuat larutan WR (working
reagen) dengan perbandingan 4:1
(2000 µL : 500 µL) lalu
dihomogenkan

3 Memasukkan ke masing-masing
tabung serologi dari tabung
serologi berisi WR ke tiga tabung
serologi lainnya untuk standar,
sampel 1 (mahasiswa) dan sampel
2 (patologis)
4 Pengukuran pada alat (standar)

5 Pengukuran sampel 1 (sampel


mahasiswa) (500µL WR + 5 µL
serum mahasiswa)
Hasil pemeriksaan = 0,7 mg/dL
6 Pengukuran sampel 2 ( sampel
patologis) (500 µL + 5 µL serum
patologis)
Hasil pemeriksaan = 1,0 mg/dL

7 Melakukan flush dengan akuades

8 Grafik kalibrasi creatinin


Hasil pemeriksaan

1. Serum darah mahasiswa


Nama : Luh Gede Meilia Ayu Suari Putri
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pada pemeriksaan creatinin dengan alat Spektrofotometer merk Elitech
didapatkan hasil kadar creatinin mahasiswa sebesar 0,7 mg/dL.

2. Serum darah patologis


Nama : Mangku I Nyoman Cetag (230s)
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pada pemeriksaan creatinin dengan alat Spektrofotometer merk Elitech
didapatkan hasil kadar creatinin sampel patologis sebesar 1,0 mg/dL. Sedangkan
pada hasil yang dapatkan dari form pemeriksaan RSUP Sanglah didapatkan hasil
kadar creatinin patologis adalah sebesar 1,16 mg/dL.

(sampel patologis) (sampel mahasiswa)


VIII. PEMBAHASAN

Kreatinin merupakan kreatin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara


konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot,
menggambarkan perubahan kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil
karena tidak dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat
diukur dengan menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24 jam.(Naully,
2018)

Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam


amino arginine dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin diubah
menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari. Pada pembentukan kreatinin tidak
ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin diekskresi
lewat ginjal.(Alfonso, Et, Al., 2016)

Jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin akan


berkurang dan kreatinin serum akan meningkat. Peningkatan kadar kreatinin
serum dua kali lipat mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%,
demikian juga peningkatan kadar kreatinin serum tiga kali lipat merefleksikan
penurunan fungsi ginjal sebesar 75%. (Alfonso, Et, Al., 2016)

The National Kidney Disease Education Program merekomendasikan


penggunaan serum kreatinin untuk mengukur kemampuan filtrasi glomerulus,
digunakan untuk memantau perjalanan penyakit ginjal.Diagnosis gagal ginjal dapat
ditegakkan saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada
keadaan gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus
ginjal menurun.(Arifin & Kurniawan, 2016)

Kreatinin saat ini adalah penanda biologis yang paling sering digunakan
untuk memantau fungsi ginjal karena pemeriksaannya mudah dan juga murah.
Keterbatasan dan kekurangan kreatinin serum dalam mendeteksi penurunan fungsi
ginjal terutama pada perubahan akut fungsi ginjal telah membuat kreatinin menjadi
indikator fungsi ginjal yang kurang dapat diandalkan. Cystatin C merupakan
penanda biologis yang diproduksi di dalam tubuh dalam tingkat yang konstan, tidak
dipengaruhi oleh massa otot dan faktor diet, serta mengalami filtrasi secara bebas di
glomerulus dan juga reabsorpsi oleh tubulus proksimal. Atas alasan ini, cystatin C
menjadi penanda biologis baru yang menjanjikan untuk deteksi CGA lebih baik
daripada kreatinin.( et al., 2016)

Pratikum pemeriksaan kadar creatinin menggunakan 2 sampel yaitu dari


mahasiswa dan dari rumah sakit sanglah (sampel klinis).Pada praktikum yang
dilakukan pada hari Selasa ,28 Januari 2020 menunjukkan hasil pemeriksaan kadar
kreatinin serum pada pasien :

a. Pasien Rumah Sakit

Nama : Mangku I Nyoman cetag

Umur : 73 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Hasil yang diperoleh yaitu 0,1 mg/dl jika dibandingkan dengan nilai
rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil pemeriksaan yang didapatkan yaitu
dibawah normal. Sehingga dengan kadar creantinin yang masih dalam rentang
normal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada gangguan Pada ginjal pasien
( masih dalam keadaan baik).

Bila pasien mengalami Penurunan kadar kreatinin disebabkan terjadi


pada keadaan glomerulonefritis, nekrosis tubuler akut, polycystic kidney disease
akibat gangguan fungsi sekresi kreatinin. Penurunan kadar kreatinin juga dapat
terjadi pada gagal jantung kongestif, syok, dan dehidrasi, pada keadaan tersebut
terjadi penurunan perfusi darah ke ginjal sehingga makin sedikit pula kadar
kreatinin yang dapat difiltrasi ginjal.

b. Pasien Mahasiswa

Nama : Luh Gede Meilia Ayu Swari Putri

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Hasil yang diperoleh yaitu 0,7 mg/dl jika dibandingkan dengan nilai
rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil pemeriksaan yang didapatkan yaitu
normal. Sehingga dengan kadar kreatinin yang masih dalam rentangan normal
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada gangguan pada ginjal pasien (masih
dalamk keadaan baik).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kretinin dalam


darah diantaranya :

1. Perubahan massa otot

2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.

3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam


darah

4. Obat - obatan yang dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga


meningkatkan kadar kreatinin dalam darah

5. Peningkatan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal

6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta kadar kreatinin pada laki – laki lebih tinggi dari pada
kadar kreatinin wanita.

Adapun factor - faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan


sebagai berikut :

1. Konsentrasi Substrat

Kecepatan reaksi enzimatik terus meningkat dengan bertambahnya


konsentrasi substrat dan sampai batas tertentu kecepatan reaksi tidak lagi
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa substrat sudah mencapai titik jenuh.

2. Suhu Inkubasi
Makin tinggi suhu inkubasi 37˚C pada sampel maka semakin cepat
suatu reaksi kimia berlangsung, hingga suatu saat reaksi berhenti karena
enzim mengalami denaturasi (kerusakan) seperti : aktivitas enzim yang
paling baik bekerja pada suhu 25˚C - 37˚C. Pada suhu 37˚C enzim mulai
mengalami denaturasi.

3. pH

Reaksi kimia enzimatik akan berlangsung baik pada pH tertentu yang


disebut pH optimum untuk masing – masing enzim berbeda – beda. Keadaan pH
di atas atau di bawah pH optimum akan menyebabkan kecepatan reaksi kimia
enzimatik berkurang.

4. Larutan Buffer/Dapar

Selain pH larutan, maka sifat daya ion jenis larutan buffer/dapar, tempat
reaksi kimia berlangsung juga berpengaruh pada kecepatan reaksi.

5. Kofaktor

Sebagai protein maka enzim dapat diaktifkan dengan adanya koenzim


atau kofaktor. Kofaktor berupa golongan protein organikseperti NAD (p) dan
vitamin seperti piridoksal fosfat.

6. Efektor/Inhibitor

Selain kofaktor yang berbentuk protein organik maka dikenal pula


efektor yang dapat mengaktifkan reaksi kimia enzimatik efektor ini adalah
protein organic yang umumnya berupa ion zat esensial untuk tubuh.

Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga


sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan
reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaa dan
pelaporan hasil. Kesalahan data yang terjadi dapat diakibatkan karna kurang
telitinya mahasiswa dalam mengerjakan praktikum dan keakurannya dalam
melihat meneteskan reagen yang digunakan, kurang kuat dalam proses
pengocokan, serta kurang teliti dalam pemipetan larutan reagen yang digunakan.
Oleh karena itu pentingnya ketelitian dalam praktikum agar hasil yang di dapat
sesuai dengan yang di harapkan.

XI. SIMPULAN

Kreatinin merupakan kreatin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara


konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot,
menggambarkan perubahan kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif
stabil karena tidak dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam
urin dapat diukur dengan menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24
jam.(Naully, 2018).

Hasil yang diperoleh dari sampel pasien RS SANGLAH atas nama Mangku I
Nyoman cetag usia 73 tahun jenis kelamin laki-laki, yaitu 0,1 mg/dl jika
dibandingkan dengan nilai rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil
pemeriksaan yang didapatkan yaitu dibawah normal. Sehingga dengan kadar
creantinin yang masih dalam rentang normal tersebut menunjukkan bahwa tidak
ada gangguan Pada ginjal pasien ( masih dalam keadaan baik).

Hasil yang diperoleh dari sampel mahasiswa atas nama Luh Gede Meilia
Ayu Swari Putri usia 19 tahun jenis kelamin perempuan yaitu 0,7 mg/dl jika
dibandingkan dengan nilai rujukan yang sudah ditentukan bahwa hasil
pemeriksaan yang didapatkan yaitu normal. Sehingga dengan kadar kreatinin
yang masih dalam rentangan normal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
gangguan pada ginjal pasien (masih dalamk keadaan baik).
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H., & Kurniawan, H. (2016). Sensitivitas dan Spesifisitas Cystatin C dan
Kreatinin Serum dalam Mendiagnosis Cedera Ginjal Akut pada Pasien Sepsis yang
Dirawat di Ruang Rawat Intensif RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Anestesi
Perioperatif, 4(2), 63–71. https://doi.org/10.15851/jap.v4n2.819

Naully, P. G. (2018). Panduan Analisis Laboratorium Imunoserologi untuk D3


Teknologi Laboratorium Medis. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/325281195

et.al., (2016). Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Yang
Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di RSUD Dr.H.Abdul Moelek Bandar
Lapung Tahun 2014.Majority,2(5):129-36

Alfonso,A,A. Arthur E.M. & Maya F.M.(2016). Gambaran kadar kreatinin serum
pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-Biomedik
(eBm),Vol 4:1

Anda mungkin juga menyukai