Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN ALBUMIN

Disusun oleh:
RIZKY DEWI PRABANDARI
151910113021
KELOMPOK 4

LABORATORIUM BAKTERIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII-TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum


Pemeriksaan Albumin
1.2 Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kadar albumin secara kuantitatif in-vitro
metode endpoint dalam serum atau plasma.
1.3 Dasar Teori
Albumin merupakan protein dengan konsentrasi tertinggi dalam plasma manusia, larut
dalam air dan mengendap pada pemanasan. Kadar albumin yang rendah memperlambat
respon kekebalan tubuh dalam menghadapi infeksi sehingga proses penyembuhan luka
menjadi terhambat. Nutrisi yang tidak adekuat memperlambat proses penyembuhan luka
operasi (Surya et al., 2013). Hal ini berhubungan dengan usia yang semakin menua, ketika
memasuki usia lanjut hati akan mengalami penurunan kerja dalam mentoleransi obat,
makanan (berlemak, kolestrol tinggi, berpengawet, penyedap makanan, zat warna, dan lain-
lain) akan berpengaruh pada aktifitas enzim khususnya albumin.
Selain itu albumin juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid dalam
pembuluh darah serta mendorong produksi hormon tiroid (Murray, 2003).
Pemeriksaan albumin dilakukan dengan bahan pemeriksaan berupa serum. Serum yang
memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh (lipemik) (kemenkes, 2013). Serum
lipemik adalah serum yang keruh, putih atau seperti susu karena hiperlipidemia, penyebab
paling umum dari kekeruhan adalah peningkatan konsentrasi trigliserida. Serum lipemik juga
sering diikuti peningkatan kadar kolesterol. Lipemik disebabkan partikel lipoprotein seperti
kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), maupun trigliserida. Menurut (Kendal,
2012) Serum lipemik dapat menyebabkan nilai rendah palsu pada pemeriksaaan albumin
menggunakan metode BCG (Brom Cresol Green).
Serum lipemik dapat ditangani dengan beberapa cara, salah satunya melalui pendinginan
selama 12 sampai 16 jam yang akan memberikan informasi yang cepat mengenai kadar
kilomikron dan VLDL serum dengan kadar trigliserida berlebihan, namun cara pendiaman
yang dilakukan terhadap serum lipemik tidak dianjurkan karena akan menunda waktu
pemeriksaan (Sacher, 2004). Serum yang lipemik juga dapat dilakukan penanganan secara
konvensional menggunakan ultrasentrifugasi. Metode ultrasentrifugasi ini efektif, akan tetapi
membutuhkan alat tambahan yang cukup mahal bagi laboratorium kecil dan laboratorium
satelit. Metode lain yang dapat dilakukan adalah metode ekstraksi dengan pelarut organik
seperti eter dan kloroform untuk menghilangkan lipid pada serum manusia, namun
penggunaan pelarut organik seperti kloroform dan eter sudah jarang dipakai karena bahan ini
bersifat karsinogenik yang membahayakan teknisi laboratorium dan lingkungan (Castro,
2000).
Hipoalbuminemia adalah keadaan tertentu, yakni terjadi penurunan kadar albumin serum
yang abnormal. Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehh kemunduran fungsi ginjal
(nefrotik), sirosis hati, gagal jantung, malgizi dan lainnya (Ruben Peralta, 2012). Sedangkan
peningkatan kadar albumin atau disebut hiperalbuminemia adalah kadar albumin yang berada
diatas nilai normal dalam serum sekitar lebih dari 5 g/dL. Hiperalbuminemia disebabkan oleh
tubuh yang mengalami dehidrasi sehingga albumin meningkat untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh. Kadar albumin dapat dijadikan sebagai penanda
perjalanan penyakit dalam tubuh.
Praktikum kimia klinik pemeriksaan albumin dilakukan guna mengatahui normal atau
tidaknya fungsi hati dengan melakukan pengecekan secara kuantitatif pada sampel serum
atau plasma pasien.
BAB II
METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum pemeriksaan Albumin dilaksanakan pada tanggal 02 Juni 2021 Pemeriksaan


tersebut dilaksanakan di Laboratorium Kimia Klinik Universitas Airlangga kampus B.
2.2 Alat dan Bahan
Alat praktikum yang digunakan pada pemeriksaan albumin adalah tabung serologi,
mikropipet, blue atau yellow tip, fotometer, sentrifuge, waterbath, dan rak tabung.
Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah sampel serum atau plasma
darah. Reagen yang digunakan mengandung larutan buffer citrate dan bromocresol green
(BCG). Sedangkan untuk Larutan Standart dengan konsentrasi 5 g/dL
2.3 Cara Kerja

Blanko Standard Sample Ulangan 1&2

(1000 μl reagent + 10 μl (1000 μl reagent + 10 μl (1000 μl reagent + 10μl


aquades) lart. standard) sample)

Homogenkan lalu inkubasi pada


suhu 37°C dalam waterbath
selama 10 menit.

Absorbansi dibaca
menggunakan fotometer
pada panjang gelombang
546 dengan metode
endpoint.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut adalah hasil praktikum pengukuran kadar albumin dalam serum menggunakan
fotometer program endpoint metode BCG dengan panjang gelombang 546nm:

Standart Sample 1 Sample 2

5 g/dL 4,0 g/dL 3,6 g/dL

Nilai normal albumin dalam serum :


- Dewasa: 3.5 – 5.2 g/dL
Berdasarkan hasil praktikum albumin dalam serum yang tertera pada tabel, dikatakan bahwa
kadar yang didapat masih dalam rentang nilai normal.

Sedangkan untuk presisinya dinyatakan dalam kofisien variasi (KV). Joyce (2007)
mengatakan bahwa semakin dekat nilai standart deviasi dengan 0 (nol) maka hasilnya akan semakin
baik. Rumus untuk menghitung presisi yakni:

a. Cari terlebih dahulu rata-ratanya:

𝑿𝟏+𝑿𝟐 𝟒,𝟎+𝟑,𝟔
𝑿= => 𝑿= =3,8
𝟐 𝟐

b. Standart Deviasi

√∑(𝐗𝟏 − 𝑿)𝟐 √∑(𝟒, 𝟎 − 𝟑, 𝟖)𝟐 + (𝟑, 𝟔 − 𝟑, 𝟖)𝟐


𝑺𝑫 = => 𝑺𝑫 =
𝐧−𝟏 𝟐−𝟏

SD = 0,08

c. Koefesien Variasi (KV)

𝐒𝐃 𝐗 𝟏𝟎𝟎% 𝟎,𝟎𝟖 𝐗 𝟏𝟎𝟎%


KV(%) = => =
𝐗 𝟑,𝟖

KV = 0,02%
Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa presisi antara sample pertama
dengan sample kedua sangat baik, karena nilai SD dan KV mendekati angka nol (0).

Gambar 3.1.1
Nilai standart hasil praktikum albumin

Gambar 3.1.2
Hasil sample pertama praktikum albumin

Gambar 3.1.3
Hasil sample kedua praktikum albumin
3.2 Pembahasan
Prinsip pemeriksaan kadar albumin yakni dengan penambahan Brom Cresol Green (BCG)
pada pH 4,1 dengan buffer sitrat, maka indikator yang semula berwarna kuning akan menjadi warna
hijau biru. Intensitas warna yang terbentuk akan sebanding dengan kadar albumin dalam sample
(Doumnas dan Peters, 2009).
Reaksi yang terjadi:

Menurut Mohri et al. (2006) sample yang dapat digunakan untuk uji albumin adalah plasma
heparin, plasma EDTA atau serum. Pada praktikum yang kami lakukan, sample yang digunakan
adalah serum. Serum adalah cairan bening yang dipisahkan dari sel-sel darah menggunakan sentrifus
dan sudah tidak mengandung fibrinogen. Namun untuk sample plasma heparin dan plasma EDTA
kurang dianjurkan, karena dapat mengakibatkan hasil pemeriksaan yang sedikit lebih rendah
daripada jika menggunakan serum.
Pemeriksaan albumin menggunakan panjang gelombang 546nm karena pada pengukuran
albumin terbentuk intersintas warna yakni hijau kebiruan, sehingga digunakan panjang
gelombang yang termasuk ke dalam daerah visible. Berdasarkan uji praktikum yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil absorbansi sample 1 adalah 4,0 g/dL dan absorbansi sample kedua adalah
3,6 g/dL, hal ini menunjukkan bahwa kadar albumin dalam sample serum probandus ada dalam
range nilai normal yakni 3.5 – 5.2 g/dL. Presisi antara sample pertama dengan sample kedua sangat
baik, karena nilai SD dan KV mendekati angka nol (0).

Pada pemeriksaan albumin tidak terdapat interferens bilirubin sampai kadar 40 mg/dL,
asam askorbat sampai kadar 30 mg/dL, lipemia sampai kadar 500 mg/dL, dan hemoglobin sampai
kadar 400 mg/dL. Jika didapatkan hasil terlampau tinggi pada kadar-kadar tersebut maka dapat
mengakibatkan hasil tinggi palsu pada pemeriksaan albumin.
BAB IV
KESIMPULAN

Albumin adalah protein dengan konsentrasi tertinggi dalam plasma manusia, larut dalam
air dan mengendap pada pemanasan. Pemeriksaan albumin digunakan sebagai uji fungsi
sintesis hati. Hipoalbuminemia yakni terjadi penurunan kadar albumin serum yang abnormal.
Hiperalbuminemia disebabkan oleh tubuh yang mengalami dehidrasi sehingga albumin
meningkat untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh. Kadar albumin dapat
dijadikan sebagai penanda perjalanan penyakit dalam tubuh.
Berdasarkan uji praktikum yang telah kami lakukan, didapatkan hasil absorbansi sample
1 adalah 4,0 g/dL sedangkan absorbansi sample kedua adalah 3,6 g/dL, hal ini menunjukkan
bahwa kadar albumin dalam sample serum probandus ada dalam range nilai normal yakni 3.5
– 5.2 g/dL. Presisi antara sample pertama dengan sample kedua sangat baik, karena nilai SD
dan KV mendekati angka nol (0).
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Doumas B. T., Peters, T. Jr. 2009. Origin of dye-binding methods for measuring serum albumin.
J Clin Chem. 55(3):583-584

Ilmiah, M., Anniwati, L., & Soehartini, S. (2018). Metode Bromcresol Green (Bcg) Dan
Bromcresol Purple (Bcp) Pada Sirosis Hati Yang Mendapat Infus Albumin. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 20(2), 73.
https://doi.org/10.24293/ijcpml.v20i2.1070

Indrawati, A., & Syarif, J. (2019). Gambaran Kadar Albumin Darah Pada Usia Lanjut Yang
Tinggal Di Jalan Bung Lorong 10 Kecamatan Tamalanrea Makassar. Jurnal Media
Laboran, 9(2), 44–48.

Kurdanti, W., Hadi, H., & Susetyowati, S. (2004). Hubungan antara Kadar Serum Albumin Awal
dengan Lama Rawat Inap dan Status Pulang Pasien Dewasa di Rumah Sakit. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia, 1(1), 19. https://doi.org/10.22146/ijcn.15356

Lipemik, S. (n.d.). Perbedaan Kadar Albumin pada Serum Lipemik dengan dan Tanpa
Penambahan FlokulanGgamma-Siklodekstrin Inkubasi 23°C. Poltekkes Kemenkes
Yogyakrta email : rizalimaulana97@gmail.com the differences of albumin levels on lipemic
serum with and without adding f

Mohri, M., Shakeri, S., Zadeh, L. 2006. Effects of Common Anticoagulant on Routine Plasma
Biochemistry of Cattle. Comp Clin Pathol 2007;16:207-209

Anda mungkin juga menyukai