Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK III

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

DISUSUN OLEH
NAMA : YULIUS ONTAHA
NIM : 18 3145 353 061
KELAS : 2018B

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hati adalah kelenjar terbesar yang ada dalam tubuh dan merupakan organ
yang paling sering mengalami kerusakan tetapi sekaligus memiliki cadangan
fungsional yang luar biasa (Retno, 2010).
Hati mempunyai fungsi yang sangat kompleks, detoksikasi merupakan salah
satu fungsi hati yang di kerjakan oleh enzim melalui mekanisme oksidasi,
reduksi, hidrolisis atau konjugasi. Setiap hari hati mensekresikan cairan empedu,
fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu terutama bilirubin terkonjugasi.
Kemampuan hati untuk mensekresikan empedu mempunyai beberapa manfaat
penting bagi tubuh dalam membantu pencernaan makanan, membantu ekskresi
zat yang tidak berguna bagi tubuh dan berfungsi dalam metabolisme bilirubin
(Retno, 2010).
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat
menggunakan darah, urin atau cairan tubuh lainnya. Terdapat banyak
pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati,
otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, pankreas, elektrolit. Pada saat ini
banyak jenis tes faal hati secara sederhana dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi beberapa mengenai jenis disfungsi hati, penandaan kolestasis.
Bilirubin direk gamma-GT, fosfatase alkali; penilaian faal sintesis: kadar
albumin serum, kadar prealbumin (transiretin), kolinesterase, masa protrombin;
Penandaan nekrosis hati: Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT),
Serum Glutamic Pyruvic Transminase (SGPT), LDH (Lactate Dehydrognase),
(Sulastri, 2016).
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloasetat transaminase.
Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (Aspartat
aminotransferase). SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat dihati,
melainkan juga terdapat diotot jantung, otak, ginjal dan otot-otot rangka (Eko
Bastiansyah 2008).
SGPT adalah singakatn dari serum glutamic pyruvic transaminase, sering
juga disebut dengan istilah ALT (Alanin Amintranferase). SGPT dianggap jauh
lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT
meninggi pada kerusakan liver kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT,
nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan ada 2-3 kali lebih
besar dari nilai normal (Eko Bastiansyah 2008).
Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT) atau Aspartate
Aminotranferase (AST) dan Serum Glutamic Pyruvic Transminase (SGPT) atau
Alanine Aminotransferase (ALT) adalah pemeriksaan yang menilai fungsi hati. Tes
SGOT dan SGPT sangat berguna sebagai indeks nekrosis sel hati, biasanya nilai tes-tes
tersebut akan meningkat sampai 10 kali nilai normal atau lebih pada nekrosis sel hati.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan SGOT dan SGPT adalah UV-test akording
untuk IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine),
(Sulastri, 2016).
Pemeriksaan aktivitas SGOT dan SGPT menggunaan serum darah
seringkali mendapatkan kesulitan karena volume darah yang tidak mencukupi
atau kondisi serum yang lisis akibat pengambilan yang kurang tepat. Kondisi
sampel yang tidak baik tentu akan mempengaruhi hasil pemeriksaan, oleh karena
itu apabila hal itu terjadi, pemeriksaan SGOT dan SGPT dapat menggunakan
sampel plasma EDTA. Penggunaan plasma lebih disukai karena menghemat
waktu yaitu sampel plasma dapat disentrifuge langsung tanpa menunggu sampel
menggumpal dan tidak seperti serum, perlu menunggu sampai koagulasi selesai
dengan volume minimal darah lebih sedikit dan yang diperlukan untuk
pembuatan plasma (Sulastri, 2016).
Oleh karena itu, kami meakukan praktikum pemeriksaan SGOT dan SGPT
ini ialah untuk mengetahui perbandingan nilai aktivitas enzim SGOT dan SGPT
dengan menggunakan sampel serum.
I.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Praktikum
Adapun maksud dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui
pemeriksaan SGOT dan SGPT dalam serum serta menginterpretasikan
kemungkinan penyakit yang di derita.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menetukan nilai
kadar SGOT dan SGPT dalam serum darah dengan metode Modifikasi
IFCC, Kinetic.
I.3 Prinsip Percobaan
I.3.1 Pemeriksaan SGOT
AST mengkatalis transfer gugus amino dari L-Aspartate ke α-
Ketoglutarate menjadi Oxalacetate dan L-Glutamate. Oxalacetate
selanjutnya mengalami reduksi dan terjadi oksidasi NADH menjadi NAD+
dengan bantuan enzim Malate Dehydrogenase (MDH). Hasil penurunan
absorbans pada panjang gelombang 340 nm sesuai dengan aktivitas AST.
Lactate Dehydrogenase (LDH) ditambahkan untuk mencegah gangguan
dari piruvat endogen yang berasal dari serum.
I.3.2 Pemeriksaan SGPT
AST mengkatalis transfer gugus amino dari L-Alanin ke α-
Ketoglutarate menjadi piruvat selanjutnya mengalami reduksi dan terjadi
oksidasi NADH menjadi NAD+ dengan bantuan enzim Lactate
Dehydrogenase. Penurunan serapan pada panjang gelombang 340 nm sesuai
dengan aktivitas ALT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepar atau hati merupakan organ atau kelenjar terbesar di dalam tubuh
(Wibowo & Paryana, 2009), memiliki berat sekitar 1-2,3 kg (Waugh & Grant,
2011) atau sekitar 2,5% dari berat badan (Moore & Dalley, 2006). Hepar memiliki
struktur yang halus, lunak dan lentur, serta terletak di bagian atas rongga abdomen
yang menempati bagian terbesar regio hipokondrium (Waugh & Grant, 2011; Snell,
2012). Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis kanan dan diaphragma
setengah bagian kanan, memisahkan hepar dari pleura, paru-paru, perikardium dan
jantung (Moore & Dalley, 2006). Hepar merupakan organ yang mudah diraba
dengan melakukan palpasi dinding abdomen di bawah arcus costalis kanan, yaitu
dengan memeriksa pada waktu inspirasi dalam sehingga tepi bawah hepar dapat
teraba (Meutia, 2018).

Gambar 2.1. Hepar Tampak Anterior dan Permukaan Posterior (Netter, 2003): (Meutia,
2018).
Hati berfungsi sebagai factor biokimia utama dalam tubuh, tempat
metabolism banyak zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum
operasi terencana (David C, 1995).
Hati memiliki banyak fungsi yang kompleks dan beragam, fungsi hati
adalah sebagai filter semua darah yang datang dari usus melalui vena porta,
kemudian menyimpanya dan mengubah bahan-bahan makanan yang diterima vena
porta. Selanjutnya, bahan-bahan makanan tersebut dikirim ke dalam darah sesuai
dengan kebutuhan. Hati juga akan menjaga kebutuhan organ dalam tubuh,
khususnya otak, terhadap zat-zat racun yang tak terelakan diabsorpsi melalui usus
(detoksifikasi), misalnya amonia dari usus yang merupakan zat sangat beracun.
Bakteri dan protein bakteri yang memasuki sistem vena porta melalui dinding usus
akan dimakan oleh sel-sel Kuffer dalam hati. Hal ini perlu dilakukan, terutama
untuk endoktosin yang berbahaya dari bakteri E. Coli (Ardi dan Ari, 2012).
Pemeriksaan fungsi hati merupakan salah satu pemeriksaan kimia klinik
yang sering di minta oleh dokter. Hal ini di karenakan peran hati sebagai organ
tubuh yang penting dan merupakan organ pusat metabolisme. Hati menerima
pasokan darah dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatica dan menampung aliran
darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorpsi di usus
(Hasni, dkk. 2018).
Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati
termasuk dalam golongan aminotransferase. Pada penyakit hati kadar SGOT
(Serum Glutamic Oxalacetic Transminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transminase) dalam serum cenderung berubah sejajar. Jika sel hati mengalami
kerusakan, maka enzimenzim itu yang dalam keadaan normal terdapat didalam sel
dan masuk kedalam peredaran darah. Semakin banyak sel-sel hati yang rusak maka
semakin tinggi pula kadar SGOT atau SGPT yang terukur didalam darah (Hasni,
dkk. 2018).
Kerusakan hati sebagian pada kebanyakan kasus sel yang mati atau sakit,
maka akan diganti dengan jaringan hati yang baru. Radang hati merupakan penyakit
mematikan yang menyerang hati, dimana hati berfungi sebagai organ vital pusat
metabolisme dan detoksifikasi racun yang sangat penting bagi tubuh. Radang hati
juga disebabkan dari pola hidup yang tidak sehat, seperti: aktifitas yang berat tanpa
di imbangi istirahat yang cukup, olahraga berlebihan (Novita dan Riski, 2019).
Riwayat alkoholisme, terutama masa minum berlebihan belakangan ini
harus mendorong pemeriksaan cedera sel hati. Pasien harus ditanyakan tentang
ikterus, perdarahan intestinalis atas atau masalah perdarahan selama operasi
terdahulu. Gambaran fiisik fisik penyakit hati meliputi gejala sisa alkoholisme
kronik seperti asites, ikterus, telangiektasia, eritamia palmaris, hepatomegaly, dan
ginekomastia. Gambaran klinik yang menunjukan insufisensi hati dapat ditentukan
jumlahnya melalui pemeriksaan laboratorium (David C, 1995).
Jenis-jenis penyakit hati antara lain yaitu Hepatitis, Liver, Sirosis, Kanker
Hati, Jaundice (penyakit kuning), Kegagalan Hati, Kolangitis, Leptospirosis dan
Abses Hati. Penyakit-penyakit hati akut akan banyak mempengaruhi fungs-fungsi
hati, penyakit tesebut dapat diketahui dari gejala klinis maupun fisik yang timbul
pada diri pasien, gejala klinis dapat diketahui dari apa yang dirasakan oleh pasien,
sedangkan gejala fisik dapat diketahui dari keadaan tubuh pasien. Oleh karena itu,
gejala-gejala yang timbul pada kerusakan hati akut menjadi kompleks, sehingga
seorang pakar penyakit dalam terkadang mengalami kesulitan dalam menentukan
jenis penyakit yang diderita oleh pasien, karena adanya beberapa gejala-gejala yang
mirip pada beberapa penyakit. Seorang pakar pada suatu ketika bisa saja melakukan
kesalahan yang mungkin salah satunya melakukan kesalahan pada hasil diagnosa
dikarenakan keterbatasan daya ingat dan faktor usia pakar/dokter yang bisa
berlanjut pada kesalahan dalam mengambil solusi penanganan penyakit yang
diderita oleh pasien (Ardi dan Ari, 2012).
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu
enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam
konsentrasi sedang pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Saat terjadi cedera
terutama pada sel-sel hati dan otot jantung, enzim ini akan dilepaskan ke dalam
darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda adanya gangguan pada
hati dan jantung. Pada perokok aktif, dapat terjadi peningkatan kadar serum SGOT
dalam darah. Menurut Saranya10 merokok menyebabkan terjadinya peroksidasi
lipid yang merusak membran biologis pada hati dan jantung. Lain halnya dengan
Wannamethee dan Shaper dalam penelitiannya terhadap perokok yang berusia 40-
59 tahun menemukan bahwa merokok tidak menyebabkan kerusakan hati, namun
hanya meningkatkan efek alkohol pada cedera sel hati pada peminum berat (Vania,
dkk. 2016)
Pemerikasaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
hati pada saat selesai aktivitas fisik, menentukan diagnosis, mengetahui berat
ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan penilaian hasil
npengobatan. Pengukuran kadar aminotranferase sebagai tes fungsi hati.
Peningkatan enzim aminotranferase (SGOT dan SGPT), biasanya mengarah pada
perlukaan hepatoselular atau inflamasi (Novita dan Riski, 2019).
(Wening dkk, 2008) Nilai Normal untuk masing-masing Pemeriksaan
Laboratorium

Parameter Biokimia Hati Rentang Nilai Normal

Bilirubin total 2-20 mmol/L

Bilirubin direk (terkonjugasi) 1,7-5,1 mmol/L

Bilirubin indirek 1,7-17,1 mmol/L

AST/SGOT ≥ 37 U/L (pria) ≥ 31 U/L (wanita)

ALT/SGPT ≥ 42 U/L (pria) ≥ 32 U/L (wanita)

ALP 53 – 128 U/L (pria) 49-98 U/L (wanita)

Gamma glutamit transferase 0-45 IU/L (rata-rata dewasa)


(GGT) 5
10-80 IU/L (pria)

5-25 IU/L (wanita)

Albumin 3,8-5,1 g/Dl

Waktu protombin 10-14 detik

Peningkatan SGOT dan SGPT mengindikasikan adanya kerusakan sel-sel


hepar dibandingkan dengan enzim hepar lainnya, karena kedua enzim ini meningkat
terlebih dahulu dan meningkat drastis bila dibandingkan dengan enzim-enzim lain
ketika kerusakan sel-sel hepar. SGOT secara alami diberbagai jaringan termasuk
hati, jantung, otot, ginjal dan otak. Enzim ini dalam waktu kerusakan masing-
masing jaringan ini masuk ke dalam darah. Meskipun SGPT secara alami
ditemukan dalam hati, namun kerusakan sel hati enzim ini memasuki dalam darah
(Novita dan Riski, 2019).
Enzim transaminase meliputi enzim alanine transaminase (ALT) atau serum
glutamate piruvattransferase (SGPT) dan aspartate transaminase (AST) atau serum
glutamate oxaloacetate transferase (SGOT). Pengukuran aktivitas SGPT dan SGOT
serum dapat menunjukkan adanya kelainan sel hati tertentu, meskipun bukan
merupakan uji fungsi hati sebenarnya pengukuran aktivitas enzim ini tetap diakui
sebagi uji fungsi hati. 2-4 Enzim ALT/SGPT terdapat pada sel hati, jantung, otot
dan ginjal.Porsi terbesar ditemukan pada sel hati yang terletak di sitoplasma sel hati.
AST/SGOT terdapat di dalam sel jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, pankreas,
limpa dan paru. Kadar tertinggi terdapat did alam sel jantung. AST 30% terdapat di
dalam sitoplasma sel hati dan 70% terdapat di dalam mitokondria sel hati.
Tingginya kadar AST/SGOT berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel.
SGOT dalam waktu 12 jam dan tetap bertahan dalam darah selama 5 hari.
Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau kerusakan
dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati
(hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak spesifik
untuk kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/L
dapat dijumpai pada penyakit hati akibat virus, iskemik hati yang disebabkan
hipotensi lama atau gagal jantung akut, dan keruskan hati akibat obat atau zat
toksin. Rasio De Ritis AST/ALT dapat digunkan untuk membantu melihat beratnya
kerusakan sel hati. Pada peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan
terjadi kebocoran membran sel sehingga isi sitoplasma keluar menyebabkan ALT
meningkat lebih tinggi dibandingkan AST dengan rasio AST/ALT 0,8 yang
menandakan keruskan hati berat atau kronis (Azma Rosida, 2016).
SGOT dan SGPT ini dipengaruhi oleh enzim-enzim yang mengkatalisi
pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam
alfa-keto yang disebut aminotransferase atau transaminase.Enzim dipengaruhi oleh
suhu, pH, inhibitor, dan waktu, penentuan spesimen juga harus diperhatikan agar
mendapatkan hasil yang akurat (Sulastri, 2016).
BAB III
METODE KERJA
III.1 Pemeriksaan SGOT
III.1.1 Metode: Modifikasi IFCC, Kinetic
III.1.2 Alat dan bahan :
Fotometer, spoit, swab alkohol, tabung EDTA, Tabung reaksi, Rak
tabung, Mikropipet, Tip, Sentrifuge, aquadest, gelas kimia, stopwatch,,
AST (SGOT) Liquid.
III.1.3 Penyiapan serum
Pertama-tama Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dimasukan darah ke dalam tabung sentrifuge. Lalu
disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 1000 rpm. Diambil serum
darah dengan perlahan-lahan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
III.1.4 Pembuatan larutan standar :
Di campurkan 5 bagian R1 dengan 1 bagian R2 hingga homogen.
Larutan ini stabil selama 14 hari pada suhu 2- 80C atau 48 jam pada
suhu kamar (18-300C). Absorbansi larutan kerja harus >0,800AU
terhadap aquabidest pada λ = 340 nm
III.1.5 Pengukuran absorban sampel
Pertama – pertama Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dipipet 100 µL sampel serum ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1000 µL larutan kerja, lalu homogenkan. Setelah itu
Diinkubasi selama 60 detik pada suhu 37 °C. Kemudian di ukur
absorbansi sampel dengan fotometer dengan panjang gelombang:
340nm.
Cara melakukan pengukuran dengan fotometer yaitu pertama pilih
menu utama kemudian pilih parameter pemeriksaan, kemudian set nol,
kemudian serap aquadest dengan menekan tombol pada fotometer,
selanjutnya dibaca blanko, selanjutnya pilih standar, kemudian pilih
test, dan terakhir dibaca hasil.
III.2 Pemeriksaan SGPT
III.2.1 Metode: Modifikasi IFCC, Kinetic
III.2.2 Alat dan bahan :
Fotometer, spoit, swab alkohol, tabung EDTA, Tabung reaksi, Rak
tabung, Mikropipet, Tip, Sentrifuge, aquadest, gelas kimia, stopwatch,
AST (SGPT) Liquid.
III.2.3 Penyiapan serum
Pertama-tama Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dimasukan darah ke dalam tabung sentrifuge. Lalu
disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 1000 rpm. Diambil serum
darah dengan perlahan-lahan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
III.2.4 Pembuatan larutan kerja:
Di campurkan 5 bagian R1 dengan 1 bagian R2 hingga homogen.
Larutan ini stabil selama 14 hari pada suhu 2- 80C atau 48 jam pada
suhu kamar (18-300C). Absorbansi larutan kerja harus >0,800AU
terhadap aquabidest pada λ = 340 nm
III.2.5 Pengukuran absorban sampel
Pertama – pertama Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dipipet 100 µL sampel serum ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1000 µL larutan kerja, lalu homogenkan. Setelah itu
Diinkubasi selama 60 detik pada suhu 37 °C. Kemudian di ukur
absorbansi sampel dengan fotometer dengan panjang gelombang:
340nm.
Cara melakukan pengukuran dengan fotometer yaitu pertama pilih
menu utama kemudian pilih parameter pemeriksaan, kemudian set nol,
kemudian serap aquadest dengan menekan tombol pada fotometer,
selanjutnya dibaca blanko, selanjutnya pilih standar, kemudian pilih
test, dan terakhir dibaca hasil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Praktikum
IV.1.1Tabel Hasil
Kelompok Pemeriksaan Hasil
SGOT 19 U/L (Normal)
Kelompok I
SGPT 7 U/L (Normal)
SGOT 26 U/L (Normal)
Kelompok II
SGPT 10 U/L (Normal)
SGOT 24 U/L (Normal)
Kelompok III
SGPT 13 U/L (Normal)
IV.1.2 Gambar hasil

Hasil Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


SGOT Kelompok I SGPT Kelompok I

Hasil Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


SGOT Kelompok II SGPT Kelompok II

Hasil Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


SGOT Kelompok III SGPT Kelompok III
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum Kimia Klinik III kali ini, Kami melakukan pemeriksaan
SGOT (Serum Glutamic Oxalacetic Transminase) dan SGPT (Serum Glutamic
Pyruvic Transminase) yaitu salah satu pemeriksaan fungsi hati untuk
mengetahui kondisi organ hati apakah mengalami kerusakan atau berfungsi
normal.
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga
dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada
otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah,
kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan
ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10
jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST
akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar
SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya,
seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati,
kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu
yang lama
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan
ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim
ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka.
Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada
kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat
sebaliknya.
Pada pemeriksaan SGOT dan SGPT langkah pertama yang dilakukan
ialah pembuatan serum dengan cara pertama-tama disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Kemudian dimasukan darah ke dalam tabung sentrifuge.
Lalu disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 1000 rpm. Diambil serum
darah dengan perlahan-lahan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Serum
digunakan sebagai sampel yang akan diperiksa. Adapun alasan darah
disentrifuge adalah untuk memisahkan antara serum (lapisan atas) dan plasma
(lapisan bawah). Alasan digunakannya serum yaitu karena serum tidak lagi
mengandung fibrinogen, dimana fibrinogen ini terdapat pada plasma dan dapat
mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5 %. Dan alasan diinkubasi
yaitu agar seluruh reagen dapat bereaksi sempurna dengan sampel.
Kemudian langkah kedua yaitu pembuatan larutan kerja dari reagen
SGOT dan SGPT yang tersedia berupa R1 dan R2 dengan cara di campurkan 5
bagian R1 dengan 1 bagian R2 hingga homogen. Larutan ini stabil selama 14
hari pada suhu 2- 80C atau 48 jam pada suhu kamar (18-300C). Absorbansi
larutan kerja harus >0,800AU terhadap aquabidest pada λ = 340 nm. Larutan
kerja digunakan karena merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran
SGOT. Pembuatan larutan kerja dilakukan untuk masing masing pemeriksaan
yaitu pemeriksaan SGOT dan SGPT dengan menggunakan petunjuk pada insert
kit pada masing masing reagen.
Kemudian langkah selanjutnya yaitu pengukuran absorban sampel
SGOT dengan cara pertama – pertama dipipet 100 µL sampel serum ke dalam
tabung reaksi yang berkode SGOT test, kemudian ditambahkan 1000 µL larutan
kerja yang telah dibuat lalu dihomogenkan. Pencampuran sampel dan larutan
kerja berfungsi agar terjadi reaksi kinetik enzimatis yaitu mengkatalisis reaksi
antara asam aspartat dengan asam alfa-ketoglutamat. Setelah itu diinkubasi
selama 60 detik pada suhu 37 °C. Inkubasi berfungsi untuk pengoptimalan
reaksi enzimatis pada reaksi sampel dan larutan kerja. Kemudian di ukur
absorbansi sampel dengan fotometer dengan panjang gelombang: 340nm
`dengan cara yaitu pertama pilih menu utama kemudian pilih parameter
pemeriksaan, kemudian set nol, kemudian serap aquadest dengan menekan
tombol pada fotometer, selanjutnya dibaca blanko, selanjutnya pilih standar,
kemudian pilih test, dan terakhir dibaca hasil.
Kemudian langkah selanjutnya yaitu pengukuran absorban sampel SGPT
dengan cara pertama – pertama dipipet 100 µL sampel serum ke dalam tabung
reaksi yang berkode SGPT test, kemudian ditambahkan 1000 µL larutan kerja
yang telah dibuat lalu dihomogenkan. Pencampuran sampel dan larutan kerja
berfungsi agar terjadi reaksi kinetik enzimatis yaitu mengkatalisis transfer
gugus amino dari L-alanine ke α-ketoglutarat. Setelah itu diinkubasi selama 60
detik pada suhu 37 °C. Inkubasi berfungsi untuk pengoptimalan reaksi
enzimatis pada reaksi sampel dan larutan kerja. Kemudian di ukur absorbansi
sampel dengan fotometer dengan panjang gelombang: 340nm dengan cara yaitu
pertama pilih menu utama kemudian pilih parameter pemeriksaan, kemudian
set nol, kemudian serap aquadest dengan menekan tombol pada fotometer,
selanjutnya dibaca blanko, selanjutnya pilih standar, kemudian pilih test, dan
terakhir dibaca hasil.
Pada pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxalacetic Transminase),
didapatkan hasil pada kelompok I yaitu 19 U/L (Normal), pada kelompok II
didapatkan hasil yaitu 26 U/L (Normal), dan pada kelompok III didapatkan hasil
yaitu 24 U/L. Hasil yang didapatkan berdasarkan pengukuran absorban dengan
alat fotometer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST untuk suhu 37oC adalah <40
IU/L.
Pada pemeriksaan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase),
didapatkan hasil pada kelompok I yaitu 7 U/L (Normal), pada kelompok II
didapatkan hasil yaitu 10 U/L (Normal), dan pada kelompok III didapatkan
hasil yaitu 13 U/L. Hasil yang didapatkan berdasarkan pengukuran absorban
dengan alat fotometer dengan panjang gelombang 340nm. Nilai rujukan untuk
SGPT/ALT untuk suhu 37oC adalah <38 IU/L.
Adapun faktor kesalahan dari interpretasi hasil yaitu ketidaksesuaian
atau ketidaktepatan dalam pengukuran sampel dan reagennya. Adapun
kemungkinan yang terjadi pada saat darah disentrifuge dengan tidak sengaja
pecah sehingga serumnya menjadi rusak, Selain itu kurang terpisahnya antara
serum dan plasma hasil sentifuge, dan juga lamanya waktu inkubasi.
Peningkatan kadar SGOT biasa di sebabkan oleh beberapa kondisi
seperti gagal hati, infeksi virus, Perlemakan hati, Konsumsi alkohol yang
berlebihan. Sedangkan peningkatan SGPT disebabkan oleh Sedang
mengonsumsi obat-obat tertentu, seperti statin yang berfungsi untuk
mengendalikan kolesterol. Mengonsumsi alkohol, mengalami hepatitis B,
mengalami hepatitis C, sirosis. Sebenarnya, tidak ada perbedaan mendasar
terhadap kedua enzim ini. Keduanya sama-sama memiliki tugas yang sama,
yaitu membantu mencerna protein dalam tubuh. Kedua enzim ini sering kali
dianggap sebagai enzim hati, sehingga bila kadarnya tinggi, dicurigai terdapat
gangguan fungsi hati. Meski begitu, tingginya kadar kedua enzim ini tidak
selalu menandakan gangguan fungsi hati. Dengan kata lain, gangguan hati
bukanlah satu-satunya penyebab meningkatnya enzim tersebut.
BAB V
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxalacetic
Transminase) dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan yaitu
kelompok satu diperoleh hasil yaitu 19 U/L, pada kelompok II diperoleh
hasil yaitu 26 U/L, dan pada kelompok III diperoleh hasil yaitu 24 U/L.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan kadar SGOT semua
kelompok normal karena masih dalam range nilai rujukan.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase) dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan yaitu
kelompok satu diperoleh hasil yaitu 7 U/L, pada kelompok II diperoleh
hasil yaitu 10 U/L, dan pada kelompok III diperoleh hasil yaitu 13 U/L.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan kadar SGOT semua
kelompok normal karena masih dalam range nilai rujukan.
IV.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum, mahasiswa dapat memahami
apa saja prinsip dan cara pengerjaan yang akan dilakukan agar tidak ada
kesalahan atau hasil yang tidak akurat. Dan sebaiknya kedepanya kita bisa
dapat menggunakan metode metode lain dalam pemeriksaan kimia klinik agar
lebih menambah pengetahuan dan wawasan praktikan dalam pemeriksaan
khususnya pemeriksaan SGOT dan SGPT.
DAFTAR PUSTAKA
Bastiansyah Eko.2008. Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakarta:
Penebar Plus.
Bijanti Retno. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteiner. Universitas Airlangga

Harahap Novita S dan Pranata Riski. 2019. Pengaruh Aktifitas Fisik Continuous
Running Dan Interval Running Terhadap Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT). Medan: Fakultas ilmu Kesehatan - Universitas Negeri Medan.
Vol 3, No 1. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/

Hasni, dkk. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt Pada Penghirup
Lem Di Jalan Abdul Kadir Kota Makassar. Makassar: Universitas
Indonesia Timur. Vol 8, No 2. https://uit.e-journal.id/MedLAb/article

Lomanorek Vania Y, dkk. 2016. Gambaran Kadar Serum Serum Glutamic


Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Pada Perokok Aktif Usia > 40
Tahun. Manado: Universitas Sam Ratulangi. Vol 4, No 1.
https://media.neliti.com/media/publications/

Maulina Meutia. 2018. Zat-zat yang mempengaruhi Histopatologi Hevar. Jakata :


Unimal Press.

Pujiyanta Ardi dan Pujiantoro Ari. 2012. Sistem Pakar Penentuan Jenis Penyakit
Hati Dengan Metode Inferensi Fuzzy Tsukamoto. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan. Vol 6, No 7.

Rosida Azma . 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Banjarmasin:


Universitas Lambung Mangkurat. Vol 12, No 1.
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.

Sabiston David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Sari Wening, dkk. 2008. Care Yourself Hepatitis. Jakarta: Penebar Plus

Sulastri. 2016. Perbandingan Aktivitas Enzim SGOT dan SGPT Terhadap Sampel
Serum dan Plasma EDTA. Jurnal Medika: http://jurnal.stikeswhs.ac.id/
LAMPIRAN BUKTI BUKU
LAMPIRAN BUKTI JOURNAL

Anda mungkin juga menyukai