Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

“ PEMERIKSAAN BILIRUBIN “

OLEH

KELOMPOK II

MERLIN BERTHA KOLIBONSO


15 3145 453 019

Program Studi DIII Analis Kesehatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Rezky Makassar

Tahun Akademik 2016 / 2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Delapan puluh persen dari semua bilirubin yang berasal dari metabolisme
hemoglobin dilepaskan dari sel-sel darah merah makin uzur. Hemoglobin
dilepaskan dari sel darah merah akan diubah ke unconjugated (juga disebut tidak
langsung) bilirubin dalam sistem reticuloendothelial. Produksi harian
unconjugated bilirubin 250-350 mg. Karena ini adalah air bilirubin tidak larut, hal
itu harus diangkut ke hati terikat dengan albumin. Beredar paruh unconjugated
bilirubin yang <5 menit.  Dalam hati, bilirubin unconjugated ditransfer dari
albumin ke hepatosit mana ia dikonjugasikan dengan asam glucuronic.
Conjugated bilirubin (juga disebut langsung) kemudian dibuang dalam empedu
dan diangkut ke usus. Conjugated bilirubin pada dasarnya tidak ada dari darah
orang yang sehat. Dalam ileum distal dan kolon, bakteri rahasia conjugated
bilirubin untuk stercobilinogen. Sebagian kecil adalah portal diserap ke sirkulasi
dan diekskresikan dalam urin sebagai urobilinogen. Jalur metabolisme ini account
untuk terdeteksi bilirubin dalam plasma yang sehat individu.
Bilirubin adalah salah satu hasil dari agregasi sel darah merah. Bilirubin
ada dua macam: bilirubin direk dan bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk terjadi di hati (hepar). Dengan melihat hasil
laboratorium bilirubin direk dan indirek, kita bisa memperkirakan di mana letak
kelainannya. Bila bilirubin indirek yang meningkat, maka kelainannya terletak pre
hepatal (sebelum masuk dan di metabolisme di hepar). Kasus ini misalnya pada
kelainan darah, yaitu adanya penghancuran sel-sel darah yang meningkat. Atau
karena penyebab intra hepatal, contohnya pada kasus hepatitis, yaitu peradangan
pada jaringan hati dengan berbagai sebab, misalnya karena virus, bakteri, dan zat
kimia. Adanya peradangan menggangu tugas hati untuk mengubah bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk. Bila bilirubin direk yang meningkat maka
penyebabnya post hepatal, yaitu bendungan pada saluran empedu. Saluran
empedu ini akan membuang bilirubin ke dalam usus dan akan dikeluarkan dari
tubuh melalui feses.
Bilirubin terdiri dari rantai terbuka empat Pirola-seperti cincin
(tetrapyrrole). Dalam heme, sebaliknya, empat cincin yang terhubung ke cincin
yang lebih besar, yang disebut porfirin cincin. Bilirubin yang sangat mirip dengan
pigmen phycobilin digunakan oleh ganggang tertentu untuk menangkap energi
cahaya, dan pada pigmen Fitokrom digunakan oleh tanaman untuk merasakan
cahaya. Semua ini mengandung rantai terbuka empat pyrrolic berdering.
Timbunan bilirubin (zat/komponen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit akan membuat kulit bayi
terlihat kuning. Perlu diketahui, pada saat masih dalam kandungan, janin
membutuhkan sel darah merah yang sangat banyak karena paru-parunya belum
berfungsi. Sel darah merah inilah yang bertugas mengangkut oksigen dan nutrien
dari ibu ke janin melalui plasenta. Nah, sesudah ia lahir, paru-parunya berfungsi,
sehingga sel darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan.
Bilirubin alias pecahan hemoglobin ini bermacam-macam sifatnya, ada
yang indirect, direct, dan bebas. Yang indirect atau belum diolah adalah bilirubin
yang terikat albumin sebagai zat pengangkutnya. Ia akan dibawa ke hati untuk
diproses menjadi bilirubin direct. Bilirubin direct ini lalu disimpan di kantong
empedu. Namun demikian, kadang tidak semua hasil pemecahan hemoglobin bisa
diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bagian yang tidak terangkut inilah yang
disebut bilirubin bebas.
B. Maksud percobaan
Untuk memahami dan mempelajari cara pemeriksaan bilirubin total dan
bilirubin direk.
C. Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi
kelainan pada fungsi hati dengan melihat kadar bilirubin total dan bilirubin direk.
D. Prinsip Percobaan
a. Bilirubin total
Mengidentifikasi adanya kelainan fungsi hati dengan pemeriksaan
bilirubin total dengan penambahan reagen bilirubin total dimana asam
sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic 
acid (DSA) yang akan bereaksi dengan bilirubin dan accelator membentuk zat
warna azo.
b. Bilirubin direct
Mengidentifikasi adanya kelainan fungsi hati dengan pemeriksaan
bilirubin direct dengan penambahan reagen bilirubin direct dimana asam
sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic
acid (DSA) yang akan berikatan dengan bilirubin dan membentuk direct
azobilirubin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hati
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis
tubuh yang meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan
imunologi. Dari sudut pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar
dari sistem intestinal dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat
badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga IX kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari
sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan
ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2
kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu
di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah
daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena
kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi
dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang
terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati
menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi
relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi.
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam
lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-
kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya
terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang
lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat
dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam
lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang
dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).
Bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang
disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-
cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika
akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di
antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih
besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah.Ada
beberapa fungsi hati yaitu :
Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus
halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi
glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena
proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya
hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan
dalam siklus krebs).
Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
`Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak 
dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid.
Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non
nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan
∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product
metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di
limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin
mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000 .
Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V,
VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah
faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah
faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan
faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi
Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam
bahan seperti zat racun, obat over dosis.
Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai
bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sebagai imun livers mechanism.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.
Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
Faal Hati merupakan pusat berbagai proses metabolisme, hal ini
dimungkinkan sebab hati menerima darah baik dari sirkulasi system dan juga dari
system porta.
Jaringan hati tersusun dari sel parenkim (60%), sel system fagosotik
monosit-makrofag (lebih dikenal sebagai  Reticulo-Endothelial Sytem, RES)
yaitu sel-sel kupffer (30%),  dan sisanya adalah jaringan vaskuler, saluran empedu
dan jaringan penunjang. Sel-sel hati berderet radialis dipisahkan oleh sinusoid
dengan sel-sel kupfer pada dindingnya.
B. Katabolisme Heme
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom
sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier.
Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi
ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang
dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon
jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan
direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai
metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk
pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar
merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg
bilirubin. Pada orang dewasa dibentuk sekitar 250–350 mg bilirubin per hari,
yang dapat berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak
efekif dan pemecahan hemprotein lainnya..
Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut
dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh
albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang
dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat
longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi ke jaringan.
Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan
dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme
ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat
dalam membran, bersaing dengan vitamin E.
Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnyaBilirubin nonpolar (I/indirek) akan menetap dalam
sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II/direk). Hepatosit akan mengubah
bilirubin menjadi bentuk larut (II/direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah
ke dalam kandung empedu.
Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang
dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin
glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym
glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma.
Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu
berada dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).
C. Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di
samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma
menuju hati.
Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan
asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk  diglukoronida dapat juga dalam
bentuk bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. terkonjugasi
dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier.
Bilirubin berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke
seluruh tubuh. Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak
terkonjujgasi. Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi
sebagai berikut :
1. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi
2. Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin glukuronida
3. Pengangkutan dan ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu untuk
dikeluarkan dari tubuh
Konjugasi intrasel asam glukoronat ke dua tempat di molekul bilirubin
menyebabkan bilirubin bermuatan negatif, sehingga bilirubin terkonjugasi ini
larut dalam fase air. Apabila terjadi obstruksi atau kegagalan lain untuk
mengekskresikan bilirubin terkonjugasi ini zat ini akan masuk kembali ke dan
tertimbun dalam sirkulasi.
Selain bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon mengubah bilirubin
menjadi urobilinogen yaitu beberapa senyawa tidak berwarna yang kemudian
mengalami oksidasi menjadi pigmen coklat urobilin. Urobilin diekskresikan
dalam feses tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui usus, dan melalui
sirkulasi portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam empedu. Karena larut
air, urobilinogen juga dapat keluar melalui urin apabila mencapai ginjal.
Pembentukan bilirubin
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan
berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr
per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh
limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam
aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom
sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+
yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon
jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan
direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai
metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk
pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar
merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan
biliverdin. Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg
bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal
dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan
pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah
bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat
nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya
lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang
melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke
jaringan. Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika
tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi
bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu.
Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan
dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase. Hati
mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat
terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,
memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama
akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang
kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua.
Metabolisme Bilirubin
Hati merupakan organ terbesar, terletak di kuadran kanan atas rongga
abdomen. Hati melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda dan trgantung
pada sistem darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat  khusus. Hati tertutupi
kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul glisson berisi pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap
lobus tersusun atas unit-unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel
hati, disebut hepatosit yang menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan jaringan hati
mudah mengalami regenerasi.
Hati menerima darah dari 2 sumber, yaitu arteri hepatika (banyak
mengandung oksigen) yang mengalirkan darah ±500 ml/mnt dan vena porta
(kurang kandungan oksigen tapi kaya zat gizi, dan mungkin berisi zat toksik dan
bakteri) yang menerima darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa;
mengalirkan darah ±1000 ml/mnt. Kedua sumber tersebut mengalir ke kapiler hati
yang disebut sinusoid lalu diteruskan ke vena sentralis ditiap lobulus. Dan dari
semua lobulus ke vena hepatika berlanjut ke vena kava inferior. Tekanan darah di
sistem porta hepatika sangat rendah, ±3 mmHg dan di vena kava hampir 0 mmHg.
Karena tidak ada resistensi aliran melalui vena porta dan vena kava sehingga
darah mudah masuk dan keluar hati. Hati menjalankan berbagai macam fungsi
terutama metabolisme, baik anabolisme atau katabolisme molekul-molekul
makanan dasar (gula, asam lemak, asam amino) dilakukan oleh sel-sel hati.
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam
lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % ) terbentuk
dari proses katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran eritrosit oleh RES
di limpa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 % dari bilirubin berasal
dari sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor pirol dan lisis eritrosit muda.
Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa, eritrosit dihancurkan setiap jam.
Dengan demikian bila hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, bagian protein
globin dapat dipakai kembali baik sebagai protein globin maupun dalam bentuk
asam- asam aminonya.
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh
enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim
bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut air, bilirubin
yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam plasma.
Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan mengkonjugasikannya
dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam air. Bilirubin yang larut
dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus .
Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang tak
berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang
berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi
sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati.
Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu.
Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen
masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urin.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1.    Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2.    Konjugasi bilirubin
3.    Sekresi bilirubin ke dalam empedu.
Macam dan sifat bilirubin
a. Bilirubin terkonjugasi /direk
Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut
dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau
bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin
intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent
(benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran
empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam
tinja dan urin dengan hasil negatif.
b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin
bebas yang terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga
untuk memudahkan bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur
dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu
dinamakan bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai
arti dalam diagnosis penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat
gangguan dari delivery bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini
disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi
maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan dengan
chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia.
Peningkatan yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau
eritropoesis yang tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik
yaitu gambaran apusan darah tepi yang abnormal,umur eritrosit yang pendek.
Pembentukan urobilin
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa
oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak
berwarna.
Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal
dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna
kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi
oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.
Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein,
terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing
dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat
mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan
diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport
berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar.
Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi.
Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.
Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar
sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2
molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil
transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama
terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam
glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat
diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.
Ekskresi bilirubin kedalam empedu
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting
enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan
sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi
akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-
glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi
urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan
diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik.
Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin
atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna
feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan
oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
Metabolisme pigmen empedu
Eritrosit pada akhir masa hidupnya (yang sudah terlalu rapuh dalam
sirkulasi) membran selnya pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh
RES. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin dan cincin heme dibuka
untuk memberikan (1) besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin,
dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol, yaitu substrat yang akan dibentuk
menjadi pigmen empedu. Pertama pembentukan biliverdin berantai lurus.
Biliverdin di konversikan ke bilirubin dengan reduksi. Bilirubin (bebas) yang
bersirkulasi dalam plasma terikat albumin (karena bilirubin ini larut lemak).
Memasuki hati, albumin melepaskan ikatan dengan bilirubin, dan memasuki
hepatosit. Sekitar 80% Bilirubin dikonjugasi oleh asam glukuronat melalui
mekanisme yang melibatkan biilirubin-UDP glukuronosiltransferase menjadi
bilirubin terkonjugasi (larut air), 10% dikonjugasi dengan sulfat membentuk
bilirubin sulfat, dan 10% lainnya berikatan dengan zat lain. Hati orang dewasa
mempunyai kapasitas cadangan untuk mengkonjugasi dan mengekskresi 5-10 kali
biilrubin normal (500 µmol/24 jam). Pada neonatus, enzim ini belum aktif
sepenuhnya, misal aktivitas glukuronosil transferase perlu waktu ±3 minggu
untuk berkembang, sehingga hati neonatus hampir tak mempunyai kapasitas
untuk mengekskresi beban bilirubin normalnya dan bisa meningkat saat terjadi
pemecahan eritrosit berlebih. Ikterus sebelum usia 24 jam adalah abnormal, tapi
hiperbilirubinemia moderat (80 µmol/L) dalam minggu pertama mungkin tak
patologis (ikterus fisiologis).
Ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi kekuning-kuningan pada
kulit dan jaringan dalam. Penyebab umumnya karena sejumlah besar bilirubin
masuk dalam cairan ekstrasel, baik bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi.
Konsentrasi bilirubin normal (baik bilirubin bebas dan terkonjugasi) ±0.5 mg/dL
plasma. Kulit mulai tampak kuning ketika konsentrasinya meningkat >3 kali dari
normal (>1.5 mg/dL).
Ekskresi Pigmen Empedu  
Empedu yang dihasilkan oleh hepatosit mengalir ke kanalikuli biliaris dan
masuk ke duktus biliaris hingga sampai ke usus. Dalam usus besar ia direduksi
oleh kerja bakteri menjadi berbagai pigmen termasuk urobilinogen yang mudah
larut dan akhirnya menjadi sterkobilinogen. Kemudian sterkobilinogen
diekskresikan dalam feses dan mengalami oksidasi dengan udara menjadi
sterkobilin.
Di usus besar, sebagian besar urobilinogen direabsorbsi mukosa usus
kembali ke dalam darah. Sebagian lagi di ekskresikan oleh hati ke usus, tapi ±5%
oleh ginjal lewat urin. Setelah terpapar udara, mengalami oksidasi menjadi
urobilin.
D. Penyakit yang berhubungan dengan bilirubin
a. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah
melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia
akan menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah
keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning
akibat deposisi bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi
didalam darah. Hiperbilirubinemi Dikelompokkan dala Dua bentuk.
Berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang
disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi
yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi
bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis
berat dan gangguan konjugasi.
Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan
lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin
hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar
dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya
eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun
malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan
hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut
didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak
terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria. Pada
neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi
biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses
penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena
hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah.
Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan
albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak
dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti
Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena
glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif,
merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai
lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih
ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II,
didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma
Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin
oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara
autosomal dominan. Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi
karena terdapatnya obstruksi pada saluran empedu, misalnya karena tumor,
batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan
duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan
peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke
vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam
urine dan disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan
pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin
terkonjugasi dapat terikat secara kovalen pada albumin dan membentuk θ
bilirubin yang memiliki waktu paruh (T1/2) yang panjang mengakibatkan
gejala ikterik dapat berlangsung lebih lama dan masih dijumpai pada masa
pemulihan.
E. Metode Pemeriksaan Bilirubin Total
Dalam pemeriksaan bilirubin total metode yang dipakai antara lain:
1. Metode Jendrasik- Grof
Prinsip : Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid)
dan membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari
senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang
gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat
langsung bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang terdapat di albumin
yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada akselerator. Total
bilirubin  bilirubin direk + bilirubin indirek.
2. Colorimetric Test - Dichloroaniline (DCA)
Prinsip :Total bilirubin direaksikan dengan dichloroanilin
terdiazotisasi membentuk senyawa azo yang berwarna merah dalam larutan
asam, campuran khusus (detergen enables ) sangat sesuai untuk menentukan
bilirubin total. Reaksi : Bilirubin + ion diazonium  membentuk Azobilirubin
dalam suasana asam (Dialine Diagnostik ).
F. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Bilirubin Total
Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu berbubungan
langsung dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap kestabilan kadar sampel
yang akan diperiksa, sehingga dalam pemeriksaan tersebut harus memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas kadar bilirubin total dalam serum
diantaranya yaitu :
a. Sinar 
Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan
mudah terjadi kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar
matahari. Serum atau plasma heparin boleh digunakan, hindari sampel yang
hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat
menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam satu jam,
dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam waktu dua hingga
tiga jam setelah pengumpulan darah. Bila dilakukan penyimpanan serum
hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan tabung atau botol yang berisi
serum di bungkus dengan kertas hitam atau aluminium foil untuk menjaga
stabilitas serum dan disimpan pada suhu yang rendah atau lemari pendingin.
b. Suhu Penyimpanan
Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung
terhadap sampel, baik saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan.
Pemeriksaan kadar bilirubin total sebaiknya diperiksa segera, tapi dalam
keaadaan tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa dilakukan
penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil
dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 ºC-25ºC, empat hari pada
suhu 2ºC-8ºC, dan tiga bulan pada penyimpanan -20ºC . (DialineDiagnostik ).
Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap
kadar bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi pengaruh
tersebut serta mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum agar dapat
bereaksi dengan zat pereaksi secara sempurna, sedangkan reagen bilirubin
total akan tetap stabil berada pada suhu 2-8ºC dalam keadaan tertutup,
terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat dimungkinkan
bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan
pengaruh sinar yang berintensitas tinggi .
c. Kesalahan-kasalahan Dalam Pemeriksaan Laboratorium
1. Kesalahan Kasar
Merupakan kesalahan yang dapat timbul akibat kekeliruan pada
penanganan sampel, pipetasasi, reagensia, panjang gelombang dan lain
lain. Hasil yang diukur biasanya tidak sesuai yang diharapkan maka
kesalahan yang demikian dapat segera diketahui.
2. Kesalahan Acak
Pengukuran suatu zat pada kondisi yang sama untuk beberapa kali
pada suatu sampel, kita mendapatkan hasil yang tidak sama, hasil-hasil
yang didapat pasti berdeviasi satu sama lain. Hasil nilai yang didapat pada
kesalahan acak tidak dapat dihindari tapi bisa diatasi dengan melakukan
pemeriksaan yang cermat dan teliti serta reagensia dan peralalatan yang
baik.
3. Kesalahan Sistemik atau Sistematik
Biasanya disebabkan oleh pipet yang kurang akurat, penyimpanan
serum yang kurang baik, suhu yang tidak sesuai waktu pemeriksaan,
reagensia yang rusak dan photometer yang tidak terkalibrasi.
BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan yaitu :
 Mikropipet 10 µl, 50 µl dan 1000 µl
 Tip biru dan tip kuning
 Rak tabung
 Centrifuge
 Tabung reaksi
 Kertas label
 Fotometer zenix
2. Bahan yang digunakan yaitu :
 Darah EDTA/tanpa EDTA
 Aquadest
 Reagen Bilirubin total
 Reagen Bilirubin Direct
B. Cara Kerja
a. Bilirubin Total
 Pembuatan larutan kerja
Dicampur 10 µl reagensia-3 (Nitrit Total) dengan 1,0 ml reagensia-1
(Bilirubin Total) atau 10,0 ml reagensia bilirubin total. Larutan kerja stabil
sampai 48 jam pada suhu kamar san 30 hari pada suhu 2-80c.
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dicentrifuge sampel darah dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
3. Disiapkan 2 tabung reaksi, dan diberi label untuk blanko dan sampel.
4. Dipipet sebanyak 1000 ul reagen bilirubin total dan dimasukan kedalam
tabung blanko. Setelah itu ditambahkan 50 µl serum kedalam tabung blanko.
5. Dipipet 1000 ul reagen kerja bilirubin total dan dimasukan kedalam tabung
sampel. Setelah itu ditambahkan 50 µl serum kedalam tabung sampel.
6. Dihomogenkan ketiga tabung reaksi tersebut.
7. Diinkubasi pada suhu ruangan 370C selama 60 detik.
8. Diukur absorbans standard an sampel pada panjang gelombang 555 (546) NM

b. Bilirubin Direct
 Pembuatan larutan kerja
Dicampur 5 µl reagensia-4 (Nitrit Direct) dengan 1,0 ml reagensia-2
(Bilirubin Direct) atau 50 µl reagensia bilirubin direct. Larutan kerja stabil
sampai 24 jam pada suhu kamar (18-30 0c) dan 10 hari pada suhu 2-80c.
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dicentrifuge sampel darah dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
3. Disiapkan 2 tabung reaksi, dan diberi label untuk blanko dan sampel..
4. Dipipet sebanyak 1000 ul reagen bilirubin direct dan dimasukan kedalam
tabung blanko. Setelah itu ditambahkan 100 µl serum kedalam tabung
blanko..
5. Dipipet 1000 ul reagen kerja bilirubin total dan dimasukan kedalam tabung
sampel. Setelah itu ditambahkan 50 µl serum kedalam tabung sampel.
6. Dihomogenkan ketiga tabung reaksi tersebut.
7. Diinkubasi pada suhu ruangan 370C selama 60 detik.
8. Diukur absorbans standard an sampel pada panjang gelombang 555 (546) NM
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Sampel Waktu inkubasi Metode pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
a.Bilirubin Total :
0,6 mg/dl
Serum 5 menit Diazo, Endpoint b. Bilirubin
Direct : 0,8
mg/dl

Gambar

Gambar Keterangan
Reagen bilirubin yang digunakan

Sampel darah penderita obesitas


yang telah dicentrifuge

Tabung blanko yang berisi 1000 ul


reagen bilirubin
Proses pengukuran sampel
menggunakan alat fotometer
dengan panjang gelombang 546
NM
Hasil pengukuran sampel bilirubin.

B. Pembahasan
Pengukuran kadar bilirubin serum merupakan prosedur yang relatif
sederhana dilakukan di laboratorium, dan sering digunakan sebagai indikator
yang peka untuk fungsi hati. Bilirubin terbagi atas dua komponen yaitu, bilirubin
terkonjugasi ( bilirubin direk ) dan yang tak terkonjugasi (bilirubin indirek). Pada
praktikum, dilakukan pemeriksaan fungsi hati bilirubin total dan direk  yang
masing – masingnya menggunakan sampel serum yang diperiksa secara
fotometrik menggunakan humalyzer dengan reagen kit , yaitu  untuk pemeriksaan
bilirubin total  yang terdiri dari larutan  reagen bilirubin total dan reagen T-Nitrit
sedangkan pemeriksaan bilirubun direk dengan larutan reagen direk dan reagen
D-Nitrit sedangkan untuk pemeriksaan bilirubin indirek tidak dilakukan tetapi
dihitung sebagai perbedaan antara bilirubin total dan fraksi direk
Pemeriksaan Bilirubin Total
Pada pemeriksaan bilirubin total  dilakukan dengan pengambilan sampel
darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan
darah untuk sampel Bilirubin total adalah menghindari terjadinya hemolisis pada
eritrosit,, lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat menurunkan
konsentrasi bilirubin serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi yang berguna
untuk mengendapakan analit  tertentu, menempatkan partikel dan medium
suspensinya dalam suatu medan gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi
menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari sumbu rotasi
sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya yang dilakukan  selama 15
menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh serum yang akan digunakan
sebagai sampel pemeriksaan. sampel tersebut  diperiksa dengan melakukan
penambahan reagen bilirubin total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan  T- Nitrit,
fungsi penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat
reaksi dengan membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut diinkubasi
selama 5 menit berguna untuk mempercepat reaksi dimana analit-analit pada
sampel akan berikatan dengan sampel sehingga terjadi reaksi yang
sempurna.setelah itu dilakukan penambahan sampel sebanyak 100 µI dan
dilakukan inkubasi selama 15 menit setelah itu diperiksa terlebih dahulu blanko
yang berguna sebagai standar dimana hal ini digunakan sebagai pembanding. Lalu
diperiksa secara fotometrik pada humalyzer, dengan prinsip reaksinya yaitu
terjadi dimana asam sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi
diazotised sulphanilic  acid (DSA) yang akan bereaksi dengan bilirubin dan
accelator membentuk zat warna azo.  sehingga hasil yang diperoleh pada
pameriksaan bilirubin total adalah 0,6 mg/dl Hasil yang diperoleh yaitu normal
karena berada pada range normal untuk orang dewasa  yaitu 1,1 mg/dl yang dapat
diinterpretasikan hasilnya tidak terjadi gangguan pada hati.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
a. Sampel hemolisis,
b. Pengaruh obat-obatan tertentu seperti antibiotic, obat antipiretik seperti
Paracetamol dan vitamin.
c. Sampel yang diperiksa terlalu lama dan tidak dibekukan.
Pemeriksaan bilirubin direct
            Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk
ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan
mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian
kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat
yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu
sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Dalam pemeriksaan  bilirubin direk, dilakukan dengan pengambilan
sampel darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat
pengambilan darah untuk sampel Bilirubin direk adalah menghindari terjadinya
hemolisis pada eritrosit,, lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat
menurunkan konsentrasi bilirubin serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi
yang berguna untuk mengendapakan analit  tertentu, menempatkan partikel dan
medium suspensinya dalam suatu medan gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi
menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari sumbu rotasi
sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya yang dilakukan  selama 15
menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh serum yang akan digunakan
sebagai sampel pemeriksaan.
Sampel tersebut  diperiksa dengan melakukan penambahan reagen
bilirubin total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan  D- Nitrit, fungsi penambahan
reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi dengan
membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut ditambahkan sampel
sebanyak 100 µI dan dilakukan inkubasi selama 15 menit setelah itu diperiksa
terlebih dahulu blanko yang berguna sebagai standar dimana hal ini digunakan
sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara fotometrik pada humalyzer, dengan
prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam sulphanilic direaksiakan dengan
natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic  acid (DSA) yang akan bereaksi
dengan bilirubin dan akselerator berupa senyawa caffein yang berada didalam
komposisi reagen sehingga membentuk zat warna azo.  
Dari praktikum hasil yang diperoleh pada pemeriksaan bilirubin direk
adalah 0,8 mg/dl Hasil yang diperoleh yaitu tidak normal dimana hasilnya tidak
berada pada range normal untuk orang dewasa  yaitu 0,25  mg/dl yang dapat
diinterpretasikan hasilnya terjadi gangguan pada hati.sednagkan bilirubin indirek
tidak diukur secara langsung tetapi . bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih
antara bilirubin total dan bilirubin direk hal ini disebabkan karena bilirubin total
melibatkan pelarutan bentuk tidak terkonjugasi sebelum kuantifikasi
kimiawi.dengan demikian hasil yang diperoleh untuk bilirubin indirek adalah
hasil kurang antara bilirubin total dan bilirubin direk sehingga hasilnya adalah
(0,3 mg/dl – 0,3 mg/dl) = 0 mg/dl sehingga diinterpretasikan terjadi gangguan
fungsi hati,dengan melihat range nilai normal bilirubin indirect adlah 0.1-1.0
mg/dl.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh hasil yaitu :
Pemeriksaan bilirubin total hasilnya yaitu 0.6 mg/dl sehingga
diinterpretasikan hasilnya normal. Pemeriksaan bilirubin direct 0.8 mg/dl
sehingga diinterpretasikan hasilnya tidak normal.
B. Saran
           Diharapkan alat-alat laboratorium di lengkapi lagi guna memperlancar
proses praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV  Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas    Kedokteran
Universitas Indonesia ; Jakarta .
Baron . D. N ; 1981 ; kapita selekta patologi klinik ; penerbit buku  kedokteran
(EGC) ; Jakarta
Sacher A. Ronald dan Richard A. McPherson ; 2004; tinjauan klinis  hasil
pemeriksaan laboratorium ; penerbit buku  Kedokteran  (EGC) ; Jakarta
Yayan A. Israr; 2010; Metabolisme bilirubin pdF diakses tanggal 20 maret 2011
Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera
Utara ; Medan  pdF diakses tanggal 20 maret 2011
Riswanto ; 2009  Tes kimia darah  laboratorium kesehatan ; diakses tanggal  4
maret 2011
Dirjen POM ; 1979 ; Farmakope Indonesia edisi III ;Departemen  kesehatan RI ;
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai