Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH SISTEM PENJAMINAN MUTU

Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium

DISUSUN OLEH KELOMPOK II


KELAS 2018B
Maqfira DG Sitaba NIM: 18 3145 353 045
Selviana NIM: 18 3145 353 066
Yulius Ontaha NIM: 18 3145 353 061
Juli Saputri NIM: 18 3145 353 081
Irma Suriani Marzuki NIM: 18 3145 353 082

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesempatan, kekuatan dan kesehatan untuk bisa
menyelesaikan makalah Sistem Penjaminan Mutu ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan kami untuk menyusun Makalah
berjudul Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium ini, yaitu dalam
rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Sistem Penjaminan Mutu. Dalam
penyusunan makalah ini, Kami menyadari masih terdapat banyak
kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak disengaja,
dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta
pengalaman yang kami miliki. Untuk itu kami memohon maaf atas segala
kekurangan tersebut dan penulis tidak menutup diri terhadap segala saran
dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi kami.
Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Sistem Penjaminan Mutu yang membantu dalam
berbagai ilmu. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga hasil
makalah ini bermanfaat bagi yang membaca.

Makassar, 03 Juni 2021


Penulis

Kelompok III

Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium I


DAFTAR ISI
SAMPUL .......................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................1
I.1 Latar Belakang ..................................................................1
I.2 Rumusan Masalah .............................................................2
I.3 Tujuan ..............................................................................2
I.4 Manfaat ............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI .........................................................4
II. 1 Definisi Pemantapan Mutu................................................4
II. 2 Pemantapan Mutu Laboratorium.......................................6
II. 3 Strategi 5 Q Framework....................................................7
BAB III PEMBAHASAN ............................................................15
III.1 Implementasi 5 Q Framework Pem. Hepatitis B ...............15
III.1 Implementasi 5 Q Framework Pem. Hepatitis TB .............18
III.1 Implementasi 5 Q Framework Pem. Malaria ....................22
III.1 Implementasi 5 Q Framework Pem. Trombosis ...............25
BAB III. PENUTUP....................................................................33
IV.1 Kesimpulan....................................................................33
IV.2 Saran.............................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................34

Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium II


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi mutu pemeriksaan
Laboratorium ...............................................................
Gambar 2. Model Five-Q dalam Pemantapan Mutu

Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium III


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mutu atau kualitas (quality) memiliki definisi yang bervariasi dari
yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi konvensional
dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari
suatu produk, seperti performa (performance), keandalan (reliability),
mudah dalam menggunakan, estetika (esthetics), dan sebagainya.
Definisi strategis dari kualitas adalah segala sesuatu yang mampu
memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs
of customers), (Christy M, dkk. 2016).
Manajemen mutu merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi
yang menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan
melalui setiap aspek dalam kegiatan organisasi. Manajemen mutu
membutuhkan pemahaman mengenai sifat mutu dan sifat sistem
mutu serta komitmen manajemen untuk bekerja dalm berbagai cara.
Manajemen mutu sangat memerlukan figure pemimpin yang mampu
memotivasi agar seluruh anggota dalam organisai dapat memberikan
konstribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Hal tersebut dapat
dibangkitkan melalui pemahaman dan penjiwaan secara sadar bahwa
mutu suatu produk atau jasa tidak hanya menjadi tanggung jawab
pimpinan, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam
organisasi. Gaspersz (2006) mendefinisikan sistem manajemen mutu
sebagai sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek
standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin
kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau
persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau
dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi. Sistem manajemen
mutu mendefinisikan bagaimana organisasi menerapkan praktek-
praktek manajemen mutu secara konsisten untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan pasar (Christy M, dkk. 2016).
Pencapaian standar mutu adalah usaha untuk memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan. Pen-capaian standar mutu dapat
dilakukan dengan me-rencanakan strategi yang tepat dan
mengimplemen-tasikan strategi tersebut dalam setiap proses. Strategi
pencapaian standar mutu adalah pendekatan atau taktik yang
digunakan dalam mencapai standar mutu yang telah ditetapkan.
Standar mutu tersebut menjadi patokan perusahaan untuk
menentukan berbagai stra-tegi agar dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan (Erminati dan Dian,
2014).
Strategi pencapaian standar mutu adalah pendekatan atau taktik
yang digunakan dalam mencapai standar mutu yang telah ditetapkan.
Standar mutu tersebut menjadi patokan perusahaan untuk
menentukan berbagai stra- tegi agar dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan (Erminati dan Dian,
2014).
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Pemantapan Mutu ?
2. Bagaimana Pemantapan Mutu Laboratorium ?
3. Bagaimana Strategi 5 Q Framework ?
4. Bagaimana Implementasi 5 Q Framework ?
I.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Pemantapan Mutu.
2. Untuk Mengetahui Pemantapan Mutu Laboratorium.
3. Untuk Mengetahui Strategi 5 Q Framework.
4. Untuk Mengetahui Implementasi 5 Q Framework.
I.4 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Definisi Pemantapan Mutu,
Pemantapan Mutu Laboratorium, Strategi 5 Q Framework, dan
Implementasi 5 Q Framework di laboratorium medik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Pemantapan Mutu
Menurut (Maria Tuntun, dkk. 2018), Untuk menghasilkan
pemeriksaan laboratorium yang dapat dipercaya/ bermutu, maka
setiap tahap pemeriksaan laboratorium harus dikendalikan.
Pengendalian setiap tahap ini untuk mengurangi atau meminimalisir
kesalahan yang terjadi di laboratorium. Agar dapat melakukan
pengendalian mutu di laboratorium dengan baik, maka Anda harus
dapat menjelaskan konsep mutu. Beberapa tokoh penting telah
menelurkan konsep mutu produk atau jasa, yaitu:
1. William Edwards Deming (1900-1993)
Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau
konsumen. mutu tidak berarti segala sesuatu yang terbaik, tetapi
pemberian kepada Pelanggan tentang apa yang mereka inginkan
dengan tingkat kesamaan yang dapat diprediksi serta
tergantungannya terhadap harga yang mereka bayar. Perusahaan
yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar
karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen,
sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen
merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk
perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
2. Philip B. Crosby (1926 –2001)
Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan
yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu
apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah
ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses
produksi, dan produk jadi. Mutu adalah pemenuhan persyaratan
dengan meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul yaitu
standard of zero defect atau memperlakukan prinsip benar sejak
awal. Teori yang diungkapkan oleh Philip B Crosby bahwa bekerja
tanpa salah (standard of zero defect) adalah hal yang sangat
mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar
berhati-hati dalam setiap tahap kegiatan di laboratorium.
Philip B Crosby mengungkapkan empat Dalil Mutu sebagai
berikut:
a. Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
b. Sistem mutu adalah pencegahan.
c. Standar kerja adalah Tanpa Cacat (Zero Defect).
d. Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
3. J.M. Juran (1904-2008):
Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use)
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri
utama yaitu:
a. teknologi; yaitu kekuatan;
b. psikologis, yaitu rasa atau status;
c. waktu, yaitu kehandalan;
d. kontraktual, yaitu ada jaminan;
e. etika, yaitu sopan santun.
J.M. Juran memperkenalkan tiga proses mencapai mutu (trilogy
Juran) diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas
pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun
sasaran mutu, dan meningkatkan kemampuan proses.
b. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar
pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar
kerja, dan mengukur kinerja yang sesungguhnya,
c. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri
dari: mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi
lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab
kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan
perbaikan.
J.M.Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah
pendekatan untuk meningkatkan mutu laboratorium harus tahap
demi tahap sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan
secara bertahap (Maria Tuntun, dkk. 2018)
II.2 Pemantapan Mutu Laboratorium
Pemantapan mutu laboratorium merupakan suatu peralatan mutu
yang digunakan untuk melakukan pengawasan mutu dengan
menggunakan konsep pengawasan proses statistik (statistical process
control). Pengawasan proses dengan statistik adalah sebuah cara
yang memungkinkan operator menentukan apakah suatu proses
sedang berproduksi, dan mungkin terus berproduksi keluaran yang
sesuai. Sedangkan jaminan mutu adalah suatu sistem manajemen
yang dirancang untuk mengawasi kegiatan-kegiatan pada seluruh
tahap (desain produk: produksi, penyerahan produk serta layanan),
guna mencegah adanya masalahmasalah kualitas dan memastikan
bahwa hanya produk yang memenuhi syarat yang sampai ke tangan
pelanggan (Riyono, 2007)
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi mutu pemeriksaan laboratorium
(sumber: Stamm 1982 dalam Sukorini U 2010)
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang bermutu menjadi
tujuan kegiatan pemeriksaan laboratorium sehari-hari. Anda sebagai
tenaga ATLM bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan laboratorium
klinik yang dapat dipercaya. Untuk mendapatkan hasil tersebut, maka
Anda harus dapat melakukan pengendalian mutu hasil pemeriksaan.
Pelayanan laboratorium klinik harus fokus pada mutu, efektif, efisien
dan profesional. Hal ini akan menentukan keunggulan kompetitif dan
kelangsungan laboratorium pada era globalisasi sekarang ini. Hasil
pemeriksaan yang dikeluarkan oleh laboratorium harus memenuhi
standar mutu, agar dapat dipercaya dan memuaskan pelanggan
dengan memperhatikan aspek-aspek teknis seperti ketepatan
(accuracy) dan ketelitian (precision) yang tinggi, serta
didokumentasikan dengan baik sehingga dapat dipertahankan secara
ilmiah (Maria Tuntun, dkk. 2018).
II.3 Strategi 5 Q Framework Untuk Tercapainya Mutu
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Kesehatan adalah salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang diperlukan untuk dapat menunjang diagnosis yang
dilakukan oleh para klinisi. Agar hasil pemeriksaan laboratorium
kualitasnya baik maka dibutuhkan suatu kontrol terhadap kualitas hasil
pemeriksaan laboratorium. Di era globalisasi ini kita dituntut oleh
pasar untuk dapat memberikan hasil yg berkualitas dengan harga
yang semurah murahnya. Hal tersebut bisa dicapai dengan
meningatkan kualitas atau mutu laboratorium (Maria Tuntun, dkk.
2018).
Untuk tercapainya mutu pelayanan laboratorium diperlukan
strategi dan perencanaan manajemen mutu. Hal ini dapat dicapai
dengan melakukan Total Quality Management (TQM) yaitu
diperkenalkan suatu model yang dikenal dengan nama 5Q Framework.
Model ini mencakup beberapa komponen seperti Quality Laboratory
processes(QLP), Quality Control (QC), Quality Assessment (QA),
Quality improvement (QI), dan Quality planning (QP) (Maria Tuntun,
dkk. 2018).
Untuk mencapai sasaran mutu, usaha proses perencanaan
sudah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh Selanjutnya saat
laboratorium telah beroperasi seluruh aktivitas juga harus dikendalikan
untuk menjamin bahwa laboratorium masih tetap mengarah kesasaran
mutu (quality laboratory processes– quality assessment). Ketika
sasaran mutu telah tercapai, bukan berarti laboratorium berhenti
meningkatkan mutu. Laboratorium perlu menetapkan sasaran mutu
berikutnya dan merencanakan seluruh program untuk mencapainya
(quality improment-quality planning). Dengan kerangka kerja seperti
ini, laboratorium diharapkan terus berkembang dan mampu menjawab
tuntutan zaman (Maria Tuntun, dkk. 2018).
Tujuan laboratorium klinik, adalah tercapainya pemeriksaan
yang bermutu, diperlukan strategi dan perencanaan manajemen
mutu. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Quality
Management Science (QMS) yang memperkenalkan suatu model yang
dikenal dengan Five-Q (Sukorini dkk, 2010).
Menurut ((Maria Tuntun, dkk. 2018), Strategi 5 Q Framework
meliputi:
1. QLP ( Quality Laboratory Processes)
Quality laboratorium practice adalah membuat pedoman,
petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap
pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan
mempengaruhi mutu pemeriksaan.
a. Yang termasuk dalam QLP adalah faktor pra analitik :
1) persiapan Pasien
2) Pengambilan dan penampungan spesimen
3) Penanganan Spesimen
4) pengiriman spesimen
5) Pengolahan dan penyimpanan spesimen.
b. Faktor analitik :
1) Pemeriksaan specimen
2) Pemeliharaa Dan kalibrasi alat
3) Uji kualitas reagen
4) Uji ketelitian,
5) Uji ketepatan,
c. Kemudian faktor post analitik :
1) Laporan
2) Penulisan hasil
3) Interprestasi hasil
2. QC ( Quality Control )
QC adalah salah satu komponen dalam proses kontrol dan
merupakan elemen utama dari sistem manajemen mutu,
memonitor proses yang berhubungan dengan hasil tes serta
dapatmendeteksi adanya kesalahan yang bersumber dari :
a Kesalahan teknik :
Sifat kesalahan disini sudah melekat dan seakan-akan
tidak mungkin untuk dihindarkan. Usaha perbaikan hanya
dapat memperkecil kesalahan tapi tidak mungkin
menghilangkan misalnya kesalahan dalam mengatur panjang
gelombang pada fotometer atau kesalahan dalam mengatur
suhu waterbath atau salah dalam menipiskan larutan standar.
Kesalahan Teknik meliputi:
1) Kesalahan acak: hasil pemeriksaan bervariasi dari nilai
seharusnya
2) Kesalahan sistematik : hasil pemeriksaan menjurus kesatu
arah.
3) Hasil nya selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya.
b Kesalahan non teknik:
1) Kesalahan pengambilan sampel
contoh: kesalahan dalam persiapan penderita, hemolisis,
serum terkena matahari
2) Kesalahan penulisan, penghitungan hasil. Kesalahan non
teknik dapat dihindari dengancara menerapkan organisasi
yang teratur, bekerja dengan kesadaran dan disiplinyang
tinggi
QC juga sebagai prosedur manajerial untuk menyesuaikan
tahapan tahapan dari proses pemeriksaan laboratorium untuk
memenuhi standar tertentu yaitu akurasi dan presisi. Data hasil
pemeriksaan bahan kontrol dianalisis secara statistik dan dipantau
untuk menilai keandalan pemeriksaan. Setiap tes yang dikerjakan
di laboratorium harus mengerjakan bahan kontrol sehingga
akurasi dan presisi setiap tes dapat dipantau dan dijamin
validasinya, QC juga memantau proses pemeriksaan
menggunakan teknik statistik untuk mendeteksi, meminimalisasi,
mencegah, memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama
proses analisis berlangsung. Statisticaly QC berguna untuk
memantau perubahan yang terjadi pada alat, reagen, kalibrator
dan prosedur kerja.
QC meliputi:
a. QC reagen ( verifikasi reagen ),
b. QC instrumen ( pengecekan fungsi instrumen, prosedur
pemelihara instrumen ),
c. Proses QC ( QC harian, QC periodik ).
Program QC yang baik yaitu:
a. Memantau kinerja pemeriksaan dengan tolok ukur akurasi
dan presisi,
b. Mengindentifikasi masalah pemeriksaan,
c. Menilai keandalan hasil pemeriksaan.
Tujuan merencanakan prosedur QC adalah :
a. Dapat menjamin mutu pemeriksaan dengan biaya
minimal ,
b. Prosedur QC dirancang atas dasar mutu yang diinginkan
dari setiap metode pemeriksaan,
c. Menggunakan program QC validator dapat direncanakan
control rules, jumlah pengukuran bahan kontrol,
kemampuan mendeteksi kesalahan dan derajat penolakan
palsu suatu metode pemeriksaan.
Prosedur QC yang tepat dan penerapan yang benar meliputi :
a. Perhitungan yang tepat untuk mendapatkan Mean dan SD,
b. Membuat batas kontrol yang tepat,
c. Menggunakan aturan kontrol yang tepat (grafik levy
jennings dengan penilaian westgard multirule
chart)sehingga dapat mendeteksi setiap sinyal out of
kontrol yang mewakili kesalahan yang sesungguhnya,
Kebutuhan terhadap frekuensi pengukuran bahan
kontrol dengan hasil yang tepat.Sehingga dalam hal ini
pemantauan kualitas ditikberatkan pada prosedur statistik
yang dilakukan dengan memeriksa sampel yang
konsentrasinya diketahui kemudian.
3. Quality Assessement /Quality Assurance (QA)
Quality assurance adalah mengukur kinerja pada tiap tahap
siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik.
Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-
output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi
dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk
mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara
konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi
(antisipasi error).
QA ini lebih ditujukan untuk penilaian terhadap kinerja suatu
laboratorium. QA adalah suatu kegiatan yg dilakukan oleh institusi
tertentu untukmenentukan kualitas pelayanan laboratorium. Salah
satu kegiatan yang dilakukan untuk menilai kinerja suatu
laboratorium adalah dengan proficiency test. Proficiency Test atau
external quality assurance : dilakukan dengan membandingkan
hasil beberapa laboratorium terhadap bahan kontrol rujukan dari
laboratorium
Tujuan dari Proficiency Testing adalah untuk mengawasi
kualitas tes dalam sebuah laboratorium, mengidentifikasi masalah,
dan membuat langkah koreksi terhadap masalah apapun yang
terdentifikasi
Persyaratan Penanganan sampel proficiency testing:
a. Sampel yang harus diuji dengan alat yang sama seperti
pemeriksaan pasien rutin laboratorium

b. Sampel harus diuji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama


dengan sampel pasien rutin

c. laboratoriumharus mencatat semua langkah (penangan,


pengolahan, tes, pelaporan) untuk periode proficeency testing
d. hanya diperlukan untuk metode primer yg digunakan untuk
menguji analit dalam sampel pasien selama periode
proficiency testing
4. Quality Improvement ( Q I)
Quality improvement adalah penyimpangan yang mungkin
terjadi akan dapat dicegah dan diperbaiki selama proses
pemeriksaan berlangsung yang diketahui dari quality control dan
quality assessment. Masalah yang telah dipecahkan, hasil akan
digunakan sebagai dasar proses qualityplanning dan quality
process laboratory berikutnya
Kegiatannya menetapkan bentuk proses pemecahan masalah
untuk mengidentifikasi akar masalah dan mencari pemecahannya,
dengan melakukan quality improment penyimpangan akan dapat
dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.
5. Quality Planning ( QP)
Menstandarisasi pemecahan, menetapkan ukuran ukuran
untuk menilai kinerja suatu laboratorium serta
mendokumentasikan langkah langkah pemecahan masalah dan
untuk diimplementasikan pada QLP.

Gambar 2. Model Five-Q dalam Pemantapan Mutu


(Sukorni,dkk. 2010)
BAB III
PEMBAHASAN
Langkah-langkah 5Q framework merupakan implementasi
manajemen mutu laboratorium yang berujung pada continuous quality
improment, untuk menjamin pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya
kepuasan pelanggan. Hal ini membutuhkan komitmen pimpinan. Dalam
contoh implementasi dalam topik ini dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Penyelesaian masalah pada pra analitik. Analitik, dan pasca analitik
dalam satu siklus 5 Q framework
2. Penyelesaian masalah pada pra analitik, analitik, dan pasca analitik
dalam3 siklus 5 Q Framework.
A Implementasi 5 Q Framework Pada Pemeriksaan Hepatitis B
1. Pemeriksaan Hbs Ag dan Anti Hbs
Hbs Ag adalah singkatan dari Hepatitis B Surface Antigen,
yaitu suatu protein permukaan virus hepatitis B sehingga ketika
pemeriksaan Hbs Ag didapatkan hasil reaktif ataupositif, maka
dalam tubuh orang itu sudah terdapat virus Hepatitis B, terlepas
apakah itu sifatnya akut atau kronik, aktif atau kronik
karier/dormand. Sedangkan, Anti Hbs adalah singkatan dari
Hepatitis B surface antibody yang menunjukkan pemulihan atau
kekebalan terhadap virus hepatitis B (HBV). Pemeriksaan Anti Hbs
mendeteksi antibodi terhadap HBV dalam darah untuk mengetahui
ada atau tidaknya kekebalan tubuh terhadap HBV.
Kedua pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan yang
harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pasien melakukan
vaksinasi Hepatitis B. Vaksinasi dapat diberikan apabila hasil Hbs
Ag Non Reaktif dan Anti Hbs Negatif atau positif rendah. Tetapi
dalam suatu laboratorium, didapatkan hasil Hbs Ag reaktif rendah
dan anti Hbs positif rendah.
a) Permasalahan
Didapatkan hasil pemeriksaan pasien persiapan vaksin
hepatitis B, yaitu Anti Hbs Positif dan Hbs Ag Reaktif rendah.
1) Analisa Kesalahan
Analisa kesalahan sebagai upaya mencapai laboratorium
yang bermutu. Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik
yakni tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan
strategi dan perencanaan Quality Management Science
(QMS) dengan suatu model 5Q-Frame work yaitu :
 QLP (Quality Laboratory Process)
Pada QLP dilakukan pengamatan terhadap
prosedur,alat,sumber daya manusia,metode yang
digunakan dalam pemeriksaan Hbs Ag dan Anti Hbs.
Sehingga ditemukan beberapa hal sebagai berikut :
1) Pra Analitik : Volume darah yang diambil kurang
2) Analitik : Durasi waktu pembekuan sebelum sentrifugasi
terlalu singkat dan terlalu cepat saat melakukan
sentrifugasi
3) Pasca Analitik : Verifikasi dan validasi hasil karena
dilakukan oleh orang yang sama
 QC (Quality Control)
Pada QC dilakukan pengamatan terhadap hasil kontrol dan
presisi serta akurasi dalam masing-masing tahapan
pemeriksaan, yaitu :
1) Pra Analitik : Uji kualitas volume sampel darah
2) Analitik : Presisi dan akurasi kualitas pengolahan
sampel serum dengn sentrifugasi
3) Pasca Analitik : Pengontrolan pencatatan hasil
 QA (Quality Assessment)
Pada QA dilakukan uji banding terhadap lab rujukan. Pada
laboratorium B (laboratorium rujukan), didapatkan Hbs Ag
Non Reaktif dan Anti Hbs Positif dengan sampel yang
sama.
 QI (Quality Improvement)
Pada QI menentukan bentuk proses pemecahan masalah
untuk mengidentifikasi akar masalah pada masing-masing
tahapan pemeriksaan, yaitu:
1) Pra Analitik : Pada tahap ini petugas laboratorium
mengalami kesulitan saat pengambilan darah,
sehingga volume darah yang diambil kurang/tidak
sesuai. Dalam hal ini dibutuhkan pelatihan terhadap
petugas pengambilan darah agar lancar saat proses
sampling.
2) Analitik : Pada tahap ini petugas laboratorium terburu-
buru dalam proses pembekuan sampel dan terlalu
cepat saat melakukan sentrifugasi,sehingga darah
tidak membeku dengan sempurna yang
mengakibatkan masih adanya fibrin-fibrin / zat
pengganggu dalam serum. Dalam hal ini dibutuhkan
pengatur waktu/timer agar durasi pembekuan darah
tepat dan sentrifugasi sesuai.
3) Pasca Analitik : Pada tahap ini petugas laboratorium
tidak mencocokkan hasil pada LIS komputer dengan
hasil pada layar alat dan buku kerja dan verifikasi
validasi hasil hanya dilakukan oleh satu orang. Dalam
hal ini dibutuhkan 2 orang yang berbeda dalam
verifikasi dan validasi hasil.
 QP (Quality Planning)
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan
masalah, menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai
kinerja suatu laboratorium serta mendokumentasikan
langkah-langkah pemecahan masalah dan untuk
diimplementasikan pada QLP. Selain itu dibuat
pembaharuan pada Standart Operasional Prosedur
(SOP), yang meliputi :
1) SOP Pengambilan Sampel Darah, ditambahkan
tentang minimal volume yang harus diambil
2) SOP Pengolahan Sampel Serum, ditambahkan
prosedur untuk memasang timer selama 30 menit
agar durasi waktu pembekuan sebelum
sentrifugasi tepat dan kecepatan serta durasi
sentrifugasi3000rpm selama 10 menit
3) SOP Pencatatan, Verifikasi, Validasi Hasil,
ditambahkan prosedur untuk mencatat dan
kroscek hasil rutin dilakukan mulai dari hasil yang
muncul pada layar alat, buku kerja dan LIS
computerserta verifikasi validasi hasil dilakukan
oleh 2 orang yang berbeda
B Implementasi 5 Q Framework Pada Pemeriksaan Tb
PERMASALAHAN : hasil pemeriksaan mikroskope TB kronis selalu BTA
negatif
 Analisa Kesalahan
Siklus 1
a. Quality laboratory Process
Pada QLP dilakukan pengkajian terhadap seluruh prosedur
kerja yang dilakukan ketika melakukan pemeriksaan terhadap
sampel, mulai dari pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik.
Adapun prosedur kerja tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pra Analitik
Waktu pengambilan sampel dan penanganan spesimen
sputum pada pagi hari setelah makan dan minum
2) Analitik
a. Pembuatan sediaan berukuran 1x1 cm lapisan terlihat
agak tebal
b. Sebelum pembuatan sediaan objek glass tidak
dibersihkan
3) Pasca analitik
a. Mencatat hasil pemeriksaan pada formula register TB o4
dan o6
b. Interpretasi hasil dan laporan.
b. Quality Control
Pada QC dilakukan pengamatan pada tahap analitik :
Uji kualitas sediaan spesimen sputum (BTA)
c. Quality Assement
Pada Laboratorium rujukan didapatkan BTA positif 3+ dengan
sampel yang sama
d. Quality Improment
Diindentifikasi akar permasalahan pada tahap analitik adalah
1) Ukuran sediaan
2) Ukuran sediaan
3) pewarnaan
4) Kebersihan
e. Quality Planning
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan masalah,
menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja suatu
laboratorium serta mendokumentasikan langkah-
langkapemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada
QLP. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional
Prosedur (SOP), yang meliputi:
1) Ukuran sediaan seharusnya 3x2 cm dan dibuat spiral
2) Pewarnaan Ziehl Neelsen, Carbol fuchsin asam alkohol
3) Kondisi sediaan harus bersih
4) Sediaan tidak boleh terlalu tebal atau terlalu tipis
Siklus 2
Setelah permasalahan pemeriksaan tahap analitik diperbaiki,
hasil pemeriksaan BTA tetap negatif , maka kemungkinan
permasalahan pada pra analitik.
a. Quality Control
1) Pada QC dilakukan pengamatan pada tahap pra analitik :
2) Uji kualitas spesimen
b. Quality assement
Pada Laboratorium rujukan didapatkan BTA positif 3+ dengan
sampel yang sama
c. Quality improment
Indentifikasi akar permasalahan pada tahap pra analitik adalah
a. Waktu pengambilan
b. Transpot spesimen
c. volume spesimen
d. Quality Planning
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan masalah,
menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja suatu
laboratorium serta mendokumentasikan langkah-
langkapemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada
QLP. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional
Prosedur (SOP), yang meliputi :
a. Volume spesimen sputum 3-5 cc
b. Pengambilan spesimen sputum pagi hari
c. Transpot spesimen : hindari guncangan dan sinar matahari
Siklus 3
Setelah permasalahan pemeriksaan tahap pra analitik diperbaiki,
hasil pemeriksaan BTA tetap negatif, maka kemungkinan
permasalahan pada pasca analitik
a. Quality Control
Pada QC dilakukan pengamatan pada tahap pasca analitik :
Pengontrolan pada ketepatan pencatatan hasil
b. Quality assement
Pada laboratorium rujukan pencatatan dan pelaporan hasil
mikroskopis TB rutin dilakukan Pada register 04,05 dan 06, dan
pencatatan hasil dilakukan segera setelah pemeriksaan
Mikroskopis TB
c. Quality improment
Diindentifikasi akar permasalahan pada tahap pasca analitik
adalah
Pencatatan hasil :
a. Formulir register 05 TB
b. Hasil tidak segera dicatat
d. Quality Planning
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan masalah,
menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja suatu
laboratorium serta mendokumentasikan langkah-
langkapemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada
QLP. Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional
Prosedur (SOP), yang meliputi :
a. pencatatan dan pelaporan hasil mikroskopis TB rutin dilakukan
pada register 04,05,06 untuk menegakkan diagnosa.
b. Pencatatan hasil dilakukan segera setelah pemeriksaan
mikroskopis TB guna menghindari kesalahan pemeriksaan
C. Implementasi 5 Q Framework Pada Pemeriksaan Malaria
Permasalahan Laboratorium di Puskesmas sehat selalu Hasil
pembacaan slide malaria selalu negatif
 Analisa Kesalahan
Analisa kesalahan sebagai upaya mencapai laboratorium yang
bermutu. Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni
tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan strategi dan
perencanaan Quality Management Science (QMS) dengan suatu
model 5Q-Frame work yaitu
Siklus 1
a. Quality Laboratory Process :
Pada QLP dilakukan pengkajian terhadap seluruh prosedur kerja
yang dilakukan ketika melakukan pemeriksaan terhadap sampel,
mulai dari pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik. Adapun
prosedur kerja tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahapan Pra analitik :
a. Persiapan pasien
b. Proses pengambilan spesimen atau darah pada pasien
melalui spuit tanpa pengumpulan di tabung EDTA dan
melalui perifer
c. Darah pada spuit langsung dibuat hapusan
2. Tahapan Analitik:
a. Pembuatan hapusan tipis darah atau sediaan darah
b. Obyek glass tidak bersih
c. Pewarnaan giemsa dengan pengenceran tidak ada ketentuan
d. Pembacaan sediaan hanya pada hapusan tipis
3. Tahapan Pasca Analitik :
a. Mencatat hasil pada buku register laborat dan buku hasil
laborat
b. Interprestasi hasil
b. Quality Control :
Pada QC dilakukan pengamatan pada pemeriksaan tahap analitik :
Uji kualitas spesimen tidak baik
c. Quality Assement :
Pada laboratorium rujukan didapatkan hasil positif Plasmodium
falciparum dengan sampel yang sama
d. Quality Improvement :
Pada Hapusan yang dibuat oleh Puskesmas sehat selalu tidak
memenuhi syarat,banyak gumpalan-gumpalan darah ketika
hapusan dikeringkan dan terwarnai,karena proses pengambilan
darah tidak benar
e. Quality Planning :
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan masalah,
menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja suatu
laboratorium serta mendokumentasikan langkah-langkah
pemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada QLP.
Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional
Prosedur (SOP), yang meliputi :
1. Hapusan Yang baik dari darah perifer
2. Pengambilan darah harus segera dimasukkan pada tabung
EDTA untuk mengurangi penggumpalan darah (agregasi
trombosit)
Siklus 2 :
Setelah permasalahan pemeriksaan tahap pra analitik diperbaiki
, hasil pemeriksaan BTA Tetap negatif, maka kemungkinan
permasalahan pada analitik
a . Quality Control
Uji kualitas hapusan dan pewarnaan tidak baik
b . Quality Improvement :
1. Banyak bagian hapusan yang terkelupas
2. Hanya dibuat hapusan tipis saja
3. Pewarnaan terlalu tebal
4. Banyak bercak-bercak cat yang mempengaruhi pembacaan
C. Quality Planning :
Dalam QP dilakukan standarisasi pemecahan masalah,
menetapkan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja suatu
laboratorium serta mendokumentasikan langkah-langkah
pemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada QLP.
Selain itu dibuat pembaharuan pada Standart Operasional
Prosedur (SOP), yang meliputi :
a. Hapusan dibuat 2 macam hapusan tebal dan tipis →dibuat
SOP Pembuatan Sediaan Hapusan tipis dan tebal,untuk
meningkatkan kualitas pemeriksaan
b. Uji giemsa stok
Teteskan (1:2) giemsa stock : methanol pada kertas saring
→dibuat SOP Uji kualitas Reagen untuk melihat apakah cat
masih bagus atau tidak
d. Pengecatan dengan giemsa 3% (3 bag giemsa +97 bag
buffer ph 7,2) (jangan gunakan aquades atau air kran)
→dibuat SOP pewarnaan Giemsa agar nilai giemsa yang
digunakan sesuai protap
Siklus 3 :
1. Hasil tetap negative
2. Dilakukan lagi pemecahan masalah pada tahapan analitik dalam
proses pembacaan slide
a Quality Improvement :
1. Tidak ditemukan parasit malaria di hapusan tebal dan tipis
2. Petugas laborat belum terlatih untuk membedakan eritrosit
yang terinfeksi malaria
3. Mikroskop banyak berjamur dan banyak sisa oil imersi yang
mongering
b. Quality Planning :
1. Pembutan SOP pembacaan Slide dengan Kriteria sebagai
berikut:
a. Teknik pembacaan dan hitung parasit dari hapusan tebal ke
hapusan tipis
b. Identifikasi perbedaan erytrosit yang normal dan terinfeksi
c. Perbanyak latihan dan membaca pada atlas parasitolog
2. Pembuatan SOP memperlakukan mikroskop dengan Kriteria
sebagai berikut:
a. Pembersihan mikroskop dari debu dan jamur dengan larutan
eter alkohol (3:7) setiap selesai digunakan
b. Penyimpanan mikroskop di tempat kering
3. Perlunya pegawai laborat mengikuti pelatihan tentang
analisis Malaria
D. Implementasi 5-Q Framework Pada Pemeriksaan Trombosit
Permasalahan:
Seorang pasien perempuan berusia 65tahun melakukan
pemeriksaan Darah Lengkap di Laboratorium X menggunakan alat
ADVIA 2120i, diperoleh hasil jumlah trombosit rendah yaitu 42 x
103 / uL padahal pasien tidak menunjukkan gejala Trombositopenia.
Hasil pemeriksaan ini memerlukan perhatian dan pengkajian
ulang agar diperoleh hasil yang tepat. Dari kasus tersebut akan
dilakukan pemecahan masalah melalui program 5-Q Framework
dengan beberapa putaran hingga diperoleh permasalahan yang
menyebabkan terjadinya kasus tersebut dan juga diperolehnya
pemecahan masalah terhadap kasus tersebut agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali yang dapat merusak citra laboratorium
bersangkutan.
Siklus I
a. Quality Laboratory Practice/Processes (QLP)
Pada QLP dilakukan pengkajian terhadap seluruh prosedur
kerja yang dilakukan ketika melakukan pemeriksaan terhadap
sampel, mulai dari pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik.
Adapun prosedur kerja tersebut adalah sebagai berikut.
 Pra-analitik
1. Saat sampling darah, penusukan vena tidak sekali kena
2. Pemindahan darah dari spuit ke tabung dilakukan dengan
cara memberikan tekanan dengan spuit
 Analitik
Pemeriksaan dengan alat yang belum dikontrol atau dikalibrasi
 Pasca-analitik
1. Hasil yang terlihat pada layar/display hanya diingat tanpa
dicatat pada log book ataupun form pemeriksaan pasien
2. Tidak dilakukan pengetikan segera terhadap hasil
pemeriksaan
Dari penjabaran prosedur kerja tersebut, akan dilakukan
pengkajian terhadap tahapan analitik untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi.
b. Quality Control (QC)
Quality Control (QC) merupakan suatu rangkaian pemeriksaan
analitik yang ditujukan untuk menilai kualitas data analitik.
Dengan melakukan kontrol kualitas kita akan mampu mendeteksi
kesalahan analitik, terutama kesalahan-kesalahan yang dapat
mempengaruhi manfaat klinis hasil pemeriksaan laboratorium. QC
pada tahap analitik dapat dilakukan pada tahap mulai
mengkalibrasi alat, mengolah sampel sampai menguji ketelitian
ketepatan (presisi dan akurasi). Pada kasus ini, dilakukan presisi
dan akurasi terhadap alat yang diguakan untuk pemeriksaan.
c. Quality Assessment (QA)
QA merupakan suatu tahapan membandingkan kinerja
laboratorium yang bersangkutan dengan laboratorium rujukan
untuk menjamin bahwa laboratorium masih tetap mengarah
kesasaran mutu. Pada siklus I ini, tahapan QA dilakukan dengan
membandingkan hasil pemeriksaan Darah Lengkap parameter
trombosit menggunakan alat ADVIA 2120i Laboratorium X dengan
laboratorium rujukan yaitu diperoleh hasil sebagai berikut.
d. Quality Improvement (QI)
QI dilakukan untuk mencari penyebab kesalahan yang terjadi
dengan melihat prosedur kerja yang dikaji pada QLP dan juga QC
yang dilakukan. Pada siklus 1 yang mengkaji tahapan analitik yang
dicurigai sebagai penyebab kesalahan, dapat diketahui bahwa
permasalahan yang muncul dikarenakan oleh alat ADVIA 2120i
yang belum dikontrol sebelum dilakukan running sampel. Hal ini
sangat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan apabila sampel
diperiksa dalam keadaan kontrol yang tidak masuk.
e. Quality Planning (QP)
QP dalam pengendalian mutu laboratorium ini dimaksudkan
bahwa ketika sasaran atau pemecahan masalah telah
tercapai,bukan berarti laboratorium berhenti meningkatkan mutu.
Laboratorium perlu menetapkan sasaran mutu berikutnya dan
merencanakan seluruh program untuk mencapainya sehingga
tidak terjadi kembali kasus-kasus yang disebabkan oleh kesalahan
petugas laboratorium. Pada siklus I ini, dibuat perencanaan bahwa
kontrol alat dilakukan setiap pagi hari sebelum dilakukannya
running sampel. Dari perencanaan ini, dibuatlah SOP mengenai
kontrol alat.
Siklus 2
Setelah dilakukan pemecahan masalah pada siklus I yang
difokuskan untuk mengkaji tahapan analitik, kembali dilakukan
pemeriksaan terhadap sampel dan hasil yang diperoleh yaitu nilai
trombosit tetap rendah. Oleh sebab itu, diperlukan pengendalian
mutu laboratorium siklus 2 untuk menemukan kembali letak
kesalahan. Pada siklus 2 dilakukan pengkajian kembali terhadap
Quality Laboratory Practice/Processes (QLP), Quality Control (QC),
Quality Assessment (QA), Quality Improvement (QI), dan Quality
Planning (QP).
a. Quality Laboratory Practice/Processes (QLP)
Adapun kegiatan yang dikaji dalam QLP ini adalah
 Pra-analitik
1. Saat sampling darah, penusukan vena tidak sekali kena
2. Pemindahan darah dari spuit ke tabung dilakukan dengan
cara memberikan tekanan dengan spuit
 Analitik
Pemeriksaan dilakukan dengan alat yang sudah dikalibrasi
 Pasca-analitik
1. Hasil yang terlihat pada layar atau display hanya diingat
tanpa dicatat pada log book ataupun form pemeriksaan
pasien
2. Tidak dilakukan pengetikan segera terhadap hasil
pemeriksaan
b. Quality Control (QC)
QC pada tahap pra-analitik dapat dilakukan pada tahap mulai
mempersiapkan pasien, sampling, menerima sampel, penanganan
dan penyimpanan sampel termasuk memberi label pada sampel.
Pada kasus ini,pengendalian mutu laboratorium siklus 2 dilakukan
kontrol terhadap prosedur sampling dan uji kualitas sampel.
c. Quality Assessment (QA)
Pada siklus 2 ini, tahapan QA dilakukan dengan mengamati
tahapan pra-analitik yang diterapkan dilaboratorium rujukan dan
dijadikan sebagai perbandingan dengan Laboratorium sehat selalu.
Pada laboratorium rujukan, petugas laboratorium rujukan sudah
sangat profesional dalam sampling darah pasien, dibuktikan dengan
ketika melakukan sampling darah, dalam satu kali tusukan langsung
mengenai vena sasaran. Selain itu, sampling darah dilakukan
dengan menggunakan vacutainer sehingga darah langsung masuk
ke dalam tabung. Hal ini menyebabkan tidak dilakukannya
pemindahan darah dari spuit ke dalam tabung yang berpotensi
dapat menyebabkan sampel darah lisis akibat tekanan yang terjadi
saat proses pemindahan.
d. Quality Improvement (QI)
Pada siklus 2 yang mengkaji tahapan pra-analitik yang dicurigai
sebagai penyebab kesalahan, dapat diketahui bahwa permasalahan
yang muncul dikarenakan oleh sampel darah yang lisis akibat
kesalahan atau hambatan dalam prosedur sampling darah. Ketika
sampling darah, penusukan vena tidak sekali kena dan ketika
pemindahan darah dari spuit ke tabung dilakukan dengan cara
memberikan tekanan dengan spuit. Hal ini menyebabkan sampel
darah lisis dan sangat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu
nilai trombosit menjadi rendah palsu.
e. Quality Planning (QP)
Pada siklus 2 ini, dibuat perencanaan bahwa ketika sampling
diusahakan dalam satu kali tusukan langsung mengenai vena
sasaran dan ketika memindahkan sampel darah dari spuit ke
tabung, dilakukan dengan tidak memberi tekanan. Untuk
menghindari terjadinya tekanan tersebut, sampling darah dapat
dilakukan dengan menggunakan vacutainer. Dari perencanaan ini,
dibuatlah SOP mengenai plebotomi (sampling darah) dan sample
handling.
Siklus 3
Setelah dilakukan pemecahan masalah pada siklus I dan 2 yang
difokuskan untuk mengkaji tahapan analitik dan pra-analitik, kembali
dilakukan pemeriksaan terhadap sampel dan hasil yang diperoleh yaitu
nilai trombosit tetap rendah. Oleh sebab itu, diperlukan siklus 3 untuk
menemukan kembali letak kesalahan.
a Quality Laboratory Practice/Processes (QLP)
Adapun kegiatan dalam QLP yang dikaji dalam pemecahan
masalah adalah sebagai berikut :
 Pra-analitik
1. Saat sampling darah, penusukan vena sekali kena
2. Pemindahan darah dari spuit ke tabung dilakukan dengan
cara tidak memberikan tekanan dengan spuit
 Analitik
Pemeriksaan dilakukan dengan alat yang sudah dikontrol atau
kalibrasi
 Pasca-analitik
1. Hasil yang terlihat pada layar atau display hanya diingat
tanpa dicatat pada log book ataupun form pemeriksaan
pasien
2. Tidak dilakukan pengetikan segera terhadap hasil
pemeriksaan
b Quality Control (QC)
QC pada tahap pasca-analitik dapat dilakukan pada tahap
mulai dari interpretasi hasil sampai dengan pelaporan. Pada kasus
ini, pengendalian mutu laboratorium siklus 3 dilakukan pengotrolan
ketepatan pencatatan dan pengetikan hasil.
c Quality Assessment (QA)
Pada siklus 3 ini, tahapan QA dilakukan dengan mengamati
tahapan pasca-analitik (pencatatan dan pengetikan hasil) yang
diterapkan di laboratorium rujukan dan dijadikan sebagai
perbandingan dengan Laboratorium Pratama. Pada laboratorium
rujukan, pencatatan hasil pada log book atau form pemeriksaan
pasien dilakukan segera setelah hasil keluar dari alat. Laboratorium
ini menerapkan sistem LIS sehingga hasil pemeriksaan pada alat
akan langsung terhubung dengan komputer untuk print hasil
pemeriksaan pasien. Hal ini menyebabkan tidak adanya pengetikan
hasil secara manual sehingga meminimalisir adanya kesalahan
akibat pengetikan hasil.
d. Quality Improvement (QI)
Pada siklus 3 yang mengkaji tahapan pasca-analitik yang
dicurigai sebagai penyebab kesalahan, dapat diketahui bahwa
permasalahan yang muncul dikarenakan oleh kesalahan pada
pengetikan hasil pemeriksaan. Hasil yang terlihat pada layar atau
display hanya diingat tanpa dicatat pada log book ataupun form
pemeriksaan pasien. Selain itu, tidak dilakukan pengetikan segera
terhadap hasil pemeriksaan. Hal ini menyebabkan kesalahan dalam
pengetikan hasil pemeriksaan dan sangat dapat mempengaruhi
pelaporan hasil pemeriksaan yang salah atau palsu.
e. Quality Planning (QP)
Pada siklus3 ini, dibuat perencanaan bahwa hasil yang
muncul pada layar atau display dicatat pada log book atau form
pemeriksaan pasien dan hasil segera diketik. Selain itu,
menerapkan sistem LIS juga penting diterapkan sehingga hasil
pemeriksaan yang dilakukan pada alat akan langsung terhubung
dengan komputer yang digunakan untuk mencetak lembar hasil
pemeriksaan sehingga tidak diperlukan lagi input/mengetik hasil
secara manual untuk mengurangi risiko human error dalam
pengetikan hasil. Kemudian, wajib dilakukannya verifikasi hasil
pemeriksaan sebelum hasil diberikan kepada pasien sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam pelaporan hasil. Dari perencanaan ini,
dibuatlah SOP mengenai pencatatan dan verifikasi hasil.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Strategi pencapaian standar mutu adalah pendekatan atau
taktik yang digunakan dalam mencapai standar mutu yang telah
ditetapkan. Standar mutu tersebut menjadi patokan perusahaan
untuk menentukan berbagai stra- tegi agar dapat menghasilkan
produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Untuk tercapainya mutu pelayanan laboratorium diperlukan
strategi dan perencanaan manajemen mutu. Hal ini dapat dicapai
dengan melakukan Total Quality Management (TQM) yaitu
diperkenalkan suatu model yang dikenal dengan nama 5Q
Framework. Model ini mencakup beberapa komponen seperti Quality
Laboratory processes(QLP), Quality Control (QC), Quality Assessment
(QA), Quality improvement (QI), dan Quality planning (QP).
IV. Saran
Sebagai seorang mahasiswa khususnya dalam bidang ATLM,
kita perlu mempelajari dan memahami tentang Sistem Penjaminan
Mutu khususnya di laboratorium medik. Karena pada dasarnya ini
merupakan suatu yang akan kita kerjakan dalam dunia kerja nantinya
sebagai seorang TLM. Sehingga penulis, membuat makalah ini sebagai
suatu ilmu yang dapat kita sama-sama pelajari untuk menambah
pengetahuan kita tentang Strategi Pencapaian Mutu di Laboratorium
dalam suatu laboratorium medik.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran serta kritik dari pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tuntun Maria, dkk. 2018. Bahan Ajar Laboratorium Medik Kendali Mutu.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Tumbel Christy M, dkk. 2016. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Dalam


Meningkatkan Kinerja Operasional Koperasi Simpan Pinjam (Studi
Pada Koperasi Glaistygil Manado). Manado: Universitas Sam
Ratulangi. Vol. 16, No. 03.
Pancaningrum Erminati dan Sari Dian P. 2014. Strategi Pencapaian
Standar Mutu Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Penjualan Di Pasar
Eropa. Jombang: STIE PGRI Dewantara Jombang. Vol. 16, No. 1.
Riyono, 2007. Pengendalian Mutu Laboratorium Kimia Klinik Dilihat Dari
Aspek Mutu Hasil Analisis Laboratorium . Surakarta: STIE AUB.
Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan. Vol. 7, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai