Anda di halaman 1dari 63

SKRIPSI

STUDI HASIL INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 DI RSUD ARIFIN NU’MANG

WA ODE SYAMSIAR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2020
SKRIPSI

STUDI HASIL INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 DI RSUD ARIFIN NU’MANG

WA ODE SYAMSIAR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2020

i
STUDI HASIL INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD ARIFIN NU’MANG

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr.,Kes)
Pada Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis
Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kementerian Kesehatan

Oleh

WA ODE SYAMSIAR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Telah Disetujui Oleh Panitia Penguji


Pada Jurusan Analis Kesehatan
Prodi Teknologi Laboratorium Medis Program Sarjana Terapan

Pada Tanggal, 08 Juli 2020

Oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Nuradi, S.Si., M.Kes


NIP. 19671001 199803 1 002
^war^&SLM.Kes
NIP. 19730101 200701 2049

Mengetahui,

Ketua Jurusan Analis Kesehatan


Politeknik Kesehatan Makassar

\\
HzKaima, S.Pd..M.Si
NIP. 19580810 198303 1 008

i
i
i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul Studi Hasil Indeks Eritrosit Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di

RSUD Arifin Nu’mang. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada

junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang mengantarkan manusia dari

zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Penyusunan skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar

Sarjana Terapan Kesehatan pada Jurusan Anakis Kesehatan di Politeknik

Kesehatan Kementerian kesehatan Makassar.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Rasa hormat dan

terima kasih penuh cinta penulis sampaikan kepada kedua orang tua

(Ayahanda Tajul Arifin Sahide dan Ibunda Hj. Ismah S.Pd) atas segala doa-

doa yang dipanjatkan, upaya yang tak henti-hentinya, ketulusan, kesabaran,

pengertian serta segala yang dikorbankan yang kemudian mendorong penulis

sehingga bisa sampai pada saat sekarang ini. Dan tak lupa pula penulis

sampaikan terima kasih dan salam hangat kepada Keluarga besar telah

mendoakan dan mendukung Penulis.

iv
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir. H. Agustian Ipa, M.Kes, selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Makassar;

2. Bapak H. Kalma, S.Pd.,M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Makassar;

3. Ibu Hj. Nurlia Nairn, S.Si.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Makassar;

4. Bapak Nuradi S,Si.,M,Si, selaku pembimbing I dalam penyusunan dan

penyelesaian skripsi ini, yang selalu memberikan masukan- masukan yang

telah diberikan demi kebaikan penulis serta motivasi kepada Penulis;

5. Ibu Mawar S,Si.,M,Si, selaku pembimbing II dalam penyusunan dan

penyelesaian skripsi ini, yang begitu banyak masukan dan perbaikan

penulisan yang telah diberikan demi kebaikan Penulis serta saran- saran

mulai dari rencana penelitian sampai selesai penyusunan skripsi ini;

6. Ibu Yaumil Fachni Tandjungbulu S.ST.,M,Kes, selaku Penguji dalam

penyelesaian skripsi ini, yang memberikan saran serta masukan yang

begitu bermanfaat hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

V
7. Dosen Serta Staff Politeknik Kesehatan Makassar yang telah

memberikan ilmunya serta membantu penulis selama perkuliahan.

8. Ucapan Terima kasih juga Peneliti sampaikan kepada Putri Rahmah

Nur, yang selama ini banyak memberikan semangat dan bantuan dalam

penulisan skripsi sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teruntuk Saudara Ma Girls, A. Musayyana, Magfira Tarada,

Musdalifah dan Siti Nurchalifah Adinda Putri yang mampu menerima

kelebihan dan kekurangan saya, yang menemani penulis dari awal hingga

akhir serta memberikan warna pada masa-masa 4 tahun perkuliahan dan

saya bersyukur bisa mengenal orang-orang seperti kalian.

10. Teruntuk sahabat buku (Unna, Fira, Ririn, Noe, Iffah, Hikma Jaya,

Musda, Hajrah dan Kakak lin) terima kasih selama ini banyak

memberikan semangat, bantuan, doa, selalu menemani dikala suka

maupun duka. Terima kasih juga selalu siap untuk direpotkan oleh penulis.

11. Terima kasih kepada Ainun, Derta, Mami Ayu, Santry, Alda, dan Mila

yang selalu memberikan semangat, membantu, menemani saat suka dan

duka, memberi keceriaannya selama perkuliahan, selalu mengajak ke

kajian.

12. Terima kasih kepada Rizka Dwi Sartikawanti yang selalu memberi

semangat dalam penyusunan skripsi dan serta menemani penulis dalam

menyusun skripsi hingga larut malam.

13. Terima kasih untuk sahabatku sejak dibangku Mts hingga saat ini, Suci

Angreny Rahman yang selalu menemani penulis disaat sedih maupun

senang.

vi
14. Teruntuk teman kelas terkompak Reagen4 yang tidak bisa penulis sebut

satu persatu, terima kasih telah mengisi hari-hari penulis menjadi sangat

menyenangkan, penuh canda tawa.

15. Dan buat pihak yang telah banyak membantu menyelesaikan skripsi yang

tak dapat Penulis sebutkan satu per satu, semoga Allah Subhanahu wa

ta’ala memberikan imbalan yang pantas untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta

masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak

khususnya dalam bidang Teknik Laboratorium Medis.

Makassar, 2020

Penulis

Nur Hikmah Tajul Arifin

ABSTRAK

NUR HIKMAH TAJUL ARIFIN : “Studi Hasil Indeks Eritrosit Pada


Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang” (Dibimbing
oleh Nuradi dan Mawar).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai


dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Pada pasien DM
seringkali ditemukan gangguan pada berbagai sistem, diantaranya
gangguan pada eritrosit, salah satu indikator penting untuk

vi
i
mencerminkan keadaan eritrosit dengan melakukan pemeriksaan
indeks eritrosit Pemeriksaan indeks eritrosit biasanya digunakan untuk
melihat jenis anemia.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil
indeks eritrosit pada penerita DM tipe 2. Jenis penelitian yang
digunakan adalah observasi laboratorik dengan metode deskriptif.
Dalam penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 25 data pasien
dan cara pengambilan sampel menggunakan accidental sampling.
Hasil dari penelitian ini adalah Dari 25 sampel penderita DM tipe 2,
didapatkan nilai MCV (rendah 8 pasien, tinggi 1 pasien dan normal 16
pasien), nilai MCH (rendah 3 pasien dan normal 22 pasien) dan nilai
MCHC (rendah 1, normal 17 pasien dan tinggi 7 pasien). Adapun jenis
anemia yang didapatkan dari pemeriksaan indeks eritrosit yaitu : 16%
anemia mikrositik normokrom, 68% anemia normositik normokrom, 4%
anemia makrositik normokrom dan 12% anemia mikrositik hipokrom.
Disarankan pada peneliti selanjutnya melakukan pemeriksaan indeks
eritrosit pada penderita DM tipe 2 sebelum dan setelah melakukan
pengobatan atau melakukan pemeriksaan terkait faktor yang
berhubungan dengan penelitian sebelumnya, dan diharapkan dapat
melakukan penelitian dengan populasi yang lebih besar dan jangka
waktu yang lebih panjang agar didapatkan sampel yang banyak.

Kata Kunci: Indeks eritrosit, Diabetes melitus tipe 2

ABSTRACT

NUR HIKMAH TAJUL ARIFIN: "Study of Red Blood Cell Index Results in
Patients with Diabetes Mellitus Type 2 at Arifin Nu'Mang Hospital" (supervised
by Nuradi and Mawar).

Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease characterized by increased


glucose levels in the blood. DM patients often find disorders in various systems,
including disorders in erythrocytes, one important indicator to reflect the state of
erythrocytes by examining the erythrocyte index Examination of the erythrocyte
index is usually used to look at the type of anemia. This study aims to
determine the results of the erythrocyte index in DM type 2 sufferers. The type
of research used is laboratory observations with descriptive methods. In this
study using a sample of 25 patient data and the method of sampling using
accidental sampling. The results of this study were from 25 samples with type 2
diabetes mellitus, MCV values (low 8 patients, high 1 patient and 16 normal

vi
ii
patients), MCH value (low 3 patients and normal 22 patients) and MCHC values
(low 1, normal 17 patients and height of 7 patients). The types of anemia
obtained from erythrocyte index tests are: 16% of normochromic microcytic
anemia, 68% of normochromic anemia, 4% of normochromic macrocytic
anemia and 12% of hypochromic microcytic anemia. It is recommended that
researchers further examine the erythrocyte index in patients with type 2 DM
before and after treatment or conduct examinations related to factors related to
previous studies, and are expected to conduct research with a larger population
and a longer period of time in order to obtain a large sample .

Keywords: erythrocyte index, type 2 diabetes mellitus

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR..............................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii

KATA PENGANTAR....................................................................................... iv

ABSTAK........................................................................................................ viii

ABSTRACT..................................................................................................... ix

DAFTAR ISI...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian..................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus................................................4

1. Definisi Diabetes Melitus.................................................................... 4

2. Epidemiologi Diabetes Melitus............................................................5

3. Klasifikasi Diabetes Melitus................................................................5

4. Patofisiologi Diabetes Melitus.............................................................8

5. Gejala Diabetes Melitus...................................................................... 9

6. Diagnosis Diabetes Melitus................................................................9

X
B. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus Tipe 2....................................12

1................................................................ Definisi Diabetes Melitus Tipe 2


....................................................................................................................... 12

2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2................................................14

3. Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2....................................................15

4. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2...............................................16

C. Tinjauan Umum Tentang Anemia............................................................19

1. Definisi Anemia................................................................................. 19

2. Etiologi Anemia................................................................................. 20

3. Klasifikasi Anemia............................................................................. 21

D. Tinjauan Umum Tentang Indeks Eritrosit.................................................23

1. Pengertian Indeks Eritrosit................................................................23

2. Mean Corpuscular Volume atau Volume Eritrosit

Rata-rata (VER)................................................................................ 24

3. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau Hemoglobin

Korpuskuler Rata-rata (HER)............................................................24

4. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau

Hemoglobin Korpuskuler Rata-rata (KHER)......................................25

E. Kerangka Konsep.................................................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian....................................................................................... 28

B. Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel Penelitian..............28

C. Variabel Penelitian................................................................................... 28

D. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................29


E. Definisi Operasional................................................................................. 29

F. Alat dan Bahan Penelitian........................................................................ 30

G. Prosedur Penelitian................................................................................. 30

H. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 33

I. Kerangka Operasional............................................................................. 34

J. Analisis Data........................................................................................... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian........................................................................................ 35

B. Pembahasan........................................................................................... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................................. 44

B. Saran....................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 46

LAMPIRAN..................................................................................................... 50
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Indeks eritrosit pada penderita DM di

RSUD Arifin Nu’mang................................................................... 35

Tabel 4.2 Distribusi Menurut Hasil Nilai MCV, MCH dan MCHC.....................37

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin.................................37

Tabel 4.4 Distribusi Subjek Berdasarkan Kelompok Usia...............................37

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Kelompok Usia 41-71 tahun.....38

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Berdasarkan Jenis

Kelamin......................................................................................... 39

Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Berdasarkan Usia.............39


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Type 2 Diabetes....................................................................13

Gambar 2.2 Anemia.................................................................................. 20

Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep .....................................................27

Gambar 3.1 Skema Kerangka Operasional..............................................34


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai

dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Faktor keturunan

merupakan salah satu faktor terjadinya diabetes melitus. Ada 2 penyebab

patologik terjadinya DM, kegagalan pankreas untuk menghasilkan insulin

yang cukup dan tidak ada respon tubuh terhadap hormon insulin (Han Wu

et all, 2017).

Prevalensi penyakit ini telah meningkat lebih dari 50% dan saat ini

disandang oleh 400 juta orang diseluruh dunia (Fatimah, 2015). Nama lain

diabetes “Mother Of Disease” karena merupakan pembawa atau induk dari

penyakit seperti jantung, stroke, hipertensi, gagal ginjal dan kebutaan.

Diabetes Melitus termasuk 10 besar penyebab kematian tertinggi didunia.

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa akan terjadi

peningkatan jumlah penyandang DM di Indonesia pada tahun 2013 dari 8,5

juta menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (IDF

2015).

Secara global penderita diabetes tipe 2 telah disandang 18-20% orang

dewasa di atas usia 65 tahun dan diperkirakan sekitar 285 juta orang yang

berusia antara 20 hingga 79 tahun. Sebanyak 70% di antaranya tinggal di

negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Jumlah ini akan terus

meningkat sebanyak 50% selama 20 tahun ke

1
2
depan jika program pencegahan tidak dilaksanakan. Pada tahun

2030, diperkirakan hampir 438 juta orang, 8% dari populasi orang dewasa,

akan menyandang DM di dunia (ADA 2014).

Pada pasien DM seringkali ditemukan gangguan pada berbagai

sistem, diantaranya gangguan pada eritrosit. Salah satu indikator penting

untuk mencerminkan keadaan eritrosit dengan melakukan pemeriksaan

indeks eritrosit rerata yang terdiri atas Mean Corpuscular

Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), dan Mean

Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC). Pemeriksaan indeks

eritrosit biasanya digunakan untuk melihat jenis anemia. Indeks eritrosit

dapat dihitung jika nilai haemoglobin (Hb), hematokrit, dan jumlah eritrosit

diketahui.

Anemia pada penderita DM tipe 2 dapat mempengaruhi ginjal (diabetic

neuropathy). Fungsi utama sel darah merah mengangkut oksigen dan jika

jumlah sel darah merah sedikit berarti jumlah oksigen yang dipasok ke

organ-organ tubuh akan lebih rendah pula, sehingga menyebabkan

anemia, dengan adanya temuan hubungan DM dengan anemia ini, maka

peneliti berkeinginan untuk mengetahui hasil indeks eritrosit pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana hasil indeks eritrosit (MCV,


3
MCH, MCHC) pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Arifin

Nu’mang?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hasil indeks eritrosit pada penderita Diabetes

Melitus tipe 2.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk menentukan nilai MCV pada penderita DM tipe 2.

b) Untuk menentukan nilai MCH pada penderita DM tipe 2.

c) Untuk menentukan nilai MCHC pada penderita DM tipe 2.

d) Untuk menentukan jenis anemia pada penderita DM tipe 2.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang didapat yaitu :

1. Bagi Peneliti

Untuk memperluas wawasan dan pengatahuan khususnya dalam

mengaplikasikan Ilmu yang telah di peroleh.

2. Bagi Institusi

Sebagai bahan pembelajaran referensi selanjutnya.

3. Bagi Tenaga Laboratorium

Sebagai bahan informasi dan menambah pengetahuan bagi tenaga

kesehatan di bidang hematologi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai

dengan meningkatnya glukosa dalam darah. Salah satu penyebab

terjadinya diabetes melitus yaitu faktor keturunan. Penyebab patologik

terjadinya diabetes melitus yaitu kegagalan pankreas untuk

menghasilkan insulin atau tubuh tidak dapat merespon hormon insulin

(Han Wu et all, 2018).

Kencing manis merupakan penyakit kronis yang diketahui oleh

masyarakat atau yang biasa disebut dengan diabetes melitus. DM

adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi secara menahun

karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat

adanya gangguan pada sekresi insulin. Jika tubuh memiliki hormon

insulin yang rendah maka akan tidak bekerja sebagaimana mestinya

(Kementerian kesehatan RI, 2014).

Menurut Mufeed Jalil Ewadh (2014) DM merupakan penyakit

gangguan metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang

tinggi di dalam darah (hiperglikemia). World Health Oragnization

(WHO) menyebutkan bahwa penyakit ini ditandai dengan munculnya

gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan

poliuria sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM adalah

penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius karena

jika tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi seperti kerusakan

mata, saraf dan jantung (WHO, 2016).

4
2. Epidemiologi Diabetes Melitus

Pada tahun 1980 penderita diabtes melitus hanya 180 juta

penderita. Pada tahun 2014 Jumlah penderita DM diseluruh dunia

mencapai 422 juta dan meningkat setiap tahun. Wilayah South

East Asia dan Western Pasific merupakan wilayah yang jumlah

penderita diabetes melitus mencapai setengah dari jumlah penderita

diseluruh dunia. 3,7 juta kematian disebabkan oleh komplikasi DM

(WHO, 2916).

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation

(IDF). Penderita DM di Indonesia pada tahun 2014 berjumlah 9,1 juta

atau 5,7% dari total penduduk penderita diabetes yang telah

terdiagnosis. Pada tahun 2013 7,6 juta penderita DM Indonesia dan

berada diperingkat ke-7 dan berada pada peringkat ke-5 pada tahun

2014 (Perkeni, 2015).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Association (ADA). Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI) sebagai organisasi yang sama di Indonesia

menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi

yang dibuat oleh organisasi yang lainnya.

Menurut Perkeni (2015) Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan

etiologi sebagai berikut:

a. Diabetes Melitus (DM) Tipe 1

DM terjadi karena kerusakan sel beta di pankreas.

Kerusakan berakibat karena defisiensi insulin secara absolut.

5
Kerusakan sel beta dikarenakan autoimun dan idiopatik. DM tipe 1

atau diabetes anak-anak dicirikan dengan hilangnya sel beta

penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga

terjadi kekurangan insulin pada tubuh.

Pada saat penyakit diabetes tipe 1 mulai diderita, penderita

DM memiliki kesehatan dan berat badan yang baik, sensitivitas

dan respon tubuh terhadap insulin masih normal pada tahap awal.

Kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta

pankreas adalah penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta

pada penderita diabetes melitus tipe 1. Reaksi imunitas terjadi

karena adanya infeksi pada tubuh. Diabetes tipe 1 tidak dapat

dicegah (Maulana,

2015).

Adapun gejala DM tipe 1 yaitu merasa sangat haus, merasa

sangat lapar, kelelahan atau letih, pandangan kabur, mati rasa

atau merasa gatal pada kaki, berat badan turun,

sering buang air kecil. Selain itu gejala lain bisa timbul apabila

kadar gula sangat tinggi seperti napas dalam cepat, kulit dan bibir

kering, wajah kemerah-merahan, mual, muntah, dan sakit pada

perut (Eckman, 2015).

b. Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis karena

terjadi peningkatan glukosa dalam darah dalam tubuh. DM tipe 2

disebabkan oleh perpaduan antara gangguan aksi insulin

(resistensi insulin) dan defisiensi insulin yang terjadi secara relatif

6
sebagai kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat (IDAI,

2015).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes Gestasional disebabkan karena kondisi kehamilan.

Pada diabetes gestasional, pankreas penderita tidak dapat

menghasilkan insulin untuk mengontrol gula darah pada tingkat

yang aman bagi ibu dan janin. Pada umunya di diagnosis pada 24

sampai 28 minggu usia kehamilan (Maulana, 2015).

d. Diabetes Tipe Lain

DM tipe ini juga disebut dengan diabetes sekunder (secondary

diabetes). Penyebab dari diabetes sekunder yaitu kelainan pada

fungsi sel [3 dan kerja insulin akibat gangguan genetik, ada

kelenjer eksokrin pankreas, zat kimia, kelainan imunologi, infeksi,

dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes

melitus (Irawan, 2015).

4. Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)

Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metaboslime protein,

karbohidrat dan lemak karena insukin tidak berkerja secara optimal,

dan jumlah insulin tidak memenuhi kebutuan.

Adapun yang menyebabkan gangguan metabolisme terjadi yaitu

kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar

seperti zat kimia, virus dan bakteri. Kerusakan reseptor insulin di

jaringan perifer dan terjadinya penurunan reseptor glukosa pada

kelenjar pankreas (Fatimah, 2015). Yang mengatur kadar glukosa

darah dalam tubuh yaitu insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas

7
(Hanum, 2015). Sel beta prankreas yang tidak berfungsi

mengakibatkan kurangnya sekresi insulin yng menyebabkan kadar

glukosa darah tinggi. Kerusakan sel beta pankreas disebabkan

penyakit autoimun dan idiopatik (NIIDK, 2014).

Resistensi insulin merupakan gangguan respon metabolik

terhadap kerja insulin karena disebabkan gangguan reseptor, pre-

reseptor dan post-reseptor. Membutuhkan insulin yang banyak untuk

mempertahankan kadar glukosa darah agar dalam kondisi normal.

Adapun cara menurunkan glukosa darah yaitu menstimulasi

pemakaian glukosa dijaringan otot dan lemak dan menekan produksi

glukosa hati yang menurun (Prabawati, 2015).

Kadar glukosa darah yang tinggi mengakibatkan pada proses

filtrasi keadaan ini menyebabkan glukosa dalam darah masuk ke

urin. Terjadi diuresis osmotik ditandai dengan pengeluaran urin yang

berlebihan. Polidipsoa merupakan banyaknya cairan yang keluar

menimbulkan sensasi rasa haus (Hanum, 2015).

5. Gejala Diabetes Melitus

Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada

penderita. Pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita

dengan penderita lainnya bahkan, ada beberapa penderita DM yang

tidak menunjukkan gejala yang khas penyakit

DM sampai saat tertentu. Gejala DM tersebut termaksud gejala akut

dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).

Gejala akut yang pertama muncul adalah poliphagia,

polidipsia dan poliuria, DM yang tidak segera diobati akan

8
menimbulkan banyak minum, banyak kening dan cepat lelah.

Adapun gejala kronik DM yaitu Kulit terasa panas, seperti tertusuk-

tusuk jarum, ruam, pengheliatan buram, dan ibu yang hamil akan

melahirkan dengan berat bayi lebih 4kilogram (Fitriyani, 2015).

6. Diagnosis Diabetes Melitus

Pada penderita DM diagnosis penyakit sangat diperlukan untuk

menentukan perkembangan penyakit. Penderita DM yang

tidak terdiagnosis mempunyai resiko menderita komplikasi dan terjadi

gangguan kesehatan (WHO, 2016).

Pemeriksaan glukosa darah merupakan pemeriksaan yang

digunakan untuk mendiagnosis DM dari berbagai macam pemeriksaan.

Metode enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena

adalah metode yang paling dianjurkan untuk mengetahui kadar

glukosa darah (Perkeni, 2015). Alat diagnostik glukometer (rapid)

dapat digunakan untuk melakukan pemantauan hasil pengobatan dan

tidak dianjurkan untuk diagnosis. Glukosa dalam urin tidak dapat

mengdiagnosis DM. Apabila terjadi gejala DM pada seseorang akan

membantu mendiagnosis DM. Apabila terjadi keluhan seperti lemas,

kesemutan, gatal, pandangan kabur dapat dicurigai menderita DM

(Perkeni, 2015).

Menurut Pekerni (2015) Kriteria diagnosis DM sebagai berikut:

a. Pemeriksaan glukosa plasma > 126 mg/dl. Puasa yang dimaksud

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma > 200 mg/dl 2-jam setelah Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.

9
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl dengan

keluhan klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c > 6,5 % dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Program (NGSP). Catatan (diagnosis berdasarkan

HbA1c) : harus hati-hati dalam membuat interprestasi karena

semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP.

Kriteria prediabet yaitu glukosa darah puasa antara prediabetes

dan diabetes adalah bagaimana tinggi kadar gula darah. Prediabetes

merupakan glukosa lebih tinggi dari normal. Prediabetes tidak harus

menghasilkan diabetes jika perubahan gaya hidup yang dijalani adalah

gaya hidup sehat (Perkeni 2015).

Pemeriksaan penyaring sangat perlu dilakukan pada seseorang

menderita DM yang tidak menunjukkan keluhan dan gejala.

Pemeriksaan untuk prediabetes dan mendiagnosis DM adalah

pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan penyaring berguna untuk

penderita DM yang tinggi, yang memiliko Indeks Massa Tubuh (IMT)

yang besar, Kelompok usia >45 tahun beresiko DM tinggi (Perkeni,

2015).

Komplikasi DM dibagi menjadi kategori komplikasi akut dan

komplikasi kronis. Jika terjadi perubahan relatif glukosa darah yang

diabetik karoasidosis disebut komplikasi akut. Jika DM terjadi lama

maka menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang menimbulkan

komplikasi kronik seperti Retinopati, neuropati, nefropati, penyakit arteri

koroner, infeksi, katarak dan glaukoma adalah beberapa contoh

1
0
komplikasi kronik dari DM (Hanum,2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus Tipe 2

1. Definisi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis karena terjadi

peningkatan glukosa darah didalam tubuh. Penyebab DM adalah

gangguan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. DM tipe 2

disebabkan oleh perpaduan antara resistensi insulin dan defisiensi

insulin yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin

yang tidak adekuathb (IDAI, 2015).

Resistensi insulin merupakan penyebab DM tipe 2. Kadar gula

darah tinggi didalam tubuh yang tidak cukup tidak akan bekerja secara

optimal. Defisiensi insulin dapat terjadi secara relatif pada penderita

DM tipe 2 dan sangat mungkin menjadi defisiensi insulin absolut.

Diabetes melitus tipe II terjadi karena kombinasi dari “kecacatan

dalam produksi insulin” dan ’’resistensi terhadap insulin” atau

“berkurangnya sensitifitas terhadap insulin” (adanya defekasi respon

jaringan terhadap insulin) yang melibatkan respos insulin di membran

sel. Ditahap awal yang pertama adalah abnormalitas yaitu

berkurangnya sensitivitas terhadap insulin ditandai meningkatnya

kadar insulin didalam darah, ada tahap ini,

1
1
hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara

da nobat anti diabetic yang dapat meningkatkan

sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi

glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit,

sekresi insulin semakin berkurang dan sangat

diperlukan untuk melakukan terapi.

Ada dua penyebab terjadinya DM tipe 2 yaitu Faktor keturunan

dan tingginya kadar gula darah, faktor keturunan sangat berpengaruh

pada diabetes tipe 2. Karena jika orang tua menderita diabetes maka

anaknya juga menderita diabetes, diabetes keturunan akan aktif

sendirinya dipicu rendahnya aktifitas sehari-hari, kurangnya

berolahraga, tidak mengkontrol asupan makanan, gaya hidup yang

salah dan memiliki kelebihan berat badan (Maulana, 2015).

Type 2 Diabetes

Blood
Vessels

5. Glucose can't
get Into the cells of
the Body,
Glucose builds up
the blood vessels.

4. Insulin Enters
the Bloodstream.

Gambar 2.1 Type 2 diabetes


Sumber : https://www.terapinonfarmakologi.com/2015/01/terapi-
non-farmakologi-penyakit 17.html
Gejala diabetes tipe 2 yaitu terjadi infeksi pada ginjal kandung kemih,

1
2
selalu merasakan lapar, kehausan, mudah lelah dan sering buang air

(Eckman, 2015).

2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Penyebab utama DM tipe 2 adalah otot dan hati yang mengalami

resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas dapat bekerja secara

optimal (Perkeni, 2015). Penyakit DM tipe 2 paling umum diderita di

Indonesia. Terjadinya ombinasi daktor risiko, resistensi insulin dan sel-sel

tidak menggunakan insulin secara efektif menyebabkan DM tipe 2 (NIIDK,

2014).

Resistensi insulin terjadi pada otot dan hati serta kegagalan sel beta

pankreas dikenal denganpatofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2.

Kegagalan sel beta pada DM tipe 2 terjadi lebih dini dan lebih berat

darisebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak

(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha

pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan

otak (resistensi insulin) ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya

gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2 (Perkeni,

2015).

Tahap awal perkembangan DM tipe 2 disebabkan oleh sel- sel

sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal,

tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan jumlah insulin dalam

tubuh yang mencukupi kebutuhan (Fitriyani, 2015).

Pada penderita DM tipe 2 mengalami produksi glukosa hepatik

secara berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel- sel beta

langerhans seperti pada DM tipe 1. Keadaan defisiensi insulin pada

1
3
penderita DM tipe 2 umumnya hanya bersifat relatif. Sel-sel beta

langerhans akan menunjukkan gangguan sekresi insulin fase pertama yang

berarti sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin (Fitriyani,

2015).

Perkembangan DM tipe 2 yang tidak dapat ditangani dengan baik

akan menyebabkan kerusakan sel-sel beta langerhans pada tahap

selanjutnya. Kerusakan sel-sel beta langerhans secara progresif dapat

menyebabkan keadaan defisiensi insulin sehingga penderita membutuhkan

insulin endogen. Resistensi insulin dan defisiensi insulin adalah 2

penyebab yang sering ditemukan pada penderita DM tipe 2 (Fitriyani,

2015).

3. Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan dengan pemerisaan

Diagnosis DM tipe 2 juga dapat ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa >

126 mg/dl, kadar glukosa darah > 200 mg/dl pada pemeriksaan glukosa 2

jam post prandial dan kadar glukosa darah sewaktu >

200 mg/dl dengan keluhan klasik DM adalah ketentuan untuk

mendiagnosis DM tipe 2 berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah

(WHO, 2016).

Ketentuan dalam mendiagnosis DM tipe 2 menggunakan kadar

glukosa darah oleh WHO dan Perkeni. Pemeriksaan kadar glukosa

darah dan pemeriksaan kadar C-Peptide dilakukan untuk

mendiagnosis DM tipe 2. Kadar C-peptide pada penderita DM tipe

2 yang baru didiagnosis cenderung tinggi dibandingkan dengan kondisi

tidak menderita DM dan DM tipe 1 (Fitriyani, 2015).

1
4
4. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2

Faktor risiko DM tipe 2 dibagi menjadi 3 kelompok yaitu faktor

risiko sosiodemografi,. perilaku dan gaya hidup dan keadaan klinis dan

mental (Irawan, 2015). Yang dimaksud dengan

Faktor risiko sosiodemografi diabetes melitus tipe 2 adalah umur, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Aktifitas fisik, konsumsi sayur dan

buah, asap rokok dan alkoholisme termasuk ke dalam faktor risiko pola

hidup pada diabetes melitus tipe 2. Indeks massa tubuh, lingkar perut,

tekanan darah, kadar kolesterol dan stress adalah faktor risiko kondisi

klinis dan mental diabetes melitus tipe

2. Selain itu, ada juga faktor risiko riwayat kesehatan keluarga

terutama riwayat diabetes melitus (Fitriyani, 2015).

Menurut Granita (2016) Faktor risiko penyakit DM tipe 2 antara lain

sebagai berikut:

a. Riwayat DM keluarga/genetik

DM tipe 2 sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.jika salah satu

dari kedua orang tuanya menderita DM, seorang anak memiliki

risiko 15% menderita DM tipe 2. Anak dengan kedua orang tua

menderita DM tipe 2 mempunyai risiko 75 % untuk menderita DM

tipe 2 dan anak dengan ibu menderita DM tipe

2 mempunyai risiko 10-30% daripada anak dengan ayah.

b. Berat lahir

Bayi yang lahirdalam keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

atau dengan berat dibawah 2500 gram lebih beresiko tinggi

menderita DM tipe 2. Karenqa bayi yang lahir BBLR menderita

1
5
gangguan fungsi pankreas sehingga insulin terganggu.

c. Stress

Stress adalah perasaan yang dihasilkan dari pengalaman atau

peristiwa tertentu. Jika kita mengalami stress, secara alami tubuh

akan mengeluarkan banyak hormon untuk mengatasi stress.

Hormon tersebut akan membuat banyak energi (lemak dan

glukosa)yang tersimpan didalam sel. Insulin tidak membiarkan

energi ekstra masuk kedalam sel sehingga menyebabkan

bertumpuknya didalam darah.

d. Umur

Semakin bertambahnya umur memiliki potensi mengalami

peningkatan menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah

sel beta pankreas akan memproduksi insulin lebih sedikit. Hal ini

bisa terjadi pada usia 45 tahun.

e. Jenis kelamin

Wanita memiliki potensi lebih besar menderita penyakit diabetes

melitus dibanding pria karena terjadi perbedaan anatomi dan

fisiologi. Wanita mempunyai indeks massa tubuh diatas normal.

Wanita juga mengalami menupouse yang mengakibatkan

pendistribusian lemak pada tubuh tidak merata dan cenderung

terakumulasi.

f. Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak melakukan aktifitas fisik dapat meningkatkan

resiko menderita diabetes melitus.

g. Pendidikan

1
6
Jika kita berpendidikan yang tinggi, kita akan mempunyai

pengetahuan yang baik dan dapat memahami resiko terjadinya

diabetes melitus.

h. Pola makan

Terjadi hubungan signifikan antara pola makan dan diabetes

melitus tipe 2. Faktor utama yang berperan dalam terjadinya

diabetes melitus yaitu pola mkan yang tidak sehat atau buruk,

sangat dianjurkan untuk mengatur pola makan seperti diet sehat

dan rajin berolahraga khususnya untuk wanita. Jika kita tidak

menjaga pola makan maka kita akan mengalami kelebihan berat

badan dan mengalami obesitas yang akan menyebabkan diabetes

melitus tipe 2.

i. Aktivitas fisik

Perilaku hidup sehat dengan melakukan aktivitas fisik yang sangat

teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat banyak dan yang paling

utama adalah mengatur berat badan dan memperkuat sistem dan

kerja jantung. Melakukan aktifitas fisik seperti berolahraga dapat

mencegah terjadinya penyakit DM tipe 2. Jika kita tidak melakukan

aktifitas fisik kita bisa berisiko mengalami diabetes tipe 2.

j. Merokok

Kebiasaan merokok salah satu faktor risiko menderita diabetes

melitus tipe 2, karena terdapat hubungan yang sangat signifikan.

Kebiasaan merokok dapat menyebabkan terjadinya resistensi

insulin dan dapat menurunkan metabolisme glukosa dalam tubuh.

C. Tinjauan Umum Tentang Anemia

1
7
1. Definisi Anemia

Anemia adalah defisiensi jumlah sel darah merah, kekurangan sel

darah merah membatasi pertukaran oksigen dan karbon

dioksida antara darah dan sel jaringan (Stropler, 2017).

Gambar 2.2 anemia


Sumber: https://www.alodokter.com/anemia

Anemia merupakan penurunan jumlah sel darah merah sehingga

tidak dapat memenuhi fungsi yang membawa oksigen ke jaringan

perifer, yang ditandai menurunya hemoglobin, hematokrit dan sel darah

merah di bawah normal (Syari, 2015)

Klasifikasi anemia berdasarkan pada ukuran dan kandungan

hemoglobin dalam sel dibedakan menjadi anemia sel-makrositik

(besar), normositik (normal), dan mikrositik (kecil) dan kandungan

hemoglobinhipokromik (warna pucat) dan normokromik (warna normal)

(Stropler, 2017).

2. Etiologi Anemia

Penyebab anemia dipengaruhi status gizi yang diperngaruhi oleh pola

makan, sosial ekonomi, lingkungan dan status kesehatan. Beberapa

1
8
faktor yang menyebabkan anemia,

dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung.

Penyebab langsung meliputi kecukupan makanan dan infeksi penyakit,

sedangkan penyebab tidak langsung antara lain perhatian terhadap

wanita yang masih rendah di keluarga.

Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang

makan sumber makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup

namun yang dimakan bioavailabilitas besinya rendah sehingga jumlah

zat besi yang diserap kurang, dan makanan yang dimakan

mengandung zat penghambat absorbsi besi (Roosleyn, 2016).

3. Klasifikasi Anemia

a. Berdasarkan morfologi eritrosit (ukuran dan warna)

1) Anemia mikrositik hipokrom -> MCV dan MCH I, MCHCT/

normal.

a) Anemia defisiensi besi.

b) Anemia karena gangguan penggunaan besi.

c) Anemia karena gangguan sintesis pofirin.

d) Anemia karena gangguan sintesis globin (tallasemia, HB

varian).

2) Anemia normostik normokrom -> MCV, MCH dan MCHC

normal.

a) Anemia aplastik terjadi karena kelainan sumsum

tulang.
b) Anemia pada keganasan.

c) Anemia pada penyakit menahun.

1
9
3) Anemia makrositik -> MCVT, MCH dan MCHC normal.

a) Megaloblastik : anemia pernisiosa, anemia defisiensi besi

vit B12 dan anemia defisiensi folat.

b) Non megaloblastik : anemia hemolitik, anemia pasca

perdarahan

b. Berdasarkan etiologinya :

1) Post Hemoragik

a) Akut: akibat trauma atau tukak.

b) Kronik : hemoroid, menstruasi, polip usus, neoplasma.

2) Hemolitik ( destrusksi berlebihan)

a) Faktor ekstrakorpuskuler ( umumnya akuisita dengan

beberapa pengecualian).

b) Faktor intrakorpuskuler ( umumnya herediter)

c. Pembentukan eritrosit berkurang atau terganggu.

a) Def substansi esensial, misalnya : def Fe, def vit B12/folat,

protein.

b) Infiltrasi pada sumsum tulang, misalnya : leukimia, limfoma,

karsinoma, sarkoma, multipel, hipertiroidisme, dll.

c) Gangguan endokrin, misalnya miksedema,

hipertiridisme, dll.

d) Penyakit ginjal kronik.

e) Penyakit hati kronik/sirrosis.

f) Penyakit inflamasi kronik.

g) Defisiensi eritroblast : atrofi sumsum tulang (An plastik, obat

dan penyinaran) (Hurustiaty, 2018).

2
0
D. Tinjauan Umum Tentang Indeks Eritrosit

1. Pengertian Indeks Eritrosit

Pehitungan darah lengkap/Complete Blood Count (CBC)

diantaranya adalah perhitungan indeks eritrosit yang memberikan

keterangan mengenai volume rata-rata eritrosit, banyaknya hemoglobin

per eritrosit, dan konsentrasi rata-rata hemoglobin. Perhitungan indeks

eritrosit diperoleh dari perhitungan sel darah merah diantaranya

dengan menggunakan data jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin,

dan nilai PCV. Indeks eritrosit yang diperoleh berupa Mean

Corpuscular Values (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (Salam, 2016).

Perhitungan indeks eritrosit biasa digunakan untuk mendignosa

jenis anemia dan dapat dihubungkan untuk mengetahui penyebab

terjadinya anemia. Nilai MCV dan MCHC mencerminkan jenis eritrosit

yang diproduksi oleh sumsum tulang (Salam, 2016).

2. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau Volume Eritrosit Rata- rata

(VER)

MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah

merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal apakah

sebagai Normositik (ukuran normal), Mikrositik (ukuran kecil < 80 fL), atau

Makrositik (ukuran besar >100 fL) (Kemenkes,

2011).

Perhitungan :

hematokrit X 10

MCV (femtoliter) =------------------------------ (fL)


Eritrosit

2
1
Nilai normal : 80.0-97.0 (fL) (Hurustiaty, 2018).

Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik,

defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit,

hemoglobin C, keracunan timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi pada

pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia penyakit hati kronik,

hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konfulsan dan anti metabolik

(Gandasoebrata R, 2013).

3. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau Hemoglobin

Korpuskuler rata-rata (KHER)

Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb

rata-rata di dalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan

kuantitas warna (normokromik, hipokromik,

2
2
hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk

mendiagnosa anemia (Kemenkes, 2011).

Perhitungan :

MCH (picogram/sel) (pg)

Nilai normal : 26.5 - 33.5 (pg) (Hurustiaty, 2018).

Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia

hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi

(Gandasoebrata R, 2013).

4. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau

HER (Hemoglobin Korpuskuler rata-rata)

Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah

merah; semakin kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya.

Perhitungan MCHC tergantung pada Hb dan Hct. Indeks ini adalah indeks

Hb darah yang lebih baik, karena ukuran sel akan mempengaruhi nilai

MCHC, hal ini tidak berlaku pada MCH.

Hemoglobin X 100
Perhitungan : MCHC = (%)
Hematokrit

Nilai normal : 31.5 - 35.0 gr/dL (Hurustiaty, 2018).

Penurunan MCHC terjadi pada pasien anemia mikrositik dan

anemia hipokromik dan peningkatan MCHC terjadi pada pasien anemia

defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013)

E. Kerangka Konsep

Penyebab diabetes yaitu gula darah tinggi yang tidak terkontrol.

Gula darah yang tinggi juga bisa menyebabkan anemia atau kurang darah.

Anemia pada penderita DM tipe 2 daapat mempengaruhi ginjal (diabetic

neuropathy). Risikonya ginjal tidak dapat menghasilkan eritropoietin

2
3
(hormon yang mengontrol produksi sel darah merah), fungsi utama sel

darah merah yaitu mengangkut oksigen, jika jumlah sel darah merah sedikit

berarti jumlah oksigen yang dipasok ke organ tubuh akan lebih rendah

sehingga menyebabkan anemia, Selain itu,

DM tipe 2 mempengaruhi saraf sehingga menghambat produksi

eritropoietin dalam menanggapi anemia.

Pendeita DM tipe 2 sering mengalami kekurangan gizi sehingga

menyebabkan anemia. Orang dengan diabetes tipe-1 juga memiliki

peningkatan risiko tertular gangguan autoimun seperti penyakit celiac dan

pernicious anemia (defisiensi vitamin B12) yang menyebabkan jumlah

darah rendah. Obat juga merupakan salah satu penyebab anemia.

Mengkonsumsi obat diabetes salah satu penyebab anemia. Gejala anemia

pada penderita DM sangat sulit untuk diketahui. Ada banyak gejala yang

hampir sama dengan anemia dan diabetes salah satunya merasa lelah dan

mudah lelah.

2
4
Z
1

Keterangan :

Variabel yang tidak diteliti : I


L

Variabel yang diteliiti : [

Gambar: 2.3 Skema Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasi laboratorik, yaitu studi

hasil pemeriksaan indeks eritrosit pada penderita diabetes melitus tipe 2.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus

tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 sampel

penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah accidental

sampling.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan indeks eritrosit

pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di RSUD Arifin Nu’mang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2020.

2
8
2
9
E. Definisi Operasional
1. Diabetes tipe 2 adalah penyakit kronik yang berhubungan dengan

resistensi insulin dengan kriteria menurut WHO kadar GDS >200mg/dl

atau GDP >126 mg/dl diagnosis oleh dokter.

2. Indeks eritrosit adalah nilai MCV, MCH dan MCHC yang diukur

menggunakkan alat otomatis sysmex xn-350, dan hasilnya dinyatakan

dalam fL, pg dan g/dL.

3. MCV adalah ukuran atau volume rata-rata sel darah merah pada tubuh

manusia, yang terbagi dalam 3 kategori yaitu mikrositik (ukuran kecil),

normositik (ukuran normal) dan makrositik (ukuran besar).

4. MCH adalah hemoglobin rata - rata pada setiap sel darah merah dalam

tubuh untuk melihat warna eritrosit, yang terbagi dalam 3 kategori

yaitu, hipokrom (warna pucat), normokrom (warna normal) dan

hiperkrom (warna pekat).

5. MCHC adalah konsentrasi hemoglobin rata-rata pada sel darah

merah.
F. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat yang digunakan yaitu: Sysmex® XN-350 hematology analyzer,

vacutainer tutup ungu, needle, holder, handscoon, dan torniquet.

2. Bahan penelitian yang digunakan yaitu: darah pasien dan kapas

alcohol 70%.

G. Prosedur Penelitian
1. Pra analitik
a. Disiapkan alat dan bahan

b. Cara pengambilan sampel darah vena


1) Dipasang needle pada holder, pastikan terpasang erat

2) Dilakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah;


3
0
usahakan pasien senyaman mungkin.

3) Diminta pasien mengepalkan tangan

4) Pasang tali pembendung (tourniquet) kira-kira 10 cm diatas

lipatan siku.

5) Dipilih bagian vena median cubital . Lakukan perabaan

(palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti

sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal.

6) Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas

alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan

jangan dipegang lagi.

7) Dilakukan penusukan pada vena dengan posisi lubang jarum

menghadap ke atas. Masukkan vacum tube ke dalam holder

dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada

tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung

dan tunggu sampai darah berhenti mengalir. Sebelum

menggunakan vacum tube, terlebih dahulu dilakukan penulisan

identitas pasien.

8) Lepas tourniquet dan minta pasien membuka kepalan

tangannya.

9) Setelah itu, diletakkan kapas di tempat suntikan lalu segera

lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa saat lalu plester

(Arinda,2015)

2. Analitik

a. Alat harus terpasang dengan stabilizer/UPS.

b. Dinyalakan stabilizer, tunggu sampai stabilizer berjalan dengan

normal dan hidupkan alat dengan menekan tombol ON pada


3
1
bagian belakang alat dan tombol ON warna hijau pada bagian

depan alat.

c. Alat kemudian akan meminta user name dan pasword, pilih user

“LAB" dengan pasword dkosongkan lalu klik OK. Selanjutnya alat

akan melakukan “Star Up” secara otomatis.

d. Jalankan darah kontrol sebelum melakukan pemeriksaan.

e. Dimasukkan data pasien dengan memilih “Menu Worklist” selanjunta

regist kemudian isi identitas pasien lalu tekan “OK”.

f. Dihomogenkan darah pasien yang akan diperiksa dengan baik

sebelum meletakkan di bawah “Aspirate Probe" untuk dihisap.

g. Ditekan tombol start (warna hijau) dan sampel akan dihisap.

h. Ditarik sampel dari bawah “Aspirate Probe" setelah terdengar bunyi

beep 2 kali.

i. Hasil pemeriksaan akan tampil pada layar.

j. Untuk mencetak hasil, data terlebih dahulu harus divalidate.

Selanjutnya pilih Output, klik report maka hasil akan otomatis

terprint. (SOP Sysmex Xn-350).

3. Pasca Analitik

a. Pembacaan Hasil

Terdapat hasil berupa lembar kertas yang keluar dari printer dan

layar monitor.

b. Pelaporan Hasil

Simpan hasil pemeriksaan yang diperoleh pada perangkat dan catat

hasil pada buku album.

Nilai rujukan :
3
2
1
M CV : 80.0-97.0 fL
)
2
MCH : 26.5 - 33.5 pg
)
3
) MCHC : 31.5 - 35.0 gr/dL (Hurustiaty, 2018)
H. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data

rekam medik subjek penelitian di bagian rekam medik di laboratorium

patologi klinik, RSUD Arifin Nu’mang. Setelah itu dilakukan pengamatan

dan pencatatan langsung ke dalam tabel yang telah disediakan.


I. Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Skema Kerangka Operasional

J. Analisa Data

Data yang diperoleh dari gambaran hasil pemeriksaan penderita

diabetes melitus tipe 2, dianalisa secara deskriptif, dalam bentuk tabel

dan disertai narasi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini tentang Studi Hasil Indeks Eritrosit pada Penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang. Pengambilan data ini

diperoleh dengan mengambil data sekunder dari rekam medis di

RSUD Arifin Nu’mang. Sampel yang diambil sebanyak 25 sampel dan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit pada Penderita DM tipe 2 di


RSUD Arifin Nu’mang

Parameter Pemeriksaan
.. Kode Jenis .
No. . kelamin umur MCV MCH MCHC
samp Keterangan
el (fL) (pg) (g/dL)

Anemia
1. mikrositik
59 78,7 30,5 38,7
normokrom

Anemia
2. mikrositik
55 72,9 27,4 37,5
normokrom

Anemia
3. normositik
67 80,2 29,0 36,0
normokrom

Anemia
4. normositik
P 56 83,6 29,3 35,0
normokrom

Anemia
5. 81, normositi
E L 70 29,3 35,9
6 k
normokr
Anemia
79, normositik
6. F P 56 normokrom
4 28,3 35,6

3
4
35

Anemia
59 86,8 31,1 35,0 normositik
7. G L normokrom

Anemia
normositik
8 H L 64 79,1 27,9 35,3
normokrom

Anemia
makrositik
9. I P 59 99,7 33,5 33,6
normokrom

Anemia
normositik
10. J P 54 91,1 31,0 34,0
normokrom

Anemia
mikrositik
11. K L 47 78,7 26,0 33,0 hipokrom

Anemia
normositik
12. L P 65 87,9 29,0 33,0 normokrom

Anemia
normositik
13. M P 65 90,3 29,5 32,7 normokrom

Anemia
normositiik
14. N P 59 83,5 29,5 35,3 normokrom

Anemia
mikrositik
15. O P 53 80,5 28,7 35,7 normokrom

Anemia
mikrositik
16. P P 68 78,7 25,5 32,8 hipokrom

Anemia
normositik
17. Q P 57 72,9 30,0 34,2 Normokrom

Anemia
mikrositik
18. R P 55 80,2 24,1 31,8 hipokrom

Anemia
58 83,6 29,5 33,2 normositik
19. S P
3
6

Anemia
normositik
20. T P 61 81,6 30,7 35,5
Normokrom

Anemia
normositik
21. U P 53 79,4 29,9 35,9
Normokrom

Anemia
normositik
22. V P 50 86,8 29,5 32,2
Normokrom

Anemia
normositik
23. W L 47 79,1 31,2 34,5
Normokrom

Anemia
mikrositik
24. X L 45 99,7 27,9 34,7 normokrom

Anemia
normositik
43 91,1 28,6 33,7 Normokrom
25. Y L

Sumber: Data sekunder tahun 2019

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian diolah dengan

menentukan frekuensi dan menghitung presentasenya.

Tabel 4.2 Distribusi menurut hasil nilai MCV, MCH dan MCHC

Rendah Normal Tinggi

MCV 8 16 1

MCH 3 22 -

MCHC 1 17 7

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh data bahwa dari 25 sampel terdapat nilai

MCV (rendah 8 pasien, tinggi 1 pasien dan normal 16


3
7
pasien), nilai MCH (rendah 3 pasien dan normal 22 pasien) dan nilai MCHC

(rendah 1, normal 17 pasen dan tinggi 7 pasien).

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 9 36%

Perempuan 16 64%
100%
Jumlah 25

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 25 sampel

terdapat 36% pasien berjenis kelamin laki - laki dan 64% berjenis kelamin

perempuan.

Tabel 4.4 Distribusi Subjek Berdasarkan Kelompok Usia

Umur (tahun) Frekuensi Presentase

41 - 50 tahun 5 20%

51 - 60 tahun 13 52%

61 - 70 tahun 7 28%

Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 25 sampel

terdapat 20% pasien berumur 41 - 50 tahun, 52% berumur 51 - 60 tahun,

dan 28% berumur 61 - 70 tahun.


3
8
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Kelompok Usia 41 - 70 Tahun.

Indeks Eritrosit Frekuensi Presentase

Anemia mikrositik
4 16%
normokrom
Anemia normositik 68%
17
normokrom
Anemia makrositik 4%
1
normokrom
Anemia mikrositik 12%
hipokrom O
100%
Jumlah 25

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data bahwa dari 25 sampel


terdapat 16% anemia mikrositik normokrom, 68% anemia normositik

normokrom, 4% anemia makrositik normokrom dan 12% anemia mikrositik

hipokrom.

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Berdasarkan Jenis Kelamin

Indeks Eritrosit
Jumla
N Normositik n(%)
Kelamin Makrositik Mikrositik
Mikrositik
o normokro normokro
Normokrom hipokrom
. m m
n(%) n(%)
n(%) n(%)
9(100)
1
Laki-laki 2(22,2) - 6(66,7) 1(11,1)
.
2 16(100
. perempuan 2(12,5) 1(6,25) 11(68,75) 2(12,5) )

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 25 sampel terdapat

22,2% mikrositik normokrom, 66,7% normositik normokrom dan 11,1%

mikrositik hipokrom pada pasien berjenis kelamin laki - laki dan 12,5%

mikrositik normokrom, 6,25% makrositik normokrom, 68,75%

normositik normokrom dan 12,5% mikrositik hipokrom pada pasien

berjenis kelamin perempuan.


3
Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit Berdasarkan Usia Indeks 9
Eritrosit
Mikrositi Mikrositi Jumla
N Usia k Makrositik Normositik h
k
o. Normokrom normokro normokro
hipokrom n(%)
n(%) m n(%) m n(%)
n(%)
41 -50 5(100)
1. 1(20) - 3(60) 1(20)
tahun
51 -60 13(10
2. 3(23,1) 1(7,7) 8(61,5) 1(7,7)
tahun 0)
61 -70
3. - - 6(85,7) 1(14,3) 7(100)
tahun
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan, pada kelompok usia 41 - 50

tahun menunjukkan hasil 20% mikrositik normokrom, 60% normositik

normokrom dan 20% mikrositik hipokrom. Pada kelompok usia 51 - 60

tahun menunjukkan hasil 23,1% mikrositik normokrom, 7,7% makrositik

normokrom, 61,5% normositik normokrom dan 7,7% mikrositik

hipokrom dan hasil indeks eritrosit kelompok usia 61 - 70 tahun

menunjukkan hasil 85,7% normositik normokrom dan 14,3% mikrositik

hipokrom.

B. Pembahasan

Pada hasil penelitian diatas pada tanggal 10 april telah dilaksanakan

penelitian yang berjudul Studi Hasil Indeks Eritrosit

Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Arifin Nu’mang.

Dari 25 sampel penderita DM tipe 2.

Mean Corpuscular Volume merupakan salah satu indeks

eritrosit yang dapat digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit.

Pada hasil penelitian pemeriksaan MCV dari 25 pasien, terdapat 16

pasien yang memiliki nilai MCV yang normal, 8 pasien yang


4
0
mengalami penurunan MCV dan 1 pasien yang mengalami

penigkatan MCV.

MCV yang mengalami penurunan menggambarkan mikrositik,

biasanya ditemukan pada anemia defisiensi besi yang disebabkan

oleh suplai besi kurang dalam tubuh yang berpengaruh dalam

pembentukan hemoglobin sehingga konsentrasinya dalam sel darah

merah berkurang, mengakibatkan tidak kuatnya pengangkutan

oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini selaras dengan hasil penelitian

Amalia dan Tjiptaningrum (2016) tentang Diagnosis dan Tatalaksana

Anemia Defisiensi Besi. Sedangkan apabila terjadi peningkatan,

mengambarkan makrositik, biasanya ditemukan pada defisiensi

vitamin B12. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Nugroho dan

Sartika (2018) tentang asupan vitamin B12 terhadap anemia yang

mengatakan bahwa vitamin B12 diperlukan untuk pembentukan

eritrosit dengan tepat. Keadaan defisiensi ini menyebabkan sumsum

tulang tidak mampu memproduksi eritrosit secara normal sehingga

mengakibatkan daya pengangkutan hemoglobin menjadi sangat

terbatas.

Mean Corpuscular Hemoglobin adalah perkiraan jumlah atau

berat rata-rata hemoglobin pada setiap sel darah merah dalam tubuh.

Data hasil pemeriksaan MCH dari 25 pasien, terdapat 22 pasien

yang memiliki nilai MCH yang normal dan 3 pasien yang mengalami

penurunan. Penurunan MCH terjadi ketika sel darah merah terlalu

kecil sehingga tidak mengandung sejumlah hemoglobin

sebagaimana mestinya. Penyebab utamanya adalah kekurangan zat

gizi atau nutrisi dari makanan, terutama zat besi (iron)


4
(gandasoebrata, 2013). 1

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration adalah

konsentrasi hemoglobin rata-rata untuk setiap sel darah merah. Data

hasil pemeriksaan MCHC dari 25 pasien, terdapat 17 pasien yang

memiliki MCHC normal, 7 pasien yang mengalami penurunan MCHC

dan 7 pasien yang mengalami peningkatan MCHC.

Penurunan MCHC terjadi karena kadar hemoglobin dalam

setiap sel darah merah lebih rendah dari normal. Hal ini

mengindikasikan bahwa sel-selnya bersifat hipokromik yang ditandai

dengan warna yang kurang pekat alias pucat. Jika kadar MCHC

terlalu tinggi, bisa mengindikasikan bahwa sel-selnya bersifat

hiperkromik. Artinya ada konsentrasi hemoglobin yang

tinggi di setiap sel darah merah. Hal ini ditandai dengan warna

merah yang lebih padat.

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan

bahwa dari 25 sampel terdapat 36% pasien berjenis kelamin laki -

laki dan 64% berjenis kelamin perempuan. Berbeda halnya dengan

penelitian Chen dan Li pada tahun 2011 di Hongkong menunjukkan

bahwa anemia pada DM tipe 2 lebih banyak pada laki - laki. Hasil

tersebut terjadi karena penurunan kadar testosterone pada pasien

laki - laki DM tipe 2. Dalam penelitian ini pasien sebagian besar

berjenis kelamin perempuan, sehingga distribusi subjek berdasarkan

jenis kelamin tidak dapat dijelaskan dengan pasti.

Ditinjau dari usia, anemia pada DM tipe 2 paling besar pada

kelompok 51 - 60 tahun dengan jumlah 52%, lalu diikuti kelompok


4
2
usia 61 - 70 tahun dengan jumlah 28% dan terendah pada kelompok

usia 41 - 50 tahun.

Menurut penelitian Agung dkk, onset dari DM tipe 2 dimulai

pada usia 50 - 59 tahun, setelah onset tersebut dimulai maka anemia

juga akan banyak terjadi pada rentang onset usia tersebut. Menurut

hasil penelitian Bhutto et all, jumlah eritrosit pada pasien yang lebih

tua, terutama laki-laki dengan durasi diabetes yang lama dilaporkan

mengalami penurunan akibat komplikasi DM. Penurunan ini terjadi

akibat defisiensi eritropoeietin atau akibat peningkatan kerusakan

eritrosit sekunder oleh perubahan struktur

sel. Terdapat data yang memperlihatkan penurunan kadar HB, MCV,

dan MCH pada beberapa pasien; hal ini mungkin disebabkan oleh

faktor lainnya. Faktor-faktor yang dapat mepengaruhi indeks eritrosit

yaitu usia yang lebih tua, peradangan kronis, dan juga kondisi yang

dapat memengaruhi kelangsungan hidup eritrosit seperti transfusi

darah, kehilangan darah, dan penyakit ginjal.

Adapun jenis anemia yang didapatkan dari pemeriksaan

indeks eritrosit yaitu : 16% anemia mikrositik normokrom, 68%

anemia normositik normokrom, 4% anemia makrositik normokrom

dan 12% anemia mikrositik hipokrom.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin

Nu’mang dapat di simpulkan bahwa pada pemeriksaan indeks eritrosit, dari

25 sampel didapatkan nilai MCV (rendah 8 pasien, tinggi

1 pasien dan normal 16 pasien), nilai MCH (rendah 3 pasien dan normal 22

pasien) dan nilai MCHC (rendah 1, normal 17 pasen dan tinggi 7 pasien).

Adapun jenis anemia yang didapatkan dari pemeriksaan indeks eritrosit

yaitu : 16% anemia mikrositik normokrom, 68% anemia normositik

normokrom, 4% anemia makrositik normokrom dan 12% anemia mikrositik

hipokrom.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan

bahwa :

1. Disarankan agar penelitian ini dapat dijadikan referensi dan dijadikan

salah satu sumber referensi mengenai penyakit diabetes melitus bagi

peneliti selanjutnya.

2. Diharapkan agar penderita DM tipe 2 mengendalikan penyakit agar

tidak semakin parah. Upaya yang dapat dilakukan oleh penderita DM

tipe 2 adalah dengan diet 3J ( Tepat jenis makanan,

4
3
4
4

3. tepat jumlah porsi makanan dan tepat jadwal makan), patuh dalam

meminum obat, serta rajin berolahraga dengan teratur.

4. Disarankan pada peneliti selanjutnya melakukan pemeriksaan indeks

eritrosit pada penderita DM tipe 2 sebelum dan setelah melakukan

pengobatan atau melakukan pemeriksaan terkait faktor yang

berhubungan dengan penelitian sebelumnya, dan diharapkan dapat

melakukan penelitian dengan populasi yang lebih besar dan jangka

waktu yang lebih panjang agar didapatkan sampel yang banyak


DAFTAR PUSTAKA

https://www. terapi nonfarmakologi. com/2015/01/terapi-non-farmakologi-


penyakit_17.html. (2015, 01).

Amalia, A. et al. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.


Universitas Lampung.

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and classification of


diabetes mellitus. Diabetes Care;37 (Suppl 1):S81-S90.

Arinda, Dedy. (2015). Buku Saku Analis Kesehatan Revisi Ke 5. Bekasi: Analis
Muslim Publishing.

Bhutto A, Abbasi A, Abro A. (t.thn.). Correlation of hemoglobin A1c with red cell
width distribution and other parameters of red blood cells in type II
diabetes mellitus. Cureus. 11(8): e5533. doi:10.7759/ cureus.5533.

Chen CX, Li FC, Chan XL, Chan KH. (2011). Anemia and Type 2 Diabetes :
impication from retrospectively studied primary care case series.
Hongkong Medical Journal.

Eckman, D., Stacey, R., Rowe, R., Agostino, R., & Kock, N. . (2013). Weekly
Doxorubicin Increases Coronary Arteriolar Wall And Adventital
Thickness. J Pios One.

Ewadh, M. J., Juda, T. M., Ali, Z. A., & Mufeed, E. M. (2014). Evaluation of
Amylase Activity in Patients with Type 2 Daibetes Mellitus. American
Journal of BioScience Babylon University, College of Medicine,
Biochemistry Dept. Hilla, Iraq,, 2(5), 171.
https://doi.Org/10.11648/j .ajbio.20140205.11.

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran


Universitas Lampung, 4 (artikel review), 93-101.

Fitriyani. (2015). Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas


Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota
Cilegon. Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen Biostatistika dan
Kepedudukan Depok Universitas Indonesia.

Gandasoebrata . (2013). Penuntun Laboratorium Klinis . Jakarta: Dian Rakyat.


Garnita D. (2016). Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia (Analisis Data
Sakerti 2007). Dalam Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Indoneisa (hal. 1-189).

Hanum, N. N. (2015). Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Profil


Lipid pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum
Daerah Cilegon. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, 1-70.

https://www.alodokter.com/anemia. (2019).

Hurustiaty. (2018). Penuntun Praktikum Hematologo III. Makassar.

IDAI. (2015). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Badan Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia.

International Diabetes Federation. (2015). Diabetes Atlas.

Irawan D. (2015). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
2 di Daerah U bran Indonesia . Fakultas Kesehatan Masyarakat
Indonesia Jakarta .

Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Pedoman Interprestasi


Data Klinik. Jakarta : 13-14.

Maulana, M. (2015). Mencegah Diabetes Melitus. Yogyakarta: Kata Hati.

NIIDK. (2014). Causes of diabetes National Institure of Diabetes and Digestive


and Kidney Diseases. 253(1718) 37
https://doi.Org/10.1049/et:20081020.

Nugroho, R. et al. (2018). Asupan Vitamin B12 Terhadap Anemia


Megaloblastik Pada Vegetarian di Vihara Meitriya Khirti Palembang.
Universitas Indonesia.

PERKEN I. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Penegahan Diabetes Melitus


tipe 2 di Indonesia 2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia: (PB Perkeni), 1,93.

Prabawati, R. K. (2015). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin.


Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double
Dolgree Neurologi FAkultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang,
1 -15.

Purba D. (2015). Perbandingan Kadar C-Peptidae Pada Diabetes Melitus Tipe


2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus. Tesis
Departemen Patologi Klinik FAkultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / RSUP H. Adam Malik. Universitas Sumatera Utara.

RI, Kemenkes. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Dirjen Bina Gizi.

Roosleyn, Intan Parulian Tiurma. (2016). Strategi Dalam Penanggulangan


Pencegahan Anemia Pada Kehamilan. Jurnal Ilmiah Widya, Volume 3.
3. 1-9.

Salam, S. W. (2016). Gambaran Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin,


Nilai Hematokrit dan Indeks Eritrosit Pada Kerbau Lumpur Betina.
Bogor.

Saraswati, Rotty, Pandelaki. (2018). Gambaran Indeks Eritrosit pada Laki- laki
Dewasa dengan Diabetes Melitus Tipe 2. 148-151.

Stropler, T, Weiner, S. (2017). Krause's Food & Nutrition Care Procces 14th.
Canada: edition Elsivier.

Suryono S. (2014). editor, Diabetes Melitus Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta.

Syari, Mila. (2015). Peran Asupan Zat Gizi Makronutrien Ibu Hamil terhadap
Berat Badan Lahir di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(3): 729
- 736.

World Health Organization (2016). Diabetes facts, 1-2 https://doi.org/ISBN 978


92 4 156525 7.

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. Isbn, 978, 88.
https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7.

Wu, H., Yang, S., Huang, Z., He, J., Wang, X., 2018. (t.thn.). Type 2 diabetes
mellitus prediction model based on data mining. Informatics in Medicine
Unlocked, hal. 10,pp 100-107.
Lampiran 1

Sysmex® XN-350 hematology analyzer

Lampiran 2

STANDAR OPERASIONAL ALAT SYSMEX XN-350

STANDAR OPERASIONAL ALAT


SYSMEX XN-350
I 1. Alat harus terpasang dengan stabilizer/UPS.
I 2. Nyalakan stabilizer, tunggu sampai stabilizer berjalan dengan normal dan hidupkan alat dengan menekan ON pada bagian
belakang alat, dan tombol ON warna hijau pada bagian depan alat
I 3. Alat kemudian akan meminta user name dan password, pilih user "LAB' dengan password dikosongkan lalu klik OK.
Selanjutnya alat aka melakukan ‘start up" secara otomatis
I 4 Jalankan darah kontrol sebelum melakukan pemeriksaan
I 5. Masukkan data pasien dengan memilih ‘Menu WorWist" selanjutnya regist kemudian isi identitas pasien lalu tekan ‘OK".
I 6 Homogenkan darah pasien yang akan diperiksa dengan baik setelur; > meletakkan di bawah ‘Aspirate Probe" untuk
dihisap
I 7. Tekan tombol start (Wama Hijau) dan sampel akan terhisap
8. Tarik sampel dari bawah ‘Aspirate Probe setelah terdengar bunyi Beep 2 kali
I 9 Hasil pemeriksaan akan tampil pada layar , 10 Untuk mencetak hasil, data terlebih dahulu harus tervalidate Selanjutnya I
pilih Output, Klik Report Maka hasil akan otomatis terprint.

48
4
9

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Nur Hikmah Tajul Arifin

NIM : PO.71.4.203.16.1.028

Tempat. Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 15 September 1998

Jenis Kelamin : Perempuan


: Jin. Ambo Nganro. Kab. Sidenreng
Alamat
Rappang
Agama : Islam

No.Telp/Hp : 085397799293

Email : Hikmahnurhikmah15@gmail.com

Judul Skripsi : Studi Hasil Indeks Eritrosit Pada Penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Arifin


Nu’mang

Title Of Thesis : "Study of Red Blood Cell Index Results in

Patients with Diabetes Mellitus Type 2 at

Arifin Nu'Mang Hospital"

Pembimbing Skripsi : 1. Nuradi, S.Si.,M.Kes

2. Mawar, S.Si., M.Kes

Penguji : Yaumil Fachni Tandjungbulu, S.ST.,M.Kes


5
0

Anda mungkin juga menyukai