Anda di halaman 1dari 56

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KADAR KREATININ PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2
TAHUN 2020

EVANI HARFAH DAMANIK

P07534017081

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2020
KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KADAR KREATININ PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2
TAHUN 2020

Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III

EVANI HARFAH DAMANIK

P07534017081

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : Gambaran Kadar Kreatinin Pada Penderita Diabetes


Melitus Tipe 2
Nama : Evani Harfah Damanik
NIM : P07534017081

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji


Medan, Juni 2020

Menyetujui

Pembimbing

Togar Manalu, SKM,M.Kes


196405171990031003

Ketua Jurusan Analis


Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Endang Sofia Siregar, S.Si, M.Si


196010131986032001
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : EVANI HARFAH DAMANIK


NIM : P07534017081
JUDUL : GAMBARAN KADAR KREATININ PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Karya Tulis Ilmiah ini Telah Diuji Pada Sidang Ujian Akhir Program
Jurusan Teknologi Laboratorim Medis Poltekkes Kemenkes Medan
Medan, Juni 2020

Ketua Penguji

Togar Manalu, SKM.M.Kes


196405171990031003

Penguji I Penguji II

Endang Sofia Siregar S.Si, M.Si Sri Widya Ningsih, S.Si, M.Si
NIP. 196010131986032001 NIP. 198109172012122001

Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium Medis


Polteknik Kesehatan Kemenkes Medan

Endang Sofia Siregar, S.Si, M.Si


NIP. 196010131986032001
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Evani Harfah Damanik
NIM : P07534017081
Jurusan : Teknologi Laboratorium Medis

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah saya yang berjudul “GAMBARAN


KADAR KREATININ PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2’” ini
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan melakukan penelusuran studi
literatur. Selain itu, sumber informasi yang dikutip penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya nyatakan secara benar dengan penuh tanggung
jawab.

Medan, Juni 2020

Evani Harfah Damanik


P07534017081
POLIKTEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
KTI, Juni 2020

EVANI HARFAH DAMANIK

PICTURE CREATININE LEVELS IN PEOPLE WITH TYPE 2


DIABETES MELLITUS
x + 36 pages + 6 tables + 1 pictures

ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease with characterized
hyperglycemic due to abnormalities insulin secretions, insulin performance, or
both of them. Relationship between Diabetes Mellitus and Creatinine because of a
disturbance in the pancreas resulting in increased blood sugar levels. The
purpose of this study is to determine creatinine levels in type 2 diabetes mellitus.
This type of research is descriptive in nature, using two secondary data by
searching Literature studies, at Sanglah Hospital in Denpasar totaling 30 people
and in hospitals. Bhayangkara Palembang City numbered 64 people. So the total
of all samples totaled 94 people. Based on the two journals, it was obtained from
examination of creatinine levels in patients with Diabetes mellitus of 94 people.
Based on creatinine age variables that were higher in the age group of 61-70
years 50%. And in the sex variable of 94 people including 50 people who were
male 53.2% with higher creatinine levels found in the male 23 people 53.5%.
Type 2 diabetes mellitus is a chronic disease that can cause complications such as
diabetic nephropathy. for patients to maintain blood sugar levels of patients with
type 2 diabetes mellitus in order to remain optimal, so that complications do not
occur.
Keywords : Type 2 Diabetes Mellitus, Creatinine
Reading List : 2020 (2005 – 2019
POLIKTEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN

i
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
KTI, Juni 2020

EVANI HARFAH DAMANIK

GAMBARAN KADAR KREATININ PADA PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2
x + 36 Halaman + 6 Tabel + 1 Gambar

ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kreatinin karna adanya
gangguan pada pankreas mengakibatkan kadar gula darah meningkat. Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan kadar kreatinin pada penderita Diabetes melitus
tipe 2. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dangan menggunakan
dua data sekunder dengan cara melakukan studi Literatur, di RSUP Sanglah
Denpasar yang berjumlah 30 orang dan di RS. Bhayangkara Kota Palembang
berjumlah 64 orang. Jadi total seluruh sample berjumlah 94 orang. maka diperoleh
hasil pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita DM dari 94 orang Berdasarkan
variabel umur kadar kreatinin yang tinggi lebih di dominasi pada kelompok usia
61-70 tahun 50%. Dan pada variabel jenis kelamin dari 94 orang terdapat 50
orang yang berjenis kelamin laki- laki 53,2% dengan Kadar kreatinin yang tinggi
lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin Laki-Laki 23 orang 53,5%. Diabetes
melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang dapat menyebabkan komplikasi
seperti nefropati diabetika. bagi pasien agar menjaga kadar gula darah penderita
diabetes melitus tipe 2 supaya tetap optimal, agar tidak terjadi komplikasi.

KATA KUNCI : Diabetes Melitus Tipe 2,Kreatinin


Daftar Baca : 2020 (2004-2019)

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan


Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya dan segala karuni-Nya
penulis dapat menyelesaikan Pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
Shalawat berseta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW. Serta hidayah, kemauan dan keberkahan-Nya terutama
memeberikan kesehatan dan kekuatan kepada saya sehingga dapat diberi
kesempatan dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :
“Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2 Tahun 2020”.
Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan untuk yang teristimewa
kedua orang tua penulis yaitu ayah tercinta Alm H. Damanik dan ibunda
tersayang Asnawati Hasibuan yang telah membesarkan, mengasuh serta
memberikan kasih sayang kepada penulis dan memberikan pengorbanan baik
material maupun moril selama mengikuti pendidikan.
Karya Ilmiah ini Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan dalam
Pendidikan Program DIII Teknologi Laboratorium Medis. Dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini penulisbanyak dapat bimbingan, saran, bantuan Serta Do’a dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada Kesempatan ini, penulis menyampaikan
ucapan Terima Kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Ida Nurhayati, M.kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian RI Medan atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyesesaikan pendidikan Ahli
Teknologi laboratorium Medis.
2. Ibu Endang Sofia, S.Si M.Si selaku ketua jurusan Teknologi
laboratorium Medis Medan.
3. Bapak Togar Manalu, SKM,M.Kes selaku pembimbing dan ketua
Penguji yang telah memberikan waktu dalam membimbing, memberi
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.

iii
4. Ibu Endang Sofia, S.Si,M.Si selaku penguji I dan Ibu Sri Widia
Ningsih,S.Si, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan Kritikan
dan saran untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh Dosen Dan staff Pegawai Jurusan Teknologi Laboratorium
Medis Medan.
6. Kepada kedua orang tua tercinta Alm. H. Damanik Dan ibu Asnawati
Hasibuan yang senantiasaselalu memberikan kasih sayangnya, Doa-
nya, nasihat, bimbingan, serta semangat selama penulis menjalani
pendidikan.
7. Kepada Zainita K. Daminik S.Tr. Keb dan semua Kakak – Kakak saya
yang telah memberikan motivasi, Doa, dan dorongan semangat selama
penulis menjalani pendidikan.
8. Kepada Risdaya Surbakti dan buat sahabat saya Sarah Hafidzah, Siti
Octavian, Nurhawani, DeaTribua, Rangga, Umi Sartika. Atas motivasi
dan dukungannya kepada penulis. Dan Seluruh teman- teman
mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis angkatan 2017 yang
senantiasa saling memberikan motivasi, semangan, Dan doanya
Kepada Penulis.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kesemua pihak yang namanya


tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT meberikan
balasan kepada Bapak/Ibuk dan Saudara/I. Kiranya semoga kita tetah
dalam lingungannya. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Untuk itu penulis
berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini Dapat Bermanfaat bagi semua
pihak dan semua Dunia pendidikan, Aamiin.

Medan, Maret, 2020

Evani Harfah Damanik

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.3.1. Tujuan Umum 4
1.3.2. Tujuan Khusus 4
1.4. Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 Diabetes Melitus (DM) 6
2.1.1 Defenisi Diabetes melitus (DM) 6
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus 7
2.1.3. Jenis Diabetes Melitus 7
2.1.3.1. Diabetes Melitus Tipe 1 7
2.1.3.2. Diabetes Melitus tipe 2 7
2.1.4. Gejala Klinis Diabetes Melitus 8
2.1.5. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) 10
2.1.51. Cara Pelaksanaan TTGO 11
2.1.5.2. Pemeriksan Diagnostik Dm 12
2.1.6. Patofisiologi Diabetes Melitus 13
2.1.7. Etiologi Diabetes Melitus 14
2.1.7.1. Faktor Resiko Untuk Dm Tipe 2 15
2.1.8. Komplikasi Diabetes Melitus 15
2.1.8.1. Komplikasi Kronis Vaskuler dan Non Vaskuler 16
2.1.8.2. Mekanisme Terjadinya Komplikasi Kronik Diabetes Melitus 17
2.1.8.3. Metabolik Terjadinya Komplikasi akut Diabetes Melitus 18
2.2. Patogenesis Diabetes Melitus 19

v
2.2.1. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap fungsi Ginjal 19
2.3. Defenisi Kreatinin 20
2.3.1. Metabolisme Kreatinin 20
2.3.2. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kreatinin 21
2.4. Metode pada pemeriksaan Kreatinin 21
2.5. Interpetasi Hasil 22
2.6. Kerangka Penelitian 22
2.6.1. Kerangka Teori 22
2.6.2. Kerangka Konsep 22
2.7. Definisi Operasional 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 24


3.1. Jenis dan Desain Penelitian 24
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 24
3.2.1. Lokasi Penelitian 24
3.2.2. Waktu Penelitian 24
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 24
3.3.1. Populasi 24
3.3.2. Sample 24
3.4 Jenis Pengumpulan Data 25
3.5. Metode Pemeriksaan 25
3.6. Alat dan Bahan 25
3.7. Regensia 26
3.8. Prinsip Kerja 26
3.9. Prosedur Kerja 27
3.9.1. Cara pengambilan Darah Vena 27
3.9.2. Cara Pengambilan Serum 27
3.10. Cara Kerja Pemeriksaa Prosedur Alat Archite Plus 8200 28
3.11. Prosedur Alat Archite Plus 820 28
3.12. Analisa Data 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30


4.1. Hasil 29
4.2. Pembahasan 32
4.2.1. Karakteristik Kadar Kreatinin Berdasarkan Umur 32
4.2.2. Karakteristik Kadar Kreatinin Berdasarkan Kelamin 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 35


5.1. Kesimpulan 35
5.2. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM 10
Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa 11
Sebagai Patokan Penyaringan Dan diagnosis DM (mg/dl)
Tabel 2.3 Faktor Resiko Untuk DM tipe 2 14
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita 29
DM Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Umur Di RSUP
Sanglah Denpasar
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita 30
Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok
Umur RS. Bhayangkara Kota Palembang
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita 31
Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin
Di RSUP Sanglah Denpasar Dan RS. Bhayangkara
Kota Palembang

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep 21

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian
Lampiran 3 Surat Pernyataan Peneliti
Lampiran 4 Jadwal Peneliti
Lampiran 5 Riwayat Hidup

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas
A sesuai dengan SK Menkes Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 yang berlokasi di
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara.
RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan
SK Menkes Nomor 502/Menkes/SK/IX/1991.RSUP H. Adam Malik. RSUP H.
Adam Malik mulai beroperasi secara menyeluruh pada tahun 1993 yang
diresmikan langsung oleh mantan bapak Presiden RI, H. Soeharto. RSUP H.
Adam Malik merupakan unit organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direkturr Jenderal
Pelayanan Medik. Demikianlah penulis mencoba menggambarkan RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 1993-2000. Adam Malik juga digunakan sebagai
rumah sakit pendidikan bagi calon tenaga kesehatan seperti dokter dan dokter
spesialis, analis kesehatan ,perawat dan sebagainya. Pemerintah menerapkan
rumah sakit adam malik sebagai rujukan tertinggi atau rumah sakit pusat di kota
Medan, Sumatra Utara.
Kreatinin merupakan zat hasil metaboliseme endogen dari otot skeletal
yang diekskresikan melalui filtrasi glomerulus yang akan dibuang melalui urine
dan tidak direabsorbsi atau disekresikan oleh tubulus ginjal. Tinggi rendahnya
kadar kratinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting dalam
menentukan apakah seseorang mengalami gangguan fungsi ginjal. Pemeriksaan
kreatinin merupakan pemeriksaan yang spesifik dan salah satu indikator untuk
mengetahui kerusakan fungsi ginjal karena, kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh
konsumsi protein, serta konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam
24 jam relatif konstan (Padma, Gusti Ayu Putu, 2017).

1
Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah yang merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk nilai fungsi ginjal pada penderita DM. Pada
penderita DM terutama yang mengalami gangguan ataupun kerusakan pada ginjal,
kadar kreatinin akan meningkat. Kadar keratinin menunjukan komplikasi dari
DM. kadar kereatinin penting untuk di kontrol karena menjadi indikator
perjalanan penyakit DM tipe 2. Pemeriksaaan kadar kreatinin dapat dilakukan
dengan Metode enzimatik, hasil yang menunjukan peningkatan kreatinin serum
mengindikasikan penurunan fungsi ginjal. (Prayuda, 2016). Nilai normal kadar
kreatinin pada pria adalah 0,7–1,3 mg/dl sedangkan pada wanita 0,6 – 1,1 mg/dl.
peningkatan kadar kreatinin dua kali lipat mengindikasikan adanya penurunan
fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga penigkatan kadar kreatinin serum tiga
kali lipat merefeksikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 %. (Astrid A. Afonso,
2016)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik Hiperglikemia yang terjadi karna kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua – duannya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah
merumuskan bawah DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defesiensi insulin absolut relatif dan
gangguan fungsi insulin. (Purnamasari, 2014)
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi global DM
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta orang
ditahun 2030. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia menduduki
rangking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita DM setelah China, India,
Amerika Serikat, Russia. Pada tahun 2014, 9% orang dewasa yang berusia 18
tahun ke atas mengalami DM. Pada tahun 2012, DM merupakan penyebab
kematian sebanyak 1,5 juta, lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada
Negara dengan pendapatan sedang dan rendah.sekitar 90% penderita di seluruh

2
dunia merupakan Diabetes Melitus tipe 2 dan tidak jarang hingga terjadi berbagai
komplikasi, (WHO, 2014).
Menurut penelitian epidemiologi Diabetes melitus tipe 2 di yang sampai
saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara
1,4% dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Semarang 2,3% dan di Manado
6%. Hal ini menunjukan bawah gaya hidup mempengaruhi kejadian Diabetes.
Penyebab tingginya prevalesi Diabetes melitus terkait Malnutrisi (DMTM) atau
yamg sekarang disebut DM tipe lain. Sesuai pemikiran yang di kemukakan di
Indonesia dalam waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di
Indonesia akan meningkat secara deratis, diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada
tahun 2025 naik 2 tingkat dibanding tahun 1995. Dalam jangka waktu 30 tahun
penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan meningkatnya jumlah pasien
Diabetes yang jauh besar yaitu 86-138%, yang disebabkan oleh faktor demografi,
gaya hidup, berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi, meningkatnya
pelayanan kesehatan sehingga umur pasien menjadi lebih panjang. (Yusiono,
2014).
Penyakit diabetes melitus dikenal juga sebagai penyakit kencing manis,
Dm tergolong penyakit yang tidak menular yang penderitanya tidak dapat secara
otomatis mengandalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang
sehat prankeas melepas hormone insulin yang bertugas mengangkut gula melalui
darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasukan energi. DM berdasarkan
penyebab menurut American Diabetes Association/World Health Organization
(ADA/WHO). Diklasfikasikan menjadi 4 macam yaitu : DM tipe 1, DM tipe 2,
DM tipe spesifik, DM kehamilan. (Irianto, Koes, 2014)
Kadar gula darah merupakan salah satu upaya pencegahan yang dapat
dilakukan pasien DM. rutin melakukan kontrol gula darah yang teratur dapat
mencegah munculnya komplikasi, baik mikrovaskular maupun makrovaskuler.
Standar pemeriksaan kadar gula darah di pelayanan keseahatan idealnya
dilakukan menimal 3 bulan sekali, yaitu meliputi pemeriksaan kadar gula darah
puasa, kadar gula darah 2 jam setelah makan, dan kadar gula darah sewaktu.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Masfufah pada tahun 2013 menyebutkan

3
bawah dari 36 pasien yang melakukan memeriksan kadar gula darah puasa,
terdapat sebanyak 16,7% pasien yang memiliki kadar gula darah yang baik yaitu
kurang dari 100 mg/dl, sebanyak 5,5% pasien memiliki kadar gula darah antara
100 – 200 mg/dl, dan sebanyak 77,8 % memiliki kadar gula darah buruk atau
tidak terkontrol yaitu lebih dari 126 mg/dl. (Rachmawati, 2015)
Kadar gula darah yang tinggi (hipergliglikemia) akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik yang dapat menyerang berbagai organ
seperti mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. baik mikroangiopati mau pun
makroangiopati .penyakit akibat komplikasi mikrovaskuler yang dapat terjadi
pada pasien diabetes melitus salah satunya adalah nefropati diabetika. Nefropati
diabetika merupakan suatu kedaaan dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
dan terjadi kerusakan pada selaput penyaringan darah yang disebabkan oleh
kadar gula darah yang tinggi. Keadaaan neftopatika merupakan kerusakan ginjal
yang dijumpai pada 35 – 45 % pasien diabetes melitus. Terutama DM tipe 2.
(Mahara, 2016)

1.2. Rumusan Masalah


“ Bagaimana gambaran kadar Kreatinin pada penderita Diabetes Melitus
Tipe 2.?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :
1.3.1. Tujuan umum
1. Untuk Mengetahui bagaimana gambaran kadar kreatinin pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 .
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk menentukan kadar kreatinin pada penderita Diabetes Melitus
Tipe 2.
2. Untuk melihat kadar kreatinin pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2
berdasarkan faktor umur dan jenis kelamin.

4
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti :
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang gambaran kadar
kratinin pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Pada penulis dan
pembaca khususnya mahasiswa/i dijurusan analis kesehatan.
2. Bagi Masyarakat :
Memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang Diabetes
Melitus dan upaya untuk pencegahan agar tidak dapat menyebabkan
penyakit lain. Dapat dilakukan pasien Dm. Rutin melakukan kontrol
gulah darah yang teratur dapat mencegah munvulnya komplikasi, baik
mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Bagi Ilmu Kesehatan :
Memberi tambahan informasi tentang gambaran kadar kratinin pada
penderita Diabetes Melitus Tipe2, Dan dapat menjadikan referensi
bagi peneliti yang akan datang.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus (DM)


2.1.1 Defenisi Diabetes melitus (DM)
Diabetes melitus (DM) merupakan bahasa yang berasal dari Yunani
(sophon) yang berarti “ mengalirkan atau mengalihkan”, sedangkan melitus
berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu sehingga diabetes
melitus diartikan seseorang yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa yang tinggi. Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan
relatif insensitivitas sel terhadap insulin. (Rachmawati, 2015)
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relative kerja dan sekresi
insulin, gambaran patologik DM sebagian besar dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kekurangan insulin yaitu berkurangnya pemakain
glukosa oleh sel - sel tubuh. Peningkatan metaboliseme lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak abnormal disertai endapan
kolestrol pada dinding pembuluh darah sehinga timbul gejala ateroklerosis serta
berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. (Hall, 2014)
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik terjadi ketika prankreas
tidak dapat memproduksi insulin yang cukup dan atau ketika tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Menurut American
Diabetes Association, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik Hiperglikemia yang terjadi karna kelainan sekresi insulin,
keadaan dimana kadar gula darah meningkat atau Hiperglikemia dapat
menyebabkan DM yang tidak terkontrol dan lama – kelamaan akan
menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh, terutama pembuluh darah,
dan persarafan. (Prayuda, 2016)

6
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus diklafikasikan menjadi empat macam yaitu :


1. Diabetes melitus tipe 1 (insulin dependent), menunjukan defesiensi insulin
yang relatif dan tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari
yang disebabkan ketoasidosis.
2. Diabetes tipe 2 (non insulin dependent), yang biasanya mempunyai sel
beta yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak
tergantung pada insulin seumur hidup.
3. Diabetes tipe lain , yaitu diakibatkan efek genetik fungsi sel beta, efek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat/zat kimia, infeksi, imunologi , dan sindrom genetic.
4. Diabetes kehamilan, hanya terjadi saat hamil . (Purnamasari, 2014)

2.1.3. Jenis Diabetes Melitus


2.1.3.1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin
tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut kedalam sel, DM tipe 1 disebut
insulin dependent diabetes karena si pasien tergantung pada insulin setiap hari
untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh. DM tipe 1 biasanya adalah
penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem
kekebalan tubuhmsi pasien dan mengakibatkan rusaknya sel prankeas.
(Purnamasari, 2014)

2.1.3.2. Diabetes Melitus tipe 2


Diabetes melitus tipe 2, sebelumnya disebut sebagai non-insulin
dependent atau diabetes onset dewasa adalah bentuk diabetes yang memiliki
resistensi insulin dan biasanya memiliki defisiensi insulin relatif bukan
absolut, sering sepanjang hidup mereka dan penderitanya tidak memerlukan
pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Bentuk diabetes ini menyumbang

7
sekitar 90-95% dari mereka dengan diabetes ada banyak penyebab yang
berada dari bentuk diabetes (Association, 2004)
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2,
yang ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin
(resistensi insulin) pada organ terutama hati dan otot. Awalnya resistensi
insulin masih belum menyebakan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel
beta pankeas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta prankeas, baru akan
terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes
melitus. Otot adalah pengguna glukosa paling banyak sehingga resistenssi
insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot .selain genetik
faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin. Pada awalnya
kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, produksi insulin ini berangsur menurun sehingga
menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata. Hipergelikemia yang terjadi
bisa memberatkan gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut
dengan fenomena glukotoksisitas. (Soegondo, 2014)
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaa normal,bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin sintesis dan kemudian disekresikan kedalam
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperkuan regulasi glukosa darah.
(Manaf, 2014)

2.1.4. Gejala Klinis Diabetes Melitus


Gejala DM tipe 1 muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak,
sebagai akibat kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin
dengan baik. Gejala-gejala yang dapat dijumpai adalah :
a. Sering kencing dan jumlahnya banyak.
b. Terus menerus timbul rasa haus (polidipsi) dan lapar (polifagi).

8
c. Berat badan turun, penderitan semakin kurus
d. Penglihatan kabur
e. Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni (urine).
DM tipe 1 ini cenderung diderita oleh mereka yang berusia 20 tahun ,
sedangkan DM tipe 2 timbul secara perlahan sampai menjadi ganguan yang jelas.
Pada tahap awal mirip pada DM tipe 1, yaitu :
a. Sering kencing
b. Merasa haus dan lapar
c. Kelehaan yang berkepanjangan tanpa diketauhi penyebab lain secara pasti.
d. Mudah sakit yang berkepajangan .
e. Penglihatan semakin kabur
f. Luka yang lama atau bahkan tidak kunjung sembuh, sampai membusuk.
g. Kaki terasa kebas dan geli atau tersa terbakar.
h. Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita.
i. Inpotensi pada pria.
DM tipe 2 biasa terjadi pada mereka yang berusia 40 tahun keatas,
meskipun saat ini prevalensinya pada remaja dan anak-anak semakin tinggi secara
umum gejala DM yng telah Kronis antara lain sebagai berikut :
a. Gangguan penglihatan , berupa pandangan yang kabur sehingga penderita
sering mengganti-ganti kaca mata.
b. Gatal-gatal dan bisul, gatal-gatal biasanya dirasakan pada lipatan ketiak,
payudara dan alat kelamin.
c. Ganguan saraf tepi (periper), berupa kesemutan terutama pada kaki dan
terjadi mlam hari.
d. Rasa tebal pada kulit.
e. Gangguan fungsi seksual, berupa gangguan ereksi.
f. Keputihan pada penderita perempuan, akibat daya tahan yan turun.
(Irianto, Koes, 2014)

9
2.1.5. Diagnosis Diabetes Melitus (DM)
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis Dm harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan
darah vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
dilakukan dilaboratorium klinik yan terpecaya. Walau pun demikian diagnosis
dapat dilakukan dengan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan
memperhatikan angka-angka diagnostik berbeda yang sesuai dengan pembakuan
oleh WHO. Untuk pemantauan berbedaan hasil pengobatan dapat diperiksa
glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaringan, uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaringan bertujuan untuk mengindentifikasi mereka
yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. PERKINI membagi alur
diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas
DM, gejala khas Dm terjadi dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan
yang turun tanpa penyebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas Dm
diantaranya lemas, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pluritas vulva
(wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, Pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja sudah cukup untuk meneggakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM maka diperlukan dua kali pemeriksaan
glukosa darah abnormal. Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan table berikut :

10
Tabel 2.1 Karakteristik Diagnosis DM
Karakteristik Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L ).
Puasa diartikan pasien tidak dapat kalori tambahan sekitar 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam padsaa TTGO > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.
(Dyah Purnamasari, 2014 ).

2.1.5.1. Cara Pelaksanaan TTGO


1. (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan dan
tetap seperti kebiasan sehari- hari, dan tetap melakukan jasmani
seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedekit8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5
menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

11
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk
umumnya. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan
konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes glukosa oral (TTGO) standar. (Purnamasari,
2014).

Tabel 2.2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai


Patokan Penyaringan Dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum pasti DM
Dm DM

Konsentrasi Plasma vena < 100 100– 199 > 200


glukosa

Darah sewaktu Darah kapiler <9 90– 199 >200


(mg/dl)

Konsentrasi Plasma vena < 100 100 – 125 > 126


glukosa darah Darah kapiler < 90 90 – 99 > 100
puasa (mg/dl)

Sumber : Buku Ajar (internal publishing), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II


Edisi VI , editor : Siti Setiati, Idus Almi,dkk.

2.1.5.2. Pemeriksan Diagnostik Dm


a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar gula darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik berdarkan WHO untuk diabetes melitus pada sekitar 2
kali pemeriksaan :

12
a. Glukosa plasma sewaktu puasa > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
b. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sample yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam os prandial (pp) > 200
mg/dl. (Dr.Hasdianah )

2.1.6. Patofisiologi Diabetes Melitus


Sebagian besar patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu
efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel - sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 md/dl.
b. Meningkatnya mebilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yang parah melebih ambang ginjal nomal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ). Akan timbul glikosuria karena
tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali glukosa, glukosuria ini
akan mengakibatkan diuresis osmatik yang menyebabkan poliuri disertai sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasidan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine pasien mengalamin
keseimbangan protein negatif serta berat badan menurut menjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah asthenia (kekurangan energi), hilangnya protein tubuh dan
berkurangnya karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada
saraf perifer. ini dapat terjadinya gangrene. (Prof.DR. Hardiansyah, 2017).

13
2.1.7. Etiologi Diabetes Melitus
1. Faktor – faktor Diabetes tipe 1 :
a. Faktor genetik
penderita tidak mewariskan diabetes itu sendiri mewarisi suatu
predesposisi atau genetik kea rah DM tipe 1 yang memiliki antigen
HLA.
b. Faktor imunologi
Adanya faktor respon autoimun yang merupakan abnormal dimana
antibodi terarah jaringan normal tubuh cara bereaksi jaringan tersebut
yang dianggap sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta. (Dr.Hasdianah )
2. Faktor Diabetes tipe 2 :
1. Genetik/ riwayat Dm dalam keluarga (mempunyai orang tau atau
keluarga dengan DM tipe 2) sehingga resiko lebih besar untuk
penderita dikarenakan gen penyebab DM.
2. Obesitas
3. Pola hidup tidak aktif fisik
4. Pengalaman diabetik intraurine
5. Usia lebih dari 45 tahun, resintesi insulin lebih sering terjadi dengan
pertambahan usia.
6. Hipertensi
7. Pernah diabetes sewaktu hamil
8. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram
9. Kolestrol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl
10. Riwayat minum susu formula sewaktu masih bayi.
11. Kadar glukosa darah.
12. Rasa tau latar bekalakang etnis
13. Gaya hidup yang kutrang sehat. (Prayuda, 2016).

14
2.1.7.1. Faktor Resiko Untuk Dm Tipe 2
Tabel 2.3 Faktor Resiko Untuk DM tipe 2

Faktor Resiko Keterangan


1. Riwayat pasien - Diabetes dalam keluarga
2. Obesitas - Diabetes gestasional
3. Umur - Melahirkan bayi dengan berat badan lahir
> 4 kg
- Kista ovarium (polycytic ovary syndrome)
- IFG (impared fasting glucose)
- IGT (impaired glucose tolerance)
> 120% berat badan ideal
20 – 59 tahun : 8,9 %
> 65 tahun : 18 %
4. Tekanan Darah > 140 /90 mmHg
5. Profil lipid darah Kadar HDL rendah < 35 mg/dl
Kadar LDL tinggi > 250 mg/dl
6. Faktor Lain Kurang aktivitas fisik/ olahraga
Pola makan yang tidak sehat.
(Sulistiyowati, 2017)

Sumber : Pernerbit Buku kedokteran EGC, Ilmu Gizi Teori & Aplikasi,
editor : Prof.Dr. Hardinsyah,MS, Dkk . Menurut Etik Sulistyowati,2017 Asuhan
gizi pada Diabetes melitus.

2.1.8. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi atau penyakit pada DM, dapat berupa komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikas kronis, berupa komplikasi kronis vaskuler dan non
vaskuler. Komplikasi akut yang sering terjadi :

15
1. Hipoglikemia, yaitu keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan gejala
berupa gelisah , tekanan darah turun lapar, mual, lemah, lesu, keringat
dingin. Gangguan yang sederhana bibir dan tangan gemetar sampai terjadi
koma. Kondisi ini harus segera diatasi, dengan diberi gula murni, minum
sirup, permen atau makanan yang mengandung karbohidrat seperti roti.
2. Hiperglikemia, yaitu keadaan kelebihan gula darah yang bisaanya
disebabkan oleh makan yang secara berlebihan, stress emosional,
penghentihan DM secara tiba- tiba, gejala merupakan penurunan kesadaran
serta kekurangan cairan (dehidrasi).
3. Ketoasidosis Diabetik, yaitu keadaan peningkatan senyawa keton yang
besifat asam dalam darah yang berasal dari asam lemak bebas dari
pemecahan sel – sel asam lemak jaringan. Gejala dan tandanya nafsu makan
turun, merasa haus, kencing banyak, mual, muntah, nyri diperut, nadi cepat,
pernapasan cepat,nafas berbau khas (keton),hipotensi, menurunya kesadaran
hingga koma. (Irianto, Koes, 2014)

2.1.8.1. Komplikasi Kronis Vaskuler dan Non Vaskuler


a. Rasa tebal, pada lidah, gigi, dan gusi yang mempengaruhi rasa
pengecakapan.
b. Gangguan pendengaran, timbul rasa berdenging pada telinga.
c. Gangguan saraf (neuropati diabetic), berupa rasa pegal pada kaki,
kesemutan dank ram pada betis, pada tahap lebih lanjut dapat terjadi
gangguan saraf pusat seninga mulut mencong, mata tertutup sebelah,
kaki pincang dan sebagiannya.
d. Ganguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh darah
yaitu mikroangiopati maupun makroangiopati. Mikroangiopati berupa
retinopati, gejalanya penglihatan kabur sampai buta, juga kelainan
fungsi ginjal. Makroangiopati berupa penyempitan pembuluh darah
jantung dan otak dengann dengan berbagai manifestasina.
e. Ganguan seksual, biasanya berupa gangguan ereksi (disgungsi ereksi)
pada pria maupun impotensi.

16
f. Kelainan kulit, berupa bekas luka berwarna merah atau kehitaman
terutama pada kaki akibat infeksi yan berulang atau sukar sembuh.
(Irianto, Koes, 2014)

2.1.8.2. Mekanisme Terjadinya Komplikasi Kronik Diabetes Melitus


Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, maka diabetes melitus
akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik
makroangiopati maupun mikroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan
kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi
kronik diabetes melitus, kelainan tersebut sudah dibuktikan terjadi pada
para penyandang diabetes melitus. Perubahan dasar/disgungsi tersebut
terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah
maupu pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada
pertumbuhan dan kesintasan sel, yang kemudian menyebabkan terjadinya
komplikasi vaskuler diabetes. Pada retinopati diabetic proliferatif
hilangnya sel perisit dan terjadinya pembentukan mikroaneurisma, terjadi
hambatan pada aliran pembulu darah dan terjadinya penyumbatan kapiler.
Semua kelainan tersebut mikrovaskuler berupa lokus iskemik dan hipoksia
lokal.
Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus
meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan
sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi
oleh kedua macam sel tersebut juga berespons terhadap berbagai susbtansi
vasoaktif dalam darah, terutama angiotensin II. Dan adanya
hiperinsulinemia seperti yang tampak pada DM tipe 2 ataupun pemberian
insulin eksogen yanga akan memberikan stimulus mitogenetik yang akan
menambahkan perubahan akibat pengaruh angiotensin pada sel otot polos
maupun pada sel mesangial. Faktor hormonal maupun faktor metabolik
berperan dalam pathogenesis terjadinya kelainan vaskuler diabetes.
Kemudian jaringan kardiovaskular jarinagn lain yang rentan terhadap
terjadinya komplikasi diabetes (jaringan syaraf, sel endotel pembuluh

17
darah dan sel retina serta lensa) mempunyai kemampuan untuk
memasukkan glukosa tanpa harus memerlukan insulin (insulin
independent), Glukosa tersebut untuk energi otot maupun disimpan
sebagai cadangan lemak.
Tetapi pada keadaan hiperglikemia tidak cukup terjadi down
regulation dari sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen,
sehingga sel kebanjiran masuknya glukosa keadaan yang disebut
hiperglisolia. Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis biokimia
sel terseut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan
terbentuknya komplikasi untuk diabetes yang meliputi jalur biokimiawi.
(Waspadji, 2014)

2.1.8.3. Metabolik Terjadinya Komplikasi akut Diabetes Melitus


Komplikasi metabolik diabetes disebebkan oleh perubahan yang
relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang
palig serius pada diabetes adalah ketoasidosis diabetic (KAD). Apabila
kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan keton
(asetosal, hidroksibutirat dan aseton). peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkat ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Hiperglikemia, hyperosmolar, koma
nonketik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut dari diabetes yang
sering terjadi pada penderita DM tipe. Hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih bedar dari 600 mg/dl hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolalitas,diuresis osmotic,dan dehidrasi berat. Komplikasi
metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikrmia, terutama
komplikasi terapi insulin, pasien diabetes dependen insulin mungkin suatu
saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak dari pada yang
dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal, yang
menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Gejala – gejala hipoglikemia

18
disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala,
dan palpitasi). Akibat kekurangan glukosa dalam otak,tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan koma. (Prayuda, 2016)

2.2. Patogenesis Diabetes Melitus


Patogenesis Diabetes Melitus Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin
dan abnormalitas metabolik menjadi kunci dari perkembangan penyakit DM tipe
2. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas
mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan
meningkatnya resistensi insulin, sel beta pankreas tidak lagi dapat
mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi
glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial. Penurunan
sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati yang terus menerus, akan
berlanjut pada diabetes dan disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah
puasa.
Resinsi reseptor insulin merupakan salah satu faktor penyebab DM tipe ,
hal tersebut disebabkan ketidak mampuan reseptor insulin mengenali insulin.
Resistensi insulin terjadi melalui 3 mekanisme :
1. Post receptor defect sehingga terjadinya hiperinsulinemia sekunder.
2. Penurunan jumlah reseptor 4 alfa, dan gen HNF 1 beta,serta penurunan
prouksi GLUT-4.
3. Keadaan glucotoxicity yang disebabkan oleh hiperglikemia kronis yang
meningkatkan proses glikogenolisis dan gluconeogenesis. (Dr.Bernadette
Dian Novita Dewi, 2019)

2.2.1. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Fungsi Ginjal


Kadar glukosa darah akan difitrasi oleh glomerulus dan kembali
kedarah oleh sistem reabsorbsi tubuli ginjal. Reabsorbsi glukosa berhubungan
dengan fosforilasi oksidatif dan penyediaan ATP (adrenosintrifosfat). Sistem
tubuler akan mereabsorbsi glukosa terbatas sampai kecepatan 350 mg/menit.
Kadar glukosa darah naik filtrate glomerulus akan mengandung lebih banyak

19
glukosa dibanding yang direabsorbsi. Kelebihan glukosa akan keluar bersama
urin yang menghasilkan glukosa yaitu adanya glukosa darah melebih 170 –
180mg/dl yang disebut dengan ambang ginjal untuk glukosa. (Haris, 2017)

2.3. Defenisi Kreatinin


Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan
ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kreatinin adalah produk protein
otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot
dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan
yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan
sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang
lebih besar dari nilai normal maka adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai normal
kreatinin dalam serum adalah 0,7-1,3 mg/dL. Pada penderita DM, terutama yang
mengalami gangguan ataupun kerusakan pada ginjal, kadar kreatinin akan
meningkat. Kreatinin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot
rangka yang berikatan dalam bentuk kreatin fosfat, suatu senyawa penyimpan
energi. Dalam sintesis ATP dari ADP, kreatinin fosfat diubah menjadi kreatin
dengan katalisasi enzim kreatin kinase (CK). Kreatinin selanjutnya difiltrasi oleh
glomerulus dan diekskresikan dalam urin kondisi yang merusak fungsi ginjal
mungkin akan menaikkan tingkat kreatinin dalam darah. Hal ini penting untuk
mengenali apakah proses menuju ke disfungsi ginjal (gagal ginjal) adalah lama
atau baru. (Prayuda, 2016)

2.3.1. Metabolisme Kreatinin


Kadar keratinin tetap normal jika penderita belum mengalami kerusakan
pada fungsi ginjal. Kadar kreatinin dapat tinggi cepat samapai 2/3 bagian dari
nefron rusak dan kerusakan pada glomelurus akut. Kreatinin diekresikan oleh
glomelulus, dan tidak diabsorbsi oleh tubulus, tidak dimetabolis oleh gingal,
kondisi kadar kreatinin darah yg stabil tidak mempengaruhi oleh protein
makanan atau metabolisme untuk penetapan fitrasi glomerulus. Kadar kreatinin

20
meningkat disebabkan penyakit ginjal diabetes, kelebihan kreatinin dari (10-20)
disekresi oleh tubulus. Kadar Kreatinin akan meningkat bila kegagalan ginjal
mencapai 50% hingga 70%. Ekskresi Kreatinin akan berkurang pada usia 40
tahun dan mulai meningkat di usia 60-70 tahun ekskresi hanya 50% dari umur
dewasa tanpa ada kelainan ginjal. (Haris, 2017)

2.3.2. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kreatinin


Adanya gangguan pada pankreas, pankreas adalah organ tubuh yang
memprokduksi hormone insulin, yang bertanggung jawab dalam
mempertahankan gula dalam darah normal, adanya gangguan pada pankreas
maka kadar glukosa dapat meningkat yang melewatin batas ambang
kemampuan ginjal 160-180 mg/dl sehingga fungsi ginjal dapat dirusak, yang
dibuang di darah salah satunya kreatinin. Pada gangguan ginjal pemeriksaan
kreatiin merupakan salah satu parameter untuk melihat fungsi ginjal, seiring
dengan diabetes yang berlangsung lama menyebabkan glomeruloklerosis yang
disertai dengan proteinuria dan kegagalan ginjal. Pada penyakit diabetes
melitus, terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, sehingga karbohidrat tidak
lagi sebagai sumber energi, protein dan lemak digunakan sebagai sumber energi.
(Haris, 2017)

2.4. Metode pada pemeriksaan Kreatinin


1. Jaffe Reaction (fixed time) :
prinsip dari metode jaffe adalah kreatini didalam susunan alkali
membentuk kompleks warna jingga dengan asam pikrat. Metode ini
menggunakan sampel serum atau plasma yang telah dideproteinasi terlebih
dahulu menggunakan TCA (Trichlor Acetic Acid) 1,2 N dengan
perbandingan 1:1.
2. Enzimatik
Metode ini adalah substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer Enzim
deaminase digunakan untuk mengkonversi kreatinin ke metilhidantoin dan

21
ammonia. Kreatinin deaminase metal hidantoin + NH3 Ammonia di
deteksi menggunakan GDH atau berhelot reaction atau menggunakan N-
metil hidantoin amino hidrolase. In dry chemistry : metode ini dapat di
gunakan di in dry chemistry – ammonia di produksi bereaksi dengan
bromophenol blue. (Haris, 2017)

2.5. Interpetasi Hasil


Hasil yang sesuai dengan yang ditetapkan nilai normal kadar kreatinin yaitu
pada wanita 0,5 – 0,9 mg/dl sedangkan pada laki – laki 0,7 – 1,2 mg/dl. Tidak
Normal (meningkat) Hasil yang tidak sesuai dengan interpetasi hasil yang telah
ditetapkan.

2.6 Kerangka Penelitian


2.6.1. Kerangka Teori
Dm mempunyai tiga gejala klasik yang disebut trias DM, yaitu poliuria,
polidipsia dan polifagia, pada penderita DM terjadi kerusakan ginjal yang
dimulai dengan peningkatan kadar kreatinin, dan berkembang menjadi
proteinuria secara klinis. Berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal laju fitrasi
glomerulus dan berakhir dari Diabetes menjadi keadaan gagal ginjal.

2.6.2. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Normal
Penderita Diabetes
Pemeriksaan
Melitus Tipe 2
Berdasarkan Faktor Kreatinin
Meningkat
Umur dan Jenis
Kelamin

Gambar 2.1. kerangka konsep

22
2.7. Definisi Operasional
1. Diabetes Melitus Tipe 2:
Suatu penyakit yang kadar gulu darah dan kadar kreatininnya diatas
normal.
a. Jenis kelamin : jenis kelamin penderita DM tipe 2 yaitu laki-laki dan
perempuan
b. Umur : umur penderita Dm tipe 2 pada saat pemeriksaan kadar
kreatinin.
2. Pemerikasaan Kreatinin
Pemeriksaan kreatinin untuk mengetahui adanya kadar kreatinin pada
penderita DM tipe 2 dengan menggunakan metode enzimatik.
3. Nilai normal kadar kreatinin yaitu : pada wanita 0,5 – 0,9 mg/dl sedangkan
pada laki – laki 0,7 – 1,2 mg/dl.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah studi Literatur,desain Penelitian ini
deskriptif dengan metode enzimmatik.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan RSUP Sanglah Denpasar dan RS. Bhayangkara
Kota Palembang .
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini Dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei
Tahun 2020.

3.3. Objek Penelitian


Obejek penelitian ini diambil dari 94 pasien penderita Diabetes Melitus Tipe
2 yang Di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak 30 orang dan Di RS. Bhayangkara
Kota Palembang 64 orang.

3.4. Jenis Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini pengumpulan data mengunakan data Skunder yang
diperoleh dari pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita DM tipe 2 Di RSUP
Sanglah Denpasar dan Di RS. Bhayangkara Kota Palembang.

3.5. Metode Pemeriksaan


Penelitian ini menggunakan metode enzimmatik.

24
3.6. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan kreatinin :
Centrifuge, Alat yang digunakan architect plus 8200, Biosystem BA-40,
Clinipette 100 uL dan 1000 uL, Cuvette atau tabung khan, Mikropipet , Spuit 3 ml,
Cup serum, Kapas alcohol, Plester, Rak tabung

b. Bahan
1. Sample serum
a. Serum
Serum adalah darah yang terdapat di dalam tabung dan di
biarkan selama 15 menit dan darah tersebut akan membeku
selanjutnya akan mengalami retraksi bekuan akibat terperasnya
cairan dalam bekuan tersebut, selanjutnya darah disentrifuge
dengan kecepatan dan waktu tertentu. Lapisan jernih berwarna
kuning muda dibagian atas disebut serum, (Haris, 2017).

3.7. Reagensia

1. Reagen kerja kreatinin (R1 + R2,1:1)


2. Standart kreatinin 2 mg/dl.

Bahan Reaktif Konsentrasi


R1 : Disodium phosphate 6,4 mmol/L
NaOH 150 mmol/L
R2 : Sodium dodecyl sulfate 0,8 mmol/L
Picric Acid 24 mmol/L
pH 4,0

25
3.8. Prinsip Kerja
Kreatinin akan bereaksi dengan asam pikrat dalam alkali membentuk
kompleks yang berwarna merah jingga, Konsentrasi warna yang terbentuk sesuai
dengan kadar kreatinin.

3.9. Prosedur kerja


3.9.1. Cara pengambilan Darah Vena
1. Gunakan perlengkapan APD seperti : jas lab, sarung tangan, masker
penutup hidung.
2. Sediakan alat dan bahan yang digunakan.
3. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
4. Meminta pasien meluruskan lengannya, dan pilih lengan yang sering
melakukan aktivitas atau yang sudah perna diambil darahnya.
5. Minta pasien agar mengepal tangannya.
6. Pasang tourniquet di atas lipat siku.
7. Pilih bagian vena yang median cubital/cephalic dan lakukan perabaan
untuk memastikan posisi vena.
8. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biar kan kering.
9. Tusuk daerah yang telah ditentukan dengan mendorong barrel jarum
suntik.
10. Isap darah dengan menarik plunger. Dan sambil menyuruh pasien
melepas kan kepalan tangannya.
11. Lalu Pasang kasa steril diatas tusukan dan tarik jarum dari tusukkan.
12. Tekan kasa steril dan terapkan plester diatas kasa.
13. Lepaskan jarum dengan memutarkan menggunakan penutup jarum.
Alirkan darah melalui dinding tabung secara perlahan.

26
3.9.2. Cara Pengambilan Serum.
1. Darah yang telah diambil dibiar membeku di tabung vacum.
2. Sediakan tabung perbandingan dengan volume yang sama dengan volume
darah yang akan dicentrifuge.
3. Masukan darah yang akan dicentrifuge dengan posisi berhadapan.
4. Tutup centrifuge atur kecepatan hingga 3000 rpm dengan waktu 15 menit
lalu tekan tombol "ON” pada alat centrifuge.
5. Setelah serum dan sel darah terpisah, ambil serum dan masukkan kedalam
tabung reaksi yang baru.
6. Dan lakukan pemeriksaan.

3.10. Cara Kerja Pemeriksaan Kreatinin Pada Alat Architect Plus 8200
1. Ambil serum yang telag dicentifuge sebanyak 200-500 uL lalu masukkan
kedalam tabung.
2. Letakkan tabung berisi sample pad arak tabung architect plus 8200.
3. Masukkan rak tabung pada alat architect plus 8200
4. Klik “Ordes “ → Patien Order → Masukan rak, Posisi rak dan barcode →
Klik parameter urea → Kemudian add order.
5. Biar alat berkerja secara otomatis
6. Lihat hasil.

3.11. Prosedur Alat Archite Plus 8200


1. Perhatikan cairan yang ada dalam alat bagian bawah yaitu : acid wash
dan alkali wash.
2. Perhatikan cairan yang ada diluar alat : hitergen a , hitergen b, Nacl .

3.12. Analisa data


3.12.1. Analisa Univariat
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan software computer,
dimana hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan narasi .

27
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan variabel
Dependen dalam bentuk tabel frekuensi, yaitu distribusi frekuensi kadar
kreatinin pada penderita diabetes melitus tipe II. berdasarkan jenis
kelamin, umur.

28
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Gusti Ayu
Putu tahun 2016 pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita diabetes melitus
tipe 2 berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin.Yang berjumlah 30 orang Di
RSUP Sanglah Denpasar sebagai berikut.

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita
DM Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Umur Di RSUP Sanglah Denpasar

Umur (Th) Kadar Kreatinin (mg/dl)


Normal Tinggi Rendah Jumlah
N % N % N % E %
31 – 40 0 0 0 0 1 33,3 1 3,3
41 – 50 1 11,1 3 16,7 0 0 4 13,3
51 – 60 5 55,6 2 11,1 2 66,7 9 30
61 – 70 2 22,2 9 50 0 0 11 36,6
71 – 80 1 11,1 4 22,2 0 0 5 16,7
Total 9 100 18 100 3 100 30 100

Berdasarkan pada Tabel 4.1 , Diketahui bahwa penelitian yang telah dilakukan
pada 30 penderita DM Tipe 2 di RSUP Sanglah yang berusia 31-80 tahun
diperoleh tiga kategori hasil pemeriksaan kadar kreatinin serum yaitu normal,
tinggi dan rendah. Diperoleh 18 orang memiliki kadar kreatinin tinggi yang
didominasi oleh kelompok usia 61-70 tahun yaitu 9 orang (50%).
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Nurhayati
2018 pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita diabetes melitus tipe 2
berdasarkan faktor usia . Yang berjumlah 64 orang Di RS Bhayangkara Kota
Palembang sebagai berikut.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita
DiabetesMelitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Umur RS. Bhayangkara
Kota Palembang

Umur (Th) Kadar kreatinin (mg/dl)


Tinggi Normal Rendah Total
n % n % n % N %
Berisiko 22 39,3 29 51,8 5 8,9 56 100
( > 45 Tahun)
Tidak beresiko 3 37,5 4 50,0 1 12,5 8 100
( < 45 Tahun )
Jumlah 25 39.1 33 51.6 6 9.4 64 100

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan dari 56 orang yang berumur ≥ 45 tahun


sebanyak 22 orang (39.3%) dengan kadar kreatinin tinggi, sebanyak 29 orang
(51.8%) dengan kadar kreatinin normal dan sebanyak 5 orang (8.9%) dengan
kadar kreatinin rendah. Sedangkan dari 8 orang yang berumur < 45 tahun
sebanyak 3 orang (37.5%) dengan kadar kreatinin tinggi, sebanyak 4
orang(50.0%) dengan kadar kreatinin normal dan sebanyak 1 orang (12.5%)
dengan kadar kreatinin rendah.

30
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Jurnal
Gusti Ayu Putu tahun 2016 dan Jurnal Nurhayati 2018 pemeriksaan kadar
kreatinin pada penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan faktor jenis kelamin
sebagai berikut :

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kadar Kreatinin Pada Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin
Di RSUP Sanglah Denpasar Dan RS. Bhayangkara Kota Palembang

Jenis Kelamin Kadar Kreatinin (mg/dl )


Normal Tinggi Rendah Jumlah
N % N % N % E %
Laki – Laki 22 52,4 23 53,5 5 55,6 50 53,2
Perempuan 20 47,6 20 46,5 4 44,4 44 47,8
Total 42 100 43 100 9 100 94 100

Berdasarkan pada tabel 4.3 dari 94 pasien diperoleh 50 orang penderita


DM tipe 2 yang memiliki kadar kreatinin sebagai berikut. Yang banyak
didominasi oleh penderita dengan berjenis kelamin Laki – Laki yaitu 23 orang
(53,5%) kadar kreatinin tinggi, 22 orang (47,6 %) kadar kreatinin normal ,5 orang
(55,6%) kadar kreatinin Rendah. Sedangkan pada 44 pasien yang berjenis kelamin
Perempuan sebanyak 20 orang (46,5%) kadar kreatinin tinggi, 20 orang (47,6%)
kadar kreatinin normal, dan 4 orang (44,4%) kadar kreatinin Rendah.

31
4.2.Pembahasan
4.2.1.Karakteristik Kadar Kreatinin Pada Penderita DM Tipe 2
Berdasarkan Umur.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Gusti Ayu Putu Di RSUP Sanglah
Denpasar Dan Nurhayati di RS. Bhayangkara Kota Palembang dari 94 penderita
DM Tipe 2 di dapatkan penderita yang berumur 31-80 Di RSUP Sanglah
Denpasar dan penderita yang berumur ≥ 45 tahun di RS. Bhayangkara Kota
Palembang. Maka diperoleh hasil kadar kreatinin pada kedua penelitian ini yang
dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, rendah dan normal. Dimana
sebanyak 60% memiliki kadar kreatinin yang tinggi, 30% memiliki kadar
kreatinin yang normal, dan 10% memiliki kadar kreatinin yang rendah.
Karateristik umur Kadar kreatinin pada penderita DM Tipe 2 yang
berumur 31-80 Di RSUP Sanglah Denpasar dari 30 orang diperoleh kadar
kreatinin yang tinggi 18 orang memiliki kadar kreatinin yang tinggi didominasi
pada kelompok umur 61-70 yaitu 9 orang (50%). Sedangkan kadar kreatinin
pada penderita DM tipe 2 Di RS. Bhayangkara Kota Palembang Berdasarkan
karakteristik umur hasil penelitian dari 56 orang yang berumur ≥ 45 tahun dengan
kadar kreatinin tinggi, 51.8% yang juga didominasi pada kelompok umur 61-70
tahun 50%.
Hasil penelitian ini sejalan bahwa Dari penelitian Gusti Ayu Putu Di
RSUP Sanglah Denpasar dan penelitian Nurhayati Di RS. Bhayangkara Kota
Palembang yang menyatakan penderita diabetes melitus tipe 2 kadar kreatinin
yang tinggi didominasi pada kelompok umur 61-70 tahun yaitu 50%. Usia yang
diatas 40 tahun lebih rentah terkenak penyakit Diabetes melitus. Hal tersebut
terjadi karena pada usia lebih dari 40 tahun akan mengalami proses hilangnya
beberapa nefron.
Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Sidartawan Soegondo pada buku
Ilmu Penyakit Dalam bahwa faktor umur dapat mempengaruhi kadar kreatinin
dimana kadar kreatinin pada umur 61-70 jauh lebih tinggi dari pada orang muda .
Kadar kreatinin yang tinggi menandakan sudah mulai menurunnya fungsi ginjal
yang akan mengarah ke gagal ginjal disamping itu juga kadar kreatinin yang

32
tinggi disebabkan karena penderita DM Tipe 2 sudah mengalami komplikasi gagal
ginjal. Seiring bertambahnya usia seseorang juga akan diikuti oleh penurunan
pada fungsi ginjalnya. menyebabkan filtrasi kreatinin tidak sempurna sehingga
kadar kreatinin dalam darah meningkat. Semakin meningkatnya usia ditambah
dengan penyakit kronis seperti DM, ginjal cenderung akan menjadi rusak akibat
dari kadar gula darah yang tinggi dan fungsi ginjal tidak dapat dipulihkan kembali
sehingga banyak penderita DM mengalami komplikasi gagal ginjal.

4.2.2. Karakteristik Kadar Kreatinin Pada Penderita DM Tipe 2


Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari Gusti Ayu Putu Di RSUP Sanglah
Denpasar dan penelitian Nurhayati Di RS. Bhayangkara Kota Palembang
diperoleh kadar kreatinin tinggi lebih banyak dijumpai pada penderita DM Tipe 2
yang berjenis kelamin Laki – Laki dari 50 orang yang memiliki kadar kreatinin
yang tinggi sebanyak 23 orang (53,5%), dari pada perempuan.

Hal ini juga sejalan bahwa penelitian Dari penelitian Gusti Ayu Putu Di
RSUP Sanglah Denpasar dan penelitian Nurhayati Di RS. Bhayangkara Kota
Palembang bahwa penderita DM banyak di alami oleh jenis kelamin laki – laki.
Berdasarkan teori Menurut buku Ilmu Penyakit Dalam edisi VI bahwa penderita
DM lebih sering dialamin pada jenis kelamin laki – laki bahkan lebih meningkat,
dikarenakan kreatinin dipengaruhi oleh perubahan massa otot, aktifitas fisik yang
berlebihan pada laki-laki, Total kreatinin yang di eksresikan perhari normalnya
pada pria rata-rata 14-26 mg/kg/hari, dan pada wanita 11-20 mg/kg/hari. sehingga
menyebabkan kadar kreatinin lebih tinggi dari pada perempuan. Disebabkan
perempuan biasanya memiliki kadar kreatinin rendah dibanding laki-laki karena
perempuan biasanya memiliki massa otot lebih kecil dan memiliki fase
menopause dan dapat diakibatkan oleh adanya riwayat DM gestational.

33
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kadar Kreatinin
pada penderita DM tipe 2 dengan kreteria Jenis kelamin dan Umur maka dperoleh
hasil pemeriksaan dari 94 orang terdapat kadar kreatinin sebagai berikut.
1. Hasil dari persentase pemeriksaan laboratorium pada literature 1 dan 2
diperoleh hasil Berdasarkan dari variable jenis kelamin dari 50 orang yang
berjenis kelamin laki- laki 53,2% dengan Kadar kreatinin yang tinggi lebih
banyak dijumpai pada jenis kelamin Laki-Laki 23 orang 53,5%. Dan
kadar kreatinin yang normal 52,4% dan kadar kratinin rendah 55.6%.
Sedangkan dari 44 orang yang berjenis kelamin perempuan 47,8% dengan
kadar kreatinin tinggi 20 orang 46,5%, dengan kadar kreatinin yang
normal 47,6%, dan kadar kreatinin yang rendah 44,4%.
2. Hasil dari persentase pemeriksaan laboratorium pada literature 1 diperoleh
hasil Berdasarkan variabel umur Di RSUP Sanglah Denpasar dari 30 orang
kadar kreatinin yang tinggi lebih di dominasi pada kelompok usia 61-70
tahun 50%. Kadar keratinin yang tinggi 18 orang 60% , dengan kadar
kreatinin normal 9 orang 30%. Dan dengan kadar kreatinin rendah 3
orang 10%. Sedangkan hasil pemeriksaan dari literature 2 pada RS.
Bhayangkara Kota Palembang berdasarkan variabel umur, dari 56 orang
yang berumur ≥ 45 tahun sebanyak 39.3% dengan kadar kreatinin tinggi,
51.8% yang juga didominasi pada kelompok usia 61-70 tahun 50%.
dengan kadar kreatinin normal dan 8.9% dengan kadar kreatinin rendah.
Sedangkan dari 8 orang yang berumur < 45 tahun sebanyak 37.5% dengan
kadar kreatinin tinggi, 50.0% dengan kadar kreatinin normal dan 12.5%
dengan kadar kreatinin rendah.

34
3. Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang dapat
menyebabkan komplikasi seperti nefropati diabetika. Pemeriksaan
kreatinin berfungsi sebagai indikator perjalanan penyakit DM yang
berpotensi mengalami gagal ginjal

5.2. Saran

1. Bagi pasien diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan aktivitas fisik yang
cukup dan memeriksakan fungsi ginjalnya selama pengobatan.
2. Kepada pasien untuk menjaga kadar gula darah penderita diabetes melitus
tipe 2 supaya tetap optimal,agar komplikasi dapat dicegah dan tidak
memburuk keadaan apabila sudah mengalami komplikasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan meneliti
faktor lain yang mempengaruhi kadar kreatinin pada penderita DM seperti
terkontrol atau tidaknya pengobatan pasien.

35
DAFTAR PUSTAKA

Association, A. D. (2004). Standartsoft Medical Carien Diabetes.

Astrid A. Afonso, d. (2016). Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien


Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis.

Dr.Bernadette Dian Novita Dewi, d. (2019). Diabetes MilItus dan Infeksi


Tuberkulosis. yogyakarta: cv andi offset.

Hall, G. A. (2014). Fisiologi kedokteran. Jakarta.

Haris, H. (2017). Hubungan Kadar Gula Darah Puasa Dan Kreatinin Pada
pasien Diabetes Militus Tipe 2 di RSUD Ambarawa. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular.


Bandung: Alfabeta.

Mahara, N. D. (2016). Hubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan Kadar Gula


Darah Pada Pasien Diabetes Millitus Tipe 2 di RSUD DR. Sadiman
Kabupaten Magenta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Manaf, A. (2014). Mekanisme Sekresi Dan Aspek Metabolisme. jakarta:


internapublishing.

Padma, Gusti Ayu Putu. (2017). Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Poltekkes Denpasar, 107-117.

Prayuda, M. (2016). Hubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan


Mikroalbuminurea Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas
Bandar Lampung.

Prof.DR. Hardiansyah, M. (2017). ILMU GIZI Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Purnamasari, D. (2014). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Militus. Jakarta:


Interna Publishing.
Dr.Hasdianah , (2016.). Patologi Dan Patofisiologi Penyakit .Yogyakarta , Nuhamedia.

Rachmawati, N. (2015). Gambaran Kontrol Dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Militus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro Semarang.

Soegondo, S. (2014). Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes


Militus Tipe 2. jakarta: Interna Publishing.

Sulistiyowati, E. (2017). Asupan Gizi Pada Diabetes Militus.

Waspadji, S. (2014). Komplikasi Kronik Diabetes Mekanisme Terjadinya


Diagnosis Dan Strategi Pengolahan. Jakarta: Interna Publishing.

Yusiono, S. (2014). Diabetes Militus di Indonesia. Jakarta: Interna Publishing.


Lampiran 1

INFORMED CONSENT
(Lembar Persetujuan Responden )

Saya yang bertanda tandan dibawah ini :

Nama : Evani Harfah Damanik


Umur : 21
Alamat : Tanjung Morawa
Jenis kelamin : Perempuan
Instansi : Politeknik Kesehatan Negeri Medan
Jurusan Teknologi Laboratorium Medan.

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa :


Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami
tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian.
Untuk penelitian/pemeriksaan dengan judul “GAMBARAN KADAR
KREATININ PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TAHUN
2020.” Saya akan akan memberikan jawaban sejujurnya demi kepentingan
penelitian ini.

Medan, Maret 2020


Peneliti Responden

Evani Harfah Damanik


P07534017081 ….............................
Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Dengan Hormat,
Nama saya, Evani Harfah Damnaik, Mahasiswa di Poltekkes Kemenkes
Medan Jurusan Teknologi Laboaratorium Medis dan sedang melakukan penelitian
yang berjudul “Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Tahun 2020”.
Saya melakukan penelitian studi Literatur mengunakan data skunder setiap
data yang sudah didapat tidak akan disebarluaskan dan dijamin kerahasiannya.
Adapun informasi yang saya terima tersebut akan digunakan sebagai data
penelitian. Data yang didapat akan sangat berguna sebagai referensi terhadap
pihak terkait. Untuk penelitian ini saudara/i tidak dikenakan biaya apapun.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


saudara/i yang telah ikut serta berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, Juni 2020

Evani Harfah Damanik


Lampiran 3

SURAT PERNYATAAN PENELITI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : EVANI HRFAH DAMANIK
Nim : P075340171081
Jabatan : Mahasiswa

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian saya ini dengan judul :

“GAMBARAN KADAR KREATININ PADA PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 TAHUN 2020”
Yang diusulkan dalam skema……………..untuk tahun anggaran 2020 bersifat
original.Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidak sesuaian dengan pernyataan
ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya.

Mengetahui Medan, 20 Mei 2019


Ketua Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Medan Peneliti,

Endang Sofia Srg, S.Si, M.Si Evani Harfah Damanik


NIP: 196010131986032001 NIM . P07534017081

Direktur Poltekkes Kemenkes Medan

(Dra. Ida Nurhayati, M.Kes)


NIP: 196711101993032001
Lampiran 4

JADWAL PENELITIAN

N Bulan
o Jadwal
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
Penulusaran
1 Pustaka

Pengajuan
2 Judul KTI

Konsultasi
3 Judul

4 Konsultasi
dengan
Pembimbing
5 Penulisan
Proposal
6 Ujian
Proposal
7 Pelaksanaan
Penelitian
8 Penulisan
KTI
9 Ujian KTI

10 Yudisium

11 Wisuda
Lampiran 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Evani Harfah Damanik


NIM : P07534017081
Tempat, Tanggal Lahir : Medan 04 juni 1919
Nik KTP : 1207024406990001
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Email : evaniharfah99@gmail.com
Jurusan : Teknologi Laboratorium Medis
Status dalam keluarga : Anak ke 5 dari 5 bersaudara
Alamat : Kec.Tanjung Morawa, Prum Sri gunting II dusun
1 Medan Sinembah.

Riwayat Pendidikan :
1. TK Ar–Rasyid Tj. Morawa : 2004 - 2005
2. Sekolah Dasar (SD) Ar–Rasyid Tj. Morawa : 2005 - 2011
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tj.Morawa : 2011 - 2014
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tj.Morawa : 2014 - 2017
4. Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan : 2017 - 2020

Nama Orang Tua :


Ayah : Alm. H. Damanik
Ibu : Asnawati Hasibuan
Alamat Orang Tua : Kec.Tanjung Morawa, Prum Sri gunting I dusun
1 Medan Sinembah.

Anda mungkin juga menyukai