OLEH:
NI WAYAN HEANLY RUSDRAJIANI DEWI
NIM: 1770121046
OLEH:
NI WAYAN HEANLY RUSDRAJIANI DEWI
NIM: 1770121046
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Diajukan oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Penguji,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmadewa
iii
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
25 JUNI 2021
Hubungan Kontrol Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan
Dermatofitosis di BRSUD Tabanan Bali.
ABSTRAK
iv
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
25 JUNI 2021
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
ini, yang berjudul “Hubungan Kontrol Gula Darah Pada Pasien Diabetes
dan penulisan proposal skripsi ini untuk memenuhi persyaratan kelulusan program
mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya
waktunya.
vi
5. Keluarga dan rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
proposal skripsi ini dan semoga hasil dari tugas akhir ini bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................. v
viii
1.4.3 Manfaat Bagi Dunia Penelitian ............................................ 6
2.2 Dermatofitosis............................................................................... 11
ix
3.2 Hipotesis......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Tabanan Bali
Lampiran 6. Analisis Bivariat Hubungan antara Kontrol Gula Darah Pada Pasien
xiii
DAFTAR SINGKATAN
DM : Diabetes Melitus
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
II, yaitu kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar gula tinggi
oleh karena resistensi insulin atau defisiensi insulin relatif dan disebut
juga non insulin dependent atau adult onset diabetes. Diabetes Melitus
dunia pada tahun 2019 sebesar 463 juta jiwa, yaitu Eropa 59 juta jiwa,
Asia Tenggara 88 juta jiwa, Pasifik Barat 163 juta jiwa, Timur Tengah
1
2
Sulawesi Tengah (5,2 persen), diikuti DKI Jakarta (4,1 persen) dan DI
Pengembangan, 2018).
oleh karena sel – sel sasaran insulin gagal dalam merespon insulin
MR, 2009). Gangguan kulit yang paling sering dilaporkan pada pasien
kulit, dimana infeksi jamur lebih banyak daripada infeksi bakteri dan
2005). Penelitian yang dilakukan oleh Wambier et al. pada tahun 2014,
pada 500 pasien DM, terdapat 457 kasus infeksi jamur kulit superfisial
2004).
diabetes mellitus yaitu: Tinea pedis (kaki atlet/kutu air), Tinea Kruris
(kadas) dan Tinea korporis (kurap) (Bhat, Gupta and Kudyar, 2006).
Tinea pedis merupakan salah satu infeksi yang signifikan terjadi pada
Ardekani, 2012).
sering terjadi pada orang dengan kontrol gula darah yang buruk atau
dermatofitosis sebesar 44,8 kali lebih besar dari orang dengan gula
Tabanan Bali”.
5
kontrol gula darah dengan kejadian dermatofitosis pada pasien dengan riwayat
kalangan medis.
Sebagai acuan atau pedoman bagi Badan Rumah Sakit Umum Daerah
TINJAUAN PUSTAKA
glukosa darah (gula darah) yang memiliki nilai batas normal yaitu kadar
glukosa darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar glukosa
darah puasa diatas atau sama dengan 130 mg/dl (Khairani, 2019).
Library, 2016).
(43%) dari 3,7 kematian yang terjadi sebelum usia 70 tahun disebabkan
7
8
4. Pengaruh obat.
5. Endokrinopati.
6. Imunologi.
7. Infeksi.
A. Patofisiologi DM tipe 1 :
B. Patofisiologi DM tipe 2 :
penduduk Indonesia. Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan
sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
2. Kebas.
5. Mudah mengantuk.
gram, atau
diabetes melitus :
b. Terjadinya neuropati,
d. Gagal ginjal,
e. Kematian.
2.2 Dermatofitosis
kulit, rambut dan kuku pada manusia dan merupakan golongan mikosis
morfologi yang khas, seperti lesi kulit berbatas tegas, terdapat berbagai
wujud kelainan kulit (polimorfi), terdapat rasa gatal, dan bagian tepi lebih
menurut bagian tubuh yang kena (tinea kapitis, tinea korporis, tinea kruris,
dari hewan ke manusia (zoofilik), dan dari tanah ke manusia (geofilik) serta
12
2019).
(57%), tinea unguium (20%), tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea
barbae (6%) dan sebanyak 1% merupakan jenis tinea lainnya (Yadav et al.,
2013).
dermatofitosis 74,2% merupakan infeksi jamur pada kulit yang paling sering
dijumpai. Tinea korporis dan tinea kruris merupakan jenis yang paling
kapitis, Tinea korporis, Tinea barbae, Tinea manum dan Tinea pedis, serta
1. Tinea Kapitis
13
Tinea kapitis merupakan infeksi jamur pada daerah kulit dan rambut
kepala, paling sering terjadi pada anak – anak. Tinea kapitis dapat sering
yang terkena, terdapat papul yang melebar, pucat dan bersisik. Tinea
2. Tinea Korporis
berbentuk annular dengan tepi yang agak tinggi. Papula folikel, pustula
antara lain : higienitas yang buruk, iklim yang panas dan lembab, sering
3. Tinea Kruris
Tinea kruris atau yang sering disebut “jock itch” merupakan infeksi akut
hingga kronis yang terdapat pada lipatan paha, daerah perineum dan
sekitar anus, selain itu juga dapat mencapai perut bagian bawah dan
gatal yang berat dan terbakar. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan lesi
eritematosa dengan sisik dan berbatas tegas dimana pada tepi akan
berwarna lebih kemerahan dan meninggi juga bisa terdapat vesikel. Pada
bagian tengah lesi akan tampak central healing dengan ditutupi oleh
skuama halus, dan bila berlanjut akan terjadi hiperpigmentasi. Erosi dan
4. Tinea Barbae
rambut, sementara yang lain hanya terbatas pada kulit. Tinea barbae
ditutupi krusta atau abses dengan permukaan yang basah oleh karena
Tinea pedis yaitu dermatofitosis pada kaki terutama pada sela – sela jari
kaki dan telapak kaki. Tinea pedis memiliki tiga manifestasi klinik, yaitu
15
interdigitalis (infeksi di sela – sela jari terutama pada jari IV dan V),
moccasin foot (melibatkan telapak kaki, tumit, dan tepi kaki), dan bentuk
vesikel atau bula yang dapat pecah hingga menimbulkan infeksi sekunder
6. Tinea Unguium
dengan kuku yang menebal, buram, berubah warna, rusak dan distrofi.
Kuku jari kaki lebih sering terkena daripada kuku jari tangan dan
2019).
T. Verrucosum,
T. Megnini,
M. Canis.
Tinea korporis Bagian tubuh, tungkai, T. rubrum,
lengan atau leher T. Mentagrophytes,
M. Audouinii,
M. Canis.
Tinea imbrikata Sesunan skuama yang T. consentricum
konsentris
Tinea Kruris Bokong, genitalia, area E. floccosum,
pubis, perineal dan T. Rubrum,
perianal T. Mentagrophytes.
Tinea pedis Lipatan paha, daerah T. rubrum,
perineum dan sekitar anus, T. Mentagrophytes,
daerah perut hingga E. Floccosum.
gluteus
Tinea manum Tangan T. rubrum,
E. Floccosum,
T. Mentagrophytes.
Tinea unguium Kuku jari tangan dan jari T. rubrum,
kaki T. Mentagrophytes.
Sumber : (Rosita and Kurniati, 2008)
2.2.3 Etiologi
dan sangat jarang terjadi pada kuku. Spesies terbanyak yang menjadi
2.2.4 Epidemiologi
Jenis kelamin, usia dan ras adalah faktor epidemiologi terpenting, dimana
dari wanita.
manusia, biasanya terlihat pada lokasi yang yang tertutup atau pada sela
Pada golongan sosial dan ekonomi yang rendah, lebih banyak terdapat
4. Faktorcvirulensi
2.2.6 Diagnosis
dilakukan secara klinis dan diperkuat dengan kultur, dan pemeriksaan dengan
bercabang tanpa adanya konstriksi dan terdapat septa. Pemeriksaan kultur tetap
Gambaran mikroskopik :
terminal klamidokonidia dan
hifa berbentuk seperti sisir.
Gambaran mikroskopik :
sejumlah dinding tebal dan
mikrokonidia bergerigi dengan
20
Gambaran mikroskopik :
sejumlah mikrokonidia
berdinding tipis tanpa knob.
Gambaran mikroskopik :
mentagrophytes mikrokonidia bergerombol
membentuk air mata, terkadang
hifa spiral.
Gambaran mikroskopik :
beberapa mikrokonidia
berbentuk air mata, dengan
sedikit makrokonidia yang
berbentuk pensil.
21
Gambaran mikroskopik :
sejumlah konidia beraneka
bentuk
Keterangan : PDA = Potato Dextrose Agar, media pertumbuhan jamur pada kultur
22
lain sebagainya yang membantu invasi ke kulit, rambut, kuku, dan juga
penetrasi melewati dan diantara sel, serta pembentukan respon pejamu (Gambar
jaringan keratin yang diikuti oleh invasi dan pertumbuhan elemen myocelial
dermatofit (titik dan garis merah) memasuki stratum korneum dengan merusak
lapisan tanduk dan juga menyebabkan respon radang (titik hitam sebagai sel – sel
rambut rusak dan patah, jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut, akan
pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik atau pertahanan alami. Jamur harus
punya kemampuan melekat pada kulit dan mukosa penjamu dan menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan biokimia penjamu untuk berkembang biak dan
menyebabkan lesi seperti cincin. Pada Tinea kruris dapat menular secara langsung
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau secara tidak langsung
dari barang atau benda yang terinfeksi (Winarni, Dwi Retno Adi;Sutoyo, 2010).
2.2.8 Pencegahan
kelembaban, panas dan maserasi. Jika faktor – faktor ini tidak dilakukan
Menurut Boel (2003), terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu :
2. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih dengan air
panas
24
3. Daerah Intertrigo atau daerah antara jari – jari sesudah mandi harus
2.2.9 Prognosis
akan menjadi dubia ad bonam (ragu – ragu). Apabila faktor yang memperberat
Dermatofitosis
yang menginvasi jaringan keratin (Yadav et al., 2013). Penelitian World Health
orang dari seluruh dunia mengalami infeksi tinea korporis yang merupakan tipe
paling dominan dan diikuti oleh tinea kruris, tinea pedis, dan onikomikosis
memberikan efek negatif secara langsung melalui kadar glukosa patologis, tetapi
juga memberikan efek negatif secara tidak langsung yaitu dengan terbentuknya
AGEs (Advanced Glycation End Products) yang bekerja dengan berinteraksi dan
kolagen tipe 1, reseptor epidermal growth factor dan juga mengaktivasi sitokin
ROS atau Reactive Oksigen Species (Gkogkolou and Böhm, 2014). Kadar glukosa
patologis juga dapat menyebabkan vasodilatasi in vivo dengan cara apoptosis sel
endotel dan menghambat sintesis nitrat oksida sintase. Selanjutnya, kadar glukosa
patologis menekan kemotaksis dan fagositosis pada berbagai tipe sel imun
alamiah (De Macedo, Nunes and Barreto, 2016b). AGEs merupakan salah satu
komplikasi kelainan kulit dengan merubah sifat kolagen yang ada pada kulit
diabetes melitus, penuaan kulit dan imunosupresi terkait DM. Perubahan yang
terjadi pada membran sel, limfosit, dan makrofag akan menyebabkan terjadinya
dan suhu yang tinggi, sehingga memungkinkan jamur untuk tumbuh lebih cepat
dan lebih gampang ditemukan (Pravitasari, Hidayatullah and Nuzula, 2019). Pada
penelitian yang dilakukan di PoliKlinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado menunjukkan bahwa dari 4.099 kasus didapatkan 153 (3,7%)
kasus dermatofitosis, dengan persentase yang diperoleh, yaitu: tinea kruris dengan
54 kasus (35,3%) diikuti oleh tinea korporis 50 kasus (32,7%), tinea kapitis 11
kasus (7,2%), tinea unguium dan onikomikosis dengan 8 kasus (5,3%), serta tinea
pedis et manum 4 kasus (2,6%) di dapatkan juga lokasi kombinasi dari tinea
26
korporis et kruris dan tinea kruris et korporis dengan 26 kasus (17,0%) (Sondakh,
Pandaleke and Mawu, 2016). Pada pasien penderita diabetes melitus lebih sering
terkena infeksi kulit daripada mereka yang tanpa diabetes melitus, terlepas dari
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2012, dari 60 sampel penelitian
(2010), kelainan kulit pada penderita diabetes melitus sangat berkorelasi dengan
dengan kontrol gula darah yang buruk membuat infeksi semakin memburuk,
yang memiliki riwayat kontrol gula darah yang baik (Winarni and Sutoyo, 2002).
BAB III
Variabel Bebas
Kontrol Gula Darah (X)
Variabel Perancu
Faktor Terkendali :
Umur
Jenis kelamin
Ras
Keterangan
Variabel yang diteliti :
Variabel yang tidak diteliti :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara kontrol gula darah pada pasien diabetes
27
28
H1: Terdapat hubungan antara kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus
METODE PENELITIAN
desain penelitian case control study. Data yang diambil dari penelitian ini adalah
data sekunder yang berasal dari rekam medis pasien di BRSUD Tabanan.
Penelitian ini dilakukan di BRSUD Tabanan pada bulan April Tahun 2021 –
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah rekam medis dari pasien yang berobat di
pada periode Juni 2020 – Juni 2021. Keseluruhan sampel dipilih berdasarkan
a. Kelompok Kasus
Kriteria Inklusi :
Tabanan
29
30
- Pasien yang memiliki data kontrol gula darah puasa (GDP) dan
Kriteria Ekslusi :
e. Kriteria Kontrol
Kriteria Inklusi :
Tabanan
- Pasien yang memiliki data kontrol gula darah puasa (GDP) dan
Kriteria Ekslusi :
kriteria inklusi dan eksklusi. Rumus besar sampel yang digunakan dalam
(Zα√ 2 PQ + Zβ√ P1 Q 1+ P 2 Q2 )2
n=
=
Keterangan : (P1 – P2)2
n = Besar sampel
gula darah pada DM yang nilainya diambil dari pustaka (0,448) (A.
A. Dewanti, 2018)
peneliti)
Q1 = 1 – P1 (0,552)
Q2 = 1 – P2 (0,852)
Q = 1 – P (0,702)
Zα√ 2 PQ + Zβ√ P1 Q 1+ P 2 Q2 2
n1 = n2 =
P1 – P2
0,3
0,3
0,3
0,3
= 1,96(0,646)+ 0,84(0,610) 2
0,3
32
= 1,266+ 0,512 2
0,3
= 1,778 2
0,3
3,161
=
0,009
n = 35
kasus dan kontrol yang akan diambil adalah 70 rekam medis, dimana n1 = n2
sehingga jumlah sampel kelompok kasus adalah 35 dan sampel kelompok kontrol
35
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kontrol gula darah, dengan
kriteria :
terkontrol :
130 mg/dL
2. Membuat surat permohonan izin untuk melihat rekam medis penyakit kulit
di BRSUD Tabanan.
dan catatan tentang riwayat DM tipe 2 pada rekam medis pasien yang
diamati kadar gula darah puasa (GDP) pada kedua kelompok termasuk
dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) for
window. Pengolahan data pada penelitian ini melalui empat tahap yaitu :
1. Editing
2. Coding
pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat memasukan data.
3. Processing
Setelah semua data terisi penuh dan juga sudah melewati coding,
4. Cleaning
35
a. Analisis Univariat
variabel terikat. Hasil dari analisis ini akan ditampilkan dalam bentuk
b. Analisis Bivariat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan hasil penelitian
HASIL PENELITIAN
orang yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subyek penelitian. Pada subyek
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kasus dan kontrol. Dari penelitian tersebut
usia, jenis kelamin, gula darah, dan jenis dermatofitosis seperti pada tabel
dibawah ini :
masing karakteristik.
Usia
Jenis Kelamin
36
37
Gula Darah
pasien usia 0 – 30 tahun. Dari tabel jenis kelamin, sebanyak 59,5% responden
kelamin laki – laki lebih banyak pada kelompok dermatofitosis daripada non
sebanyak 56%.
berikut.
Frekuensi
Jenis Dermatofitosis Persentase
N = 35
Tinea Kruris 13 37,1 %
Tinea Kruris et Korporis 2 5,7 %
38
sedikit adalah responden dengan dermatofitosis Tinea Kapitis dan Tinea Fasialis
17.10%
17.10%
5.70%
dilakukan pengujian Chi Square pada tingkat signifikan 5%. Adapun hasil analisis
Dermatofitosis
OR (95%
Gula Darah Non P-Value
Dermatofitosis CI)
Dermatofitosis
Terkontrol 24 21
1,455 0,454
Tak Terkontrol 11 14
Dari tabel tersebut diketahui hasil uji chi – square untuk mengetahui
hubungan gula darah terkontrol pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan
dermatofitosis, hasil uji tersebut didapatkan p-value 0,454. Dimana hasil tersebut
berarti kurang dari nilai kritis yaitu sebesar 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara gula darah terkontrol
dengan dermatofitosis.
BAB VI
PEMBAHASAN
dengan jumlah masing-masing 35 orang. Tidak dilakukan matching usia dan jenis
tahun dan mayoritas (62,9%) berjenis kelamin laki-laki. Data demografi tersebut
tinea kruris dengan proporsi sebesar 37,1%, disusul oleh tinea korporis dan tinea
unguium dengan proporsi masing-masing sebesar 17,1%. Tinea pedis dan tinea
5,7%, serta terakhir tinea kapitis dengan proporsi sebesar 2,9%. Data ini juga
40
41
merupakan distribusi jenis dermatofitosis yang terbatas pada penelitian ini saja
RSUD Tabanan karena desain penelitian ini menggunakan desain case control.
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa pada pasien diabetes yang tidak
yaitu mayoritas memiliki kadar gula darah yang terkontrol. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kontrol gula
Hasil ini sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dogan (2020).
Penelitian dengan desain case control yang melibatkan 167 orang pasien tersebut
kejadian onikomikosis dan tinea pedis. Salah satu hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kontrol gula darah dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kuvandik (2007) dan Romano (2001) juga
mendapatkan hasil yang sejalan. Penelitian yang dilakukan oleh Kuvandik dengan
100 orang pasien dan penelitian Romano dengan 171 orang pasien menunjukkan
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol gula darah dengan
Yasemin (2016). Penelitian dengan desain case control yang melibatkan 600
orang pasien tersebut bertujuan untuk mengetahui prevalensi tinea pedis dan
melitus (DM) tipe 2. Penelitian tersebut mendapati bahwa onikomikosis dan tinea
pedis secara signifikan berhubungan dengan diabetes (Yasemin et al., 2017). Hasil
berbeda juga dapat ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Akkus (2016).
Penelitian dengan desain cross sectional yang melibatkan 227 orang pasien
pada pasien diabetes, serta efek pada perkembangan komplikasi kronis ulkus kaki
<0,05). Dermatofitosis pada jari kaki, telapak kaki, dan kuku jari kaki
berhubungan dengan peningkatan risiko ulkus kaki diabetik (Akkus et al., 2016).
menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian dengan desain
kejadian tinea korporis dengan diabetes melitus dimana kondisi gula darah yang
2020). Hasil yang juga kontradiktif dengan penelitian ini dapat ditemukan pada
penelitian yang dilakukan oleh Dewanti (2018). Penelitian dengan desain cross
bermakna antara kontrol gula darah dengan frekuensi dermatofitosis pada pasien
Secara teori, pasien diabetes yang memiliki kadar gula darah tidak
penurunan kemampuan adherence pada sel PMN yang mana merupakan proses
proteksi terhadap patogen. Tingginya kadar glukosa darah secara kronis juga
penurunan sintesis oksida nitrat, dan gangguan fagositosis, serta kemotaksis dari
sel imun. Perubahan pada membran sel, limfosit, dan makrofag menyebabkan
cenderung lebih berat, rekuren, dan sulit disembuhkan (De Macedo et al., 2016).
oleh dermatofita juga sering terjadi pada penderita diabetes. Karena tinea pedis
dikaitkan dengan retakan mikroskopis pada kulit, penyakit ini juga akan
ulkus. Akibatnya, tinea harus didiagnosis dan diobati dengan hati-hati pada
penderita diabetes (Lima et al., 2017). Penurunan imunitas bawaan pada penderita
tersebut pada sel untuk meningkatkan prevalensi infeksi. Adanya defek imunitas
disertai dengan neuropati menyebabkan daya tahan kulit terhadap infeksi patogen,
beberapa penelitian sebelumnya dan dengan teori yang ada diduga disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan standar klasifikasi gula darah yang
terkontrol dan tidak terkontrol antara penelitian ini dengan beberapa penelitian
sebelumnya, seperti usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes, neuropati, obat
diabetes yang digunakan, personal hygiene, dan berbagai faktor lainnya yang
tidak diteliti oleh penelitian ini. Berbagai kondisi ini menjadi variabel perancu
pembanding penelitian ini dilakukan di Turki yang memiliki iklim relatif lebih
sejuk dengan kelembaban yang lebih kering daripada Indonesia, sehingga akan
yang memiliki hubungan atau pengaruh yang lebih kuat terhadap terjadinya
dermatofitosis.
sederhana dapat dikelompokkan menjadi personal hygiene dan alat pelindung diri.
serta perilaku hidup bersih dan sehat juga berhubungan dengan dermatofitosis
(Darung, 2017). Sementara itu, beberapa pekerjaan memiliki risiko lebih besar
terpaksa berada di tempat yang kotor dan lembab. Salah satu contoh penelitian
risiko terjadinya dermatofitosis pada pekerja penjual ikan basah di pasar nelayan
(Siregar, 2018). Penelitian lain oleh Rusdin (2016) terhadap pekerja kebersihan
sampah pun mendapati bahwa penggunaan sepatu boots dapat menurunkan risiko
7.1 Kesimpulan
tahun dan mayoritas 62,9% berjenis kelamin laki – laki. Sedangkan pada
proporsi sebesar 37,1%, disusul oleh tinea korporis dan tinea unguium
sebesar 17,1%. Tinea pedis dan tinea fasialis menempati posisi berikutnya
dengan proporsi masing – masing sebesar 5,7%, serta tinea kapitis dengan
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kontrol gula darah dengan
7.2 Saran
Hal-hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
46
47
kadar gula darah sesuai jadwal yang ditetapkan agar tidak terjadi
peningkatan.
Akkus, G., Evran, M., Gungor, D., Karakas, M., Sert, M., & Tetiker, T. (2016).
Tinea pedis and onychomycosis frequency in diabetes mellitus patients
and diabetic foot ulcers: A cross sectional - Observational study. Pakistan
Journal of Medical Sciences, 32(4), 903.
https://doi.org/10.12669/pjms.324.10027
Al-Nasrawi, H. (2021). Cutaneous Mycoses among Diabetes Patients. Annals of
the Romanian Society for Cell Biology, 25(4), 10949–10956. Diambil dari
http://annalsofrscb.ro
American Diabetes Association (2018) ‘Standard medical care in diabetes 2018’,
The journal of clinical and applied research and education. doi:
10.2337/dc18-Sint01.
Bhat, Y. J., Gupta, V. and Kudyar, R. P. (2006) ‘Cutaneous manifestations of
diabetes mellitus’, International Journal of Diabetes in Developing
Countries, 26(4), pp. 152–155. doi: 10.1159/000095488.
Darung, M. (2017). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Phbs Dengan Kejadian
Tinea Pedis Pada Pemulung Skripsi. Skripsi-2018. Jakarta: Universitas
Trisakti. Diambil dari
http://repository.trisakti.ac.id/usaktiana/index.php/home/detail/detail_kole
ksi/7/SKR/th_terbit/00000000000000095231/2017
Decroli, E. (2019) Diabetes Melitus Tipe 2, Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Dewanti, A. A. (2018) ‘Hubungan Kontrol Gula Darah Dengan Kejadian
Dermatofitosis Pada Pasien Dengan riwayat diabetes mellitus di rumah
sakit umum daerah Dr Moewardi Surakarta’, Hubungan Kontrol Gula
Darah Dengan Kejadian Dermatofitosis Pada Pasien Dengan riwayat
diabetes mellitus di rumah sakit umum daerah Dr Moewardi Surakarta, 2,
pp. 227–249. Available at: http://eprints.ums.ac.id/60075/12/NASKAH
PUBLIKASI-AJENG.pdf.
De Macedo, G. M. C., Nunes, S. and Barreto, T. (2016a) ‘Skin disorders in
diabetes mellitus: An epidemiology and physiopathology review’,
Diabetology and Metabolic Syndrome. doi: 10.1186/s13098-016-0176-y.
De Macedo, G. M. C., Nunes, S. and Barreto, T. (2016b) ‘Skin disorders in
diabetes mellitus: An epidemiology and physiopathology review’,
Diabetology and Metabolic Syndrome. BioMed Central, 8(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/s13098-016-0176-y.
48
49
Diabetes Federation International (2019) IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019,
International Diabetes Federation. Available at: http://www.idf.org/about-
diabetes/facts-figures.
Dogan, E. (2020). Is Diabetes mellitus a risk factor for onychomycosis and tinea
pedis? Cumhuriyet Medical Journal, 42(3), 359–365.
https://doi.org/10.7197/cmj.757045
Fajriansyah, M. R. (2020). Hubungan Kejadian Tinea Korporis dengan Diabetes
Melitus di Poliklinik Dermatologi dan Venerologi RSUD Dr.Saiful Anwar
Malang. Malang.
Fitzpatrick, T. B. et al. (2008) Fitzpatrick’s dermatology in general medicine
[electronic resource], McGrawHills AccessMedicine Clinical library.
Gkogkolou, P. and Böhm, M. (2014) ‘Hauterkrankungen bei diabetes mellitus’,
JDDG - Journal of the German Society of Dermatology, 12(10), pp. 847–
864. doi: 10.1111/ddg.12424.
Gómez Moyano, E., Crespo Erchiga, V. and Martínez Pilar, L. (2016a)
‘Dermatofitosis’, Piel, 31(8), pp. 546–559. doi:
10.1016/j.piel.2016.03.009.
Gómez Moyano, E., Crespo Erchiga, V. and Martínez Pilar, L. (2016c)
‘Dermatofitosis’, Piel. doi: 10.1016/j.piel.2016.03.009.
Hay, R. (2017) ‘Superficial fungal infections’, Medicine (United Kingdom). doi:
10.1016/j.mpmed.2017.08.006.
Hidajat, D., Hapsari, Y. and Hendrawan, I. W. (2014) ‘Di Poliklinik Kulit Dan
Kelamin Rsu Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode 2013-2014’, 6(4), p.
2014.
Kafaie, P. and Shojaoddiny-Ardekani, A. (2012) ‘Skin Manifestations of Diabetes
Mellitus’, Iranian Journal of Diabetes and Obesity. Iranian Journal of
Diabetes and Obesity, 4(2), pp. 91–98. Available at:
http://ijdo.ssu.ac.ir/article-1-85-en.html (Accessed: 17 May 2020).
Karmila, I. D. (2019) ‘Manifestasi Dermatologis Pada Diabetes Melitus’,
Manifestasi Dermatologis Pada Diabetes Melitus.
Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan (2018) ‘Hasil
Utama Riset Kesehatan Dasar’, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, pp. 1–100. doi: 1 Desember 2013.
Khairani (2019) ‘Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018’, Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, pp. 1–8.
Kresna, M. and Wiratma, Y. (2014) ‘Laporan Kasus Tinea Kruris Pada Penderita’,
Laporan Kasus Tinea Kruris pada penderita Diabetes Mellitus, pp. 1–7.
Lima, A. L., Illing, T., Schliemann, S., & Elsner, P. (2017). Cutaneous
50
LAMPIRAN
53
54
Bulan
No. Kegiatan
Jan–Agst 20 Sept – Nov 20 Des 20 – Feb 21 Mar - Mei 21 Jun – Jul 21 Jul – Agst 21
1 Menyusun Proposal
2 Mengajukan Etik
3 Mengumpulkan Data
4 Menganalisis Data
5 Menyusun Skripsi
6 Ujian Skripsi
55
KASUS
Candidiasis
7 699420 05-03-2018 IM L 5 bulan 126 mg/dL Intertriginosa
8 616923 05-05-2018 NA P 9 tahun 124 mg/dL Pitiriasis Versikolor
9 560119 29-06-2018 PD P 50 tahun 109 mg/dL Pitiriasis Versikolor
10 391453 31-01-2018 KA L 8 tahun 129 mg/dL Pitiriasis Versikolor
11 611893 23-05-2018 AB L 4 tahun 122 mg/dL Pitiriasis Versikolor
Candidiasis
12 142057 17-07-2018 WY P 45 tahun 104 mg/dL Intertriginosa
13 376771 07-05-2018 PS L 35 tahun 81 mg/dL Pitiriasis Versikolor
14 201794 04-02-2019 PK L 15 tahun 124 mg/dL Pitiriasis Versikolor
15 727775 14-05-2019 MS P 60 tahun 279 mg/dL Pitiriasis Versikolor
16 081715 13-03-2019 SY P 50 tahun 126 mg/dL Candidiasis Oral
17 717905 21-01-2020 KS P 2 tahun 170 mg/dL Pitiriasis Versikolor
Candidiasis
18 733494 23-11-2019 TN P 4 bulan 220 mg/dL Intertriginosa
Candidiasis
19 360094 13-04-2019 NM L 40 tahun 148 mg/dL Intertriginosa
Dermatitis Kontak
20 425061 15-02-2020 PC L 30 tahun 169 mg/dL Alergi
Dermatitik Kontak
21 754151 12-12-2020 GK L 1 tahun 279 mg/dL Iritan
59