Anda di halaman 1dari 89

BIAYA MEDIS LANGSUNG DAN TARIF INA-CBG’s PASIEN

DIABETES MELITUS TIDAK TERGANTUNG INSULIN


DI RSUD ANUTAPURA PALU PERIODE 2020

SKRIPSI

RISCHA RHAUDATUL JANNA


G70118073

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
FEBRUARI 2022
BIAYA MEDIS LANGSUNG DAN TARIF INA-CBG’s PASIEN
DIABETES MELITUS TIDAK TERGANTUNG INSULIN
DI RSUD ANUTAPURA PALU PERIODE 2020

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan


Program Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Farmasi pada Jurusan
Farmasi FMIPA Universitas Tadulako

RISCHA RHAUDATUL JANNA


G70118073

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
FEBRUARI 2022

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : Biaya Medis Langsung dan Tarif INA-CBG’s Pasien Diabetes


Melitus Tidak Tergantung Insulin di RSUD Anutapura Palu
Periode 2020
Nama : Rischa Rhaudatul Janna
Stambuk : G 701 18 073

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan pada Seminar Hasil.

Palu, 24 Januari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Muhamad Rinaldhi Tandah, M.Sc. apt. Khusnul Diana, S.Far., M.Sc.
NIP. 19850922 201212 1 003 NIP. 19860202 2015 04 2 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Tadulako

apt. Syariful Anam, S.Si., M.Si., Ph.D.


NIP.19801106 2006 04 1 001

iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Judul : Biaya Medis Langsung dan Tarif INA-CBG’s Pasien


Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin di RSUD
Anutapura Palu Periode 2020
Nama : Rischa Rhaudatul Janna
Stambuk : G 701 18 073
Disetujui Tanggal : 28 Januari 2022

DEWAN PENGUJI

Ketua : apt. Muhamad Rinaldhi Tandah, M.Sc. ............................

Sekretaris : apt. Khusnul Diana, S.Far., M.Sc. ............................

Penguji 1 : ............................

Penguji 2 : ............................

Penguji 3 : ............................

Mengetahui,
Dekan Fakultas MIPA
Universitas Tadulako

Prof. Ir. Darmawati Darwis, Ph.D.


NIP.19711124 1997 02 2 001
iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalan tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Palu, 28 Januari 2022


Penulis,

Rischa Rhaudatul Janna


G70118073

v
ABSTRAK

Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin atau yang dikenal dengan DM tipe 2
menjadi salah satu penyakit penyebab utama penderitaan dan kematian manusia
serta memiliki dampak yang cukup besar pada pembiayaan kesehatan. Di
Indonesia telah berlaku program jaminan kesehatan nasional yang mengutamakan
efektivitas dan efisiensi biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata
biaya medis langsung (biaya riil), rata-rata tarif INA-CBG’s dan besar kesesuaian
antara biaya riil dan tarif INA-CBG’s pasien DMTTI di RSUD Anutapura Palu
Periode 2020. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
pengambilan data secara retrospektif yang didasarkan pada perspektif rumah sakit.
Data diperoleh dari data rekam medis dan data rincian biaya pengobatan pasien.
Sampel berjumlah 132 sampel yang merupakan pasien yang terdiagnosis utama
DMTTI dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah dibuat. Data
dianalisis menggunakan Mann-Whitney dan Independent sample t-test. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata biaya medis langsung sebesar Rp2.751.449, rata-
rata tarif INA-CBG’s sebesar Rp4.505.508, dan diperoleh selisih positif dengan
p<0,05 pada kategori kelas perawatan (I, II, dan III), tingkat keparahan (ringan,
sedang, dan berat), jumlah diagnosis sekunder (tanpa diagnosis sekunder, 1, dan
2), dan lama perawatan (< 5 hari dan ≥ 5 hari) serta diperoleh selisih negatif
dengan p>0,05 pada kategori jumlah diagnosis sekunder > 2. Terdapat perbedaan
bermakna secara statistik pada kategori kelas perawatan (I, II, dan III), tingkat
keparahan (ringan, sedang, dan berat), jumlah diagnosis sekunder (tanpa diagnosis
sekunder, 1, dan 2), dan lama perawatan (< 5 hari dan ≥ 5 hari), sedangkan pada
kategori jumlah diagnosis sekunder > 2 tidak terdapat perbedaan bermakna secara
statistik.

Kata Kunci: Analisis Biaya, Biaya Medis Langsung, Diabetes Melitus,


Farmakoekonomi, INA-CBG’s.

vi
ABSTRACT

Non-insulin-dependent diabetes mellitus, also known as type 2 diabetes mellitus,


is one of the main causes of human suffering and death and has a considerable
impact on health financing. In Indonesia, a national health insurance program has
been implemented that prioritizes cost effectiveness and efficiency. This study
aims to determine the average direct medical costs (real costs), the average INA-
CBG's rate, and the amount according to the real costs and tariffs for INA-CBG
DMTTI patients at Anutapura Palu Hospital for the 2020 period. This research is a
descriptive type of research with retrospective data collection based on the
perspective of the hospital. Data were obtained from medical record data and
detailed data on patient treatment costs. The sample amounted to 132 samples
which were patients with a primary diagnosis of DMTTI and met the inclusion
and exclusion criteria that had been set. Data analysis using Mann-Whitney and
Independent sample t-test. The results showed that the average direct medical cost
was Rp2.751.449, the average INA-CBG's rate was Rp4,505,508, and there was a
positive difference with p<0.05 in the treatment class category (I, II, and III), the
level of severity (mild, moderate, and severe), number of secondary diagnoses
(without secondary diagnosis, 1, and 2), and length of treatment (< 5 days and 5
days) and a negative difference was obtained with p>0.05 for the category of
number of diagnoses > 2. There were statistically significant differences in
treatment categories (I, II, and III), severity (mild, moderate, and severe), number
of secondary diagnoses (without secondary diagnosis, 1, and 2), and length of stay
(< 5 days). and 5 days), while in the category of number of secondary diagnoses >
2 there was no statistically significant difference.

Keywords: Cost Analysis, Direct Medical Costs, Diabetes Mellitus,


Pharmacoeconomic, INA-CBG's.

vii
KATA PENGANTAR

‫هللا الرَّ حْ َم ِن الرَّ ِحي ِْم‬


ِ ‫ــــــــــــــــــم‬
ِ ْ‫ِبس‬
Assalaamu ’alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh.
Segala Puji dan Syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
merampungkan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Biaya Medis Langsung dan
Tarif INA-CBG’s Pasien Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin di RSUD
Anutapura Palu Periode 2020” sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Farmasi pada
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda
Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud dengan tidak terlepas dari
adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh
karena itu, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan ungkapan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua dan Keluarga atas segala dukungan penuh baik secara moril
maupun materil yang telah dilakukan demi memberikan yang terbaik kepada
penulis serta menjadi motivasi terbesar penulis untuk segera menyelesaikan
studi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P. selaku Rektor Universitas Tadulako.
3. Ibu Prof. Ir. Darmawati Darwis, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako.
4. Bapak apt. Muhamad Rinaldhi Tandah, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing 1
yang telah bersedia memberikan kepercayaan, ilmu serta selalu meluangkan
waktu untuk membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu apt. Khusnul Diana, S.Far., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing 2 yang juga
telah bersedia memberikan kepercayaan, ilmu serta selalu meluangkan waktu
untuk membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

viii
6. Ibu apt. Ririen Hardani, S. Farm., M. Si selaku dosen wali yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Tadulako, yang
telah bersedia memberikan waktu, bekal ilmu pengetahuan, dan motivasi
kepada penulis selama masa perkuliahan.
8. Seluruh staf akademik dan Laboran Jurusan Farmasi serta staf akademik
Fakultas MIPA Universitas Tadulako yang telah memberikan pelayanan yang
baik kepada penulis.
9. Direktur RSUD Anutapura Palu yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan penelitian, dan seluruh staf RSU Anutapura Palu terkhusus
staf RM dan IT RSUD Anutapura Palu yang banyak membantu penulis
selama penelitian berlangsung.
10. Sahabat-sahabatku “Ke-10 an”, terima kasih karena selalu berbagi cerita,
senyum dan tawa, serta senantiasa memberikan dukungan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
11. Sahabat-sahabatku kelas “D’Sayang”, terima kasih karena telah berbagi
semangat, motivasi, masukan, bantuan, pengalaman, dan banyak kenangan
indah kepada penulis selama masa perkuliahan.
12. Keluarga Riboflavin 2018, terima kasih atas segala kebaikan, bantuan, dan
pengalaman berharga yang telah diberikan.
13. Semua pihak yang telah ikut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini
yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dapat
diberikan. Penulis berharap sekecil apapun makna yang tertulis dalam tulisan ini
diharapkan dapat memberikan manfaat.

Palu, 28 Januari 2022

Penulis

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................................iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI.....................................................................iv
P E R N Y A T A A N..............................................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
DAFTAR SIMBOL & ISTILAH..........................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................4
1.5 Batasan Masalah..................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5


2.1 Diabetes Melitus..................................................................................5
2.1.1 Definisi......................................................................................5
2.1.2 Etiologi......................................................................................5
2.1.3 Diagnosis...................................................................................5
2.1.4 Manifestasi Klinik.....................................................................6
2.1.5 Patofisiologi...............................................................................7
2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus.............................................8
2.1.7 Algoritma Terapi.....................................................................12

x
2.2 Farmakoekonomi...............................................................................13
2.2.1 Definisi....................................................................................13
2.2.2 Evaluasi Ekonomi dalam Pelayanan Farmasi..........................13
2.2.3 Metode Analisis.......................................................................14
2.2.4 Biaya........................................................................................15
2.3 Jaminan Kesehatan Nasional.............................................................16
2.3.1 Tarif INA-CBG’s.....................................................................16

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................18


3.1 Desain Penelitian...............................................................................18
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................18
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................18
3.3.1 Populasi....................................................................................18
3.3.2 Sampel.....................................................................................18
3.4 Teknik Pengambilan Sampel.............................................................19
3.5 Variabel Penelitian.............................................................................19
3.6 Definisi Operasional..........................................................................19
3.7 Teknik Pengumpulan Data.................................................................23
3.8 Analisis Data......................................................................................23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................25


4.1 Karakteristik Pasien...........................................................................25
4.2 Karakteristik Klinis............................................................................28
4.4 Karakteristik Biaya Medis Langsung................................................33
4.5 Kesesuaian Biaya Riil Dengan Tarif INA-CBG’s.............................39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................41


5.1 Kesimpulan........................................................................................41
5.2 Saran..................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
LAMPIRAN...........................................................................................................48

xi
RIWAYAT HIDUP................................................................................................70
SURAT KETERANGAN PUBLIKASI................................................................71
SURAT KEPUTUSAN (SK) PEMBIMBING SKRIPSI......................................72

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Distribusi Pasien DMTTI Di RSUD Anutapura Palu Periode 2020.....25


Tabel 4. 2 Distribusi Jenis Diagnosis Sekunder Pasien.........................................28
Tabel 4. 3 Distribusi Pemberian Obat Antidiabetik...............................................30
Tabel 4. 4 Distribusi Biaya Medis Langsung Pasien.............................................33
Tabel 4. 5 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Kelas Perawatan Pasien.............35
Tabel 4. 6 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Lama Perawatan Pasien.............36
Tabel 4. 7 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Tingkat Keparahan Pasien.........37
Tabel 4. 8 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Jumlah Diagnosis Sekunder Pasien
..............................................................................................................38
Tabel 4. 9 Kesesuaian Rata-Rata Total Biaya Medis Langsung dan Tarif INA-
CBG’s....................................................................................................39

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2...................................................12

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Keseluruhan Pasien DMTTI RSUD Anutapura Palu 2020.......48


Lampiran 2. Data Biaya Pasien DMTTI RSUD Anutapura Palu 2020.................54
Lampiran 3. Data Penggunaan Obat Penunjang....................................................59
Lampiran 4. Kode Etik Penelitian..........................................................................63
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian di RSUD Anutapura Palu.................................64
Lampiran 6. Dokumentasi......................................................................................66
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian..................................................69

xv
DAFTAR SIMBOL & ISTILAH

< : Kurang Dari


≥ : Lebih Dari atau Sama Dengan
n : Jumlah atau Total
DM : Diabetes Melitus
GDP : Gula Darah Puasa
GD2PP : Gula Darah 2 Jam Post Prandial
HbA1c : Hemoglobin A1c
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral 
DMT2 : Diabetes Melitus Tipe 2
GDM : Diabetes Melitus Gestasional
DMTTI : Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
NIDDM : Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus
OAD : Obat Anti Diabetes
DPP4-Inhibitor: Inhibitor Dipeptidyl Peptidase-4
SGLT-2 : Sodium Glucose co-Transporter-2
KATP : ATP-sensitive potassium channel 
Perkeni : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
INA-CBG’s : Indonesia-Case Base Groups
ICD : International Classification of Diseases

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang memerlukan
perawatan medis secara berkelanjutan untuk mengurangi risiko multifaktorial di
luar pengendalian kadar glikemik darah. Pendidikan manajemen diri dan adanya
dukungan pada diabetes yang sedang berlangsung sangat penting untuk
mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang
(American Diabetes Association, 2020b). Diabetes melitus tipe 2 menyumbang
sebagian besar penderita diabetes di seluruh dunia (World Health Organization,
2016). Diabetes melitus tipe 2 dikenal sebagai masalah kesehatan masyarakat
yang serius dengan dampak yang cukup besar pada kehidupan manusia dan
pengeluaran kesehatan. Diabetes melitus tipe 2 terus meningkat dalam
prevalensi, insidensi, dan sebagai salah satu penyebab utama penderitaan dan
kematian manusia. Wilayah tertentu di dunia, seperti Eropa Barat dan negara
kepulauan di pasifik mengalami kejadian yang tidak proporsional dengan adanya
beban tinggi terhadap epidemi ini (Khan et al., 2020).

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa di tahun 2019,


diperkirakan 463 juta orang menderita diabetes dan angka ini diproyeksikan
mencapai 578 juta pada tahun 2030, dan 700 juta pada tahun 2045. Dua pertiga
dari penderita diabetes tinggal di daerah perkotaan dan tiga dari empat berada
dalam usia kerja. Proyeksi pada masa depan telah jelas menunjukkan bahwa
dampak global dari diabetes mempunyai kemungkinan akan terus meningkat
secara pesat (International Diabetes Federation, 2019). Pada tahun 2013,
Indonesia dinilai sebagai salah satu dari sepuluh negara teratas di dunia dengan
jumlah individu tertinggi yang hidup dengan diabetes tinggi dan diperkirakan
pola yang sama akan terus berlanjut (Guariguata et al., 2014). Menurut Hasil
Riset Kesehatan Dasar Nasional pada tahun 2018 menyatakan prevalensi
diabetes melitus mencapai rerata 1,5% dari jumlah penduduk dan Sulawesi

1
Tengah (1,54%) masuk ke dalam sepuluh provinsi teratas menurut diagnosis
dokter dengan 11.548 kasus yang dilaporkan dan menurut Hasil Riset Kesehatan
Dasar Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan prevalensi diabetes melitus di kota
Palu mencapai 2,01% dari jumlah penduduk dengan 2.805 kasus yang
dilaporkan (Riskesdas, 2018).

Beban diabetes juga dapat berdampak pada perekonomian nasional. Dalam satu
studi memperkirakan kerugian yang disebabkan oleh kasus diabetes dalam PDB
di seluruh dunia dari tahun 2011 hingga 2030, termasuk biaya langsung dan
biaya tidak langsung diabetes mencapai US$ 1,7 triliun, terdiri dari US$ 900
miliar untuk negara berpenghasilan tinggi dan US$ 800 miliar untuk harga
rendah dan negara berpenghasilan menengah (World Health Organization,
2016).

Di Indonesia sendiri terdapat sistem pembiayaan pelayanan kesehatan dalam


program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berbasis pada sistem asuransi
kesehatan sosial yang lebih mengutamakan peningkatan akses, pemerataan,
kualitas dan efisiensi biaya. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, dalam hal
ini fasilitas kesehatan memberikan sesuai dengan paket manfaat yang telah
ditentukan dan biaya yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan hasil
penelitian Yuniarti (2015) yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta masih ditemukan adanya selisih negatif biaya terapi penyakit
diabetes melitus pasien JKN antara tarif Rumah Sakit dengan tarif INA-CBG’s
yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan
(Yuniarti et al., 2015).

Di Sulawesi Tengah, Kota Palu berada pada posisi ke-2 dengan jumlah
penduduk dan kota teratas pada kasus diabetes melitus (Riskesdas, 2019).
Rumah Sakit Umum Daerah Anutapura yang berada di Provinsi Sulawesi
Tengah tepatnya di Kota Palu merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Kota
Palu yang terakreditasi B yang menerima pasien diabetes melitus setiap
tahunnya dan telah menyediakan pelayanan kesehatan melalui program JKN.

2
Oleh karena itu, diperlukan analisis biaya terhadap tarif yang diberlakukan
dalam program JKN tersebut agar tidak merugikan pihak pemberi pelayanan
kesehatan dalam hal ini pihak rumah sakit. Berdasarkan data rekam medis pasien
jumlah kasus diabetes melitus di RSUD Anutapura periode 2020, yaitu terdapat
252 kasus yang dilaporkan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian melalui analisis biaya pada pasien diabetes melitus tidak
tergantung insulin yang mengikuti program jaminan kesehatan nasional di
RSUD Anutapura untuk memperoleh gambaran atau besarnya biaya medis
langsung yang diperlukan pada perawatan pasien dan perbandingannya dengan
tarif INA-CBG’s dengan melihat dari perspektif pihak pemberi pelayanan
kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapa rata-rata biaya medis langsung (biaya rill) pasien diabetes melitus
tidak tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020?
2. Berapa rata-rata tarif INA-CBG’s pasien diabetes melitus tidak tergantung
insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020?
3. Bagaimana kesesuaian biaya medis langsung (biaya rill) dan tarif INA-
CBG’s pada pasien diabetes melitus tidak tergantung insulin di RSUD
Anutapura Palu periode 2020?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui rata-rata biaya medis langsung (biaya rill) pasien diabetes
melitus tidak tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020.
2. Mengetahui rata-rata tarif INA-CBG’s pasien diabetes melitus tidak
tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020.
3. Mengetahui kesesuaian biaya medis langsung (biaya rill) dan tarif INA-
CBG’s pada pasien diabetes melitus tidak tergantung insulin di RSUD
Anutapura Palu periode 2020.

3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk memperoleh gambaran mengenai biaya
pengobatan dalam pelaksanaan program JKN pada pasien diabetes melitus
tidak tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu.
2. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan referensi mengenai penerapan sistem tarif INA-CBG’s pada
pasien diabetes melitus tidak tergantung insulin.
3. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai bahan yang diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi
acuan pada penelitian terkait analisis biaya suatu penyakit di rumah sakit.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu peneliti melakukan analisis secara
retrospektif mengenai biaya medis langsung pada pengobatan pasien diabetes
melitus tidak tergantung insulin yang menjalani rawat inap dan mengikuti
program JKN di RSUD Anutapura Palu pada bulan Januari hingga desember
tahun 2020.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu gangguan yang terjadi pada
metabolisme tubuh tepatnya pada sekresi insulin, aksi insulin
(sensitivitas), atau keduanya yang menyebabkan terjadinya peningkatan
glukosa darah serta perubahan pada metabolisme lemak dan protein
(Dipiro et al., 2020).

2.1.2 Etiologi
Menurut American Diabetes Association (2020), etiologi diabetes melitus
dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu:
1) Diabetes tipe 1, yaitu akibat kerusakan sel autoimun, biasanya
mengarah pada defisiensi insulin yang absolut.
2) Diabetes tipe 2, yaitu akibat hilangnya sekresi insulin oleh sel beta
pankreas yang berlangsung secara progresif dan seringkali dengan latar
belakang adanya resistensi insulin.
3) Diabetes melitus gestasional, yaitu diabetes yang didiagnosis pada fase
trimester kedua atau ketiga kehamilan dimana pada fase sebelum
kehamilan diagnosis terhadap diabetes tidak jelas.
4) Jenis diabetes tertentu akibat penyebab lain, misalnya sindrom diabetes
monogenik (seperti diabetes neonatal dan diabetes usia muda), penyakit
pankreas eksokrin (seperti fibrosis kistik dan pankreatitis), dan diabetes
yang terjadi karena penggunaan obat atau bahan kimia tertentu (seperti
penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS, atau setelah
transplantasi organ).

2.1.3 Diagnosis
Menurut Perkeni (2019), diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa secara enzimatik

5
merupakan pemeriksaan glukosa yang disarankan dengan menggunakan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Pada penderita DM seringkali terdapat berbagai keluhan.
Berikut beberapa keluhan yang dapat dicurigai adanya DM, yaitu:
1) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan dengan sebab yang tidak jelas.
2) Keluhan lain: badan terasa lemah, terjadi kesemutan, gatal,
penglihatan kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva
pada wanita.

Menurut American Diabetes Association (2020), kriteria diagnosis DM,


yaitu:
1) GDP ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L), puasa dengan arti tidak adanya
asupan kalori selama 8 jam.
2) GD2PP ≥ 200 mg/dL (11,11 mmol/L), setelah TTGO 75 gram glukosa
HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol), dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
3) Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia (krisis hipoglikemia)
dengan nilai GDS ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).

2.1.4 Manifestasi Klinik


Adapun manifestasi klinik dari diabetes melitus berdasarkan
klasifikasinya, yaitu:
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Gejala awal tersering adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, dan kelesuan yang disertai hiperglikemia. Umumnya
pasien kurus dan cenderung mengalami ketoasidosis diabetikum jika
insulin ditahan atau pada kondisi stres yang berat. Antara 20% dan 40%
pasien datang dengan ketoasidosis diabetikum setelah beberapa hari

6
mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
(Dipiro et al., 2015).

2) Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien sering asimtomatik dan dapat didiagnosis sekunder akibat darah
yang tidak sesuai pada saat dilakukan pengujian. Bisa ditemukan lesu,
poliuria, nokturia, dan polidipsia. Penurunan berat badan yang
signifikan kurang umum terjadi, pasien dengan kelebihan berat badan
atau obesitas sering ditemukan (Dipiro et al., 2015).

2.1.5 Patofisiologi
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Dahulu disebut diabetes tergantung insulin, DM tipe 1 adalah hasil dari
kerusakan autoimun dari sel β pankreas. DM tipe 1 dipercaya untuk
dimulai dengan paparan pemicu lingkungan secara genetik individu
yang rentan. Ada hubungan antara genetik yang diketahui saat ini
penanda untuk autoimunitas dan perkembangan DM tipe 1. Namun, sel
β autoimunitas berkembang dalam waktu kurang dari 10% dari yang
rentan secara genetik individu dan berkembang menjadi DM tipe 1
kurang dari 1%. Di sisi lain, autoimunitas sel β, hadir saat didiagnosis
pada 90% pasien individu. Diabetes tipe 1 paling sering berkembang di
masa kanak-kanak atau muda. Namun, hal itu dapat terjadi pada semua
usia. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen sel β. Gangguan
autoimun lainnya seperti Hashimoto tiroiditis, penyakit Graves,
penyakit Addison, vitiligo, dan sariawan celiac lebih sering terjadi pada
pasien DM tipe 1 (Dipiro et al., 2020).
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Pada kasus terjadinya DM tipe 2 secara genetik umumnya didasari oleh
dua patofisiologi yang utama, yakni adanya resistensi insulin dan defek
fungsi sel beta pankreas. Bagi orang yang memiliki berat badan
berlebih atau obesitas, resistensi insulin kerap dijumpai. Pada penderita

7
DM tipe 2 kerja insulin tidak optimal di sel otot, lemak, dan hati
sehingga pankreas secara paksa melakukan mekanisme kompensasi
untuk dapat memproduksi insulin lebih banyak. Saat produksi insulin
oleh sel beta pankreas tidak adekuat dalam melakukan kompensasi
terhadap peningkatan resistensi insulin, maka terjadi peningkatan
glukosa darah yang kemudian dapat berdampak menjadi hiperglikemia
kronik. Pada perjalanan penyakit DM tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel
beta pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut
sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya.
Disfungsi sel beta pankreas juga dapat semakin memburuk dengan
adanya hiperglikemia kronik, sebelumnya sel beta pankreas dapat
memproduksi insulin dengan cukup untuk mengkompensasi terjadinya
peningkatan resistensi insulin saat diagnosis DM tipe 2 belum
ditegakkan. Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, sel beta
pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin yang optimal untuk
melakukan kompensasi sehingga pada saat itu fungsi sel beta pankreas
yang normal tinggal 50%. Adanya gangguan terhadap fungsi sel beta
pankreas dapat terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor
lingkungan (Decroli, 2019).

2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


a. Terapi Farmakologi
Dalam penatalaksaan diabetes melitus terdapat beberapa terapi
farmakologi yang dapat diberikan, yaitu:
a) Obat Hipoglikemik Oral
1.Golongan Sulfonilurea
Bila konsentrasi glukosa darah tinggi, obat golongan ini
digunakan sebagai terapi farmakologis awal sejak pengobatan
diabetes dimulai. Contoh obat dari golongan ini, yaitu untuk
generasi pertama (asetoheksimid, klorpropamid, tolbutamid,
tolazamid), generasi kedua (glipizid, glikazid, glibenklamid,
glikuidon, gliklopiramid), dan generasi ketiga (glimepiride).

8
Namun penggunaan sulfonilurea generasi pertama sudah jarang
ditemukan. Hal ini berkaitan dengan efek hipoglikemia yang
besar (Decroli, 2019).

2. Meglitinid
Meglitinid memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
sulfonilurea. Glinid memiliki durasi atau lama kerja yang
singkat sehingga penggunaan obat ini diberikan setelah makan
(prandial). Berkaitan dengan strukturnya, obat golongan ini
dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap sulfur
(Decroli, 2019).
3. Penghambat Alfa Glukosidase
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja secara lokal pada
saluran pencernaan. Metabolisme acarbose terjadi di saluran
pencernaan oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal, dan
aktifitas enzim pencernaan. Inhibisi terhadap enzim alfa
glukosidase secara efektif dapat meminimalkan peningkatan
kadar glukosa setelah makan pada pasien DM tipe 2. Acarbose
tidak dapat merangsang sekresi insulin sehingga penggunaannya
pada lansia dinilai relatif aman dan tidak menyebabkan
hipoglikemia (Decroli, 2019).
4. Biguanid
Secara umum terdapat tiga jenis golongan biguanid, yaitu
fenformin, buformin dan metformin. Fenformin seringkali
menyebabkan asidosis laktat sehingga ditarik dari pasaran. Saat
ini, metformin merupakan obat antihiperglikemik oral yang
sering digunakan. Metformin merupakan lini pertama pada
pengobatan diabetes melitus, metformin bekerja dengan
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepatik dan
perifer (otot) memungkinkan untuk meningkatkan penyerapan
glukosa. Umumnya metformin tidak menimbulkan hipoglikemia

9
karena tidak merangsang sekresi insulin (Decroli, 2019; Dipiro
et al., 2015).
5. Golongan Tiazolidinedion
Tiazolidinedion bekerja secara tidak langsung dengan
meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, hati, dan jaringan
lemak. Obat golongan ini menurunkan produksi glukosa di
hepar dan menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma.
Tiazolidinedion dapat menurunkan kadar HbA1c sebesar 1-1.5
%, meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL), efeknya
pada trigliserida dan Low Density Lipoprotein (LDL) bervariasi.
Pada pemberian oral, absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan
(Decroli, 2019; Dipiro et al., 2015).
6. DPP4-inhibitor
Incretin adalah jenis peptida yang disekresikan oleh usus halus
sebagai respon terhadap makanan pada usus. Terdapat dua jenis
peptida yang tergolong incretin yang berperan dalam
metabolisme glukosa, yaitu GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1)
dan GIP (Glucose dependent Insulinotropic Peptide). Dalam hal
ini, GLP-1 lebih penting dalam metabolisme glukosa. GLP-1
berperan dalam meningkatkan sekresi insulin, akibat rangsangan
glukosa pada sel beta sekaligus menekan sekresi glukagon.
Keduanya menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.
Melalui mekanisme penekanan enzim DPP-4 yakni dengan
menggunakan DPP-4 inhibitor dapat mempertahankan GLP-1
lebih lama didalam darah sehingga aktifitas GLP-1 meningkat.
DPP4-inhibitor tidak meningkatkan risiko hipoglikemia sebagai
monoterapi atau dalam kombinasi dengan obat yang memiliki
insiden hipoglikemia rendah. Saat ini golongan DPP4 inhibitor
yang beredar di Indonesia adalah sitagliptin, vildagliptin dan
linagliptin (Decroli, 2019; Dipiro et al., 2015).
7. Penghambat SGLT-2

10
Obat golongan ini termasuk obat antihiperglikemik oral jenis
baru yang mempunyai mekanisme kerja dengan menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal melalui
penghambatan kinerja transporter glukosa SGLT-2. Contoh obat
dari golongan ini, yaitu empaglifozin, canaglifozin, dan
dapaglifozin (Decroli, 2019).

b) Insulin
Insulin merupakan pengobatan yang digunakan pada pasien DM
tipe 1. Terapi ini juga dapat digunakan pada pasien diabetes
melitus tipe 2 apabila penanganannya dengan menggunakan obat
antidiabetes oral tidak adekuat. Insulin di dalam tubuh membantu
transport glukosa dari darah ke dalam sel. Berdasarkan waktu atau
lama kerjanya, insulin terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu
insulin kerja cepat atau rapid acting, kerja menengah atau
intermediate acting, kerja panjang atau long acting, dan
campuran. Insulin dengan masa kerja yang panjang diberikan
pada pagi hari untuk menjaga kadar insulin pada kondisi basal
(kondisi pada saat normal atau tidak ada asupan makanan),
sedangkan insulin dengan masa kerja yang pendek diberikan
sebelum makan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang
meningkat sesaat setelah adanya asupan makanan (Harvey &
Champe, 2013).

b. Terapi Non Farmakologi


Terapi nutrisi medis dianjurkan untuk semua pasien. Pada DM tipe 1
fokus untuk mengatur administrasi insulin secara fisiologis dengan
diet seimbang untuk mencapai dan menjaga berat badan yang sehat.
Pola makan harus moderat dalam karbohidrat dan rendah lemak jenuh,
dengan fokus pada makanan seimbang. Pada pasien dengan DM tipe 2
diperlukan pembatasan kalori untuk menurunkan berat badan. Latihan
aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrolglikemik,

11
dapat mengurangi faktor risiko kardiovaskular, serta berkontribusi
terhadap penurunan berat badan (Dipiro et al., 2015).

2.1.7 Algoritma Terapi


Algoritma terapi diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:

Gambar 2. 1 Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2 (Perkeni, 2019)

a. Pemilihan dan penggunaan obat mempertimbangkan faktor


pembiayaan, ketersediaan obat, manfaat kardiorenal, efek samping, efek
terhadap berat badan, serta pilihan pasien.
b. Pengelolaan bukan hanya meliputi gula darah, tetapi juga penanganan
faktor-faktor risiko kardiorenal yang lain secara terintegrasi.
c. Obat agonis GLP-1 dan penghambat SGLT-2 tertentu menunjukkan
manfaat untuk pasien dengan komorbid penyakit kardiovaskuler
aterosklerotik, gagal jantung, dan gagal ginjal.

12
d. Bila HbA1C tidak bisa diperiksa maka sebagai pedoman dapat
digunakan glukosa darah rerata yang dikonversikan ke HbA1C.

2.2 Farmakoekonomi
2.2.1 Definisi
Farmakoekonomi merupakan multidisiplin ilmu yang didalamnya
mencakup ilmu ekonomi dan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf kesehatan dengan meningkatkan efektivitas
perawatan kesehatan. Pemahaman tentang konsep farmakoekonomi
sangat diperlukan oleh berbagai pihak seperti industri farmasi, farmasi
klinik, dan pembuat kebijakan. Pemahaman terkait farmakoekonomi
dapat membantu apoteker dalam membandingkan input atau biaya untuk
produk dan layanan farmasi dengan output atau hasil pengobatan
(Makhinova & Rascati, 2013).

2.2.2 Evaluasi Ekonomi dalam Pelayanan Farmasi


Farmakoekonomi dapat digunakan dalam mengevaluasi perilaku atau
kesejahteraan individu, perusahaan, dan pasar terkait dengan penggunaan
produk obat, pelayanan, dan program yang difokuskan pada biaya (input)
dan konsekuensi (outcome) dari penggunanya. Studi ini mengevaluasi
aspek klinik, ekonomi, dan humanistik dari suatu intervensi pelayanan
kesehatan baik dalam pencegahan, diagnosis, terapi, maupun manajemen
penyakit (Babar, 2017).

Adanya analisis farmakoekonomi menjadi cara yang komprehensif pada


penentuan pengaruh ekonomi dari suatu alternatif terapi obat yang
diberikan atau intervensi kesehatan lain. Gambaran atau penilaian
efektivitas klinik dari suatu intervensi dalam pelayanan kesehatan,
termasuk pengobatan berperan penting dalam menentukan peran
intervensi tersebut dalam praktek klinik. Dalam intervensi farmasi,
farmakoekonomi digunakan untuk menilai kesepadanan tambahan

13
keuntungan dari suatu intervensi dengan biaya tambahan dari intervensi
tersebut (Andayani, 2013).

2.2.3 Metode Analisis


Ketika hasil atau outcome tidak dipertimbangkan dalam analisis bersama
dengan data biaya, suatu evaluasi ekonomi memenuhi syarat sebagai
analisis ekonomi parsial. Analisis ekonomi parsial, yaitu studi yang
mencakup laporan analisis biaya yang dikeluarkan untuk salah satu
bagian tertentu dari perawatan (misalnya, biaya terkait operasi), satu fase
dari episode perawatan (misalnya, biaya perawatan rawat inap), atau
upaya untuk seluruh episode perawatan. Analisis biaya dilakukan hanya
untuk satu prosedur atau program pada satu waktu tertentu. Analisis
ekonomi parsial berupa analisis biaya dapat menjadi langkah awal dalam
melakukan beberapa bentuk analisis ekonomi menyeluruh (McLaughlin
et al., 2014).

Pada bentuk metode analisis ekonomi menyeluruh, selain


mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang
dibandingkan, juga diperhatikan aspek ekonominya. Aspek ekonomi atau
unit moneter menjadi prinsip dasar dalam kajian farmakoekonomi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Secara umum
terdapat empat metode analisis ekonomi menyeluruh yang digunakan
dalam melakukan kajian farmakoekonomi, yaitu:
1) Cost-Minimazation Analysis (CMA)
Analisis CMA hanya berurusan dengan biaya. Khususnya, analisis ini
digunakan untuk mengenali pilihan yang paling murah saat efektivitas
penilaian atau outcome identik. Dapat diterapkan saat
membandingkan obat generik dari obat yang sama atau memilih obat
dari kelas terapi yang sama (Babar, 2017).

2) Cost-Effectiveness Analysis (CEA)

14
Metode analisis digunakan untuk membandingkan pilihan yang tidak
memiliki efektivitas yang identik. CEA menganggap satu ukuran
keluaran dengan hasil yang sering diungkapkan dalam rasio
efektivitas biaya per tahun kehidupan yang diperoleh atau sebagai unit
alami seperti tahun kehidupan yang diperoleh. CEA juga
membutuhkan pemanfaatan unit yang sama untuk dapat
membandingkan suatu intervensi kesehatan (Babar, 2017).

3) Cost-Benefit Analysis (CBA)


Metode analisis ini digunakan untuk membandingkan pilihan yang
tidak memiliki efektivitas yang identik. Nilai konsekuensi (manfaat)
dari program dinyatakan dalam istilah moneter untuk memungkinkan
perbandingan dengan biaya. Hasil diukur sebagai keuntungan bersih
(Babar, 2017).

4) Cost-Utility Analysis (CUA)


Analisis CUA digunakan untuk mengidentifikasi pilihan atau jalur
biaya yang paling efektif dari suatu tindakan. CUA mengukur
manfaatnya atau konsekuensi dari intervensi berdasarkan bobot atau
ukuran utilitas seperti Quality Adjusted Life Year (QALY) untuk
setiap dolar atau mata uang yang diinvestasikan (Babar, 2017).

2.2.4 Biaya
Dalam lingkup farmakoekonomi, biaya merupakan salah satu hal yang
penting. Biaya dihitung untuk memperkirakan sumber daya atau input
dalam suatu produksi barang atau jasa (Andayani, 2013). Biaya
kesehatan merupakan besarnya dana yang harus disediakan dalam
melaksanakan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat
(Setyawan, 2017). Menurut Andayani (2013) Biaya tersebut digolongkan
menjadi beberapa, yaitu:
1) Biaya Medis Langsung (Direct medical cost)

15
Biaya medis langsung adalah biaya yang paling sering diukur dan
merupakan sumber daya (input) yang digunakan secara langsung
dalam memberikan terapi. Contoh dari biaya medis langsung, yaitu
biaya pengobatan, tes diagnostik, kunjungan dokter, rawat inap, jasa
ambulance, jasa perawat, administrasi terapi, monitoring terapi,
konsultasi dan konseling pasien.

2) Biaya Medis Tidak Langsung (Direct nonmedical cost)


Biaya non-medis langsung adalah biaya yang digunakan untuk
pasien atau keluarga yang terkait langsung dengan perawatan pasien
tetapi tidak terkait langsung dengan terapi. Contoh dari biaya non-
medis langsung, yaitu tinggal di penginapan untuk pasien atau
keluarga (jika perawatan diluar kota), jasa pelayanan untuk anak-
anak pasien, transportasi untuk ke rumah sakit, dan bantuan non-
medis lainnya karena kondisi pasien.

3) Biaya Tidak Langsung (Indirect cost)


Biaya yang disebabkan oleh hilangnya produktivitas pasien karena
penyakit atau kematian yang dialami.

4) Biaya Tidak Teraba (Intangible cost)


Biaya tidak teraba adalah biaya untuk nyeri, cemas, atau lemah yang
terjadi karena penyakit atau terapi dari suatu penyakit. Tipe biaya ini
sulit digunakan untuk menilai dan mengukur dalam nilai moneter.

2.3 Jaminan Kesehatan Nasional


2.3.1 Tarif INA-CBG’s
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan yang
bertujuan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah melakukan pembayaran iuran
atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Penyelenggaraan program ini

16
dilakukan oleh badan hukum bernama Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2013). Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas
Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016).

Tarif Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif


INA-CBG’s merupakan besaran pembayaran yang diklaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas
paket layanan dengan berdasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur. Tarif rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diberlakukan tarif INA-
CBG’s berdasarkan kelas rumah sakit. Adapun dasar pengelompokan
dalam INA-CBG’s, yaitu dengan menggunakan sistem teknologi
informasi berupa aplikasi dengan sistem kodifikasi diagnosis akhir dan
tindakan atau prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan
ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan atau prosedur
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Tabel 2. 1 Tarif INA-CBG’s Rumah Sakit Pemerintah Kelas B Rawat Inap


Tarif Tarif Tarif Su
Kode INA Deskripsi kode INA
mb No kelas 3 kelas 2 kelas 1 er:
CBG’s CBG’s
(Rp) (Rp) (Rp)
(Ke Penyakit Kencing men
Manis & Gangguan
teri 1. E-4-10-I
Nutrisi/Metabolik
3,570,700 4,284,900 4,999,000 an
(Ringan).
Penyakit Kencing
Manis & Gangguan
2. E-4-10-II 4,989,500 5,987,400 6,985,300
Nutrisi/Metabolik
(Sedang).
Penyakit Kencing
Manis & Gangguan
3. E-4-10-III 6,384,500 7,661,400 8,938,200
Nutrisi/Metabolik
(Berat).
Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

17
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif melalui studi
farmakoekonomi yang didasarkan pada perspektif rumah sakit. Data
dikumpulkan secara retrospektif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder
yang diperoleh dari data rekam medis dan data rincian biaya pengobatan pasien.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk memperoleh nilai rata-rata biaya
medis langsung (biaya rill), nilai rata-rata tarif INA-CBG’s pada perawatan
pasien kemudian dilihat bagaimana kesesuaian dari biaya medis langsung pasien
dengan tarif INA-CBG’s pada pasien rawat inap yang terdiagnosis diabetes
melitus tidak tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di bagian instalasi rekam medis dan
bagian keuangan RSUD Anutapura Palu.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Januari 2021.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini, yaitu seluruh pasien yang menjalani rawat
inap dengan diagnosis diabetes melitus tidak tergantung insulin di RSUD
Anutapura Palu pada periode 2020.

18
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini, yaitu pasien yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi yang telah ditentukan. Untuk kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang terdiagnosis utama diabetes melitus tidak tergantung
insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020 dengan kode tarif
INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, dan E-4-10-III.
2. Pasien dengan data rekam medis dan data keuangan yang
lengkap.
3. Pasien yang dirawat di kelas perawatan I,II, dan III, serta
menjalani perawatan untuk pertama kalinya.

b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang selama rawat inap melakukan pindah kelas
perawatan.
2. Pasien yang pulang atau keluar dari perawatan baik secara paksa
atau atas permintaan sendiri.
3. Pasien meninggal dunia.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan, yaitu dengan metode total
sampling dimana data populasi yang memenuhi kriteria inklusi yang telah dibuat
dijadikan sebagai jumlah sampel pada penelitian ini.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan pada penelitian ini meliputi karakteristik responden
(jenis kelamin, usia, kelas perawatan, lama perawatan, tingkat keparahan, dan
jumlah diagnosis sekunder), karakteristik klinis (jenis diagnosis sekunder,
penggunaan obat antidiabetik dan obat penunjang), karakteristik biaya medis
langsung (biaya kamar, biaya visite, biaya konsultasi, biaya pemeriksaan, biaya

19
obat, biaya alat kesehatan dan biaya tindakan medis), dan tarif biaya INA-
CBG’s.

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013). Definisi
operasional pada penelitian ini, yaitu:

a. Karakteristik Responden
1) Jenis kelamin merupakan jenis seksual yang dibedakan secara biologis,
yaitu antara laki-laki dan perempuan sejak pasien dilahirkan. Cara
memperoleh data melalui data demografi pasien. Kategori:
a) Laki-laki
b) Perempuan
Skala: Nominal
2) Usia merupakan waktu hidup pasien yang dihitung mulai saat
dilahirkan hingga masuk ke rumah sakit. Cara memperoleh data melalui
data demografi pasien.
Kategori:
a) < 25 tahun
b) 25-44 tahun
c) 45-64 tahun
d) ≥ 65 tahun
Skala: Interval
3) Kelas Perawatan merupakan ruang yang ditempati oleh pasien selama
menjalani masa perawatan di rumah sakit. Cara memperoleh data
melalui data rekam medis pasien.
Kategori:
a) Kelas I
b) Kelas II
c) Kelas III
Skala: Ordinal

20
4) Lama Perawatan merupakan waktu selama pasien menjalani perawatan
di rumah sakit yang dihitung mulai saat pasien masuk rumah sakit
hingga keluar dari rumah sakit. Cara memperoleh data melalui data
rekam medis pasien.
Kategori:
a) < 5 hari
b) ≥ 5 hari
Skala: Interval
5) Tingkat keparahan merupakan keadaan atau kondisi pasien yang
ditetapkan dengan level tertentu berdasarkan hasil rekam medis pasien.
Kategori:
a) Ringan
b) Sedang
c) Berat
Skala: nominal
6) Jumlah diagnosis sekunder merupakan keterangan atau satuan yang
menunjukkan jumlah diagnosis yang dialami oleh pasien selain
terdiagnosis utama DMTTI.
Kategori:
a) Tanpa diagnosis sekunder
b) 1 Jenis
c) 2 Jenis
d) > 2 Jenis
Skala: nominal

b. Karakteristik Klinis
1) Pasien merupakan seseorang dengan diagnosis diabetes melitus yang
menjalani rawat inap di Rumah Sakit Anutapura Palu dan menjalani
pengobatan melalui program JKN berdasarkan data rekam medis pada
periode 2020.

21
2) Diagnosis diabetes melitus tidak tergantung insulin merupakan hasil
diagnosis dokter yang tercantum dalam data rekam medis dengan atau
tanpa diagnosa sekunder.
3) Diagnosis sekunder merupakan gambaran kondisi pasien diabetes
melitus tidak tergantung insulin yang memiliki penyakit lain selain
penyakit utama.
4) Obat antidiabetik merupakan suatu terapi obat yang diberikan kepada
pasien dan didapatkan berdasarkan data pengobatan pasien.
5) Obat penunjang merupakan obat non-antidiabetik yang diberikan untuk
menunjang kondisi yang dialami oleh pasien dan didapatkan
berdasarkan data pengobatan pasien.

c. Karakteristik Biaya Medis Langsung


1) Biaya didefinisikan sebagai konsumsi atas sumber daya yang
dikeluarkan berkaitan dengan aktivitas memperoleh pelayanan atau
perawatan kesehatan.
2) Biaya medis langsung merupakan biaya atau tarif yang dikeluarkan oleh
pasien penderita diabetes melitus dan keluarga yang berkaitan langsung
dengan perawatan kesehatan atau pemberian terapi di RSUD Anutapura
Palu. Adapun biaya medis langsung meliputi:
a) Biaya konsultasi merupakan biaya yang dikeluarkan pasien saat
melakukan konsultasi dengan dokter selama masa perawatan.
b) Biaya visite merupakan biaya yang dikeluarkan pasien saat dokter
melakukan kunjungan terhadap pasien di ruang rawat inap selama
masa perawatan.
c) Biaya kamar merupakan biaya yang dikeluarkan pasien terhadap
ruangan dan fasilitasnya yang digunakan selama pasien menjalani
rawat inap.
d) Biaya pemeriksaan merupakan biaya yang dikeluarkan pasien dalam
melakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan laboratorium,
radiologi, dan fisioterapi selama masa perawatan.

22
e) Biaya obat merupakan biaya yang dikeluarkan pasien yang berkaitan
dengan obat-obatan yang digunakan pasien selama masa perawatan.
f) Biaya alat kesehatan merupakan biaya yang dikeluarkan pasien atas
penggunaan alat kesehatan selama masa perawatan.
g) Biaya tindakan medis merupakan biaya yang dikeluarkan pasien
untuk setiap tindakan medis yang diambil sebagai bagian dari
rangkaian terapi yang dijalankan pada masa perawatan.

d. Tarif INA-CBG’s
Tarif INA-CBG’s adalah besaran biaya yang diklaim oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan dalam hal ini RSUD
Anutapura Palu atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan
diagnosis penyakit dan prosedur.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembaran
pengumpulan data yang berisi keterangan mengenai data yang akan diambil,
yaitu terdiri atas diagnosis pasien, nomor rekam medis, tanggal masuk dan
keluar pasien, jenis kelamin, umur, kelas perawatan, lama perawatan, tingkat
keparahan, jumlah dan jenis diagnosis sekunder, obat antidiabetik dan obat
penunjang yang digunakan oleh pasien, kode dan tarif INA-CBG’s, serta data
biaya medis langsung yang meliputi biaya konsultasi, biaya visite, biaya kamar,
biaya pemeriksaan, biaya obat, biaya alat kesehatan, dan biaya tindakan medis
dengan menggunakan data rekam medis dan data rincian biaya pengobatan
pasien yang diperoleh dari instalasi rekam medis dan bagian keuangan.

3.8 Analisis Data


Data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder, yaitu data biaya yang
dikeluarkan oleh pasien penderita diabetes melitus mencakup biaya yang terkait
langsung dengan perawatan pasien (biaya medis langsung). Analisis data
dilakukan berdasarkan perspektif dari rumah sakit yang mencakup:

23
a) Analisis deskriptif yang merupakan salah satu metode analisis dengan tujuan
untuk memperoleh gambaran atau deskripsi terkait karakteristik subjek
penelitian. Dalam analisis ini data yang diperoleh akan disajikan dalam
bentuk tabel yang didalamnya terdapat persentase, jumlah, maupun nilai rata-
rata dari data karakteristik pasien, karakteristik klinis, dan karakteristik biaya
medis langsung.
b) Perhitungan total biaya medis langsung pasien yang diperoleh dengan
mengakumulasikan seluruh komponen biaya yang terkait langsung dengan
perawatan kesehatan pasien selama menjalani rawat inap, yang meliputi biaya
laboratorium, biaya kamar/akomodasi, biaya konsul dokter, biaya visite, biaya
obat, biaya tindakan medis dan biaya alat kesehatan.
c) Perhitungan biaya rata-rata biaya medis langsung pasien diperoleh dengan
menjumlahkan masing-masing komponen biaya medis langsung pasien
kemudian dibagi dengan total atau jumlah pasien. Untuk perhitungan
persentase dilakukan dengan melakukan pembagian antara rata-rata setiap
komponen biaya medis langsung pasien dengan rata-rata biaya medis
langsung keseluruhan lalu dikali dengan 100%.
d) Perhitungan kesesuaian biaya riil pengobatan pasien dengan tarif INA-CBG’s
dengan mencari selisih antara biaya tarif INA-CBG’s dengan biaya riil
perawatan pasien dan melakukan analisis statistika menggunakan uji
Independent sample t-test untuk data yang berdistribusi normal dan uji Mann
Whitney untuk data yang tidak berdistribusi normal. Adapun selisih positif
menunjukkan bahwa biaya riil pasien saat menjalani masa perawatan di
rumah sakit lebih kecil dibandingkan biaya yang diklaim oleh BPJS,
sedangkan selisih negatif menunjukkan bahwa biaya riil pasien saat menjalani
masa perawatan di rumah sakit lebih besar dibandingkan biaya yang diklaim
oleh BPJS.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Daerah Anutapura Palu
terdapat 217 kasus diabetes melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) pada periode
2020. Adapun jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah
sebanyak 132 kasus. Sampel yang dimasukkan dalam penelitian merupakan pasien
pengguna jaminan kesehatan nasional yang dirawat inap di kelas perawatan I, II, atau
III pada periode 2020 dengan diagnosis utama DMTTI, pasien pertama kali datang
ke rumah sakit dan memiliki catatan rekam medis serta data keuangan yang lengkap.

4.1 Karakteristik Responden


Karakteristik responden menggambarkan profil dari pasien DMTTI di RSUD
Anutapura Palu Periode 2020 yang dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Karakterisitik Jumlah Pasien (n=132) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 52 39,39
Perempuan 80 60,61
Umur
< 25 tahun 1 0,76
25-44 tahun 28 21,21
45-64 tahun 85 64,39
≥ 65 tahun 18 13,64
Kelas Perawatan
I 41 31,06
II 18 13,64
III 73 55,30
Lama Perawatan
< 5 hari 60 45,45
≥ 5 hari 72 54,55
Tingkat Keparahan
Ringan 98 74,24
Sedang 23 17,42
Berat 11 8,33
Jumlah Diagnosis Sekunder
Tanpa 48 36,36
1 60 45,45
2 21 15,91
>2 3 2,27
Tabel 4. 1 Distribusi Pasien DMTTI di RSUD Anutapura Palu Periode 2020
25
Data pada tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa total pasien yang terdiagnosis
DMTTI, yaitu sebanyak 132 pasien. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat
bahwa jumlah pasien tertinggi, yaitu pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 80 pasien (60,61%) dibandingkan pasien dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 52 pasien (39,39%). DMTTI atau disebut juga
dengan diabetes melitus tipe 2 (Alldredge et al., 2013) yang lebih tinggi pada
perempuan dapat disebabkan oleh kejadian pasca menopause, dimana kejadian
ini berkaitan secara signifikan (Heianza et al., 2013). Hal ini disebabkan adanya
peningkatan jaringan adiposa perut pada perempuan pasca menopause,
menopause itu sendiri merupakan faktor risiko langsung pada penyakit diabetes
tipe 2 (Ren et al., 2019). Lebih lanjut perempuan di masa muda juga memiliki
tingkat risiko yang tinggi terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini
dipengaruhi oleh variabel biologis dan lingkungan (risiko genetik, epigenetik,
diet, aktivitas fisik, produksi hormon seks, dan resistensi insulin pada masa
pubertas). Perempuan memiliki tingkat resistensi insulin yang lebih tinggi dari
masa kanak-kanak hingga pertengahan pubertas (Huebschmann et al., 2019).
Selain itu, perempuan dengan diabetes pada masa kehamilan (diabetes
gestasional) berpotensi tujuh kali lipat terkena diabetes melitus tipe 2
dibandingkan dengan perempuan dengan kehamilan normoglikemik, prevalensi
kasus diabetes gestasional terjadi pada 1,9-13,7% kehamilan di wilayah Asia
Tenggara (Zheng et al., 2018).

Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus DMTTI tertinggi


terjadi pada rentang usia 45-64 tahun, yakni sebanyak 85 pasien (64,96%). Hal
ini disebabkan pada rentang usia > 45 tahun risiko terjadinya peningkatan
intoleransi glukosa semakin tinggi (Perkeni, 2019). Usia merupakan faktor risiko
utama terjadinya diabetes. Adanya pertambahan usia, obesitas, dan penurunan
aktivitas fisik menyebabkan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 akan
semakin meningkat. Hal ini sering terjadi pada perempuan dengan riwayat
diabetes melitus gestasional (GDM) (American Diabetes Association, 2020).
Seseorang dengan usia yang lebih tua lebih rentan terkena diabetes melitus tipe 2
karena terjadi penurunan jumlah sel beta pankreas disebabkan proses apoptosis

26
yang melebihi replikasi dan neogenesis (Decroli, 2019). Menurut Ratnaningsih
et al. (2020), kelompok yang berusia < 45 tahun adalah kelompok dengan risiko
paling rendah untuk mengembangkan diabetes tipe 2. Risiko pada kelompok ini
72% lebih rendah daripada kelompok yang berusia ≥ 45 tahun.

Berdasarkan kelas perawatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang kelas


perawatan yang paling banyak digunakan oleh pasien, yaitu pada kelas III
dengan jumlah pasien sebanyak 73 (55,30%). Dengan jumlah tersebut dapat
diketahui bahwa mayoritas pasien dirawat di ruang perawatan kelas III. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena subyek penelitian merupakan pasien pengguna
jaminan kesehatan nasional (JKN) yang sebagian besar berstatus sebagai peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI). Peserta PBI memiliki manfaat akomodasi berupa
pelayanan rawat inap di ruang perawatan kelas III (Suhartoyo, 2018). Hal ini
dapat menggambarkan bahwa subyek penelitian didominasi oleh pasien dengan
kemampuan ekonomi menengah ke bawah dan berkaitan dengan kualitas
perawatan medis yang diperoleh seharusnya tidak ada perbedaan antar tiap kelas
perawatan yang tersedia (Amalia et al., 2015).

Berdasarkan lama perawatan, hasil penelitian menunjukkan pasien rawat inap


DMTTI pada kategori lama perawatan ≥ 5 hari memiliki jumlah pasien sebanyak
72 pasien (54,55%), nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada kategori lama
perawatan < 5 hari dengan jumlah pasien sebanyak 60 pasien (45,45%). Hal ini
dapat disebabkan karena sebagian besar subyek penelitian merupakan pasien
yang memiliki diagnosis sekunder dengan persentase sebesar 63,54% disamping
terdiagnosis utama DMTTI. Menurut Lubis & Susilawati (2018), adanya
pertambahan komplikasi penyakit yang dialami oleh pasien dapat menyebabkan
durasi lama perawatan cenderung lebih lama.

Berdasarkan tingkat keparahan, jumlah pasien tertinggi terdapat pada tingkat


keparahan ringan dengan jumlah pasien sebanyak 98 pasien (74,24%). Hal ini
menunjukkan bahwa, sebagian besar subyek penelitian merupakan pasien yang
menderita penyakit DMTTI dengan tingkat keparahan ringan. Hal ini sejalan

27
dengan penelitian Oktadiana (2021) yang menunjukkan bahwa pada pasien
rawat inap DM tipe 2 memiliki tingkat keparahan yang paling tinggi pada
kategori ringan, yaitu sebesar 63,94% dari total keseluruhan pasien.

Pada karakteristik berdasarkan jumlah diagnosis sekunder menunjukkan bahwa


dari 132 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini, terdapat 48 pasien
yang tidak memiliki diagnosis sekunder dan 84 pasien memiliki diagnosis
sekunder. Adapun jumlah pasien tertinggi terdapat pada pasien yang memiliki 1
jenis diagnosis sekunder, yaitu sebanyak 60 pasien (45,45%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Ambianti et al. (2019) yang menunjukkan bahwa pasien DM
rawat inap dengan 1 komplikasi memiliki jumlah kasus tertinggi. Adapun untuk
jenis diagnosis sekunder dengan jumlah terbanyak yang diderita oleh pasien
pada penelitian ini, yaitu hipertensi (38 kasus), aterosklerosis (7 kasus), dan
anemia (7 kasus).

4.2 Karakteristik Klinis


Karakteristik klinis dari pasien DMTTI di RSUD Anutapura Palu pada periode
tahun 2020 ditinjau dari jenis diagnosis sekunder pasien, penggunaan obat
antidiabetik dan obat penunjang yang dapat dilihat sebagai berikut:
a. Jenis Diagnosis Sekunder
Tabel 4. 2 Distribusi Jenis Diagnosis Sekunder

Jenis Diagnosis Sekunder Jumlah Pasien (n=84) Persentase (%)


Hipertensi Esensial (Primer) 32 38,1
Aterosklerosis 7 8,33
Anemia 7 8,33
Bronkopneumonia 6 7,14
Gagal Jantung Kongestif 4 4,76
Bronkitis 4 4,76
Tuberkulosis 4 4,76
Penyakit Jantung Hipertensi 3 3,57
Hipertensi Renal 3 3,57
Gastroenteritis dan Kolitis 3 3,57
Abses Kulit 3 3,57
Defisiensi Lipoprotein 2 2,38
Kelainan Metabolisme Protein 2 2,38
Hidronefrosis 2 2,38
Urtikaria 2 2,38
Nyeri Punggung Bawah 2 2,38
Emboli dan Trombosis Vena  1 1,19
Melena 1 1,19

28
Perlemakan Hati 1 1,19
Kolelitiasis 1 1,19
Dispepsia 1 1,19
Gout 1 1,19
Refluks Gastroesofagus 1 1,19
Hiperlipidemia 1 1,19
Hiponatremia 1 1,19
Hipokalemia 1 1,19
Malnutrisi 1 1,19
Infeksi Saluran Pernapasan Atas 1 1,19
Varicella 1 1,19
Prostatosistitis 1 1,19
Kalkulus Uriner 1 1,19
Infeksi Saluran Kemih 1 1,19
Prolaps Uterovaginal 1 1,19
Otitis Eksterna 1 1,19
Vertigo 1 1,19

Berdasarkan data pada tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa jenis diagnosis
sekunder terbanyak yang dialami pasien, yaitu hipertensi esensial (primer)
sebanyak 32 kasus (38,10%), aterosklerosis sebanyak 7 kasus (8,33%), dan
anemia sebanyak 7 kasus (8,33%). Hal ini disebabkan karena kondisi resistensi
insulin dan hiperinsulinemia yang dihasilkan pada diabetes melitus tipe 2 juga
berkontribusi pada perkembangan hipertensi (Alldredge et al., 2013).

Selain itu, tingginya kadar lipid dan glukosa dalam sirkulasi darah pada pasien
diabetes dapat mendorong timbulnya aterosklerosis, komplikasi ini jauh lebih
mudah berkembang pada pasien diabetes dibanding dengan orang normal
(Hall, 2016). Lebih lanjut tekanan darah yang tinggi juga dapat menyebabkan
daya regangan arteri semakin meninggi dan dapat melukai endotel arteri.
Cedera yang terus terjadi secara berulang dapat menyebabkan inflamasi dan
terjadinya aterosklerosis (Putra et al., 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Antwi-Bafour et al. (2016)


menunjukkan bahwa kejadian anemia cenderung meningkat pada kasus
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Berkurangnya produksi eritropoetin
akibat gangguan fungsi ginjal atau adanya disfungsi otonom melalui
ketidakseimbangan dalam tonus simpatis atau parasimpatis dapat menjadi
sebab terjadinya anemia pada pasien dengan diabetes (Antwi-Bafour et al.,
2016).
29
b. Penggunaan Obat Antidiabetik
Dalam pengelolaan penyakit DM dimulai dengan pemberian terapi
nonfarmakologis berupa penerapan pola hidup sehat dan beriringan dengan
hal tersebut pasien juga dapat diberikan terapi farmakologis berupa
pemberian obat antidiabetik baik secara oral dan/atau suntikan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah dalam tubuh pasien (Perkeni, 2021).
Adapun distribusi penggunaan obat antidiabetik yang diberikan pada pasien
DMTTI di RSUD Anutapura Palu pada periode 2020 dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut :
Tabel 4. 3 Distribusi Penggunaan Obat Antidiabetik
Jumlah
Golongan Obat
Penggunaan
Biguanide Metformin 85
Sulfonilurea Glimepiride 19
Gliclazide 1
Gliquidone 3
Insulin Insulin Aspart 46
Insulin Detemir 38
Insulin Glargine 4
Insulin Campuran (70% protamine aspart+30% aspart) 2
Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga golongan
obat antidiabetik yang digunakan pada pasien DMTTI di RSUD Anutapura Palu pada
periode 2020, yaitu biguanide, sulfonilurea, dan insulin.
Hal ini sesuai dengan penelitian Yuniarti et al. (2015) yang menunjukkan
bahwa metformin, sulfonilurea, dan insulin merupakan jenis obat yang paling
banyak digunakan pada pengobatan DM. Adapun jenis obat dengan frekuensi
penggunaan tertinggi pada penelitian ini secara berturut-turut, yaitu
metformin (85 penggunaan), insulin aspart (46 penggunaan), insulin detemir
(38 penggunaan), dan glimepirid (19 penggunaan).

Metformin merupakan obat antidiabetik golongan biguanid dengan


mekanisme kerja mengurangi produksi glukosa hati melalui pengaktifan
enzim AMP-activated protein kinase (AMPK, protein kinase yang diaktifkan
oleh AMP). Mekanisme kerja minor lainnya adalah penghambatan

30
glukoneogenesis di ginjal, perlambatan penyerapan glukosa di saluran cerna,
disertai peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit, stimulasi
langsung glikolisis di jaringan, peningkatan pengeluaran glukosa dari darah,
dan penurunan kadar glukagon plasma. Efek biguanid dalam menurunkan
glukosa darah tidak bergantung pada fungsi sel beta pankreas. Pasien dengan
diabetes tipe 2 mengalami penurunan bermakna hiperglikemia puasa serta
hiperglikemia pasca-makan setelah pemberian biguanid. Pada penggunaan
klinis, biguianid dianjurkan sebagai terapi lini pertama untuk diabetes tipe 2
karena merupakan obat hemat insulin dan tidak meningkatkan berat badan
atau memicu hipoglikemia (Katzung et al., 2012).

Terapi insulin telah menjadi andalan pengobatan untuk pasien dengan


diabetes tipe 1 dan bagi banyak pasien dengan diabetes melitus tipe 2 (Cefalu
et al., 2015). Insulin memiliki peran utama bagi pasien dengan DMT2 ketika
gejala mereka tidak dapat dikontrol dengan diet atau pemberian antidiabetik
non-insulin saja (Alldredge et al., 2013), dimana adanya penggunaan insulin
eksogen dapat membantu kontrol glukosa darah yang memadai pada pasien
(Lukito, 2020). Antidiabetik oral digunakan terbatas dalam pengobatan
hiperglikemik di rumah sakit hal ini berkaitan dengan onsetnya yang lambat,
potensi yang tidak mencukupi, kebutuhan untuk fungsi GI utuh, dan efek
samping (Brunton et al., 2018). Insulin aspart dan insulin detemir merupakan
jenis sediaan insulin eksogen. Insulin aspart termasuk insulin analog kerja
cepat (rapid acting) dengan awitan 5-15 menit dan lama kerja 4-6 jams
edangkan insulin detemir termasuk insulin analog kerja panjang (long acting)
dengan awitan 1-3 jam dan lama kerja 12-24 jam (Perkeni, 2019).

Beberapa pasien menggunakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea


(glimepiride, gliclazide, dan gliquidone), insulin glargine, dan insulin
campuran (70% protamine aspart+30% aspart). Sulfonilurea memiliki
mekanisme kerja dengan merangsang pelepasan insulin dengan mengikat ke
situs spesifik pada kompleks kanal KATP di sel β dan menghambat
aktivitasnya. Penghambatan kanal KATP menyebabkan depolarisasi membran

31
sel dan rangkaian kejadian yang mengarah pada sekresi insulin (Brunton et
al., 2018). Insulin glargine dan insulin campuran (70% protamine aspart+30%
aspart) adalah jenis sediaan insulin eksogen. Insulin glargine merupakan
insulin kerja panjang (long acting) dengan awitan 1-3 jam dan lama kerja 12
hingga 24 jam, sedangkan insulin campuran (70% protamine aspart+30%
aspart) merupakan insulin analog campuran (human premixed) dengan awitan
12-30 menit dan lama kerja 4 hingga 6 jam (Perkeni, 2019).

c. Penggunaan Obat Penunjang


Pada data yang terdapat di lampiran 3 (hal.57) terlihat bahwa terdapat
berbagai jenis obat penunjang yang digunakan dalam mengatasi kondisi
pasien DMTTI di RSUD Anutapura Palu pada periode 2020. Adapun
penggunaan obat penunjang yang paling banyak digunakan, yaitu Omeprazol
sebanyak 99 penggunaan (75%), ringer laktat sebanyak 98 penggunaan
(74,24%), NaCl 0,9% sebanyak 70 penggunaan (53,03%), dan domperidon
sebanyak 46 penggunaan (34,85%).

Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan manajemen cairan,


dikarenakan manajemen cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Terlebih pada pasien rawat inap
kerap ditemukan kondisi yang mengganggu kemampuan mereka dalam
mengatur status hidrasi (Castera MR & Borhade MB, 2020) sehingga adanya
pemberian ringer laktat dan NaCl 0,9% yang merupakan larutan steril
isotonik dapat berperan sebagai sumber elektrolit dan air untuk menstabilkan
status hidrasi pada pasien (MIMS, 2021).

Omeprazol dan domperidon merupakan obat yang digunakan untuk penyakit


gastrointestinal. Omeprazol adalah obat golongan PPI yang berperan dalam
menekan produksi asam lambung yang berlebih, sedangkan domperidon
adalah obat golongan antiemetik yang berperan untuk mengatasi mual dan
muntah melalui peningkatan pengosongan lambung dan motilitas usus
(Katzung et al., 2012).

32
Gangguan pada saluran pencernaan merupakan masalah yang sering
ditemukan pada penderita diabetes melitus, dimana hal ini disebabkan oleh
motilitas saluran pencernaan yang abnormal yang merupakan konsekuensi
dari neuropati otonom diabetik yang melibatkan saluran pencernaan (Maisey,
2016). Selain itu, adanya penggunaan obat anti diabetes seperti golongan
biguanid dan sulfonilurea dapat menimbulkan keluhan pada saluran cerna
(Gumantara & Oktarlina, 2017) sehingga penggunaan PPI dan antiemetik
dapat digunakan untuk meminimalkan kemungkinan efek samping yang
terjadi.

4.4 Karakteristik Biaya Medis Langsung


Pada penelitian ini, biaya medis langsung meliputi beberapa komponen, yaitu
biaya konsultasi, biaya visite, biaya kamar, biaya pemeriksaan, biaya obat, biaya
alat kesehatan, dan biaya tindakan medis. Adapun karakteristik biaya medis
langsung pasien ditinjau secara umum dari seluruh subjek penelitian dan
berdasarkan karakteristik dari kelas perawatan, lama perawatan, tingkat
keparahan, dan jumlah diagnosis sekunder pasien yang dapat dilihat sebagai
berikut.
Tabel 4. 4 Distribusi biaya medis langsung pasien
Kategori Biaya Medis
Rata-Rata Biaya (Rp) Persentase (%)
Langsung
Konsultasi 39.107 ± 29.847 1,32
Visite 202.714 ± 186.429 6,83
Kamar 912.538 ± 662.635 30,74
Pemeriksaan 634.779 ± 580.494 21,38
Obat 608.016 ± 620.843 20,48
Alat Kesehatan 99.875 ± 75.998 3,36
Tindakan Medis 472.011 ± 606.941 15,90
Rerata Biaya Riil 2.751.449 ± 2.179.387
100,00
Rerata Tarif INA-CBG’s 4.505.508 ± 1.310.806

Berdasarkan data pada tabel 4.4 yang menunjukkan biaya medis langsung pasien
DMTTI di RSUD Anutapura Palu pada periode 2020, komponen biaya tertinggi
terdapat pada biaya kamar dengan rata-rata Rp912.538 (30,74%), diikuti oleh
biaya pemeriksaan dengan rata-rata Rp634.779 (21,38%), biaya obat dengan

33
rata-rata Rp, 608.016 (20,48%), dan biaya tindakan medis dengan rata-rata
Rp472.011 (15,90). Tingginya persentase biaya kamar disebabkan karena
sebagian besar subyek pada penelitian ini merupakan pasien rawat inap dengan
lama perawatan ≥ 5 hari (54,55%). Semakin lama durasi pasien melakukan rawat
inap di rumah sakit maka akan semakin banyak pula biaya kamar yang
dikeluarkan dan hal ini tentu akan berpengaruh pada tingginya biaya perawatan
pasien. Hal ini sesuai dengan Lubis & Susilawati (2018) yang menyatakan
bahwa biaya perawatan yang dikeluarkan pada pasien diabetes melitus memiliki
kaitan dengan Length Of Stay (LOS) pasien.

Tingginya persentase biaya pemeriksaan dikarenakan pasien menjalani berbagai


jenis pemeriksaan baik pada pasien tanpa diagnosis sekunder maupun pasien
dengan diagnosis sekunder. Pada pasien tanpa diagnosis sekunder tidak hanya
menjalani pemeriksaan gula darah saja tetapi juga menjalani pemeriksaan
hematologi dan elektrolit., sedangkan untuk pasien yang memiliki diagnosis
sekunder pemeriksaan yang dijalani lebih beragam. Menurut Amalia et al.
(2015) adanya pemeriksaan penunjang medis sangat berpengaruh terhadap biaya
terapi yang dikeluarkan oleh pasien DM.

Tingginya persentase biaya obat dikarenakan obat menjadi kebutuhan dasar


dalam menangani kondisi pasien selama pasien berada dalam fase pengobatan.
Hasil penelitian yang diperoleh serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuniarti et al. (2015) yang menunjukkan besar persentase komponen biaya obat
pada terapi DMT2 rawat inap pada masing-masing kelas, yaitu kelas I (37,76%),
kelas II (19,63%), dan kelas III (23,08%). Adanya penggunaan insulin pada
sebagian pasien juga berperan terhadap besarnya biaya obat yang dikeluarkan.

34
a. Biaya Medis Langsung Berdasarkan Kelas Perawatan
Pada penelitian ini, kelas perawatan yang ditempati oleh pasien selama
menjalani masa perawatan di rumah sakit terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas
perawatan I, II, dan III dengan tarif yang berbeda-beda bergantung pada
pemilihan jenis kelas yang tersedia. Adapun biaya medis langsung pasien
DMTTI di RSUD Anutapura Palu Periode 2020 yang dikelompokkan
berdasarkan kelas perawatan pasien dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4. 5 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Kelas Perawatan Pasien
Rata-Rata Biaya Berdasarkan
Kategori Biaya Kelas Perawatan (Rp)
Medis Langsung I II III
(n=41) (n=18) (n=73)
Konsultasi 54.091 ± 32.697 48.000 ± 40.249 21.667 ± 5.774
Visite 230.000 ± 175.613 265.200 ± 338.560 132.480 ± 82.972
Kamar 1.365.854 ± 894.598 1.094.167 ± 575.901 613.151 ± 244.591
Pemeriksaan 826.683 ± 745.862 512.556 ± 511.731 556.056 ± 457.755
Obat 789.674 ± 826.931 699.722 ± 713.896 483.376 ± 405.491
Alat Kesehatan 113.419 ± 87.524 100.737 ± 103.541 91.948 ± 59.353
Tindakan Medis 567.305 ± 870.225 534.528 ± 713.782 403.075 ± 343.895
Rerata
Biaya Riil 3.711.106 ± 2.985.767 2.999.242 ± 2.400.313 2.151.364 ± 1.193.298

Rerata Tarif 5.685.341 ± 1.300.108 4.506.072 ± 1.144.618 3.842.722 ± 799.843


INA-CBG’s

Dari data pada tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa biaya medis langsung
dengan pengeluaran terbanyak berdasarkan kelas perawatan, yaitu pada kelas
I dengan rata-rata sebesar Rp3.711.106. Hal ini dikarenakan pada kelas
perawatan I biaya akomodasi atau biaya kamar yang dikeluarkan juga lebih
tinggi. Pada kelas perawatan I memiliki biaya sebesar Rp250.000/hari, kelas
perawatan II sebesar Rp195.000/hari, dan kelas perawatan III sebesar
Rp120.000/hari. Hasil penelitian yang diperoleh serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Yuniarti et al. (2015) yang menyatakan bahwa biaya
medis langsung pasien DMT2 yang dirawat di kelas I memiliki nilai yang
lebih tinggi dibanding pasien yang dirawat di kelas II dan III, yaitu sebesar
Rp7.181.500.

35
b. Karakteristik Biaya Medis Langsung Berdasarkan Lama Perawatan
Lama perawatan pasien dapat menjadi indikator penting dalam penentuan
keberhasilan terapi pasien DM, dimana hal tersebut berhubungan dengan
efektivitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (Lubis &
Susilawati, 2018). Adapun biaya medis langsung pasien DMTTI di RSUD
Anutapura Palu Periode 2020 yang dikelompokkan berdasarkan lama
Rata-Rata Biaya Berdasarkan Lama Perawatan (Rp)
Kategori Biaya Medis
< 5 hari ≥ 5 hari
Langsung
(n=60) (n=72)
Konsultasi 32.500 ± 25.000 40.208 ± 30.909
Visite 30.000 ± 42.426 213.692 ± 189.273
Kamar 534.417 ± 202.347 1.227.639 ± 744.719
Pemeriksaan 364.712 ± 250.482 856.083 ± 674.882
Obat 314.722 ± 205.826 852.427 ± 736.681
Alat Kesehatan 53.853 ± 22.716 137.588 ± 83.375
Tindakan Medis 250.758 ± 85.285 656.389 ± 773.173
Rerata Biaya Riil 1.514.653 ± 463.589 3.782.113 ± 2.493.007
Rerata Tarif INA-CBG’s 4.205.298 ± 970.441 4.755.682 ± 1.499.335
perawatan dapat dilihat pada tabel 4. 6 berikut:
Tabel 4. 7 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Lama Perawatan Pasien

Dari data pada tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya medis
langsung dengan pengeluaran terbanyak berdasarkan lama perawatan, yaitu
pada pasien yang dirawat ≥ 5 hari dengan rata-rata biaya sebesar
Rp3.782.113. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin lama durasi rawat
inap seorang pasien maka akan semakin besar pula biaya yang dibutuhkan.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pelayanan rawat inap yang
didapatkan pasien selama menjalani masa perawatan di rumah sakit.
Banyaknya pelayanan yang didapatkan oleh pasien selama masa perawatan
akan berdampak pada kenaikan biaya medis langsung yang relatif besar dari
tiap komponen biaya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rahayuningrum et al. (2016) yang menunjukkan bahwa tingginya tarif
rumah sakit dapat disebabkan oleh lama perawatan pasien.

36
c. Karakteristik Biaya Medis Langsung Berdasarkan Tingkat Keparahan
Dalam sistem INA-CBG’s, tingkat keparahan dari suatu penyakit dipengaruhi
oleh adanya komorbiditas maupun komplikasi selama masa perawatan.
Adapun tingkat keparahan pada layanan rawat inap terbagi menjadi tiga, yaitu
ringan, sedang, dan berat. Biaya medis langsung pasien DMTTI di RSUD
Anutapura Palu Periode 2020 yang dikelompokkan berdasarkan tingkat
keparahan pasien dapat dilihat pada tabel 4. 7 berikut:
Tabel 4. 8 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Tingkat Keparahan Pasien
Rata-Rata Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan (Rp)
Kategori Biaya
Ringan Sedang Berat
Medis Langsung
(n=98) (n=23) (n=11)
Konsultasi 32.813 ± 24.288 53.125 ± 40.173 36.250 ± 23.585
Visite 180.600 ± 236.380 239.200 ± 166.115 159.600 ± 140.856
Kamar 752.908 ± 410.954 1.408.913 ± 1.105.054 1.296.818 ± 669.680
Pemeriksaan 494.784 ± 340.359 988.783 ± 770.239 1.129.091 ± 1.102.833
Obat 502.239 ± 457.364 945.661 ± 967.474 844.408 ± 726.459
Alat Kesehatan 86.506 ± 64.814 146.159 ± 95.605 120.994 ± 86.586
Tindakan Medis 392.469 ± 406.461 753.196 ± 1.130.823 592.727 ± 387.365
Rerata Biaya 2.239.389 ± 1.386.214 4.323.589 ± 3.551.420 4.026.239 ± 2.406.731
Riil
Rerata Tarif 3.898.026 ± 592.542 5.770.700 ± 961.800 7.272.218 ± 1.161.633
INA-CBG’s

Dari data pada tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya medis
langsung dengan pengeluaran terbanyak berdasarkan tingkat keparahan,
yaitu pada kategori tingkat keparahan sedang dengan rata-rata biaya sebesar
Rp4.323.589. Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Oktadiana (2021) yang menunjukkan bahwa rata-rata biaya
tertinggi terdapat pada tingkat keparahan III (berat) dikarenakan pada
penelitian ini pada pasien dengan tingkat keparahan sedang pasien sebagian
besar memiliki lama perawatan ≥ 5 hari sehingga meningkatkan biaya medis
langsung pasien. Semakin tinggi LOS, maka akan semakin banyak pula
perawatan yang diperoleh pasien dan berdampak pada tingginya biaya
pengobatan pasien (Oktadiana, 2021). Selain itu, adanya diagnosis sekunder
yang menyulitkan kondisi pasien menyebabkan pasien membutuhkan

37
tindakan medis yang lebih. Beberapa diantaranya, yaitu tindakan
hemodialisis, tindakan keperawatan luka khusus dan penggunaan nebulizer
yang turut memberikan dampak besar pada tingginya biaya pengobatan
pasien.
d. Karakteristik Biaya Medis Langsung Berdasarkan Jumlah Diagnosis
Sekunder
Diagnosis utama pasien berdasarkan data rekam medis merupakan Diabetes
Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau yang biasa disebut dengan
DM tipe 2. Pada beberapa pasien, selain terdiagnosis utama DMTTI juga
terdapat satu atau lebih diagnosis sekunder yang turut menyertai kondisi
pasien dan hal ini memberikan pengaruh pada besarnya biaya yang
dikeluarkan. Adapun biaya medis langsung yang dikelompokkan
berdasarkan jumlah diagnosis sekunder pasien dapat dilihat pada tabel 4. 9
berikut:
Tabel 4. 10 Biaya Medis Langsung Berdasarkan Jumlah Diagnosis Sekunder
Pasien
Rata-Rata Biaya Berdasarkan
Kategori Biaya Jumlah Diagnosis Sekunder (Rp)
Medis Langsung Tanpa 1 2 >2
(n=48) (n=60) (n=21) (n=3)
Konsultasi 43.000 ± 43.532 31.154 ± 13.716 45.000 ± 38.810 70.000 ± 0
Visite 342.000 ± 442.932 118.000 ± 16.094 193.200 ± 154.227 480.000 ± 0
Kamar 713.750 ± 450.661 948.000 ± 690.605 1.189.762 ± 722.607 1.443.333 ± 1.574.939
Pemeriksaan 510.681 ± 401.225 626.100 ± 531.042 815.476 ± 816.971 1.487.667 ± 1.187.001
Obat 576.795 ± 553.064 484.013 ± 333.095 931.518 ± 980.922 1.323.088 ± 1.677.146
Alat Kesehatan 95.557 ± 80.955 99.138 ± 67.836 107.536 ± 86.676 128.666 ± 107.219
Tindakan Medis 423.396 ± 489.815 475.750 ± 686.919 555.595 ± 657.730 590.000 ± 305.570
Rerata
2.326.277 ± 1.784.594 2.651.551 ± 1.887.240 3.665.173 ± 2.922.067 5.156.088 ± 4.871.648
Biaya Riil
Rerata Tarif 3.799.990 ± 549.716 4.719.213 ± 1.348.631 5.437.705 ± 1.620.317 4.994.300 ± 1.653.315
INA-CBG’s

Dari data pada tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya medis
langsung dengan pengeluaran terbanyak berdasarkan jumlah diagnosis

sekunder, yaitu pada kategori > 2 diagnosis sekunder dengan rata-rata


sebesar Rp5.156.088. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah diagnosis
sekunder maka akan semakin lama pula durasi lama rawat dan semakin
banyak pelayanan yang dibutuhkan pasien di rumah sakit terkait dengan
kondisinya sehingga dapat meningkatkan biaya pengobatan pasien. Hal ini
38
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agiwahyuanto et al. (2020)
yang menunjukkan bahwa adanya diagnosis sekunder yang memberatkan
pasien dapat meningkatkan biaya riil rumah sakit yang disebabkan oleh
tingginya biaya akomodasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ambianti et al.
(2019) juga menunjukkan bahwa pada pasien DM dengan jumlah
komplikasi > 1 memiliki rata-rata biaya medis langsung yang lebih tinggi,
yaitu sebesar Rp5.451.646 dibanding pasien yang memiliki 1 komplikasi
ataupun pasien tanpa komplikasi.

4.5 Kesesuaian Biaya Riil Dengan Tarif INA-CBG’s


Analisis biaya pada penelitian ini dilakukan berdasarkan perspektif rumah sakit.
Kesesuaian antara biaya riil dan tarif INA-CBG’s pasien dilihat dari besarnya
selisih dan persentase kesesuaian dari setiap karakteristik yang dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4. 11 Kesesuaian rata-rata total biaya medis langsung dan tarif INA-
CBG’s
Rata-Rata
Total Rata-Rata
Tarif INA- Selisih (Rp)
Karakteristik Pasien Biaya Riil P
CBG’s (Rp) (c=a-b)
(n=132) (Rp) (b)
(a)
Kelas Perawatan  
I 41 5.685.341 3.711.106 1.974.236 0,000
II 18 4.506.072 2.999.242 1.506.830 0,000
III 73 3.842.722 2.151.364 1.659.265 0,000
Tingkat Keparahan
Ringan 98 3.898.026 2.239.389 1.658.637 0,000
Sedang 23 5.770.700 4.323.589 1.447.111 0,005
Berat 11 7.272.218 4.026.239 3.245.979 0,003
Jumlah Diagnosis
Sekunder
Tanpa 48 3.799.990 2.326.277 1.473.712 0,000
1 60 4.719.213 2.651.551 2.067.662 0,000
2 21 5.437.705 3.665.173 1.772.532 0,001
>2 3 4.994.300 5.156.088 -161.788 0,961
Lama Perawatan
< 5 hari 60 4.205.298 1.514.653 2.690.646 0,000
≥ 5 hari 72 4.755.682 3.782.113 973.569 0,000

Berdasarkan data pada tabel 4.9 di atas terlihat bahwa antara biaya riil rumah
sakit dan tarif INA-CBG’s menunjukkan adanya ketidaksesuaian biaya. Dari
data tersebut terdapat selisih positif dan selisih negatif antara biaya riil rumah

39
sakit dan tarif INA-CBG’s. Selisih positif menunjukkan bahwa tarif INA-CBG’s
lebih tinggi dibanding biaya riil rumah sakit. Sebaliknya, selisih negatif
menunjukkan bahwa tarif INA-CBG’s lebih rendah dibanding biaya riil rumah
sakit. Selain itu, adanya selisih positif berarti rumah sakit memperoleh
keuntungan dari penerapan INA-CBG’s tanpa mengesampingkan pelayanan
kesehatan yang bermutu kepada pasien dengan penggunaan biaya secara efektif
dan efisien, sedangkan selisih negatif berarti rumah sakit dalam hal ini sebagai
pihak pemberi pelayanan kesehatan berpotensi mengalami kerugian (defisit)
(Wijayanto & Mahfudz, 2021; Yuniarti et al., 2015).

Dari data tabel 4.9 tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar
pembiayaan menunjukkan adanya selisih positif. Namun, pada kategori pasien
yang memiliki > 2 diagnosis sekunder terdapat selisih negatif dengan nilai
sebesar-Rp528.454. Menurut Dwidayati et al. (2016) diagnosis sekunder pasien
dapat mempengaruhi selisih antara biaya riil rumah sakit dan tarif INA-CBG’s
serta berdampak pada besarnya biaya pengobatan pasien. Hal ini dikarenakan
adanya sebagian komponen biaya yang tidak tertanggung di dalam tarif INA-
CBG’s (Utami & Fanny, 2021).

Berdasarkan hasil analisis statistika diperoleh data bahwa pada seluruh


pembiayaan yang menghasilkan selisih positif, yaitu pada kategori kelas
perawatan (I, II, dan III), tingkat keparahan (ringan, sedang dan berat), jumlah
diagnosis sekunder (tanpa, 1, dan 2), dan lama perawatan (< 5 hari dan ≥ 5 hari)
memiliki nilai signifikansi <0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna antara biaya riil rumah sakit dan tarif INA-CBG’s. Adapun pada
kategori jumlah diagnosis sekunder >2 yang menghasilkan selisih negatif
memiliki nilai signifikansi >0,05 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang bermakna antara biaya riil rumah sakit dan tarif INA-CBG’s pasien.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti et al. (2015) menunjukkan hasil
berbeda, yaitu selisih negatif ditemukan pada pembiayaan pasien rawat inap
DMT2 di kelas perawatan I dengan nilai sebesar -Rp1.125.000. Hal ini

40
dikarenakan pada penelitian ini pasien yang dirawat di kelas perawatan I
memiliki nilai Average Length of Stay (ALOS) yang rendah sehingga secara
keseluruhan biaya pengobatan pasien masih dapat terpenuhi oleh tarif INA
CBG’s yang telah ditentukan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anggriani et
al. (2019) ditemukan hasil serupa yang menunjukkan bahwa besaran kesesuaian
antara biaya riil pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 pengguna terapi
insulin dengan tarif INA-CBG’S sebesar 66%-90% pada tahun 2016, dimana hal
ini menunjukkan rumah sakit masih memperoleh kelebihan klaim dalam
pengobatan DM dan diperoleh juga hasil dengan besaran kesesuaian melebihi
100% pada tahun 2017 ini yang menunjukkan bahwa biaya klaim INA-CBG’s
pada waktu tersebut belum memenuhi keperluan biaya pengobatan DM
keseluruhan.

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata biaya medis langsung (biaya rill) pasien diabetes melitus tidak
tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020 sebesar
Rp2.751.449.
2. Rata-rata tarif INA-CBG’s pasien diabetes melitus tidak tergantung insulin di
RSUD Anutapura Palu periode 2020 sebesar Rp4.505.508.
3. Pada analisis kesesuaian biaya riil dan tarif INA-CBG’s pada pasien diabetes
melitus tidak tergantung insulin di RSUD Anutapura Palu periode 2020
diperoleh perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05) dengan selisih
positif pada kategori kelas perawatan (I, II, dan III), tingkat keparahan
(ringan, sedang, dan berat), jumlah diagnosis sekunder (tanpa diagnosis
sekunder, 1, dan 2), dan lama perawatan (< 5 hari dan ≥ 5 hari) serta
diperoleh tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05)
dengan selisih negatif pada kategori jumlah diagnosis sekunder > 2.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian serupa terkait analisis biaya secara rutin dengan
skala yang lebih besar pada pasien pengguna JKN dan Non-JKN serta
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya pengobatan
untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh.
2. Dapat dilakukan penelitian mengenai bagaimana penerapan sistem
pengkodean INA-CBG’s di rumah sakit terkait.

42
DAFTAR PUSTAKA

Agiwahyuanto, F., Widianawati, E., Ratna Wulan, W., Basuki Putri, R., & Artikel, I.
(2020). Tarif Rumah Sakit dengan Tarif INA-CBGs Pasien Rawat Inap. 4(207),
520–532.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeiahttps://doi.org/10.15294/higeia/
v4i4/37117

Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., & Guglielmo, B. J. (2013). Koda-
Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs (Tenth
Edit). Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA.

Amalia, Andayani, T., & Yuniarti, E. (2015). Hubungan Komplikasi Diabetes


Melitus Terhadap Biaya. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 5(3),
159–170. https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/download/36108/21119

Ambianti, N., Andayani, T. M., & Sulistiawaty, E. (2019). Analisis Biaya Penyakit
Diabetes Melitus Sebagai Pertimbangan Perencanaan Pembiayaan Kesehatan.
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal), 5(1),
73–83. https://doi.org/10.22487/j24428744.2019.v5.i1.12071

American Diabetes Association. (2020a). Standards of Medical Care in Diabetes-


2020. The Journal of Clinical and Applied Research and Education,
43(Supplement 1), S1–S2. https://doi.org/https://doi.org/10.2337/dc20-SINT

American Diabetes Association. (2020b). Standards of Medical Care in Diabetes—


2020. The Journal of Clinical and Applied Research and Education,
43(Supplement 1), S14–S31. https://doi.org/https://doi.org/10.2337/dc20-S002

Andayani, T. M. (2013). Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Bursa Ilmu


Yogyakarta.

Anggriani, Y., Rianti, A., Pratiwi, A. N., & Khairani, S. (2019). Evaluasi Biaya
Pengobatan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan dengan Terapi
Insulin di RSUP X di Jakarta Periode Januari 2016-Desember 2017.
Pharmaceutical Journal of Indonesia, 4(2), 91–97.

Antwi-Bafour, S., Hammond, S., Adjei, J. K., Kyeremeh, R., Martin-Odoom, A., &
Ekem, I. (2016). A case-control study of prevalence of anemia among patients
with type 2 diabetes. Journal of Medical Case Reports, 10(1), 1–8.
https://doi.org/10.1186/s13256-016-0889-4

Babar, Z. U. D. (2017). Economic Evaluation of Pharmacy Services. Elsevier Inc.


USA. https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2017.02.012

43
Brunton, L. L., Dandan, R. H., & Knollmann, B. C. (2018). Goodman & Gilman’s
The Pharmacological Basic of Therapeutics (Thirteenth). McGraw-Hill
Education, USA.

Castera MR & Borhade MB. (2020). Fluid Management. StatPearl Publishing.


Treasure Island (FL).

Cefalu, W. T., Rosenstock, J., LeRoith, D., & Riddle, M. C. (2015). Insulin’s role in
diabetes management: After 90 years, still considered the essential black dress.
Diabetes Care, 38(12), 2200–2203. https://doi.org/10.2337/dci15-0023

Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 (A. Kam, Y. P. Efendi, G. P. Decroli, &
A. Rahmadi (eds.)). Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Padang.

Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & Dipiro, C. C. (2015).


Pharmacotherapy Handbook (Ninth Edit). The McGraw-Hill Companies, Inc.
USA.

Dipiro, J. T., Yee, G. C., Posey, L. M., Haines, S. T., Nolin, T. D., & Ellingrod, V.
(2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (Eleventh E). The
McGraw-Hill Companies, Inc. USA.

Dwidayati, A., Andayani, T. M., & Wiedyaningsih, C. (2016). Analisis Kesesuaian


Biaya Riil Terhadap Tarif INA-CBGS Pada Pengobatan Stroke Non Hemoragik
Pasien JKN Rawat Inap RSUD Dr . Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2015.
Jurnal Farmasi Indonesia, 13(2), 139–149.
http://ejurnal.setiabudi.ac.id/ojs/index.php/farmasi-indonesia/article/download/
284/256

Guariguata, L., Whiting, D. R., Hambleton, I., Beagley, J., Linnenkamp, U., & Shaw,
J. E. (2014). Global Estimates of Diabetes Prevalence for 2013 and Projections
for 2035. Diabetes Research and Clinical Practice, 103(2), 137–149.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.11.002

Gumantara, M. P. B., & Oktarlina, R. Z. (2017). Perbandingan Monoterapi dan


Kombinasi Terapi Sulfonilurea-Metformin terhadap Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2. Majority, 6(1), 55–59.

Hall, J. E. (2016). Guyton And Hall Textbook of Medical Physiology (Thirteenth).


Elsevier, Inc, Philadelphia.

Harvey, R. A., & Champe, P. C. (2013). Farmakologi Ulasan Bergambar (Fourth


Edi). Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Heianza, Y., Arase, Y., Kodama, S., Hsieh, S. D., Tsuji, H., Saito, K., Shimano, H.,
Hara, S., & Sone, H. (2013). Effect of postmenopausal status and age at
menopause on type 2 diabetes and prediabetes in Japanese individuals:

44
Toranomon Hospital Health Management Center study 17 (TOPICS 17).
Diabetes Care, 36(12), 4007–4014. https://doi.org/10.2337/dc13-1048

Huebschmann, A. G., Huxley, R. R., Kohrt, W. M., Zeitler, P., Regensteiner, J. G., &
Reusch, J. E. B. (2019). Sex differences in the burden of type 2 diabetes and
cardiovascular risk across the life course. Diabetologia, 62(10), 1761–1772.
https://doi.org/10.1007/s00125-019-4939-5

International Diabetes Federation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019.
The Lancet, 266(6881), 4–7. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(55)92135-8

Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Farmakologi Dasar dan
Klinik (12th ed.). The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Penerapan Kajian


Farmakoekonomi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/146134/Permenkes Nomor 59
Tahun 2014.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/105007/Permenkes Nomor 52
Tahun 2016.pdf

Khan, M. A. B., Hashim, M. J., King, J. K., Govender, R. D., Mustafa, H., & Kaabi,
J. Al. (2020). Epidemiology of Type 2 Diabetes – Global Burden of Disease and
Forecasted Trends. Journal of Epidemiology and Global Health, 10(1), 107–
111. https://doi.org/https://doi.org/10.2991/jegh.k.191028.001

Lubis, I. K., & Susilawati, S. (2018). Analisis Length Of Stay (Los) Berdasarkan
Faktor Prediktor Pada Pasien DM Tipe II di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Vokasional, 2(2), 161.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.30330

Lukito, J. I. (2020). Gunakan Insulin dengan CERMAT. Continuing Medical


Education, 47(8), 734–736.

Maisey, A. (2016). A Practical Approach to Gastrointestinal Complications of


Diabetes. Diabetes Therapy, 7(3), 379–386. https://doi.org/10.1007/s13300-
016-0182-y

45
Makhinova, T., & Rascati, K. (2013). Pharmacoeconomics Education in US Colleges
and Schools of Pharmacy. American Journal of Pharmaceutical Education,
77(7), 145. https://doi.org/10.5688/ajpe777145

McLaughlin, N., Ong, M. K., Tabbush, V., Hagigi, F., & Martin, N. A. (2014).
Contemporary Health Care Economics: an Overview. Neurosurgical Focus,
37(5), E2. https://doi.org/10.3171/2014.8.FOCUS14455

MIMS. (2021). MIMS Online. https://www.mims.com/indonesia/drug

Oktadiana, I. (2021). Perbandingan Biaya Riil Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Tarif INA-CBG ’ S Di Rumah Sakit Umum Daerah. Jurnal Farmasi
Tinctura, 2(2), 42–51.
https://doi.org/https://doi.org/10.35316/tinctura.v2i2.1547

Perkeni. (2019). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di


Indonesia (I). PB Perkeni. Jakarta.

Perkeni. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


Dewasa di Indonesia. PB Perkeni. Jakarta.

Putra, I. N. T. K., Dharma, I. K. S., & Wibhuti, I. B. R. (2018). The relationship


between the decrease in Glomerulus Filtration Rate (GFR) and the increase in
amount of coronary artery lesions on coronary heart disease patients in Sanglah
General Hospital, Denpasar-Indonesia. Intisari Sains Medis, 9(2), 113–117.
https://doi.org/10.15562/ism.v9i2.160

Rahayuningrum, I. O., Tamtomo, D., & Suryono, A. (2016). Comparison Between


Hospital Inpatient Cost and INA-CBGs Tariff of Inpatient Care in the National
Health Insurance Scheme in Solo, Boyolali and Karanganyar Districts, Central
Java. Journal of Health Policy and Management, 01(02), 102–112.
https://doi.org/10.26911/thejhpm.2016.01.02.05

Ratnaningsih, M., Pejuang, U., & Indonesia, R. (2020). Kejadian Diabetes Melitus
( Study Analitik Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar ). Journal Health Community Empowerment, 1(2).

Ren, Y., Zhang, M., Liu, Y., Sun, X., Wang, B., Zhao, Y., Liu, D., Liu, X., Zhang,
D., Liu, F., Cheng, C., Liu, L., Chen, X., Zhou, Q., & Hu, D. (2019).
Association of menopause and type 2 diabetes mellitus. Menopause, 26(3), 325–
330. https://doi.org/10.1097/GME.0000000000001200

Riskesdas. (2019). Laporan Provinsi Sulawesi Tengah Riskesdas 2018. Lembaga


Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/lpb/article/view/3763/1829

Setyawan, F. E. B. (2017). Sistem Pembiayaan Kesehatan. Saintika Medika, 11(2),


119–126. https://doi.org/10.22219/sm.v11i2.4206

46
Suhartoyo. (2018). Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Peserta BPJS Kesehatan di
Rumah Sakit. Administrative Law & Governance Journal, 1(2), 48–66.

Utami, Y. T., & Fanny, N. (2021). Faktor Penyebab Perbedaan Selisih Klaim Negatif
Tarif Ina-Cbgs dengan Tarif Riil di RSUD Dr. Moewardi. Jurnal Sains Dan
Kesehatan, 3(3), 492–499. https://doi.org/https://doi.org/10.25026/jsk.v3i3.605

Wijayanto, A. W., & Mahfudz. (2021). Analisis Strategi Rumah Sakit dalam
Menghadapi Era BPJS Kesehatan. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia,
6(11). https://doi.org/http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i11.4493

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. World Health


Organization. France. https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/909883/retrieve

Yuniarti, E., Amalia, A., & Handayani, T. M. (2015). Analisis Biaya Terapi Penyakit
Diabetes Melitus Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta - Perbandingan Terhadap Tarif INA CBGs. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, 4(3), 97–103.
https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jkki.v4i3.36108

Zheng, Y., Ley, S. H., & Hu, F. B. (2018). Global aetiology and epidemiology of
type 2 diabetes mellitus and its complications. Nature Reviews Endocrinology,
14(2), 88–98. https://doi.org/10.1038/nrendo.2017.151

47
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Keseluruhan Pasien DMTTI RSUD Anutapura Palu 2020


Lama Jumlah Group
Tanggal Tanggal Jenis Umur Diagnosis Kamar Tingkat
NO No.RM perawata Diagnosis Jenis Diagnosis sekunder INA-
masuk keluar kelamin (tahun) utama perawatan keparahan
n (hari) sekunder CBG's
1 78969 03/01/2020 05/01/2020 L 57 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 0 - E-4-10-I
2 549418 05/01/2020 08/01/2020 L 51 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
3 520757 02/01/2020 08/01/2020 P 52 NIDDM Kelas 1 6 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
Essential (primary) hypertension;
4 328380 07/01/2020 10/01/2020 P 52 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 3 E-4-10-I
Melaena; Hyperlipidaemia, unspecified
5 418630 06/01/2020 11/01/2020 P 52 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I
Acute upper respiratory infection,
6 460256 08/01/2020 13/01/2020 L 39 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 1 E-4-10-I
unspecified
Gonarthrosis, unspecified dan
7 371461 09/01/2020 14/01/2020 L 80 NIDDM Kelas 1 5 Ringan 2 Respiratory tb unspec confirm bact and E-4-10-I
histologically
Essential (primary) hypertension dan
8 465942 08/01/2020 15/01/2020 P 55 NIDDM Kelas 1 7 Sedang 2 E-4-10-II
Hypo-osmolality and hyponatraemia
9 387457 13/01/2020 16/01/2020 P 76 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
10 445058 09/01/2020 16/01/2020 P 64 NIDDM Kelas 1 7 Sedang 1 Anaemia, unspecified E-4-10-II
11 62422 15/01/2020 17/01/2020 L 61 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
12 518517 15/01/2020 18/01/2020 L 71 NIDDM Kelas 1 3 Sedang 1 Prostatocystitis E-4-10-II
13 331259 17/01/2020 19/01/2020 P 42 NIDDM Kelas 2 2 Ringan 0 - E-4-10-I
Essential (primary) hypertension dan
14 522961 15/01/2020 20/01/2020 P 29 NIDDM Kelas 3 5 Sedang 2 E-4-10-II
Varicella meningitis
Gastroenteritis and colitis of
15 549992 15/01/2020 20/01/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 1 E-4-10-I
unspecified origin
16 549813 11/01/2020 20/01/2020 P 51 NIDDM Kelas 3 9 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
17 453339 18/01/2020 23/01/2020 L 62 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I
18 244818 19/01/2020 23/01/2020 L 73 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
Bronchitis, not specified as acute or
19 514038 19/01/2020 25/01/2020 L 62 NIDDM Kelas 3 6 Ringan 1 E-4-10-I
chronic
NO No.RM Tanggal Tanggal Jenis Umur Diagnosis Kamar Lama Tingkat Jumlah Jenis Diagnosis sekunder Group
masuk keluar kelamin (tahun) utama perawatan perawata keparahan Diagnosis INA-

48
n (hari) sekunder CBG's
20 534918 24/01/2020 28/01/2020 P 53 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
21 550049 15/01/2020 29/01/2020 P 61 NIDDM Kelas 2 14 Ringan 0 - E-4-10-I
22 402473 28/01/2020 30/01/2020 P 40 NIDDM Kelas 3 2 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
23 434926 23/01/2020 31/01/2020 P 43 NIDDM Kelas 2 8 Berat 1 Bronchopneumonia, unspecified E-4-10-III
Essential (primary) hypertension dan
24 305074 27/01/2020 01/02/2020 P 55 NIDDM Kelas 3 5 Berat 2 E-4-10-III
Bronchopneumonia, unspecified
25 418244 28/01/2020 01/02/2020 P 51 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 0 - E-4-10-I
26 550943 31/01/2020 04/02/2020 P 61 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
27 490353 30/01/2020 04/02/2020 P 38 NIDDM Kelas 1 5 Ringan 0 - E-4-10-I
28 303870 01/02/2020 06/02/2020 P 66 NIDDM Kelas 1 5 Sedang 1 Anaemia, unspecified E-4-10-II
Hypertensive heart disease with
29 532645 03/02/2020 07/02/2020 L 47 NIDDM Kelas 3 4 Berat 2 (congestive) heart failure dan E-4-10-III
Bronchopneumonia, unspecifie
30 427777 07/02/2020 09/02/2020 L 45 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
31 283256 07/02/2020 10/02/2020 P 54 NIDDM Kelas 2 3 Ringan 0 - E-4-10-I
Calculus of kidney ; Fatty (change of)
32 519993 05/02/2020 11/02/2020 L 46 NIDDM Kelas 3 6 Sedang 3 liver, not elsewhere classified ; E-4-10-II
Congestive heart failure
33 551277 06/02/2020 12/02/2020 P 61 NIDDM Kelas 3 6 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
34 374923 10/02/2020 12/02/2020 L 60 NIDDM Kelas 3 2 Ringan 0 - E-4-10-I
Aplastic anaemia, unspecified dan
35 487097 05/02/2020 12/02/2020 L 52 NIDDM Kelas 1 7 Berat 2 E-4-10-III
Otitis externa, unspecified
36 370740 04/02/2020 12/02/2020 P 53 NIDDM Kelas 3 8 Ringan 0 - E-4-10-I
Other and unspecified hydronephrosis
37 527317 06/02/2020 13/02/2020 P 43 NIDDM Kelas 2 7 Ringan 2 E-4-10-I
dan Urticaria, unspecified
38 551695 14/02/2020 18/02/2020 L 69 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
39 308022 10/02/2020 19/02/2020 L 54 NIDDM Kelas 1 9 Berat 1 Bronchopneumonia, unspecified E-4-10-III
40 546776 17/02/2020 20/02/2020 L 69 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
41 551867 17/02/2020 21/02/2020 P 47 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
42 551815 16/02/2020 21/02/2020 P 44 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I
43 273561 20/02/2020 24/02/2020 P 50 NIDDM Kelas 1 4 Ringan 0 - E-4-10-I
Hypertensive heart disease with
44 430485 16/02/2020 24/02/2020 P 60 NIDDM Kelas 3 8 Berat 1 E-4-10-III
(congestive) heart failure
Lama Jumlah Group
Tanggal Tanggal Jenis Umur Diagnosis Kamar Tingkat
NO No.RM perawata Diagnosis Jenis Diagnosis sekunder INA-
masuk keluar kelamin (tahun) utama perawatan keparahan
n (hari) sekunder CBG's

49
Essential (primary) hypertension dan
45 551948 18/02/2020 25/02/2020 P 44 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 2 E-4-10-I
Other peripheral vertigo
46 498735 19/02/2020 26/02/2020 L 63 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 0 - E-4-10-I
47 408920 24/02/2020 28/02/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
48 196936 25/02/2020 28/02/2020 P 53 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 0 - E-4-10-I
49 552250 24/02/2020 01/03/2020 L 49 NIDDM Kelas 2 6 Ringan 1 Urticaria, unspecified E-4-10-I
50 430784 29/02/2020 03/03/2020 P 62 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 0 - E-4-10-I
Urinary tract infection, site not
51 552574 29/02/2020 05/03/2020 P 55 NIDDM Kelas 3 5 Sedang 1 E-4-10-II
specified
Tb pleurisy without mention of bact or
52 495868 05/03/2020 09/03/2020 P 41 NIDDM Kelas 3 4 Sedang 1 E-4-10-II
histological confirm
53 310199 06/03/2020 10/03/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 4 Sedang 1 Lipoprotein deficiency E-4-10-II
54 469777 28/02/2020 10/03/2020 P 40 NIDDM Kelas 1 11 Sedang 1 Hypokalaemia E-4-10-II
Bronchitis, not specified as acute or
55 552916 07/03/2020 11/03/2020 P 45 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 1 E-4-10-I
chronic
Essential (primary) hypertension dan
56 401513 08/03/2020 11/03/2020 P 44 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 2 E-4-10-I
Idiopathic gout, other sites
Anaemia in other chronic diseases
57 552953 07/03/2020 12/03/2020 P 41 NIDDM Kelas 3 5 Sedang 1 E-4-10-II
classified elsewhere
Gastroenteritis and colitis of
58 553149 10/03/2020 14/03/2020 L 39 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 1 E-4-10-I
unspecified origin
59 492396 09/03/2020 14/03/2020 P 55 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 1 Atherosclerotic heart disease E-4-10-I
60 423538 08/03/2020 14/03/2020 L 49 NIDDM Kelas 3 6 Ringan 0 - E-4-10-I
Tb lung without mention of bact or
61 553366 14/03/2020 24/03/2020 L 62 NIDDM Kelas 1 10 Sedang 2 histological confirm dan Congestive E-4-10-II
heart failure
62 553719 21/03/2020 24/03/2020 L 57 NIDDM Kelas 2 3 Sedang 1 Lipoprotein deficiency E-4-10-II
Cutaneous abscess, furuncle and
63 297552 21/03/2020 27/03/2020 L 68 NIDDM Kelas 1 6 Ringan 1 E-4-10-I
carbuncle, unspecified
64 480988 25/03/2020 27/03/2020 L 62 NIDDM Kelas 3 2 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
65 358779 26/03/2020 30/03/2020 P 35 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
Gastroenteritis and colitis of
66 324013 28/03/2020 01/04/2020 L 69 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 2 unspecified origin dan Essential E-4-10-I
(primary) hypertension
Lama Jumlah Group
Tanggal Tanggal Jenis Umur Diagnosis Kamar Tingkat
NO No.RM perawata Diagnosis Jenis Diagnosis sekunder INA-
masuk keluar kelamin (tahun) utama perawatan keparahan
n (hari) sekunder CBG's
67 468760 31/03/2020 03/04/2020 P 52 NIDDM Kelas 3 3 Sedang 1 Hypertensive renal disease with renal E-4-10-II
50
failure
68 554111 01/04/2020 08/04/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 1 Gonarthrosis, unspecified E-4-10-I
69 384231 12/04/2020 22/04/2020 L 59 NIDDM Kelas 3 10 Sedang 1 Congestive heart failure E-4-10-II
Hypertensive renal disease with renal
70 525491 28/04/2020 03/05/2020 P 55 NIDDM Kelas 1 5 Sedang 1 E-4-10-II
failure
Tb lung without mention of bact or
71 429680 28/04/2020 04/05/2020 L 43 NIDDM Kelas 3 6 Sedang 1 E-4-10-II
histological confirm
72 246467 05/05/2020 08/05/2020 P 57 NIDDM Kelas 2 3 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
Hypertensive heart disease with
73 554789 16/05/2020 26/05/2020 L 51 NIDDM Kelas 1 10 Berat 1 E-4-10-III
(congestive) heart failure
74 387357 01/06/2020 04/06/2020 P 35 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
75 429159 03/06/2020 10/06/2020 P 43 NIDDM Kelas 1 7 Ringan 0 - E-4-10-I
76 403325 08/06/2020 16/06/2020 P 50 NIDDM Kelas 2 8 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
77 556093 10/06/2020 19/06/2020 P 57 NIDDM Kelas 3 9 Ringan 0 - E-4-10-I
78 556531 16/06/2020 19/06/2020 L 62 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
79 13619 22/06/2020 24/06/2020 P 66 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 0 - E-4-10-I
Congestive heart failure dan Disorders
80 337030 26/06/2020 02/07/2020 P 61 NIDDM Kelas 1 6 Sedang 2 E-4-10-II
of plasma-protein metabolism NEC
81 557408 30/06/2020 04/07/2020 P 50 NIDDM Kelas 1 4 Ringan 0 - E-4-10-I
82 374465 27/06/2020 04/07/2020 P 54 NIDDM Kelas 2 7 Ringan 0 - E-4-10-I
83 331424 13/07/2020 15/07/2020 L 53 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
84 197425 17/05/2020 20/07/2020 P 68 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 1 Atherosclerotic heart disease E-4-10-I
85 392402 15/07/2020 20/07/2020 P 62 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I
Cutaneous abscess, furuncle and
86 399726 16/07/2020 21/07/2020 P 18 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 1 E-4-10-I
carbuncle, unspecified
87 550515 18/07/2020 24/07/2020 P 52 NIDDM Kelas 3 6 Ringan 1 Allergy, unspecified E-4-10-I
88 501158 24/07/2020 28/07/2020 P 49 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
89 526883 02/08/2020 04/08/2020 P 61 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
90 559727 03/08/2020 12/08/2020 L 25 NIDDM Kelas 2 9 Ringan 1 Tension-type headache E-4-10-I
91 540335 16/08/2020 18/08/2020 P 55 NIDDM Kelas 3 2 Ringan 0 - E-4-10-I
92 190647 18/08/2020 21/08/2020 L 63 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 0 - E-4-10-I
93 487084 18/08/2020 23/08/2020 P 66 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I

Jenis Kamar Lama Jumlah Group


Tanggal Tanggal Umur Diagnosis Tingkat
NO No.RM kelami perawata perawatan Diagnosis Jenis Diagnosis sekunder INA-
masuk keluar (tahun) utama keparahan
n n (hari) sekunder CBG's
94 2836 31/08/2020 04/09/2020 L 72 NIDDM Kelas 1 4 Berat 2 Hemiplegia, unspecified dan Unspecified E-4-10-III
51
severe protein-energy malnutrition
95 343104 28/08/2020 05/09/2020 P 61 NIDDM Kelas 3 8 Ringan 0 - E-4-10-I
96 416061 02/09/2020 05/09/2020 L 54 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
97 403278 30/08/2020 09/09/2020 L 40 NIDDM Kelas 3 10 Ringan 0 - E-4-10-I
98 468900 06/09/2020 09/09/2020 L 44 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
Anaemia in other chronic diseases
99 542370 02/09/2020 12/09/2020 L 54 NIDDM Kelas 3 10 Berat 2 classified elsewhere dan E-4-10-III
Bronchopneumonia, unspecified
100 545508 10/09/2020 14/09/2020 P 52 NIDDM Kelas 1 5 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
101 328847 15/09/2020 22/09/2020 P 72 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 1 Uterovaginal prolapse, unspecified E-4-10-I
102 474047 25/09/2020 30/09/2020 P 49 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
103 562880 28/09/2020 03/10/2020 P 67 NIDDM Kelas 3 5 Ringan 0 - E-4-10-I
Essential (primary) hypertension dan
104 562965 30/09/2020 05/10/2020 L 60 NIDDM Kelas 1 5 Ringan 2 E-4-10-I
Atherosclerotic heart disease
Bronchitis, not specified as acute or
105 563098 04/10/2020 08/10/2020 P 42 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 1 E-4-10-I
chronic
Essential (primary) hypertension dan
106 561097 03/10/2020 10/10/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 2 E-4-10-I
Dyspepsia
107 563201 06/10/2020 12/10/2020 L 45 NIDDM Kelas 1 6 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
108 563340 11/10/2020 13/10/2020 L 41 NIDDM Kelas 1 2 Ringan 1 Atherosclerotic heart disease E-4-10-I
Embolism and thrombosis of unspecified
vein;Cutaneous abscess, furuncle and
109 357110 08/10/2020 21/10/2020 P 36 NIDDM Kelas 1 13 Sedang 3 E-4-10-II
carbuncle, unspecified;Anaemia,
unspecified
110 343334 22/10/2020 26/10/2020 L 64 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
Anaemia in other chronic diseases
111 501870 11/10/2020 28/10/2020 L 73 NIDDM Kelas 1 17 Sedang 1 E-4-10-II
classified elsewhere
112 379404 26/10/2020 29/10/2020 P 54 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
Low back pain, lumbosacral region dan
113 563958 01/11/2020 04/11/2020 P 55 NIDDM Kelas 1 3 Ringan 2 E-4-10-I
Essential (primary) hypertension
Disorders of plasma-protein metabolism
114 301926 22/10/2020 05/11/2020 L 68 NIDDM Kelas 1 14 Sedang 2 E-4-10-II
NEC dan Atherosclerotic heart disease
Jenis Kamar Lama Jumlah Group
Tanggal Tanggal Umur Diagnosis Tingkat
NO No.RM kelami perawata perawatan Diagnosis Jenis Diagnosis sekunder INA-
masuk keluar (tahun) utama keparahan
n n (hari) sekunder CBG's
Atherosclerotic heart disease dan Other
115 543587 07/11/2020 14/11/2020 L 54 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 2 E-4-10-I
cholelithiasis
116 564638 12/11/2020 19/11/2020 P 48 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
52
117 564752 14/11/2020 19/11/2020 L 34 NIDDM Kelas 3 5 Sedang 1 Other and unspecified hydronephrosis E-4-10-II
118 385498 14/11/2020 20/11/2020 P 51 NIDDM Kelas 3 6 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
119 453609 15/11/2020 22/11/2020 L 32 NIDDM Kelas 2 7 Berat 1 Pneumonia, unspecified E-4-10-III
120 241641 23/11/2020 24/11/2020 P 60 NIDDM Kelas 1 1 Ringan 1 Essential (primary) hypertension E-4-10-I
121 504903 23/11/2020 01/12/2020 P 39 NIDDM Kelas 3 8 Ringan 0 - E-4-10-I
Atherosclerotic heart disease dan Low
122 488927 25/11/2020 02/12/2020 P 60 NIDDM Kelas 3 7 Ringan 2 E-4-10-I
back pain, lumbosacral region
123 565411 01/12/2020 04/12/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
Bronchitis, not specified as acute or
124 482079 04/12/2020 08/12/2020 P 55 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 1 E-4-10-I
chronic
Hypertensive renal disease with renal
125 546824 02/12/2020 10/12/2020 L 51 NIDDM Kelas 3 8 Sedang 1 E-4-10-II
failure
126 354121 06/12/2020 10/12/2020 L 46 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
127 431283 10/12/2020 16/12/2020 P 62 NIDDM Kelas 1 6 Ringan 0 - E-4-10-I
128 565862 13/12/2020 17/12/2020 P 40 NIDDM Kelas 3 4 Ringan 0 - E-4-10-I
129 231767 17/12/2020 21/12/2020 L 67 NIDDM Kelas 2 4 Ringan 0 - E-4-10-I
130 379940 19/12/2020 22/12/2020 L 49 NIDDM Kelas 3 3 Ringan 0 - E-4-10-I
131 413719 14/07/2020 16/07/2020 L 50 NIDDM Kelas 3 2 Ringan 0 - E-4-10-I
Bronchopneumonia, unspecified dan
132 549390 04/01/2020 09/01/2020 P 50 NIDDM Kelas 3 5 Berat 2 Gastro-oesophageal reflux disease E-4-10-III
without oesophagitis

Lampiran 2. Data Biaya Pasien DMTTI RSUD Anutapura Palu 2020


Tarif INA- Biaya Pengobatan (Rp)
Group INA- Total Biaya (b) Selisih (c = a-
No. No.RM CBG’S (a) Alat Tindakan
CBG’s Konsultasi Visite Kamar Pemeriksaan Obat (Rp) b) (Rp)
(Rp) Kesehatan Medis
1 78969 E-4-10-I 4.818.100     500.000 91.000 148.098 42.781 257.000 1.038.879 3.779.221

53
2 549418 E-4-10-I 4.818.100     750.000 143.000 110.794 37.993 172.000 1.213.786 3.604.314
3 520757 E-4-10-I 4.818.100 35.000   1.500.000 650.000 369.182 98.390 349.000 3.001.571 1.816.529
4 328380 E-4-10-I 3.441.500     360.000 588.000 162.702 41.543 307.000 1.459.244 1.982.256
5 418630 E-4-10-I 3.441.500     600.000 121.000 341.628 100.067 339.000 1.501.694 1.939.806
6 460256 E-4-10-I 3.441.500     600.000 412.000 341.556 78.809 192.000 1.624.365 1.817.135
7 371461 E-4-10-I 4.818.100 35.000   1.250.000 332.000 1.739.967 57.024 212.000 3.625.992 1.192.108
8 465942 E-4-10-II 6.732.500     1.750.000 415.000 749.034 98.395 327.000 3.339.429 3.393.071
9 387457 E-4-10-I 3.441.500     360.000 169.000 200.849 40.201 287.000 1.057.050 2.384.450
10 445058 E-4-10-II 6.732.500 35.000 120.000 1.750.000 1.468.000 1.135.170 197.916 553.000 5.259.086 1.473.414
11 62422 E-4-10-I 4.818.100     500.000 91.000 285.932 109.618 194.000 1.180.550 3.637.550
12 518517 E-4-10-II 6.732.500     750.000 448.000 202.892 90.140 257.000 1.748.031 4.984.469
13 331259 E-4-10-I 4.129.800     390.000 91.000 89.191 56.314 257.000 883.504 3.246.296
14 522961 E-4-10-II 4.808.900 20.000   600.000 91.000 356.061 109.267 209.000 1.385.328 3.423.572
15 549992 E-4-10-I 3.441.500     600.000 622.000 1.014.965 144.467 453.000 2.834.432 607.068
16 549813 E-4-10-I 3.441.500 40.000 144.000 1.080.000 541.000 513.002 106.686 552.000 2.976.688 464.812
17 453339 E-4-10-I 3.441.500     600.000 331.000 1.008.202 151.220 1.134.000 3.224.422 217.078
18 244818 E-4-10-I 4.129.800 20.000   480.000 496.000 207.830 43.378 307.000 1.554.209 2.575.591
19 514038 E-4-10-I 3.441.500     720.000 601.000 392.746 46.142 344.000 2.103.888 1.337.612
20 534918 E-4-10-I 3.441.500     480.000 195.000 829.249 129.629 354.000 1.987.878 1.453.622
21 550049 E-4-10-I 4.129.800 120.000 655.200 2.730.000 1.061.000 3.387.234 422.395 3.225.500 11.601.328 -7.471.528
22 402473 E-4-10-I 3.441.500     240.000 91.000 300.598 79.214 269.000 979.813 2.461.687
23 434926 E-4-10-III 7.384.100     1.560.000 331.000 263.698 46.080 352.000 2.552.778 4.831.322
24 305074 E-4-10-III 6.153.400     600.000 600.000 278.774 46.915 289.000 1.814.689 4.338.711

Tarif INA- Biaya Pengobatan (Rp)


Group INA- Total Biaya (b) Selisih (c = a-
No. No.RM CBG’S (a) Alat Tindakan
CBG’s Konsultasi Visite Kamar Pemeriksaan Obat (Rp) b) (Rp)
(Rp) Kesehatan Medis
25 418244 E-4-10-I 4.129.800     780.000 253.000 645.158 58.193 247.000 1.983.352 2.146.448
26 550943 E-4-10-I 3.441.500     780.000 143.000 360.954 35.040 217.000 1.535.994 1.905.506
27 490353 E-4-10-I 4.818.100 35.000   1.250.000 570.000 703.765 139.231 460.000 3.157.996 1.660.104

54
28 303870 E-4-10-II 6.732.500     1.250.000 1.126.000 836.047 183.170 349.000 3.744.216 2.988.284
29 532645 E-4-10-III 6.153.400     480.000 409.000 250.637 83.776 272.000 1.495.413 4.657.987
30 427777 E-4-10-I 4.818.100     500.000 173.000 67.389 41.261 287.000 1.068.650 3.749.450
31 283256 E-4-10-I 4.129.800     585.000 195.000 580.770 57.670 217.000 1.635.441 2.494.359
32 519993 E-4-10-II 4.808.900     720.000 1.042.000 560.543 96.051 914.000 3.332.594 1.476.306
33 551277 E-4-10-I 3.441.500     720.000 681.000 827.901 89.606 346.000 2.664.506 776.994
34 374923 E-4-10-I 3.441.500     240.000 91.000 143.759 44.110 202.000 720.869 2.720.631
35 487097 E-4-10-III 8.614.800 35.000   1.750.000 2.995.000 1.646.170 326.016 457.000 7.209.186 1.405.614
36 370740 E-4-10-I 3.441.500     960.000 500.000 681.807 157.883 374.000 2.673.690 767.810
37 527317 E-4-10-I 4.129.800 30.000 46.800 1.365.000 632.000 663.506 78.805 279.000 3.095.110 1.034.690
38 551695 E-4-10-I 3.441.500     480.000 143.000 605.871 99.095 279.000 1.606.966 1.834.534
39 308022 E-4-10-III 8.614.800     2.250.000 1.914.000 998.012 164.033 1.068.000 6.394.045 2.220.755
40 546776 E-4-10-I 4.818.100     750.000 484.000 372.925 40.066 162.000 1.808.991 3.009.109
41 551867 E-4-10-I 3.441.500     480.000 182.000 136.568 43.019 282.000 1.123.587 2.317.913
42 551815 E-4-10-I 3.441.500     600.000 117.000 516.180 77.808 309.000 1.619.988 1.821.512
43 273561 E-4-10-I 4.818.100     1.000.000 514.000 542.819 42.156 182.000 2.280.975 2.537.125
44 430485 E-4-10-III 6.153.400 20.000   960.000 387.000 546.246 221.096 565.000 2.699.342 3.454.058
45 551948 E-4-10-I 3.441.500     840.000 147.000 233.524 49.355 222.000 1.491.879 1.949.621
46 498735 E-4-10-I 3.441.500     840.000 756.000 552.526 153.966 379.000 2.681.492 760.008
47 408920 E-4-10-I 3.441.500     480.000 143.000 437.135 50.378 192.000 1.302.513 2.138.987
48 196936 E-4-10-I 4.818.100     750.000 271.000 367.237 43.430 257.000 1.688.667 3.129.433
49 552250 E-4-10-I 4.129.800 30.000   1.170.000 273.000 445.805 51.055 312.000 2.281.860 1.847.940
50 430784 E-4-10-I 4.129.800     750.000 117.000 207.633 43.973 182.000 1.300.606 2.829.194
51 552574 E-4-10-II 4.808.900     600.000 173.000 467.374 91.161 326.000 1.657.536 3.151.364
Tarif INA- Biaya Pengobatan (Rp)
Group INA- Total Biaya (b) Selisih (c = a-
No. No.RM CBG’S (a) Alat Tindakan
CBG’s Konsultasi Visite Kamar Pemeriksaan Obat (Rp) b) (Rp)
(Rp) Kesehatan Medis
52 495868 E-4-10-II 4.808.900     480.000 331.000 118.077 77.386 152.000 1.158.463 3.650.437
53 310199 E-4-10-II 4.808.900     480.000 484.000 106.279 41.803 152.000 1.264.082 3.544.818
54 469777 E-4-10-II 6.732.500 35.000   2.750.000 1.887.000 890.488 134.832 299.000 5.996.319 736.181
55 552916 E-4-10-I 3.441.500     480.000 344.000 175.608 38.741 252.000 1.290.348 2.151.152

55
56 401513 E-4-10-I 4.818.100     750.000 117.000 614.713 36.890 222.000 1.740.603 3.077.497
57 552953 E-4-10-II 4.808.900     600.000 2.442.000 488.684 155.986 291.000 3.977.670 831.230
58 553149 E-4-10-I 3.441.500     480.000 323.000 299.760 71.333 291.000 1.465.092 1.976.408
59 492396 E-4-10-I 3.441.500     600.000 221.000 478.607 136.581 2.350.000 3.786.188 -344.688
60 423538 E-4-10-I 3.441.500     720.000 829.000 474.946 81.096 386.000 2.491.042 950.458
61 553366 E-4-10-II 6.732.500 140.000 420.000 2.500.000 1.593.000 968.429 288.192 867.000 6.776.621 -44.121
62 553719 E-4-10-II 5.770.700     585.000 266.000 535.841 56.018 257.000 1.699.859 4.070.841
63 297552 E-4-10-I 4.818.100     1.500.000 571.000 1.271.686 178.042 400.000 3.920.727 897.373
64 480988 E-4-10-I 3.441.500     240.000 91.000 27.225 36.144 122.000 516.369 2.925.131
65 358779 E-4-10-I 3.441.500     480.000 247.000 486.847 68.247 234.000 1.516.094 1.925.406
66 324013 E-4-10-I 3.441.500     780.000 91.000 537.985 43.162 277.000 1.729.147 1.712.353
67 468760 E-4-10-II 4.808.900     360.000 221.000 207.104 47.393 152.000 987.497 3.821.403
68 554111 E-4-10-I 3.441.500     840.000 770.000 1.009.987 147.214 274.000 3.041.200 400.300
69 384231 E-4-10-II 4.808.900     1.200.000 1.014.000 1.183.770 322.984 1.247.000 4.967.754 -158.854
70 525491 E-4-10-II 6.732.500     1.250.000 795.000 891.755 122.366 336.000 3.395.121 3.337.379
71 429680 E-4-10-II 4.808.900     720.000 91.000 474.168 58.315 279.000 1.622.483 3.186.417
72 246467 E-4-10-I 4.129.800     585.000 983.000 491.640 41.988 307.000 2.408.628 1.721.172
73 554789 E-4-10-III 8.614.800     2.500.000 143.000 603.024 84.094 917.000 4.247.118 4.367.682
74 387357 E-4-10-I 3.441.500     360.000 401.000 770.540 58.591 252.000 1.842.131 1.599.369
75 429159 E-4-10-I 4.818.100     1.750.000 1.856.000 1.452.492 228.063 980.000 6.266.555 -1.448.455
76 403325 E-4-10-I 4.129.800 30.000   1.560.000 659.000 747.124 141.417 371.000 3.508.542 621.258
77 556093 E-4-10-I 3.441.500     1.080.000 195.000 1.288.448 152.583 1.091.000 3.807.031 -365.531
78 556531 E-4-10-I 3.441.500     360.000 537.000 379.451 54.852 172.000 1.503.303 1.938.197
Tarif INA- Biaya Pengobatan (Rp)
Group INA- Total Biaya (b) Selisih (c = a-
No. No.RM CBG’S (a) Alat Tindakan
CBG’s Konsultasi Visite Kamar Pemeriksaan Obat (Rp) b) (Rp)
(Rp) Kesehatan Medis
79 13619 E-4-10-I 4.818.100     500.000 601.000 296.962 43.092 162.000 1.603.054 3.215.046
80 337030 E-4-10-II 6.732.500     1.500.000 706.000 2.068.998 110.422 824.000 5.209.419 1.523.081
81 557408 E-4-10-I 4.818.100     1.000.000 594.000 264.411 97.452 237.000 2.192.863 2.625.237
82 374465 E-4-10-I 4.129.800     1.365.000 537.000 1.139.916 288.947 1.304.000 4.634.863 -505.063
83 331424 E-4-10-I 3.441.500     240.000 488.000 38.738 42.665 172.000 981.403 2.460.097

56
84 197425 E-4-10-I 3.441.500     360.000 833.000 232.115 47.096 252.000 1.724.211 1.717.289
85 392402 E-4-10-I 3.441.500     600.000 465.000 611.649 92.077 269.000 2.037.726 1.403.774
86 399726 E-4-10-I 3.441.500     600.000 323.000 490.501 80.470 382.000 1.875.971 1.565.529
87 550515 E-4-10-I 3.441.500     720.000 323.000 293.557 40.991 292.000 1.669.547 1.771.953
88 501158 E-4-10-I 3.441.500     480.000 396.000 342.640 46.038 327.000 1.591.678 1.849.822
89 526883 E-4-10-I 4.818.100     500.000 253.000 176.733 104.573 354.000 1.388.306 3.429.794
90 559727 E-4-10-I 4.129.800 30.000 93.600 1.755.000 334.000 720.205 192.361 419.000 3.544.167 585.633
91 540335 E-4-10-I 3.441.500     240.000 91.000 247.883 66.528 232.000 877.411 2.564.089
92 190647 E-4-10-I 4.818.100     750.000 201.000 88.747 33.570 192.000 1.265.317 3.552.783
93 487084 E-4-10-I 3.441.500     600.000 759.000 416.087 63.150 322.000 2.160.237 1.281.263
94 2836 E-4-10-III 8.614.800 70.000 60.000 1.000.000 305.000 991.967 54.052 337.000 2.818.019 5.796.781
95 343104 E-4-10-I 3.441.500 20.000 28.800 960.000 1.343.000 586.134 166.122 693.000 3.797.056 -355.556
96 416061 E-4-10-I 3.441.500     360.000 484.000 300.824 31.650 252.000 1.428.474 2.013.026
97 403278 E-4-10-I 3.441.500     1.200.000 864.000 1.943.226 304.559 537.000 4.848.785 -1.407.285
98 468900 E-4-10-I 3.441.500     360.000 598.000 197.412 45.745 232.000 1.433.157 2.008.343
99 542370 E-4-10-III 6.153.400 20.000 259.200 1.200.000 2.744.000 2.608.617 133.547 1.463.000 8.428.364 -2.274.964
10
545508 E-4-10-I 4.818.100     1.250.000 1.234.000 634.608 3.491.679 1.326.421
0 81.071 292.000
10
328847 E-4-10-I 3.441.500 20.000   840.000 733.000 444.008 2.703.109 738.391
1 118.100 548.000
10
474047 E-4-10-I 3.441.500 20.000 115.200 600.000 507.000 235.282 2.026.936 1.414.564
2 128.454 421.000
10
562880 E-4-10-I 3.441.500     600.000 710.000 529.670 2.075.692 1.365.808
3 89.022 147.000
10
562965 E-4-10-I 4.818.100     1.250.000 518.000 673.664 2.944.944 1.873.156
4 61.280 442.000
10
563098 E-4-10-I 4.129.800     780.000 241.000 402.598 1.860.598 2.269.202
5 25.000 412.000
Tarif INA- Biaya Pengobatan (Rp)
Group INA- Total Biaya (b) Selisih (c = a-
No. No.RM CBG’S (a) Alat Tindakan
CBG’s Konsultasi Visite Kamar Pemeriksaan Obat (Rp) b) (Rp)
(Rp) Kesehatan Medis
10
561097 E-4-10-I 3.441.500     840.000 546.000 202.061 2.436.593 1.004.907
6 163.532 685.000
10
563201 E-4-10-I 4.818.100     1.500.000 818.000 334.987 3.287.654 1.530.446
7 146.667 488.000

57
10
563340 E-4-10-I 4.818.100     500.000 293.000 280.292 1.443.667 3.374.433
8 38.375 332.000
10
357110 E-4-10-II 6.732.500 70.000 480.000 3.250.000 2.833.000 3.246.020 10.676.425 -3.943.925
9 248.405 549.000
11
343334 E-4-10-I 3.441.500 20.000   480.000 660.000 293.540 1.987.059 1.454.441
0 43.019 490.500
11
501870 E-4-10-II 6.732.500 70.000 120.000 4.250.000 1.774.000 1.437.781 13.098.876 -6.366.376
1 355.095 5.092.000
11
379404 E-4-10-I 4.818.100     750.000 634.000 66.899 1.868.293 2.949.808
2 50.394 367.000
11
563958 E-4-10-I 4.818.100     750.000 796.000 47.005 1.717.039 3.101.061
3 29.034 95.000
11
301926 E-4-10-II 6.732.500 35.000 180.000 3.500.000 1.794.000 3.991.405 12.871.497 -6.138.997
4 279.592 3.091.500
11
543587 E-4-10-I 3.441.500     840.000 935.000 389.591 2.555.668 885.832
5 47.077 344.000
11
564638 E-4-10-I 3.441.500     840.000 512.000 240.941 2.055.427 1.386.073
6 96.486 366.000
11
564752 E-4-10-II 4.808.900     600.000 936.000 394.567 2.375.740 2.433.160
7 16.173 429.000
11
385498 E-4-10-I 3.441.500     720.000 738.000 871.529 2.921.135 520.365
8 117.606 474.000
11
453609 E-4-10-III 7.384.100     1.365.000 2.235.000 822.102 4.905.221 2.478.879
9 92.119 391.000
12
241641 E-4-10-I 4.818.100     250.000 241.000 242.547 1.048.141 3.769.959
0 37.595 277.000
12
504903 E-4-10-I 3.441.500     960.000 756.000 905.973 3.317.268 124.232
1 184.295 511.000
12
488927 E-4-10-I 3.441.500 20.000   840.000 1.002.000 270.527 2.559.243 882.257
2 82.716 344.000
12
565411 E-4-10-I 3.441.500     360.000 1.157.000 235.962 2.169.970 1.271.530
3 53.008 364.000
12
482079 E-4-10-I 4.129.800     780.000 420.000 179.263 1.786.675 2.343.125
4 68.412 339.000
12
546824 E-4-10-II 4.808.900 20.000 115.200 960.000 812.000 439.707 2.898.503 1.910.397
5 180.596 371.000
12
354121 E-4-10-I 3.441.500     480.000 319.000 480.443 1.606.424 1.835.076
6 39.980 287.000
12
431283 E-4-10-I 4.818.100     1.500.000 1.535.000 357.975 3.826.413 991.687
7 51.438 382.000
12
565862 E-4-10-I 3.441.500     480.000 1.041.000 377.182 2.299.997 1.141.503
8 87.815 314.000
12 231767 E-4-10-I 4.129.800     780.000 481.000 581.997 58.288 438.000 2.339.285 1.790.515

58
9
13
379940 E-4-10-I 3.441.500 20.000   360.000   287.413 697.413 2.744.087
0   30.000
13
413719 E-4-10-I 3.441.500     240.000 434.000 221.705 974.114 2.467.386
1 8.410 70.000
13
549390 E-4-10-III 6.153.400     600.000 357.000 279.241 1.724.453 4.428.947
2 79.212 409.000

59
Lampiran 3. Data Penggunaan Obat Penunjang
Kelas dan Jenis Obat Jumlah Penggunaan Persentase (%)
Cairan
RL Inf 98 74,24
NaCl 0,9 % 70 53,03
Hydromal inf 51 38,64
Futrolit 18 13,64
Dextrose 5 3,79
Asering inf 2 1,52
Cendo Lyters 2 1,52
NaCl 3 % 1 0,76
Oralite 1 0,76
Penghambat Pompa Proton
Omeprazol 99 75,00
Lansoprazol 58 43,94
Pantoprazole 25 18,94
Antibiotik
Ceftriaxon 32 24,24
Cefixime 25 18,94
Metronidazol 10 7,58
Cefoperazon non sulbactam 7 5,30
Azitromicin 6 4,55
Gentamicin 5 3,79
Cefotaxim 2 1,52
Levofloxacin 2 1,52
Cefoperazon Sulbactam 2 1,52
Ciprofloxacin 2 1,52
Cefadroxyl 1 0,76
Fusycom cr (Asam fusidat) 1 0,76
Meropenem 1 0,76
Sulfazalacine 1 0,76
Antiemetik
Domperidone 46 34,85
Ondansentrone 41 31,06
Antihipertensi   0,00
Amlodipin 34 25,76
Candesartan 19 14,39
Captopril 8 6,06
Lisinopril 8 6,06
Bisoprolol 4 3,03
Ramipril 1 0,76
Micardis (telmisartan) 1 0,76
Herbesser (diltiazem) 1 0,76
Propanolol 1 0,76

Anti inflamasi non-steroid (OAINS)    


60
Ketorolac 15 11,36
Santagesik (metamizole natrium) 12 9,09
Meloxicam 11 8,33
Kaltrofen (ketoprofen) 10 7,58
Natrium Diclofenak 9 6,82
Asam Mefenamat 2 1,52
Antasida, Antirefluks, dan
Antiulserasi
Ranitidin 35 26,52
Sucralfat Syr 10 7,58
Antasida Syr 8 6,06
Analgesik dan Antipiretik    
Paracetamol 37 28,03
Kodein 2 1,52
Analtram (tramadol HCl + paracetamol) 4 3,03
Durogesic Patch (fentanyl) 1 0,76
Vitamin dan suplemen
Neurodex (vit B1;B6;B12) 11 8,33
Vit B12 5 3,79
KSR ( kalium klorida ) 5 3,79
Inbumin (Channa striata) 5 3,79
Curcuma 4 3,03
Citicolin 4 3,03
Zink Tab 3 2,27
Vit. C 3 2,27
Hepa Q 2 1,52
Cernevit 1 0,76
Kolkatriol (calcitriol) 1 0,76
Vit B1 1 0,76
Vit K 1 0,76
Retivit 1 0,76
Antikonvulsan    
Gabapentin 21 15,91
Pregabalin 8 6,06
Antihiperlipidemia    
Atorvastatin 21 15,91
Simvastatin 6 4,55
Fenofibrat 1 0,76
Antikoagulan, Antiplatelet dan Fibrinolitik (Trombolitik)
Clopidogrel 16 12,12
Asam Tranexamat 4 3,03
Warfarin 1 0,76
Arixtra (fondaparinux) 1 0,76
Inviclot (heparin) 2 1,52
Aspilet (aspirin) 2 1,52

Antiansietas/benzodiazepine

61
Alprazolam 15 11,36
Diazepam 6 4,55
Diuretik    
Furosemid 13 9,85
Spironolakton 4 3,03
Batugin 2 1,52
Hidroklorotiazid 1 0,76
Mukolitik
Acetylsistein 13 9,85
Ambroxol 4 3,03
Bisolvon(bromhexine HCl+guaifenesin) 1 0,76
Antivertigo
Vastigo (betahistine) 15 11,36
Kortikosteroid
Metil Prednisolon 5 3,79
Flixotide nebu (fluticasone propionate) 5 3,79
Dexametason 2 1,52
Desoximetazon 1 0,76
Prednison 1 0,76
Saluran Kemih dan Prostat    
Aminefron 7 5,30
Harnal (tamsulosin HCl) 5 3,79
Laksatif
Solac syr (laktulosa) 8 6,06
Fleet enema (sodium bifosfat+disodium
fosfat) 2 1,52
Dulcolax (bisacodyl) 1 0,76
Antiasma
Lasalcom/Combivent Nebulizer 4 3,03
Symbicort Inhaler 2 1,52
Ventolin Nebulizer 1 0,76
Antihistamin
Cetirizine 6 4,55
Interhistine 3 2,27
Antimigrain
Flunarizine 7 5,30
Ergotamine 1 0,76
Antiangina
ISDN 4 3,03
Nitrokap retard (nitrogliserin) 4 3,03
Antidiare
New andites (attapulgite) 6 4,55
Antispasmodik    
Buscopan (hyoscine butylbromide) 3 2,27
Eperison 2 1,52
Antipirai
L-Cisin (colchicine) 4 3,03
62
Allopurinol 1 0,76
Neurotonik/neurotropik
Piracetam 3 2,27
Nimodipine 1 0,76
Kolagogum, Kolelitolitik, &
Hepatoprotektor
Asam ursodeoksikolat (Ursodiol) 3 2,27
Antiparkinson
Heximer (trihexyphenidyl HCl) 2 1,52
Levopar (benserazide HCl+levodopa) 1 0,76
Antifungi
Nystatin 1 0,76
Miconazole 1 0,76
Ketoconazole 1 0,76
Flebitis dan Varises
Rhodium Tab (diosmin+hesperidin 50 ) 2 1,52
Antivirus
Acylovir 2 1,52
Antihemoragik
Carbazocrome inj 2 1,52
Obat Jantung
Dobutamin 1 0,76
Digoxin 1 0,76
Antipsikotik
Haloperidol 1 0,76
Chlorpromazine 1 0,76
Anestetika
Bunascan (bupivacaine Hydrochloride) 1 0,76
Dekongestan
Ephedrin injeksi 1 0,76
Antidepresan
Amytriptilin 1 0,76
Hematopoietik
Epodion 1 0,76
Diagnosis Radioterapi
Iohexol 1 0,76
Imunisasi Tetanus
Tetagam (Imunoglobulin human
tetanus) 1 0,76
Antitiroid
Propylthiouracil/PTU 1 0,76
Antiglaukoma
Cendo timol (timolol maleate) 1 0,76

Lampiran 4. Kode Etik Penelitian

63
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian di RSUD Anutapura Palu

64
65
66
Lampiran 6. Dokumentasi

67
68
69
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian

70
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rischa Rhaudatul Janna, lahir pada tanggal 20 Mei 1999 di
Kota Palu, Sulawesi Tengah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari
pasangan Bapak Zulkifli dan Ibu Rusni. Penulis tinggal di Kota Palu Penulis
menamatkan pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 12 Palu pada tahun
2012 dan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Palu pada tahun 2015.
Pada masa Sekolah Menengah Pertama Penulis aktif berorganisasi sebagai
anggota Palang Merah Remaja SMPN 1 Palu. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Palu dan
tamat pada tahun 2018. Pada masa Sekolah Menengah Atas Penulis juga
aktif sebagai anggota Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 2 Palu. Pada
tahun yang sama, penulis kembali melanjutkan pendidikannya di Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako di Kota Palu. Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai
Pengurus Himpunan Mahasiswa Farmasi FMIPA UNTAD Periode 2021.

71
SURAT KETERANGAN PUBLIKASI

72
SURAT KEPUTUSAN (SK) PEMBIMBING SKRIPSI

73

Anda mungkin juga menyukai