TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
FARIDA MARUHAWA
NPM. 19307249
BANDUNG
2022
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Diajukan Oleh :
Farida Maruhawa
19307249
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Lulus Ujian :
Dr.H.K.PrihatonoA.H.Drs..S.SOS.Kom.M.M..MOS…CMA..MPM
NINDN. 04-100568-01
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIDN 03-060570-03
iv
LEMBAR TIM PENGUJI
TelahLulusUjianDalamUjianSidang
KetuaMerangkapAnggota,
………………………….
SekertarisMerangkapAnggota,
………………………….
PembimbingMerangkapAnggota,
APT.MRosmiati.S.Si.M.Farm
NIDN 03-060570-03
v
PERNYATAAN PENULIS
Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya tulis saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Penulis
Farida Maruhawa
NPM. 19307249
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir,
dengan judul “ KEPATUJAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2
DENGAN PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA
UTARA’’.
Karya tulis akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis dalam
rangka memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi di Politeknik Piksi Ganesha.
viii
KEPATUJAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2 DENGAN
PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA UTARA
Oleh :
Farida Maruhawa
19307249
ABSTRAK
ix
di atas usia 45, tekanan darah tinggi. Prevalensi diabetes Yang paling umum
adalah diabetes tipe 2, yang berjumlah sekitar 90% hingga 95% kasus diabetes di
seluruh dunia ini masih menjadi epidemi di negara maju dan berkembang.
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL………………………...………………………I
KATA PENGANTAR…………………..……………………….…II
DAFTAR ISI…………………………………………………..…..III
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………VI
x
3.1 HIPOTESIS PENELITIAN……………………………...XXIV
5.1 KESIMPULAN…………………………………………XXXIII
5.2 SARAN………………………………………………….XXXIII
BAB 1
PENDAHULUAN
xi
risiko, yaitu riwayat keluarga diabetes, kegemukan, diet tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, usia di atas usia 45, tekanan darah tinggi.
Prevalensi diabetes Yang paling umum adalah diabetes tipe 2, yang berjumlah
sekitar 90% hingga 95% kasus diabetes di seluruh dunia ini masih menjadi epidemi di
negara maju dan berkembang. Obat-obatan yang dipatenkan untuk penderita diabetes
semakin beragam. Biaya pengobatan diabetes juga menjadi lebih mahal dan hampir
tidak terjangkau. Masalah ini Hal ini terutama berlaku untuk pasien di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kemampuan negara-negara berkembang untuk mengobati diabetes sendiri sangat
dipertanyakan. Butuh lebih banyak uang untuk dikelola murah dan efektif (Subroto,
2006). WHO merekomendasikan obat tradisional termasuk obat herbal dalam
memelihara kesehatan masyarakat, mencegah dan mengobati penyakit, Terutama
untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO Mendukung upaya
untuk meningkatkan keamanan dan kemanjuran obat Tradisi (WHO, 2008). Dosis dan
waktu yang tepat dalam [pemakaian obat herbal sering diabaikan. Penelitian
menunjukkan bahwa 63% tumbuhan obat tradisional di Indonesia dapat menyebabkan
interaksi farmakokinetik bila diminum dengan obat-obatan konvensional (Subroto,
2006). Hubungan antara demografi dan karakteristik sosial ekonomi efek pada
prevalensi penggunaan obat herbal secara bersamaan sintetis tinggi. Ini untuk
penggunaan penelitian herbal dalam Kesehatan, termasuk penderita Diabetes (Adibe,
2009).
Salah satu dalam penanganan diabetes adalah intervensi farmakologi berupa
pemberian obat hipoglikemik oral. keberhasilan dalam pengobatan dipengaruhi oleh
kepatuhan pasien. Kepatuhan pengobatan pasien terhadap anjuran atas medikasi yang
telah diresepkan yang terkait dengan waktu, dosis, dan frekuensi. Kepatuhan dapat
menggambarkan dengan sejauh mana perilaku seseorang untuk minum obat,
mengikuti diet atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan yang telah
direkomendasikan dan disepakati penyedia perawatan kesehatan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes
melitus tipe 2 adalah faktor intrapersonal, interpersonal, lingkungan, dan karakteristik
penyakit serta pengobatannya. Faktor intrapersonal terdiri dari jenis kelamin, umur,
xii
disiplin diri. Faktor interpersonal terdiri dari kualitas hubungan antara petugas
kesehatan dan juga pasien. Faktor lingkungan terdiri situasi lingkungan yang beresiko
tinggi dan terhadap sistem lingkungan. Faktor karakteristik penyakit yaitu
pengobatannya terdiri dari penyakit itu sendiri, durasi menderita diabetes melitus dan
cara pelayanan kesehatan. Tercapainya tujuan terapi suatu pengobatan tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebabkan oleh tenaga kesehatan, tetapi juga
dipengaruhi oleh sikap pasien terhadap pengobatan.
Sikap positif pasien terhadap pengobatan ditunjukkan dengan kepatuhan pasien
(Jin et al., 2008). Kepatuhan (adherence) merupakan bentuk dari perilaku yang timbul
akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga membuat pasien
mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan harus menyetujui rencana
tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I.,2011).
Rumah Sakit Gading Pluit telah diresmikan pada tanggal 7 Juni 2005 dan
memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 pada tanggal 10 Juni 2006 dan semenjak
itu, Rumah Sakit Gading Pluit terus berusaha untuk menjadi yang terdepan
dengan membuka sentra pelayanan terbaru untuk memudahkan akses
masyarakat kepada fasilitas kesehatan terkini tanpa harus pergi ke luar negeri.
Hal ini terbukti pada tahun 2004 yang pada saat itu merupakan teknologi
diagnostik terbaru di Indonesia. Kemudian sentra-sentra seperti Gading Cancer
Center, Heart dan Vascular Health Center, Gading Cryo Center mulai dibuka untuk
mengembangkan fasilitas-fasilitas baru. Tahun 2008, Rumah Sakit Gading Pluit
membuka Cyloctron dan PET-CT Center, fasilitas PET-CT Scan yang Pertama di
Indonesia dan diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi RI DR.
Kusmayanto Kadiman. Sentra terbaru yang telah dibuka adalah
fasilitas Radioterapi pada tanggal 16 April 2013 yang lalu dan Gading Cancer
Center merubah nama menjadi Gading Integrated Cancer Care (GICC) dengan
terpenuhinya seluruh fasilitas kanker di Rumah Sakit Gading Pluit. Visi kami
adalah untuk menjadi rumah sakit kepercayaan dan kebanggaan masyarakat,
maka dari itu Rumah Sakit Gading Pluit dirancang untuk memberikan
pelayanan medis bertaraf internasional, melalui kerjasama tim yang profesional
dan inovatif, didasari kasih dan pengabdian kepada sesama.
xiii
Pada tahun 2017, Rumah Sakit Gading Pluit berhasil mencapai penilaian
Paripurna yang diberikan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Hal ini
untuk membuktikan bahwa kami selalu berusaha untuk menyediakan pelayanan
kesehatan terbaik yang berdasarkan keselamatan pasien. Pada tahun
2020, Sesuai dengan salah satu Misi Rumah Sakit Gading Pluit yaitu Mengikuti
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) khususnya di bidang
kedokteran. Rumah Sakit Gading pluit meningkatkan fasilitas MSCT-Scan 64
Slice Somatom Sensation Cardiac menjadi MSCT-Scan 128 Slice Somatom
go.Top. Rumah Sakit Gading Pluit selalu menyediakan Teknologi terbaru dan
termutakhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xiv
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit
diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.
(Kerner and Brückel, 2014).
Diabetes Melitus merupakan kelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth,
2001). Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, Slyvia Anderson, 1995).Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Soegondo, 2002). Diabetes Melitus merupakan kelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2001). Diabetes Melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, Slyvia Anderson,
1995).Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2002
2.1.2 Klasifikasi Diabtes Melitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan
atau destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan
idiopatik.
xv
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita diabetes
Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosi selama
bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi sedikit dan itu
tergantung pada pasien. Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan dan
orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang memiliki aktivitas
fisik yang kurang. (Kerner and Brückel, 2014)
xvi
oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, zat makanan tersebut harus masuk ke dalam sel supaya dapat
diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimiawi
yang rumit yang menghasilkan energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peranan penting yaitu bertugas memasukkan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar, insulin
ini adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas (Price & Wilson, 2010).
2.1.4 Gejala Penyakit Diabetes
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain berbeda-beda, mulai
dari gejala parah, ringan, sedang dan bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan
gejala apapun sampai saat ini.
1. Permulaan Gejala
xvii
j. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten.
Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
Kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg (Misnadiarly, 2006: 16).
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II, jarang
sekali terdapat adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM ini
dibuat setelah pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di didalam
laboratorium, keadaan hiperglikemia berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia,
poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita
diabetes mellitus tipe II ini.
xviii
menghancurkan sel penghasil insulin. Dalam hal ini, yang diserang oleh antibodi
adalah sel beta yang terdapat di dalam pancreas dan akibatnya adalah, tubuh
kekurangan atau bahkan tidak dapat memproduksi insulin.
Pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal, tetapi
insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai resistensi
insulin. gangguan ini disebabkan oleh adanya sistem kekebalan tubuh yang biasanya
menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan
menghancurkan sel penghasil insulin.
2.1.6 Diagnosa Diabetes Melitus
Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1
yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Dikarenakan diabetes seringkali tidak
terdiagnosis pada awal kemunculannya, maka orang-orang yang berisiko terkena
penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin di antaranya adalah:
1) Tes gula darah sewaktu
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu
secara acak. Tes ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika
hasil tes gula darah sewaktu
menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita
diabetes.
Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam
terlebih dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa.
Setelah tes tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus.
Kemudian sampel gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan gula.
Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah
normal. Hasil tes tes toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL
menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200
mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.
xix
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien
berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian
menjalani pengambilan sampel darah untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes
gula darah puasa yang menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL
menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125
mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah
puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3
bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada
hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes
HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di
bawah 5,7 % merupakan kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4%
menunjukkan pasien mengalami kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5%
menunjukkan pasien menderita diabetes.
5) Pengobatan diabetes
xx
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
insulin atau preparat oral yang Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Hipoglikemia
merupakan komplikasikomplikasi yang tersering dan paling serius pada terapi insulin.
Keparahan dan lamanya hipoglikemia bisa diperkirakan dari dosis, aktivitas puncak
dan lama aksi jenis insulin yang diberikan secara S.C (Anonim, 1995).
b. Diabetes ketoadosis
KAD timbul sebagai akibat insufisiensi insulin yang berat (biasanya dengan
bertambah buruknya kebutuhan dasar) dank arena adanya kelebihan hormone yang
pengaruhnya berlawanan dengan insulin (misalnya glucagon). Predisposisi KAD
merupakan ciri khas pada DM tipe 1 dan dapat merupakan gejala yang mendorong
pasien konsultasi ke dokter. Meskipun demikian KAD dapat terjadi pada setiap pasien
DM yang mengalami stress cukup berat. Bila pasien di diagnosis KAD maka perlu
dicari penjelasannya, misalnya penghentian terapi insulin, terkena stress yang
menaikkan dasar insulin.
Sindrom ini timbul terutama pada pasien dengan DM tipe 2 atau jenis lain.
Pada pasien dengan sindroma ini maka hiperglikemia berat dan dehidrasi dapat timbul
tanpa disertai ketoasidosis. SHHNK dpat terjadi sebagai gejala sisa terhadap stress
berat dan dapat terjadi setelah “stroke” atau pemasukan hidrat arang yang berlebihan.
Patogenesis SHHNK biasanya meliputi gangguan ekskresi glukosa oleh ginjal jadi
pada umumnya didahulukan oleh insufisiensi ginjal azotemia prerenal.
2) Komplikasi kronik
xxi
Komplikasi kronik dari diabetes melitus dapat menyerang semua sistem organ
tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah penyakit
makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
a. Komplikasi Makrovaskuler
b. Komplikasi Mikrovaskeler
i. Retinopati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin.
Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
xxii
Neuropati adalah komplikasi kronik yang paling umum pada diabetes mellitus
lanjut usia. Mekanisme yang mendasari 14 perkembangan neuropati adalah
hiperglikemia yang disebabkan metabolik yang jalur polyol dari saraf tepi (Prabhu,
2009).
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat
yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : menurunkan berat badan,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas resseptor insulin, memperbaiki
system koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk
mencapai dan mempertahankan :
3. Profil lipid
xxiii
Kolesterol HDL > 40 mg/dl 15
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih
difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan
pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan
prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status
kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).
xxiv
mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin
regular (R) dan insulin kerja sedang (Anonim, 2000).
1. Sulfonilurea
2. Golongan Biguanid
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan
peningkatan glukosa postprandial (Soegondo, 1995). Walaupun kurang efektif
xxv
dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada
pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping
gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang
menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal
tersebut tidak menjadi masalah klinis (Chau dan Edelman, 2001).
4. Thiazolidinediones
5. Glinid
Repaglinide (Prandin) adalah obat oral glukosa baru yang dapat digunakan
dalam penggunaan monoterapi atau kombinasi dengan metformin untuk diabetes
tipe 2. Serupa dengan sulfonilurea utama yaitu dapat meningkatkan sekresi insulin
pankreas tapi sistem kerjanya terpisah pada sel β pancreas dan memiliki sistem
kerja lebih pendek, dan lebih cepat bereaksi daripada golongan sulfonilurea.
Seperti sulfonilurea, repaglinide dapat menyebabkan hipoglikemia yang serius
dan berhubungan dengan kadar insulin yang meningkat dan juga berat badan.
Tetapi obat ini bermanfaat bagi pasien lanjut 20 usia dengan pola makan yang
tidak teratur atau mereka yang rentan terhadap hipoglikemia .
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai
konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan
xxvi
diagnosis akan memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis
pengobatan (Anonim, 2006). Dalam konteks biomedis mencakup kriteria berikut :
Indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan
medis yang tepat.
Pasien yang tepat, yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi
merugikan adalah minimal.
Dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang obat
yang ditulis.
d. Ketepatan Pemilihan
Obat Agar tercapai pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis maka harus
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Indikasi tepat
xxvii
f. Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.(Anonim, 2000).
1. Kepatuhan
a. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan terhadap suatu pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana
perilaku pasien sesuai dengan instruksi yang diberika oleh tenaga medis kesehatan
mengenai suatu penyakit dan bagaimana cara pengobatannya. Tingkat kepatuhan
sut=atu pasien biasanya digambarkan sebagai presentase sebuah obat yang
diminum setyiap harinya dan waktu minum obat dalam jangka waktu tertenntu
(osterberg dan Terrence, 2005.)
xxviii
Komunikasi berperan penting antara pasien dan tenaga kesehatan karena
komunikasi yang rendah dan kurangnya waktu yang dimiliki tenaga kesehatan,
seperti dokter menyebabkan penyampaian informasi jadi kurang sehingga pasien
menjadi kurang mengerti dan paham akan pentingnya pengobatan.
c. Metode Pengukuran Kepatuhan
1) Metode langsung
Pengukuran kepatuhan metode langsung ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti mengukur konsentrasi pbat atau metabolit obat di dalam darah atau
urin, mengukur dan mendeteksi petanda biologi didalam. Metode ini umumnya
mahal, memberatkan tenaga kerja kesehatan dan rentan terhadap penolakan
pasien.
2) Metode tidak langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
bertanya keada pasien tentang bagaimana pengggunaan obat, menggunakan
kuisioner, menilai respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat dan
menghitung tingkat pengambilan kembali resep obat.
Bab III
Metode Penelitian
xxix
A. Kerangka Konsep
Aktifitas fisik
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus.
2. Ada hubungan kepatuhan minum obat dengan kadar gula darah pasien diabetes
melitus.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel independen/ variabel bebas, merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Sugiyono, 2011). Variabel bebas untuk penelitian ini adalah aktivitas
fisik dan kepatuhan minum obat.
2. Variabel Terikat
Variabel dependen/ variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).
Variabel terikat untuk penelitian ini adalah kadar gula darah pasien diabetes
melitus.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu dengan
melakukan pengukuran variabel, aktivitas fisik, dan kepatuhan minum obat dalam
satuan waktu atau secara bersamaan.
xxx
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di wilayah RS. Gading Pluit Lokasi tersebut dipilih
karena sesuai dengan desain penelitian. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Maret 20222
F. Populasi dan Sampel
a. Populasi adalah kelompok besar individu yang mempunyai karakteristik umum
yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus di
wilayah RS Gading Pluit.
b. Sampel adalah suatu bagian yang dipilih dengan cara tertentu untuk mewakili
keseluruhan populasi Dengan menggunakan rumus besar sampel Stanley
Lemezhow untuk penelitian cross sectional sebagai berikut :
n ¿(z 2 p (1− p)n)/(d 2(N −1)+ z 2 p (1− p))
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat kesalahan (5%)
Z = standar deviasi minimal normal sesuai tingkat signifikan (1,96)
P = proporsi responden
xxxi
7) Pasien bersedia untuk menjadi responden
Kriteria ekslusi :
H. Definisi Operasional
I. Pengumpulan Data
1) Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung, meliputi:
xxxii
1) Data identitas pasien yang meliputi dari nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2) Data aktivitas olahraga (frekuensi dan durasi)
b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang telah diperoleh secara tidak
langsung melalui pencatatan dari buku rekam medik di rumah sakit yaitu yang
meliputi hasil rekam medis yaitu kadar glukosa darah, dan diagnosa dari dokter.
Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk menggali keterangan yang lebih
mendalam tentang data-data yang akan diperlukan oleh peneliti. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui tentang identitas (nama, jenis kelamin, umur, dan
alamat) dan aktivitas olahraga.
Dokumentasi
Pengambilan data secara dokumentasi mengenai data berupa catatan yang
diambil dari data rumah sakit yaitu dengan melihat data kadar glukosa darah
sewaktu dan kadar glukosa darah puasa.
xxxiii
K. Instrumen dan Alat Penelitian
a. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian yaitu form
persetujuan menjadi sampel, kuesioner aktivitas olahraga dan program komputer
SPSS 17.0.
b. Alat penelitian yang digunakan meliputi kuesioner.
N Pertanyaan Ya Tidak
o
xxxiv
c. Kadang-kadang
d. Biasanya Selalu/sering
L. Pengolahan Data
a. Editing Proses editing yaitu memeriksa data dengan melihat kelengkapan hasil
pengumpulan data. Data-data yang melalui proses editing yaitu data identitas, data
aktivitas olahraga (frekuensi dan durasi olahraga), serta data kadar glukosa darah.
b. Koding Proses coding, yaitu memberi kode atau nilai pada hasil wawancara yang
dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengolahan dan proses selanjutnya
malalui tindakan pengklasifikasian data. Data-data yang melalui proses coding
antara lain :
c. Entry Data
Data yang akan dimasukkan pada proses entry adalah data umur, jenis
kelamin, kebiasaan olahraga, kadar glukosa darah yang akan melalui proses
xxxv
coding ke dalam program SPSS, kemudian yang akan diolah menggunakan uji
statistik.
d. Tabulating Data yang disajikan dalam bentuk tabel yaitu data aktivitas olahraga,
dan data kadar glukosa darah.
M. Analisa Data
a. Analisa Univariat Analisa univariat yang dilakukan pada data berupa variabel
tunggal dalam bentuk frekuensi dan presentasenya antara lain; umur, jenis
kelamin, data aktivitas olahraga, dan data kadar glukosa darah.
b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menguji hubungan variabel
bebas dan variabel terikat. Sebelum dilakukan uji hubungan, dilakukan uji
kenormalan data yaitu dengan menggunakan One Sampel Kolmogorof Smirnov.
Dari hasil uji diperoleh data aktivitas olahraga dan kadar glukosa darah puasa
tidak normal sehingga menggunakan uji Spearman Rank. Interpretasi data:
Bila nilai p < 0,05 Ho ditolak, berarti ada hubungan antara aktivitas olahraga
dengan pengendalian kadar glukosa darah puasa penderita Diabete Mellitus tipe 2.
Bila nilai p > 0,05 Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara aktivitas
olahraga dengan pengendalian kadar glukosa darah puasa penderita Diabetes
Mellitus tipe 2.
xxxvi
BAB IV
Jenis Kelamin
Pria 8 25
Wanita 24 75
Umur
45-59 tahun 15 44,11
> 60 tahun 19 55,88
Tingkat Pendidikan
Rendah 11 33,33
Menengah 9 27,27
Tinggi 13 39,39
Pekerjaan
Bekerja 7 21,87
Tidak bekerja 25 78,12
xxxvii
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian
besar responden, yaitu 24 orang (75%) berjenis kelamin wanita. Belum ditemukan
literatur yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap
penyakit diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh RS. Gading Pluit Jakarta yang menyatakan
bahwa prevalensi diabetes melitus tipe 2 yang terjadi pada wanita sebesar 75%, lebih
besar dibandingkan dengan prevalensi pada laki-laki. Keterangan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Responden yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien diabetes
melitus tipe 2 yang berobat ke Rs. Gading Pluit Jakarta dengan rentang usia di atas 40
tahun. Pemilihan rentang usia tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa proses
munculnya penyakit DM tipe 2 di Indonesia umumnya terdiagnosis setelah umur 40
tahun. Sebanyak 19 responden (55,88%) berusia lebih dari atau sama dengan 60
tahun, dan sisanya, yaitu 15 responden (44,11%) memiliki rentang usia berkisar
antara 40-59 tahun. Hal ini terjadi karena resiko berkembang penyakit DM tipe 2
meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Perkeni, 2006). Keterangan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Gambaran karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan menyatakan bahwa
sebanyak 25 responden (75,12%) tidak bekerja. Hal ini dikarenakan sebagian besar
responden adalah wanita yang merupakan ibu rumah tangga dan sebagian lainnya
adalah pensiunan karena umur responden lebih banyak berkisar lebih atau sama
dengan 60 tahun atau berada dalam kelompok usia yang tidak produktif (> 55 tahun).
Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini bervariasi dari rendah hingga tinggi.
Sebanyak 11 responden (33,33%) memiliki tingkat pendidikan yang tinggi karena
letak puskesmas Bakti Jaya ini cukup strategis sehingga dapat dijangkau dengan
mudah oleh pasien yang tinggal di pinggiran daerah Jakarta. Keterangan persentase
kelompok tingkat pendidikan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.1 dan
Lampiran 9.
xxxviii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Responden pada penelitian ini terdiri dari 75% wanita, 55,88% berumur lebih dari
atau sama dengan 60 tahun, 33,33% berpendidikan rendah, 83,33% tidak bekerja,
78,12% telah menderita DM tipe 2 selama 1-5 tahun menggunakan terapi insulin.
2. Faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, jumlah obat, efek samping
obat, durasi penyakit DM, penggunaan obat herbal, pola diet, dan olahraga dalam
penelitian ini tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kepatuhan responden terhadap pengobatannya.
5.2 Saran
Agar tidak terkena diabetes, Anda disarankan untuk membatasi konsumsi
makanan dan minuman tinggi gula, kalori, dan lemak, misalnya makanan olahan, kue,
es krim, dan makanan cepat saji. Untuk mengurangi risiko terkena diabetes, batasi
asupan gula harian sebesar 40 gram atau setara dengan 9 sendok teh gula.
xxxix
DAFTAR PUSTAKA
1. Srikartika, Valentina Meta, Annisa Dwi Cahya, and Ratna Suci Wahyu
Hardiati. "Analisis faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat
pasien diabetes melitus tipe 2." Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
6.3 (2016): 205-212.
2. Srikartika, V. M., Cahya, A. D., & Hardiati, R. S. W. (2016). Analisis
faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes
melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 6(3), 205-212.
3. SRIKARTIKA, Valentina Meta; CAHYA, Annisa Dwi; HARDIATI,
Ratna Suci Wahyu. Analisis faktor yang memengaruhi kepatuhan
penggunaan obat pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi, 2016, 6.3: 205-212.
4. Rasdianah, Nur, et al. "Gambaran kepatuhan pengobatan pasien diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta." Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia 5.4 (2016): 249-257.
5. Rasdianah, N., Martodiharjo, S., Andayani, T. M., & Hakim, L. (2016).
Gambaran kepatuhan pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia,
5(4), 249-257.
6. RASDIANAH, Nur, et al. Gambaran kepatuhan pengobatan pasien
diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
xl
Farmasi Klinik Indonesia, 2016, 5.4: 249-257.
7. Hannan, Mujib. "Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep." Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan 3.2 (2013): 47-55.
8. Hannan, M. (2013). Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep. Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan, 3(2), 47-55.
9. Hannan, Mujib. Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep. Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan, 2013, 3.2: 47-55.
xli
xlii
xliii
xliv