Anda di halaman 1dari 44

KEPATUHAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2 DENGAN

PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA UTARA

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Kelulusan Ujian Akhir Program Diploma

Program Studi Farmasi

Disusun Oleh :

FARIDA MARUHAWA

NPM. 19307249

POLITEKNIK PIKSI GANESHA

BANDUNG

2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Akhir

KEPATUJAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2 DENGAN


PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA UTARA

Diajukan Oleh :

Farida Maruhawa

19307249

Telah direvisi dan disetujui oleh :

Pembimbing I

(Apt. MR. Adriansyah MH.Kes)

Pembimbing II

(Apt, Setyawati Tanoto, M. Farm)

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kepatuhan Pasien Penderita Diabetes Type 2 Dengan


Pemakaian Insulin Di RS Gading Pluit Jakarta Utara

Penulis : Farida Maruhawa

Program : Diploma III

Program Studi : Farmasi

Lulus Ujian :

Ketua Program Studi Pembimbing

APT.Meiti Rosmiati.S.Si.M.Farm APT.MRosmiati.S.Si.M.Farm

NIDN 03-060570-03 NIDN 03-060570-03

Mengetahui dan disahkan oleh

Direktur Politeknik Piksi Ganesha

Dr.H.K.PrihatonoA.H.Drs..S.SOS.Kom.M.M..MOS…CMA..MPM

NINDN. 04-100568-01

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Kepatuhan Pasien Penderita Diabetes Type 2 Dengan


Pemakaian Insulin Di RS Gading Pluit Jakarta Utara

Penulis : Farida Maruhawa

Program : Diploma III

Program Studi: Farmasi

Diterima dan Disetujui Dipertahankan

Dalam Ujian Sidang

Pembimbing Pembimbing Lapangan

APT.Meiti Rosmiati.S.Si.M.Farm Apt.Yola Mestika Ayu..S.Farm

NIDN 03-060570-03

iv
LEMBAR TIM PENGUJI

Judul : Kepatuhan Pasien Penderita Diabetes Type 2 Dengan


Pemakaian Insulin Di RS Gading Pluit Jakarta Utara

Penulis : Farida Maruhawa

Program : Diploma III

Program Studi : Farmasi

TelahLulusUjianDalamUjianSidang

Pada Tanggal……… Di Bandung

KetuaMerangkapAnggota,

………………………….

SekertarisMerangkapAnggota,

………………………….

PembimbingMerangkapAnggota,

APT.MRosmiati.S.Si.M.Farm

NIDN 03-060570-03

v
PERNYATAAN PENULIS

Judul Tugas Akhir :

Kepatuhan Pasien Penderita Diabetes Type 2 Dengan Pemakaian Insulis Di


RS Gading Pluit Jakarta Utara

Dengan Ini Menyatakan Bahwa :

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya tulis saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Bandung, Juli 2022

Penulis

Farida Maruhawa

NPM. 19307249

vi
vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir,
dengan judul “ KEPATUJAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2
DENGAN PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA
UTARA’’.

Karya tulis akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis dalam
rangka memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi di Politeknik Piksi Ganesha.

Segala kesulitan dan hambatan tidak luput dalam menyelesaikan Karya


Tulis Akhir ini, namun berkat saran dan bimbingan dari berbagai pihak, maka
semua hal ini dapat diatasi, walaupun tidak sempurna adanya. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

viii
KEPATUJAN PASIEN PENDERITA DIABETES TYPE 2 DENGAN
PEMAKAIAN INSULIN DI RS GADING PLUIT JAKARTA UTARA

Oleh :

Farida Maruhawa

19307249

ABSTRAK

Diabetes disebabkan ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin


atau ketika Tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. WHO memprediksi diabetes akan peringkat 7 penyebab kematian
pada tahun 2030. Peristiwa ini mungkin terjadi Berbagai faktor risiko, yaitu
riwayat keluarga diabetes, kegemukan, diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, usia

ix
di atas usia 45, tekanan darah tinggi. Prevalensi diabetes Yang paling umum
adalah diabetes tipe 2, yang berjumlah sekitar 90% hingga 95% kasus diabetes di
seluruh dunia ini masih menjadi epidemi di negara maju dan berkembang.

Obat-obatan yang dipatenkan untuk penderita diabetes semakin beragam.


Biaya pengobatan diabetes juga menjadi lebih mahal dan hampir tidak terjangkau.
Kemampuan negara-negara berkembang untuk mengobati diabetes sendiri sangat
dipertanyakan. Ini untuk penggunaan penelitian herbal dalam Kesehatan,
termasuk penderita Diabetes .

Salah satu dalam penanganan diabetes adalah intervensi farmakologi


berupa pemberian obat hipoglikemik oral. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus tipe 2 adalah faktor
intrapersonal, interpersonal, lingkungan, dan karakteristik penyakit serta
pengobatannya. Faktor karakteristik penyakit yaitu pengobatannya terdiri dari
penyakit itu sendiri, durasi menderita diabetes melitus dan cara pelayanan
kesehatan.

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL………………………...………………………I

KATA PENGANTAR…………………..……………………….…II

DAFTAR ISI…………………………………………………..…..III

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………VI

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………...VI

BAB II LANDASAN TEORI…………………………………….IX

2.1 LANDASAN TEORI…………………………………………IX

BAB III METODE PENELITIAN…………………………..XXIV

x
3.1 HIPOTESIS PENELITIAN……………………………...XXIV

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASA......XXXI

4.1 KARATERISTIK RESPONDEN……………………….XXXI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………….XXXIII

5.1 KESIMPULAN…………………………………………XXXIII

5.2 SARAN………………………………………………….XXXIII

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes adalah penyakit metabolik, karena Serangkaian gejala yang
dikembangkan seseorang karena peningkatan dalam derajat tertentu Kadar gula darah
lebih tinggi dari normal (Riskesdas, 2013). Diabetes disebabkan ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau ketika Tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin merupakan hormon yang mengatur
kadar gula darah (WHO, 2016).WHO memprediksi diabetes akan peringkat 7
penyebab kematian pada tahun 2030. Peristiwa ini mungkin terjadi Berbagai faktor

xi
risiko, yaitu riwayat keluarga diabetes, kegemukan, diet tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, usia di atas usia 45, tekanan darah tinggi.
Prevalensi diabetes Yang paling umum adalah diabetes tipe 2, yang berjumlah
sekitar 90% hingga 95% kasus diabetes di seluruh dunia ini masih menjadi epidemi di
negara maju dan berkembang. Obat-obatan yang dipatenkan untuk penderita diabetes
semakin beragam. Biaya pengobatan diabetes juga menjadi lebih mahal dan hampir
tidak terjangkau. Masalah ini Hal ini terutama berlaku untuk pasien di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kemampuan negara-negara berkembang untuk mengobati diabetes sendiri sangat
dipertanyakan. Butuh lebih banyak uang untuk dikelola murah dan efektif (Subroto,
2006). WHO merekomendasikan obat tradisional termasuk obat herbal dalam
memelihara kesehatan masyarakat, mencegah dan mengobati penyakit, Terutama
untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO Mendukung upaya
untuk meningkatkan keamanan dan kemanjuran obat Tradisi (WHO, 2008). Dosis dan
waktu yang tepat dalam [pemakaian obat herbal sering diabaikan. Penelitian
menunjukkan bahwa 63% tumbuhan obat tradisional di Indonesia dapat menyebabkan
interaksi farmakokinetik bila diminum dengan obat-obatan konvensional (Subroto,
2006). Hubungan antara demografi dan karakteristik sosial ekonomi efek pada
prevalensi penggunaan obat herbal secara bersamaan sintetis tinggi. Ini untuk
penggunaan penelitian herbal dalam Kesehatan, termasuk penderita Diabetes (Adibe,
2009).
Salah satu dalam penanganan diabetes adalah intervensi farmakologi berupa
pemberian obat hipoglikemik oral. keberhasilan dalam pengobatan dipengaruhi oleh
kepatuhan pasien. Kepatuhan pengobatan pasien terhadap anjuran atas medikasi yang
telah diresepkan yang terkait dengan waktu, dosis, dan frekuensi. Kepatuhan dapat
menggambarkan dengan sejauh mana perilaku seseorang untuk minum obat,
mengikuti diet atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan yang telah
direkomendasikan dan disepakati penyedia perawatan kesehatan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes
melitus tipe 2 adalah faktor intrapersonal, interpersonal, lingkungan, dan karakteristik
penyakit serta pengobatannya. Faktor intrapersonal terdiri dari jenis kelamin, umur,

xii
disiplin diri. Faktor interpersonal terdiri dari kualitas hubungan antara petugas
kesehatan dan juga pasien. Faktor lingkungan terdiri situasi lingkungan yang beresiko
tinggi dan terhadap sistem lingkungan. Faktor karakteristik penyakit yaitu
pengobatannya terdiri dari penyakit itu sendiri, durasi menderita diabetes melitus dan
cara pelayanan kesehatan. Tercapainya tujuan terapi suatu pengobatan tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebabkan oleh tenaga kesehatan, tetapi juga
dipengaruhi oleh sikap pasien terhadap pengobatan.
Sikap positif pasien terhadap pengobatan ditunjukkan dengan kepatuhan pasien
(Jin et al., 2008). Kepatuhan (adherence) merupakan bentuk dari perilaku yang timbul
akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga membuat pasien
mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan harus menyetujui rencana
tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I.,2011).
Rumah Sakit Gading Pluit telah diresmikan pada tanggal 7 Juni 2005 dan
memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 pada tanggal 10 Juni 2006 dan semenjak
itu, Rumah Sakit Gading Pluit terus berusaha untuk menjadi yang terdepan
dengan membuka sentra pelayanan terbaru untuk memudahkan akses
masyarakat kepada fasilitas kesehatan terkini tanpa harus pergi ke luar negeri.
Hal ini terbukti pada tahun 2004 yang pada saat itu merupakan teknologi
diagnostik terbaru di Indonesia. Kemudian sentra-sentra seperti  Gading Cancer
Center, Heart dan Vascular Health Center, Gading Cryo Center mulai dibuka untuk
mengembangkan fasilitas-fasilitas baru. Tahun 2008, Rumah Sakit Gading Pluit
membuka Cyloctron dan PET-CT Center, fasilitas PET-CT Scan yang Pertama di
Indonesia dan diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi RI DR.
Kusmayanto Kadiman. Sentra terbaru yang telah dibuka adalah
fasilitas Radioterapi pada tanggal 16 April 2013 yang lalu dan Gading Cancer
Center merubah nama menjadi Gading Integrated Cancer Care (GICC)   dengan
terpenuhinya seluruh fasilitas kanker di Rumah Sakit Gading Pluit. Visi kami
adalah untuk menjadi rumah sakit kepercayaan dan kebanggaan masyarakat,
maka dari itu Rumah Sakit Gading Pluit dirancang untuk memberikan
pelayanan medis bertaraf internasional, melalui kerjasama tim yang profesional
dan inovatif, didasari kasih dan pengabdian kepada sesama.

xiii
Pada tahun 2017, Rumah Sakit Gading Pluit berhasil mencapai penilaian
Paripurna yang diberikan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).  Hal ini
untuk membuktikan bahwa kami selalu berusaha untuk menyediakan pelayanan
kesehatan terbaik yang berdasarkan keselamatan pasien. Pada tahun
2020, Sesuai dengan salah satu Misi Rumah Sakit Gading Pluit yaitu Mengikuti
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) khususnya di bidang
kedokteran. Rumah Sakit Gading pluit meningkatkan fasilitas MSCT-Scan 64
Slice Somatom Sensation Cardiac menjadi MSCT-Scan 128 Slice Somatom
go.Top. Rumah Sakit Gading Pluit selalu menyediakan Teknologi terbaru dan
termutakhir. 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia


yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi
insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada

xiv
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit
diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.
(Kerner and Brückel, 2014).
Diabetes Melitus merupakan kelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth,
2001). Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, Slyvia Anderson, 1995).Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Soegondo, 2002). Diabetes Melitus merupakan kelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2001). Diabetes Melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, Slyvia Anderson,
1995).Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2002
2.1.2 Klasifikasi Diabtes Melitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan
atau destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan
idiopatik.

2. Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang
diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat
bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam

xv
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita diabetes
Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosi selama
bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi sedikit dan itu
tergantung pada pasien. Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan dan
orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang memiliki aktivitas
fisik yang kurang. (Kerner and Brückel, 2014)

3. Diabetes Melitus Tipe lain


Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat
disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokripati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.

4. Diabetes Melitus Tipe Gentasional


Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil.
Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2018).

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari
makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh.
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan dipecah menjadi bahan
dasar dari makanan. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan
lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut diserap oleh usus kemudian
masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan

xvi
oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, zat makanan tersebut harus masuk ke dalam sel supaya dapat
diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimiawi
yang rumit yang menghasilkan energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peranan penting yaitu bertugas memasukkan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar, insulin
ini adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas (Price & Wilson, 2010).
2.1.4 Gejala Penyakit Diabetes
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain berbeda-beda, mulai
dari gejala parah, ringan, sedang dan bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan
gejala apapun sampai saat ini.
1. Permulaan Gejala

Ditunjukkan dengan gejala utama seperti :

a. Banyak meminum air putih (polidipsi)


b. Banyak membuang air kecil (poliuria)
c. Banyak makan (polifagia)
d. Berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
e. Mudah Lelah
Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma,
yang disebut koma diabetik (Misnadiarly, 2006: 15).
2. Gejala Kronik Penyakit (DM)
a. Kaki kesemutan
b. Kulit terasa panas (wedangen) atau seperti terasa tertusuk-tusuk jarum.
c. Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
d. Mudah kram.
e. Cepat merasa lelah atau capai.
f. Mudah merasa mengantuk.
g. Mata terasa kabur, biasanya sering ganti kaca mata.
h. Gatal di sekitar daerah kemaluan, terutama wanita.
i. Gigi mudah goyang dan mudah lepas.

xvii
j. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten.

Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
Kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg (Misnadiarly, 2006: 16).

3. Manifestasi klinis Diabetes Melitus


Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun polidipsialemah, dan somnolen yang
berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin untuk
mengontrol karbohidrat di dalam sel.

Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II, jarang
sekali terdapat adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM ini
dibuat setelah pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di didalam
laboratorium, keadaan hiperglikemia berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia,
poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita
diabetes mellitus tipe II ini.

2.1.5 Penyebab Penyakit Diabetes Melitus


Diabetes disebabkan karena adanya gangguan dalam tubuh, sehingga tubuh
tidak mampu menggunakan glukosa darah ke dalam sel alhasil, glukosa menumpuk
dalam darah.
Pada diabetes tipe 1, terjadi akibat adanya gangguan yang disebut autoimun, di
mana antibodi yang seharusnya melindungi tubuh terhadap infeksi justru menyerang
sel tubuh sendiri. gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang biasanya
menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan

xviii
menghancurkan sel penghasil insulin. Dalam hal ini, yang diserang oleh antibodi
adalah sel beta yang terdapat di dalam pancreas dan akibatnya adalah, tubuh
kekurangan atau bahkan tidak dapat memproduksi insulin.
Pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal, tetapi
insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai resistensi
insulin. gangguan ini disebabkan oleh adanya sistem kekebalan tubuh yang biasanya
menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan
menghancurkan sel penghasil insulin. 
2.1.6 Diagnosa Diabetes Melitus
Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1
yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Dikarenakan diabetes seringkali tidak
terdiagnosis pada awal kemunculannya, maka orang-orang yang berisiko terkena
penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin di antaranya adalah:
1) Tes gula darah sewaktu
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu
secara acak. Tes ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika
hasil tes gula darah sewaktu
menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita
diabetes.

2) Tes toleransi glukosa

Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam
terlebih dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa.
Setelah tes tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus.
Kemudian sampel gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan gula.
Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah
normal. Hasil tes tes toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL
menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200
mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

3) Tes gula darah puasa

xix
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien
berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian
menjalani pengambilan sampel darah untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes
gula darah puasa yang menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL
menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125
mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah
puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.

4) Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3
bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada
hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes
HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di
bawah 5,7 % merupakan kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4%
menunjukkan pasien mengalami kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5%
menunjukkan pasien menderita diabetes. 

5) Pengobatan diabetes

Pasien diabetes diharuskan untuk mengatur pola makan dengan


memperbanyak konsumsi buah dan sayur, protein dan juga biji-bijian. Karena pola
hidup dan makan pasien diabetes harus sangat diperhatikan. Pada diabetes tipe 1,
pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula darah sehari-hari.
Selain itu, beberapa pasien diabetes tipe 2 disarankan untuk menjalani terapi insulin
untuk mengatur gula darah. 

2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus


1) Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia

xx
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
insulin atau preparat oral yang Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Hipoglikemia
merupakan komplikasikomplikasi yang tersering dan paling serius pada terapi insulin.
Keparahan dan lamanya hipoglikemia bisa diperkirakan dari dosis, aktivitas puncak
dan lama aksi jenis insulin yang diberikan secara S.C (Anonim, 1995).
b. Diabetes ketoadosis

KAD timbul sebagai akibat insufisiensi insulin yang berat (biasanya dengan
bertambah buruknya kebutuhan dasar) dank arena adanya kelebihan hormone yang
pengaruhnya berlawanan dengan insulin (misalnya glucagon). Predisposisi KAD
merupakan ciri khas pada DM tipe 1 dan dapat merupakan gejala yang mendorong
pasien konsultasi ke dokter. Meskipun demikian KAD dapat terjadi pada setiap pasien
DM yang mengalami stress cukup berat. Bila pasien di diagnosis KAD maka perlu
dicari penjelasannya, misalnya penghentian terapi insulin, terkena stress yang
menaikkan dasar insulin.

c. Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)

Sindrom ini timbul terutama pada pasien dengan DM tipe 2 atau jenis lain.
Pada pasien dengan sindroma ini maka hiperglikemia berat dan dehidrasi dapat timbul
tanpa disertai ketoasidosis. SHHNK dpat terjadi sebagai gejala sisa terhadap stress
berat dan dapat terjadi setelah “stroke” atau pemasukan hidrat arang yang berlebihan.
Patogenesis SHHNK biasanya meliputi gangguan ekskresi glukosa oleh ginjal jadi
pada umumnya didahulukan oleh insufisiensi ginjal azotemia prerenal.

2) Komplikasi kronik

xxi
Komplikasi kronik dari diabetes melitus dapat menyerang semua sistem organ
tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah penyakit
makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.

a. Komplikasi Makrovaskuler

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada


diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik,
kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih
muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe
penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada
pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA
(Transient Ischemic Attack).

b. Komplikasi Mikrovaskeler

i. Retinopati Diabetik

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina


mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis
pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler.

ii. Nefropati Diabetik

Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin.
Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.

iii. Neuropati Diabetikum

xxii
Neuropati adalah komplikasi kronik yang paling umum pada diabetes mellitus
lanjut usia. Mekanisme yang mendasari 14 perkembangan neuropati adalah
hiperglikemia yang disebabkan metabolik yang jalur polyol dari saraf tepi (Prabhu,
2009).

a) Penatalaksanaan Diabetes Melitus

I. Terapi Non Farmakologi

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat
yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : menurunkan berat badan,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas resseptor insulin, memperbaiki
system koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk
mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah mendekati normal

 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

 Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

 Kadar Hb AlC < 7% 2)

2. Tekanan darah < 130/80 mmHg

3. Profil lipid

 Kolesterol LDL < 100 mg/dl

xxiii
 Kolesterol HDL > 40 mg/dl 15

 Trigliserida < 150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin

Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih
difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan
pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan
prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status
kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).

II. Terapi Farmakologi

a. Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda


dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk
terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan
diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada
pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari
faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah
bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan
dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed
atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. Lama kerja insulin
beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien.
Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara
individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang
pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk

xxiv
mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin
regular (R) dan insulin kerja sedang (Anonim, 2000).

b. Obat Anti Diabetik Oral

1. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi


kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non
ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian
juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan
dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan
metabolit gliburid bersifat aktif (Djokomoeljanto, 1999). Glipizide dan gliklazid
memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang
lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera
ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga
memiliki tambahan efek ekstrapankreatik (Chau dan Edelman, 2001).

2. Golongan Biguanid

Metformin pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika


digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien
lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan.
Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin
yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada orangtua. Metformin
tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin.

3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan
peningkatan glukosa postprandial (Soegondo, 1995). Walaupun kurang efektif

xxv
dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada
pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping
gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang
menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal
tersebut tidak menjadi masalah klinis (Chau dan Edelman, 2001).

4. Thiazolidinediones

Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat


meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal
jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif mahal tetapi obat tersebut
sangat berguna bagi pasien lanjut usia (Chau dan Edelman, 2001).

5. Glinid

Repaglinide (Prandin) adalah obat oral glukosa baru yang dapat digunakan
dalam penggunaan monoterapi atau kombinasi dengan metformin untuk diabetes
tipe 2. Serupa dengan sulfonilurea utama yaitu dapat meningkatkan sekresi insulin
pankreas tapi sistem kerjanya terpisah pada sel β pancreas dan memiliki sistem
kerja lebih pendek, dan lebih cepat bereaksi daripada golongan sulfonilurea.
Seperti sulfonilurea, repaglinide dapat menyebabkan hipoglikemia yang serius
dan berhubungan dengan kadar insulin yang meningkat dan juga berat badan.
Tetapi obat ini bermanfaat bagi pasien lanjut 20 usia dengan pola makan yang
tidak teratur atau mereka yang rentan terhadap hipoglikemia .

c. Penggunaan Obat Rasional

Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai
konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan

xxvi
diagnosis akan memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis
pengobatan (Anonim, 2006). Dalam konteks biomedis mencakup kriteria berikut :

 Obat yang benar

 Obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi


pasien dan harga.

 Indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan
medis yang tepat.

 Dosis pemberian, dan durasi pengobatan yang tepat.

 Pasien yang tepat, yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi
merugikan adalah minimal.

 Dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang obat
yang ditulis.

 Kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

d. Ketepatan Pemilihan

Obat Agar tercapai pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis maka harus
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Indikasi tepat

b. Penilaian kondisi tepat

c. Pemilihan obat tepat

d. Dosis dan cara pemberian obat secara tepat

e. Informasi untuk pasien secara tepat

xxvii
f. Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.(Anonim, 2000).

1. Kepatuhan
a. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan terhadap suatu pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana
perilaku pasien sesuai dengan instruksi yang diberika oleh tenaga medis kesehatan
mengenai suatu penyakit dan bagaimana cara pengobatannya. Tingkat kepatuhan
sut=atu pasien biasanya digambarkan sebagai presentase sebuah obat yang
diminum setyiap harinya dan waktu minum obat dalam jangka waktu tertenntu
(osterberg dan Terrence, 2005.)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


1) Faktor demografi
Faktor dermografi adalah seperti suku, status sosio-ekonomi yang rendah dan
tingkat Pendidikan yang rendah terhadap regimen pengobatan.
2) Faktor psikologi
Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen pengbatan.
Kepercayaan terhadap suatu pengobatann dapant meningktakan kepatuhan.
Sedangkan faktor psikologi seperti depresi, cemas dan gangguan makan yang
dialami oleh pasien yang akan dikaitkkan dengan ketidakpatuhan.
3) Faktor social
Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat juga sangatlah penting dalam
pengelolaan diabetes. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan tinngkat
masalah atau konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan dari
keluarga dan masyarakat akan memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik.
4) Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan medikasi
Penyakit kronik yang diderita pasien, regimen obat yang kompleks dan efek
samping obat yang terjadi pada pasien dapat meningkatkan ketidakpatuhan pada
pasien.
5) Faktor yang berhubungan dengan tenaga kesehatan

xxviii
Komunikasi berperan penting antara pasien dan tenaga kesehatan karena
komunikasi yang rendah dan kurangnya waktu yang dimiliki tenaga kesehatan,
seperti dokter menyebabkan penyampaian informasi jadi kurang sehingga pasien
menjadi kurang mengerti dan paham akan pentingnya pengobatan.
c. Metode Pengukuran Kepatuhan
1) Metode langsung
Pengukuran kepatuhan metode langsung ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti mengukur konsentrasi pbat atau metabolit obat di dalam darah atau
urin, mengukur dan mendeteksi petanda biologi didalam. Metode ini umumnya
mahal, memberatkan tenaga kerja kesehatan dan rentan terhadap penolakan
pasien.
2) Metode tidak langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
bertanya keada pasien tentang bagaimana pengggunaan obat, menggunakan
kuisioner, menilai respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat dan
menghitung tingkat pengambilan kembali resep obat.

Bab III

Metode Penelitian

xxix
A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kepatuhan minum obat Kadar gula darah pasien diabetes
meltus

Aktifitas fisik
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus.
2. Ada hubungan kepatuhan minum obat dengan kadar gula darah pasien diabetes
melitus.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel independen/ variabel bebas, merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Sugiyono, 2011). Variabel bebas untuk penelitian ini adalah aktivitas
fisik dan kepatuhan minum obat.
2. Variabel Terikat
Variabel dependen/ variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).
Variabel terikat untuk penelitian ini adalah kadar gula darah pasien diabetes
melitus.

D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu dengan
melakukan pengukuran variabel, aktivitas fisik, dan kepatuhan minum obat dalam
satuan waktu atau secara bersamaan.

xxx
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di wilayah RS. Gading Pluit Lokasi tersebut dipilih
karena sesuai dengan desain penelitian. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Maret 20222
F. Populasi dan Sampel
a. Populasi adalah kelompok besar individu yang mempunyai karakteristik umum
yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus di
wilayah RS Gading Pluit.
b. Sampel adalah suatu bagian yang dipilih dengan cara tertentu untuk mewakili
keseluruhan populasi Dengan menggunakan rumus besar sampel Stanley
Lemezhow untuk penelitian cross sectional sebagai berikut :
n ¿(z 2 p (1− p)n)/(d 2(N −1)+ z 2 p (1− p))

Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat kesalahan (5%)
Z = standar deviasi minimal normal sesuai tingkat signifikan (1,96)
P = proporsi responden

G. Kriteria inklusi dan ekslusi


Kriteria inklusi yaitu :
1) Pasien rawat jalan yang menderita penyakit Diabetes Melitus tipe2.
2) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas
3) Pasien dengan umur 40 tahun sampai 70 tahun
4) Pasien yang telah melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
5) Pasien yang sudah mendapatkan konseling gizi minimal 2 kali
6) Pasien yang masih bisa melakukan aktivitas olahraga

xxxi
7) Pasien bersedia untuk menjadi responden

Kriteria ekslusi :

1. Pasien yang mempunyai komplikasi berat.

H. Definisi Operasional

Variable Definisi Operasional Skala


Aktifitas olahraga Aktivitas olahraga yang dilakukan secara Rasio
teratur. Kategori frekuensi :
1.Baik, jika olahraga minimal 3
kali/seminggu
2. Tidak baik, jika < 3 kali/minggu, > 7
kali/minggu dan tidak olahraga/olahraga
tapi tidak rutin
Kategori Durasi :
1. Baik, jika olahraga minimal 30 menit
2. Tidak baik, olahraga < 30 menit
(Depkes, 2003)
Pengendalian kadar Kemampuan responden untuk mengatur Rasio
glukosa darah kadar glukosa darah dengan melihat hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah pada
rekam medis responden. Kategori kadar
glukosa darah puasa : 1. Terkendali =
≤126 ml/dl 2. Tidak terkendali =>126
ml/dl

I. Pengumpulan Data
1) Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung, meliputi:

xxxii
1) Data identitas pasien yang meliputi dari nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2) Data aktivitas olahraga (frekuensi dan durasi)
b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang telah diperoleh secara tidak
langsung melalui pencatatan dari buku rekam medik di rumah sakit yaitu yang
meliputi hasil rekam medis yaitu kadar glukosa darah, dan diagnosa dari dokter.

J. Cara Pengambilan Data

 Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk menggali keterangan yang lebih
mendalam tentang data-data yang akan diperlukan oleh peneliti. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui tentang identitas (nama, jenis kelamin, umur, dan
alamat) dan aktivitas olahraga.
 Dokumentasi
Pengambilan data secara dokumentasi mengenai data berupa catatan yang
diambil dari data rumah sakit yaitu dengan melihat data kadar glukosa darah
sewaktu dan kadar glukosa darah puasa.

xxxiii
K. Instrumen dan Alat Penelitian
a. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian yaitu form
persetujuan menjadi sampel, kuesioner aktivitas olahraga dan program komputer
SPSS 17.0.
b. Alat penelitian yang digunakan meliputi kuesioner.

N Pertanyaan Ya Tidak
o

1. Apakah Anda Kadang-kadang/pernah lupa minum obat


antidiabetes?

2. Kadang-kadang orang lupa minum obat karena alasan


tertentu (selain lupa). Coba diingat-ingat lagi, apakah
dalam 2 minggu terakhir, terdapat hari di mana Anda
tidak minum obat antidiabetes?
3. Jika Anda merasa keadaan Anda bertambah buruk/tidak
baik dengan meminum obat-obat antidiabetes, apakah
anda berhenti meminum obat tersebut?
4. Ketika Anda bepergian/meninggalkan rumah, apakah
kadang-kadang Anda lupa membawa obat?
5. Apakah kemarin Anda minum obat antidiabetes?

6. Jika Anda merasa kondisi Anda lebih baik, Apakah


Anda pernah menghentikan/tidak menggunakan obat
antidiabetes?
7. Minum obat setiap hari kadang membuat orang tidak
nyaman. Apakah Anda pernah merasa terganggu memiliki
masalah dalam mematuhi rencana pengobatan Anda?

8. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan dalam


mengingat penggunaan obat?
a. Tidak pernah/sangat jarang
b. Sesekali

xxxiv
c. Kadang-kadang
d. Biasanya Selalu/sering

L. Pengolahan Data
a. Editing Proses editing yaitu memeriksa data dengan melihat kelengkapan hasil
pengumpulan data. Data-data yang melalui proses editing yaitu data identitas, data
aktivitas olahraga (frekuensi dan durasi olahraga), serta data kadar glukosa darah.
b. Koding Proses coding, yaitu memberi kode atau nilai pada hasil wawancara yang
dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengolahan dan proses selanjutnya
malalui tindakan pengklasifikasian data. Data-data yang melalui proses coding
antara lain :

Variable Kode Kategori Kriteria


Aktifitas Kategori frekuensi Baik ≥ 3 kali/minggu
olahraga Tidak baik < 3 kali/minggu, > 7
kali/minggu dan tidak
olahraga atau olahraga
tetapi tidak rutin
Kategori durasi Baik 30-45 menit
Tidak baik < 30 menit
Kadar Terkendali ≤126 mg/dl
glukosa Tidak >126 mg/dl
darah puasa terkendali

c. Entry Data
Data yang akan dimasukkan pada proses entry adalah data umur, jenis
kelamin, kebiasaan olahraga, kadar glukosa darah yang akan melalui proses

xxxv
coding ke dalam program SPSS, kemudian yang akan diolah menggunakan uji
statistik.
d. Tabulating Data yang disajikan dalam bentuk tabel yaitu data aktivitas olahraga,
dan data kadar glukosa darah.

M. Analisa Data
a. Analisa Univariat Analisa univariat yang dilakukan pada data berupa variabel
tunggal dalam bentuk frekuensi dan presentasenya antara lain; umur, jenis
kelamin, data aktivitas olahraga, dan data kadar glukosa darah.
b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menguji hubungan variabel
bebas dan variabel terikat. Sebelum dilakukan uji hubungan, dilakukan uji
kenormalan data yaitu dengan menggunakan One Sampel Kolmogorof Smirnov.
Dari hasil uji diperoleh data aktivitas olahraga dan kadar glukosa darah puasa
tidak normal sehingga menggunakan uji Spearman Rank. Interpretasi data:
 Bila nilai p < 0,05 Ho ditolak, berarti ada hubungan antara aktivitas olahraga
dengan pengendalian kadar glukosa darah puasa penderita Diabete Mellitus tipe 2.
 Bila nilai p > 0,05 Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara aktivitas
olahraga dengan pengendalian kadar glukosa darah puasa penderita Diabetes
Mellitus tipe 2.

xxxvi
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karateristik Responden


Tabel 4.1 Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi (n = 30) Presentase %

Jenis Kelamin
Pria 8 25
Wanita 24 75

Umur
45-59 tahun 15 44,11
> 60 tahun 19 55,88

Tingkat Pendidikan
Rendah 11 33,33
Menengah 9 27,27
Tinggi 13 39,39

Pekerjaan
Bekerja 7 21,87
Tidak bekerja 25 78,12

xxxvii
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian
besar responden, yaitu 24 orang (75%) berjenis kelamin wanita. Belum ditemukan
literatur yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap
penyakit diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh RS. Gading Pluit Jakarta yang menyatakan
bahwa prevalensi diabetes melitus tipe 2 yang terjadi pada wanita sebesar 75%, lebih
besar dibandingkan dengan prevalensi pada laki-laki. Keterangan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Responden yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien diabetes
melitus tipe 2 yang berobat ke Rs. Gading Pluit Jakarta dengan rentang usia di atas 40
tahun. Pemilihan rentang usia tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa proses
munculnya penyakit DM tipe 2 di Indonesia umumnya terdiagnosis setelah umur 40
tahun. Sebanyak 19 responden (55,88%) berusia lebih dari atau sama dengan 60
tahun, dan sisanya, yaitu 15 responden (44,11%) memiliki rentang usia berkisar
antara 40-59 tahun. Hal ini terjadi karena resiko berkembang penyakit DM tipe 2
meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Perkeni, 2006). Keterangan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Gambaran karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan menyatakan bahwa
sebanyak 25 responden (75,12%) tidak bekerja. Hal ini dikarenakan sebagian besar
responden adalah wanita yang merupakan ibu rumah tangga dan sebagian lainnya
adalah pensiunan karena umur responden lebih banyak berkisar lebih atau sama
dengan 60 tahun atau berada dalam kelompok usia yang tidak produktif (> 55 tahun).
Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 9.
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini bervariasi dari rendah hingga tinggi.
Sebanyak 11 responden (33,33%) memiliki tingkat pendidikan yang tinggi karena
letak puskesmas Bakti Jaya ini cukup strategis sehingga dapat dijangkau dengan
mudah oleh pasien yang tinggal di pinggiran daerah Jakarta. Keterangan persentase
kelompok tingkat pendidikan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.1 dan
Lampiran 9.

xxxviii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Responden pada penelitian ini terdiri dari 75% wanita, 55,88% berumur lebih dari
atau sama dengan 60 tahun, 33,33% berpendidikan rendah, 83,33% tidak bekerja,
78,12% telah menderita DM tipe 2 selama 1-5 tahun menggunakan terapi insulin.

2. Faktor umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, jumlah obat, efek samping
obat, durasi penyakit DM, penggunaan obat herbal, pola diet, dan olahraga dalam
penelitian ini tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kepatuhan responden terhadap pengobatannya.

5.2 Saran
Agar tidak terkena diabetes, Anda disarankan untuk membatasi konsumsi
makanan dan minuman tinggi gula, kalori, dan lemak, misalnya makanan olahan, kue,
es krim, dan makanan cepat saji. Untuk mengurangi risiko terkena diabetes, batasi
asupan gula harian sebesar 40 gram atau setara dengan 9 sendok teh gula.

xxxix
DAFTAR PUSTAKA

1. Srikartika, Valentina Meta, Annisa Dwi Cahya, and Ratna Suci Wahyu
Hardiati. "Analisis faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat
pasien diabetes melitus tipe 2." Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
6.3 (2016): 205-212.
2. Srikartika, V. M., Cahya, A. D., & Hardiati, R. S. W. (2016). Analisis
faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes
melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 6(3), 205-212.
3. SRIKARTIKA, Valentina Meta; CAHYA, Annisa Dwi; HARDIATI,
Ratna Suci Wahyu. Analisis faktor yang memengaruhi kepatuhan
penggunaan obat pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi, 2016, 6.3: 205-212.
4. Rasdianah, Nur, et al. "Gambaran kepatuhan pengobatan pasien diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta." Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia 5.4 (2016): 249-257.
5. Rasdianah, N., Martodiharjo, S., Andayani, T. M., & Hakim, L. (2016).
Gambaran kepatuhan pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia,
5(4), 249-257.
6. RASDIANAH, Nur, et al. Gambaran kepatuhan pengobatan pasien
diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal

xl
Farmasi Klinik Indonesia, 2016, 5.4: 249-257.
7. Hannan, Mujib. "Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep." Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan 3.2 (2013): 47-55.
8. Hannan, M. (2013). Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep. Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan, 3(2), 47-55.
9. Hannan, Mujib. Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada pasien diabetes mellitusdi puskemas bluto sumenep. Wiraraja
Medika: Jurnal Kesehatan, 2013, 3.2: 47-55.

xli
xlii
xliii
xliv

Anda mungkin juga menyukai