Anda di halaman 1dari 32

Efikasi dan Keamanan Obat Antidiabetik Metformin pada Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik

LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI

Agung Riyanto Prakoso

1506667924

PEMBIMBING:

Prof. Dr. dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, K-Ger

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

MARET 2019
HALAMAN PERSETUJUAN

Dengan ini, dinyatakan bahwa makalah yang diajukan oleh:

Nama : Agung Riyanto Prakoso


NPM : 1506667924
Program Studi : Pendidikan Dokter
Dengan Judul : Efikasi dan Keamanan Obat Antidiabetik Metformin pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik

Sebagai kelengkapan tugas Modul Praktik Klinik Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, telah disetujui oleh

Pembimbing,

Prof. Dr. dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, K-Ger

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal :

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Agung Riyanto Prakoso


NPM : 1506667924
Program Studi : Pendidikan Dokter
Dengan Judul : Efikasi dan Keamanan Obat Antidiabetik Metformin pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik

dengan sebenarnya menyatakan bahwa makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada
saya.

Jakarta, Maret 2018

Agung Riyanto Prakoso

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1. 1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1. 2. Ilustrasi Kasus ............................................................................................................. 3
1. 3. Pertanyaan Klinis ........................................................................................................ 3
BAB II METODE .................................................................................................................... 5
2. 1. Strategi Pencarian ........................................................................................................ 5
2. 2. Seleksi Artikel ............................................................................................................. 5
2. 3. Telaah Kritis ................................................................................................................ 6
BAB III HASIL ....................................................................................................................... 8
3.1. Validity ........................................................................................................................ 8
3.2. Importance ................................................................................................................ 10
3.3. Applicability .............................................................................................................. 11
BAB IV DISKUSI .................................................................................................................. 12
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................................... 16
5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 16
5.2. Rekomendasi ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17
APPENDIX 1: Patient-Oriented Medical Record ................................................................. 19

iii
Efikasi dan Keamanan Obat Antidiabetik Metformin pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal
Kronik
Prakoso AR1, Suhardjono2

1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2 Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu penyakit metabolik
yang sering ditemukan di Indonesia. Penderita DMT2 perlu mengendalikan kadar gula darah
yang dimilikinya, apabila tidak dapat mengakibatkan komplikasi ke berbagai organ, contohnya
adalah ginjal. Pada penderita DMT2, komplikasi yang sering dialami adalah penyakit ginjal
kronik (PGK). Pemilihan obat antidiabetik oral (OAD) pada penderita DMT2 dengan PGK
perlu diperhatikan dengan hati-hati, karena sebagia besar OAD dikeluarkan melalui ginjal
sehingga diperlukan penyesuaian dosis. Di Indonesia, metformin menjadi lini pertama untuk
DMT2, namun pengobatannya tidak diberikan jika penderita sudah memiliki PGK akibat obat
tersebut dikeluarkan melalui ginjal. Sebenarnya, penggunaan metformin dapat diberikan pada
DMT2 dengan PGK ringan hingga sedang. Akan tetapi, studi yang membandingkan efektivitas
dan keamanan penggunaan metformin pada PGK masih terbatas.

Metode: Pencarian sumber dilakukan melalui tiga database online ilmiah, yaitu PubMed,
Sciencedirect, dan Cochrane. Telaah kritis bukti dan penilaian level of evidence dari sumber
dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian dari Central of Evidence-based Medicine
(CEBM), Oxford University.

Hasil: Berdasarkan Inzucchi et al (2014), dari 29.165 subjek yang digunakan menunjukkan 5
kasus yang terjadi asidosis laktat dengan insidensi 3-10 dari 100.000 orang setiap tahunnya.
Berdasarkan Crowley et al (2017), dari 33.442 subjek DMT2 dengan PGK sedang hingga berat,
terdapat 48 kematian lebih sedikit setiap 1000 orang (dengan HR = 0.77 dan CI 95% = 0.61-
0.97).

iv
Kesimpulan: Penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan PGK ringan hingga
sedang (LFG 30-60 mL/menit/1,73m2) disarankan dengan pertimbangan distribusi yang luas,
harga yang terjangkau, dan memberikan hasil klinis yang baik. Berdasarkan literatur Inzucchi
et al (2014) dan Crowley et al (2017) didapatkan bahwa penggunaan metformin tidak secara
signifikan membuat kejadian asidosis laktat dan dapat menurunkan mortalitas.

Kata Kunci: Metformin, diabetes mellitus tipe 2, dan penyakit ginjal kronik.

v
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang rumit dan progresif, yang
memiliki berbagai komplikasi. Di dunia, DM menjadi salah satu penyakit yang semakin banyak
bermunculan akibat pola hidup yang sedenter.1,2 Diabetes melitus sendiri merupakan kumpulan
sindrom metabolik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia akibat gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin, atau keduanya. DM dibagi menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe
2, DM gestasional, dan DM tipe lainnya.1 DM tipe 2 (DMT2) menyumbang >95% dari kasus
sindrom metabolik di Indonesia.2 Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi DM
di Indonesia pada penduduk usia diatas 15 tahun mencapai 10,9%. Prevalensi DM pada tahun
2018 meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan prevalensi sebesar 6,9%.3 Apabila tidak
ditangani dengan optimal, penderita DM dapat mengalami berbagai macam komplikasi, baik
akut atau kronik. Komplikasi akut dapat berupa keadaan ketoasidosis diabetik (KAD) atau
hyperglycemic hyperosmolar syndrome (HHS), sedangkan komplikasi kronik dapat berupa
mikroangiopati atau makroangiopati. Dampak komplikasi pada penderita DM dapat membuat
penurunan kualitas hidup, oleh karena itu diperlukan penanganan yang komprehensif untuk
mengatasi DM beserta komplikasinya.1

Salah satu komplikasi DMT2 yang sering dijumpai adalah nefropati, yaitu kerusakan
pada jaringan ginjal atau yang biasa dikenal sebagai nefropati diabetik.1,2 Nefropati DM (ND)
adalah sindrom klinis pada penderita DM yang ditandai dengan kondisi albuminuria menetap
>300 mg/24 jam dalam minimal dua kali pemeriksaan selama 3 sampai 6 bulan.4 ND lebih
sering ditemukan pada penderita DM tipe 2 dibandingkan DM tipe 1, dikarenakan jumlah
penderita DMT2 lebih banyak. ND terjadi pada 30-40% penderita DM, dan menjadi penyebab
utama dari end-stage renal disease (ESRD).1,4 Kerusakan ginjal pada penderita DM dapat juga
membuat penyakit ginjal kronik (PGK) yang biasanya timbul 2-5 tahun setelah diagnosis DM
ditegakkan.4

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan progresif struktur ginjal atau penurunan
fungsi ginjal (LFG <60 mL/min/1,73m2) akibat berbagai faktor, contohnya seperti hipertensi,
DM, glomerulonefritis kronik, batu ginjal, dan lain-lain.5 Berdasarkan data Indonesian Renal

1
Registry (IRR) di tahun 2017, PGK di Indonesia paling tinggi disebabkan oleh penyakit ginjal
hipertensi sebesar 36%, disusul oleh ND dengan 29%, glomerulonefritis kronik sebesar 12%,
dan lain-lain.6 Pada penderita DMT2, pengendalian kadar gula darah dan faktor metabolik lain,
seperti hipertensi dan dislipidemia, yang baik berpengaruh dalam memperlambat penurunan
fungsi ginjal.7 Namun di lain pihak, penurunan fungsi ginjal pada penderita PGK membuat
diperlukannya penyesuaian dosis berbagai obat yang dikeluarkan melalui ginjal.5

Pada penderita DMT2, pemberian obat antidiabetik (OAD) metformin menjadi terapi
lini pertama dan merupakan salah satu OAD yang sering digunakan di Indonesia.8 Metformin
bekerja dengan mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan juga memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer.2 Penggunaan metformin secara monoterapi atau kombinasi
diketahui memiliki peran besar dalam mengendalikan kadar gula darah dan menurunkan kadar
HbA1C.9 Selain itu, metformin memiliki kelebihan lain, yaitu tidak menyebabkan hipoglikemik
dan tidak membuat penambahan berat badan. Berdasarkan beberapa penelitian, pengobatan
metformin pada pasien DM dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas
dibandingkan dengan OAD lainnya. Namun, metformin memiliki efek samping berupa gejala
dispepsia. Pada penderita DMT2 dengan PGK, penurunan fungsi ginjal membuat penggunaan
metformin perlu diperhatikan dikarenakan metformin secara sepenuhnya dikeluarkan melalui
ginjal.1,2,8

Pada tahun 1995, food and drug administration (FDA) menyatakan bahwa metformin
dikontraindikasikan pada penderita DM dengan PGK akibat kemungkinan terjadinya asidosis
laktak yang sering terjadi pada OAF golongan biguanide lama, yaitu phenformin.8 Penggunaan
OAD metformin pada penderita PGK ditakutkan dapat membuat keadaan asidosis laktak, yang
juga dikenal dengan metformin-associated lactic acidosis (MALA).1,8 Penggunaan metformin
dapat menghambat rantai respirasi mitokondria, yang membuat terganggunya pembentukan
energi melalui metabolisme aerob. Hal ini membuat pergeseran kearah metabolisme anaerob,
yang menghasilkan laktat sebagai produk sampingan. Metformin akan dikeluarkan melalui
ginjal, sehingga penurunan pengeluaran metformin pada pasien dengan PGK diduga dapat
menimbulkan intoksikasi. Intoksikasi metformin diduga dapat menimbulkan MALA, sehingga
membuat metformin dikontraindikasikan pada penderita DM dengan PGK.8 Namun setelah
dilakukan beberapa penelitian, tidak ditemukannya hubungan yang jelas antara metformim
dengan asidosis laktak. Oleh karena itu, pada tahun 2016 FDA mengatakan metformin dapat
digunakan pendertita DM dengan PGK ringan hingga sedang.8,10

2
Di Indonesia, golongan biguanid dan sulfonilurea (SU) menjadi OAD yang banyak
diberikan untuk penderita DM, sesuai dengan konsesus Perkeni. Keduanya diberikan karena
ketersedian yang luas dan pembiayaannya yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional
(JKN).2 Namun, pada DMT2 dengan PGK, belum terdapat terapi lini pertama untuk mengatasi
kondisi hiperglikemia. Oleh karena itu, pengobatan yang digunakan pada penderita DMT2
dengan PGK adalah kelompok OAD yang tidak disekresikan di ginjal. Contoh OAD yang dapat
diberikan adalah SU dan insulin.2,8 Namun, terdapat beberapa penelitian yang membuktikan
bahwa metformin masih dapat diberikan pada penderita DMT2 dengan PGK, dengan ketentuan
nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) diatas dari 30 mL/menit/1,73 m2. Selain itu, penggunaan
metformin memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak membuat keadaan hipoglikemia dan dapat
menurunkan risiko kardiovaskular dan menurunkan mortalitas.8,10

1. 2. Ilustrasi Kasus

Ny. D, perempuan 62 tahun datang dengan keluhan utama sesak memberat sejak 3 hari
SMRS. Sesak dirasakan ketika pasien tidur terlentang dan membaik ketika duduk, muncul
ketika pasien istirahat dan aktivitas, serta pasien harus tidur dengan 2 bantal agar tidak sesak.
Sesak disertai dengan batuk tanpa dahak yang muncul ketika pasien tidur terlentang. Pasien
memiliki riwayat bengkak di kedua kaki. Tidak ada riwayat penurunan frekuensi BAK. Pasien
memiliki riwayat DM sejak 8 tahun yang lalu, rutin meminum metformin. Pasien memiliki
riwayat kebas di kedua kaki, operasi katarak, dan luka yang tidak hilang di kaki. Pasien juga
mengeluhkan lemas diseluruh tubuh seperti tidak ada energi sejak dirawat.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva pucat, JVP 5-2 cmH2O, bunyi jantung
SI-II reguler tanpa murmur dan gallop, perkusi batas jantung normal, ekspansi dan fremitus
paru kanan-kiri simetris, bunyi napas vesikuler tanpa ronki dan wheezing, tidak ada nyeri tekan
perut dan pembesaran organ, tidak ada edema esktremitas, serta terdapat ulkus di kedua kaki.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan kondisi Hb dan Ht yang rendah, leukosit yang tinggi,
eGFR yang rendah, natrium rendah, kalium tinggi, albmunin darah rendah, terdapat albumin
urin, dan terlihat infiltrasi dan efusi dari hasil foto polos toraks.

1. 3. Pertanyaan Klinis

Berdasarkan penjelasan latar belakan dan uraian ilustrasi kasus, dalam makalah ini
disusun pertanyaan klinis sebagai berikut:

3
“Pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit ginjal kronik (PGK), apakah
penggunaan obat antidiabetik metformin dapat menyebabkan hasil yang baik dalam risiko
asidosis laktat dan penurunan mortalitas?”

Tabel 1.1. Formulasi Pertanyaan Klinis

Pasien/Masalah (P) Intervensi (I) Komparasi (C) Hasil/Target (O)


Pasien Diabetes Melitus Obat Antidiabetik Placebo Kejadian Asidosis
Tipe 2 Dengan Penyakit Metformin Laktak dan
Ginjal Kronik Penurunan
Mortalitas
Tipe pertanyaan klinis Terapi
Desain studi Clinical trial, systematic review, dan meta-analysis

4
BAB II
METODE

2. 1. Strategi Pencarian

Penelusuran literatur dilakukan pada 14 Februari pada beberapa database online, yaitu
PubMed, Cochrane, dan Sciencedirect. Kata kunci yang digunakan adalah “metformin”,
“diabetes mellitus”, dan “chronic kidney disease”.

Tabel 2.1. Temuan Literatur berdasarkan Kata Kunci

Database Online Kata Kunci Jumlah Temuan


Pubmed ("metformin"[MeSH Terms] AND "diabetes 77
mellitus, type 2"[MeSH Terms]) AND "renal
insufficiency, chronic"[MeSH Terms]
Sciencedirect metformin AND type 2 diabetes mellitus AND 15
chronic kidney insufficiency
Cochrane metformin AND type 2 diabetes mellitus AND 0
chronic kidney insufficiency

2. 2. Seleksi Artikel

Dari penelusuran ketiga database online yang telah dilakukan, didapatkan 92 literatur
penelitian. Dari seluruh literatur yang didapat, diberikan berupa kriteria inklusi. Kriteria inklusi
yang dimaksud berupa ketersediaan naskah lengkap, penelitian berbahasa Inggris, penelitian
pada manusia, dan juga penelitian pada 5 tahun terakhir. Selain itu, literatur yang digunakana
merupakan literatur systematic review, meta-analysis, dan penelitian randomized control trial
(RCT). Dari 92 literatur yang didapatkan, terdapat 10 literatur yang sesuai dengan kriteria
inklusi. Lalu, dilakukan skrining abstrak untuk mencari literatur yang sesuai dengan ilustrasi
kasus dan pertanyaan klinis yang dibuat dan juga dilakukan skrining duplikasi literatur pada
ketiga database online. Dari 10 literatur, didapatkan 2 literatur yang sesuai. Literatur yang telah
dipilih akan digunakan untuk ditelaah kritis menggunakan kriteria Oxford Center for Evidence
Based Medicine (2011), mencakup validity, importancy, dan applicability dari setiap literatur.
Penjelasan alur pencarian literatur dijelaskan pada Gambar 2.1.

5
Gambar 2.1. Alur Pencarian Literatur

2. 3. Telaah Kritis

Evidence based case report (EBCR) yang dilakukan berfungsi menilai literatur yang
digunakan untuk menilai efikasi dan keamanan obat antidiabetik metformin pada pasien DMT2
dengan PGK. Ringkasan dari literatur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ringkasan Literatur

Literatur 1 Literatur 2
Nama Inzucchi et al11 Crowley et al12
Desain Penelitian Systematic review Systematic review meta-analysis
Level Literatur 1A 1A

6
Jumlah dan 65 penelitian mencangkup studi 17 studi observasional,
Karakteristik Subjek farmakokinetik, retrospektif, penggunaan metformin
clinical trial, dan meta-analisis. dikaitkan dengan penurunan
semua penyebab kematian pada
pasien dengan CKD, CHF, atau
CLD.
Terapi Utama Obat Antidiabetik Metformin
Terapi Komparasi Plasebo
Hasil Dari 29.165 subjek yang Dari 33.442 subjek DMT2
digunakan menunjukkan 5 dengan PGK sedang hingga
kasus yang terjadi asidosis berat, terdapat 48 kematian
laktat dengan insidensi 3-10 lebih sedikit setiap 1000 orang
dari 100.000 orang setiap (dengan HR = 0.77 dan CI 95%
tahunnya. = 0.61-0.97).
Limitasi Kekuatan bukti tidak jelas. Kekuatan bukti rendah, dengan
Sistem penilaian bias dan studi yang tersedia bersifat
heterogenitas literatur tidak observasional dan bervariasi
dijelaskan. dalam durasi tindak lanjut.

7
BAB III
HASIL

3.1. Validity

Tabel 3.1. Penilaian Validitas Literatur

Inzucchi et al (2014) Crowley et al (2017)


Apakah PICO studi PICO yang diberikan jelas dan PICO yang diberikan jelas,
jelas? sesuai, yaitu terkait penggunaan namun populasi yang digunakan
metformin pada pasien DMT2 literatur ini mengikutsertakan
dengan PGK dan hubungannya pasien dengan gagal jantung
dengan kejadian asidosis laktak. kongestif (GJK) dan penyakit
hati kronik. Selain itu, literatur
ini memiliki outcome melihat
keuntungan dan kerugian dalam
penggunaan metformin.
F – Apakah terdapat Terdapat kemungkinan Terdapat kemungkinan studi
kemungkinan studi beberapa studi terlewatkan yang terlewatkan dikarenakan
penting dan relevan akibat tidak diikutsertakannya beberapa database online yang
terlewatkan? beberapa database online. tidak diikutsertakan. Database
Literatur ini menggunakan online yang digunakan pada
database online MEDLINE dan literatur ini adalah PubMed,
Cochrane. Studi yang digunakan Cochrane, EMBASE, dan
adalah studi farmakokinetik, International Pharmaceutical
seri kasus besar, studi Abstracts pada tahun 2016.
retrospektif, meta-analisis, dan Kemudian reviewer melakukan
uji klinis. skrining daftar pustaka dan
brand metformin yang dipakai
pada literatur yang digunakan.
A - Apakah kriteria Sudah lengkap dan sesuai. Sudah lengkap, namun literatur
untuk inklusi sudah Kriteria inklusi yang digunakan ini membahas mengenai GJK
adalah literatur bahasa inggris dan penyakit hati kronik.

8
cukup lengkap dan yang berkaitan dengan Kriteria inklusi yang digunakan
sesuai? metformin, penyakit ginjal, dan adalah clinical trial dan studi
asidosis laktat pada manusia. kohort observasional berbahasa
Literatur yang digunakan inggris, membandingkan
mencakup literatur dari tahun penggunaan metformin dengan
1950 hingga 2014. obat antidiabetik lainnya, dan
outcome mortalitas, kejadian
kardiovaskular, kendali gula
darah, kendali lipid, kejadian
hipoglikemia, penambahan
berat badan, atau defisiensi B12.
A – Apakah studi Tidak jelas. Tidak terdapat Tidak jelas. Pencarian literatur
yang ada telah cukup penjelasan mengenai sistem dilakukan oleh 2 orang reviewer
valid untuk tipe blinding dan penilaian risiko yang bekerja secara independen
pertanyaan yang bias pada literatur yang dengan satu orang menjadi
sudah ada? digunakan. penengah apabila terdapat
perbedaan pendapat. Penilaian
risiko bias menggunakan
customized risk-of-bias (ROB)
yang dikembangkan oleh tim
reviewer.
T- Apakah hasil dari Uji heterogenitas tidak Uji heterogenitas literatur ini
studi-studi mirip? dilakukan pada pembuatan dinilai menggunakan Cochrane
literatur ini. Heterogenitas Q dan I2 statistic, dan hasil yang
diminimalisasi pada proses didapatkan menunjukkan
pencarian literatur, yaitu dengan heterogenitas yang tinggi.
mencari literatur-literatur yang
sesuai dengan pertanyaan klinis
yang dibuat.
Studi yang dilakukan oleh Inzucchi et al10 (2014) dan Crowley et al11 (2017) merupakan
systematic review yang memiliki validitas yang baik. Namun kekurangan yang dimiliki oleh
keduanya adalah masih terdapat kekurangan dalam metode pencarian yang membuat terdapat
kemungkinan literatur penting dan relevan terlewatkan. Pada studi yang dilakukan Inzucchi et

9
al masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu penilaian bias yang tidak dijelaskan sehingga
membuat kemungkinan terdapat kercancuan pada hasil yang disajikan, dan tidak dijelaskan uji
heterogenitas yang dilakukan. Sedangkan pada studi Crowley et al, kekurangan yang dimiliki
adalah heterogenitas studi yang digunakan cukup tinggi. Akan tetapi, secara garis besar kedua
studi sudah valid untuk dapat digunakan sebagai sumber studi.

3.2. Importance

Pada literatur Crowley et al, subjek yang dilibatkan sebesar 29.165 orang dari 15 studi
dengan rentang waktu follow-up yang bervariasi. Subjek yang digunakan melibatkan penderita
DMT2 dengan PGK yang diberikan pengobatan metformin. Hasil yang diberikan menunjukkan
terdapat 5 kasus yang terjadi dari seluruh studi yang dilakukan, dengan perbandingan 3-10 dari
100.000 orang setiap tahunnya. Kesimpulan yang diberikan dari penelusuran studi-studi yang
dilakukan adalah kejadian asidosis laktat pada penggunaan metformin di penderita DMT2
dengan PGK sangat rendah, dengan odd ratio 0,74 (CI 95% = 0,62-0,89).

Gambar 3.1. Forest Plot Literatur Inzucchi et al9

Pada literatur Inzucchi et al, dapat dilihat pada forest plot bahwa pemberian metformin
dibandingkan dengan OAD lainnya memberikan hasil penurunan risiko kardiovaskular dan
penurunan angka mortalitas. Akan tetapi, pada forest plot dapat dilihat satu studi yang meneliti
pemberian metformin pada penderita DMT2 dengan LFG <30 mL/menit/1,73m2 memberikan
hasil penurunan risiko kardiovaskular dan mortalitas lebih mendukung kepada pemberian OAD
lain. Nilai hazard ratio (HR) literatur Inzucchi et al secara keseluruhan sebesar 0,78 dengan

10
nilai confidence interval (CI 95%) sebesar 0,63-0,96. Heterogenitas literatur ini dinilai dengan
menggunakan Cochrane Q dan I2 statistic, dan hasil yang didapatkan menunjukkan nilai p <
0.001 yang memberikan hasil signifikan sehingga literatur ini dinilai memiliki heterogenitas
yang tinggi.

3.3. Applicability

Tabel 3.2. Penilaian Aplikasi Literatur

Crowley et al (2017) Inzucchi et al (2014)


Apakah pasien saya Tidak. Pasien yang digunakan Tidak. Pasien yang digunakan
berbeda dari yang di dalam literatur ini sesuai dalam literatur ini mencakup
studi? dengan PICO yang diangkat. pasien dewasa penderita DMT2
dengan PGK, sesuai dengan
PICO yang diangkat.
Apakah terapi Terapi yang digunakan dapat Terapi yang digunakan sangat
memungkinkan di digunakan karena metformin mungkin digunakan, karena
lingkungan saya? tersebar luas di Indonesia dan metformin merupakan obat anti-
harganya juga terjangkau. diabetik yang tersebar luas di
Indonesia dan harganya juga
terjangkau.
Apakah keuntungan Berdasarkan literatur ini, Berdasarkan literatur ini,
terapi melebihi kejadian asidosis laktak yang pemberian metformin pada
kerugian terapi untuk terjadi pada pendertita DMT2 pendertita DMT2 dengan PGK
pasien saya? dengan PGK sekitar, 3-10 dari dapat menurunkan kejadian
100.000 orang setiap tahun. kardiovaskular dan mortalitas.
Penggunaan metformin
disarankan dengan dosis yang
disesuaikan dan pengawasan
fungsi ginjal.

11
BAB IV
DISKUSI

Inzucchi et al (2014) melakukan systematic review dari 2 database online utama, yaitu
MEDLINE dan Cochrane. Studi yang digunakan mencakup studi farmakokinetik, seri kasus
besar, studi retrospektif, uji klinis, dan meta-analisis. Penelitian yang dilakukan Inzucchi et al
bertujuan mencari hubungan penggunaan metformin pada pasien DMT2 dengan PGK dan
kejadian asidosis laktak. Dengan pencarian PICO tersebut didapatkan 818 studi, namun setelah
dilakukan penggunaan kriteria eksklusi dan inklusi, terdapat 65 studi yang digunakan. Setelah
itu, Inzucchi et al membuat systematic review dengan 29.165 subjek yang digunakan dari 15
studi retrospektif dengan rentang waktu follow-up yang bervariasi.

Dalam hasil systematic review yang Inzucchi et al (2014) telah ciptakan, angka kejadian
kasus asidosis laktak yang ditemukan dari total 29.165 subjek yang digunakan menunjukkan 5
kasus yang terjadi dengan insidensi 3-10 dari 100.000 orang setiap tahunnya. Walaupun kadar
metformin meningkat di dalam darah pada penderita DMT2 dengan PGK, tetapi kadar tersebut
masih dalam jangkauan terapi dan kadar laktat tidak meningkat secara bermakna. Penggunaan
metformin dapat digunakan pada penderita DMT2 dengan PGK ringan hingga sedang (LFG
30-60 mL/menit/1,73m2) dan tidak menimbulkan kejadian asidosis laktat. Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa telah merekomendasikan penggunaan metformin dengan dosis tertentu
yang dijelaskan pada Tabel 4.1. Namun, masih diperlukan studi randomized clinical trials
(RCT) untuk membuktikan hipotesa keamanan penggunaan metformin pada penderita DMT2
dengan PGK ringan hingga sedang. Sedangkan untuk penderita PGK tingkat 4 dan 5, masih
perlu dilakukan penelitian keamanan penggunaan metformin.

Crowley et al (2017) melakukan systematic review dan meta-analysis dari 4 database


online, yaitu PubMed, Cochrane, EMBASE, dan International Pharmaceutical Abstracts. PICO
yang digunakan mencakup hubungan penggunaan metformin pada pasien dewasa penderita
DMT2 dengan PGK, GJK, dan penyakit hati kronik dengan perbaikan hasil klinis seperti
kejadian kardiovaskular dan mortalitas. Dengan menggunakan PICO tersebut, didapatkan 17
studi observasional yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari keseluruhan studi
yang digunakan, terdapat 33.442 subjek yang merupakan penderita DMT2 dengan PGK yang
diteliti dari 7 studi dengan rentang waktu penelitian yang berbeda-beda.

12
Dalam hasil systematic review yang dilakukan Crowley et al (2017), pengobatan OAD
metformin pada penderita DMT2 dengan PGK memiliki hubungan dengan penurunan risiko
kejadian kardiovaskular dan penurunan mortalitas. Selain itu, penggunaan metformin dapat
menurunkan angka admisi penyakit kardiovaskular pada penderita DMT2 dan menurunkan
risiko hipoglikemia. Penggunaan metformin juga memiliki keuntungan dari segi ekonomi,
dimana metformin memiliki harga yang terjangkau dan menjadi OAD paling banyak digunakan
di dunia. Dalam systematic review ini, Crowley et al memberikan dukungan yang kuat terhadap
perubahan guideline FDA pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa metformin aman dan
dapat digunakan untuk penderita DMT2 dengan PGK ringan hingga sedang (LFG 30-60
mL/menit/1,73m2). Dalam kesimpulannya, berdasarkan 5 studi observasional dengan 33.442
subjek DMT2 dengan PGK sedang hingga berat, terdapat 48 kematian lebih sedikit setiap 1000
orang (dengan HR = 0.77 dan CI 95% = 0.61-0.97).

Systematic review yang dibentuk oleh Crowley et al (2017) memiliki beberapa limitasi,
yaitu pertama kemungkinan adanya bias publikasi tinggi karena studi-studi observasional tidak
dimasukkan ke dalam literatur. Kedua, terdapatnya perbedaan karakteristik pasien penerima
metformin dan bukan penerima yang dapat menjadi perancu hasil dan membuat heterogenitas
tinggi. Ketiga, sebagian besar studi mencakup analisis prevalensi penggunaan metformin, yang
mungkin dapat membuat bias ketika risiko efek samping metformin bervariasi akibat waktu
follow-up. Keempat, studi ini secara khusus membandingkan pengobatan diabetes yang
memasukkan metformin dengan yang tidak, sehingga pasien mungkin saja juga menggunakan
OAD lain seperti sulfonilurea, insulin, dan lain-lain yang membuat literatur ini tidak membuat
perbandingan antara metformin dengan OAD lain yang spesifik. Kelima, walaupun beberapa
studi menganalisis hasil berdasarkan interval dimana pasien merima atau tidak menerima
metformin, sebagian besar studi tidak melihat perubahan penggunaan obat ketika follow-up.
Keenam, waktu penilaian hasil bervariasi di antara beberapa studi.

Limitasi-limitasi yang telah dijelaskan dapat berkontribusi terhadap nilai heterogenitas


statistik yang tinggi pada literatur ini. Akan tetapi, karena sebagian besar studi meta-analisis
yang digunakan menunjukkan hubungan metformin dengan peningkatan hasil klinis yang baik,
heterogenitas ini tampak berkurang akibat variasi hasil studi secara konsisten mendukung
pengobatan metformin dibandingkan dengan OAD lainnya. Dengan demikian, heterogenitas
yang muncul pada systematic review yang dilakukan Crowley et al tidak membatalkan temuan
yang dihasilkan.

13
Tabel 4.1. Dosis Metformin pada Penderita DMT2 dengan PGK10

Kelas LFG Dosis Total


Rekomendasi
PGK (mL/menit/1,73m2) Harian (mg)
1 ≥ 90 2550
2 60 - <90 2550
Hindari jika fungsi ginjal menjadi tidak
3A 45 - <60 2000 stabil. Pertimbangkan tindak lanjut
fungsi ginjal yang lebih hati-hati.
Jangan memulai terapi pada tahap ini
tetapi obat dapat dilanjutkan jika telah
digunakan sebelumnya. Hindari jika
3B 30 - <45 1000
fungsi ginjal menjadi tidak stabil.
Pertimbangkan tindak lanjut fungsi
ginjal yang lebih hati-hati.
4 15 - <30 Tidak digunakan
5 <15 Tidak digunakan

Pembatasan penggunaan metformin diawali akibat risiko asidosis laktat yang muncul
pada fenformin, yaitu obat golongan biguanid lainnya. Penggunaan obat fenformin secara
signifikan dapat membuat asidosis laktat, dikarenakan metformin dikeluarkan melalui ginjal,
sehingga metformin dapat terakumulasi ketika fungsi ginjal menurun dan berpotensi menjadi
toksik sehingga membuat akumulasi laktat.11 Metformin seluruhnya dikeluarkan melalui ginjal
(waktu paruh 6,5 jam), sedangkan fenformin dimetabolisme hepar lalu dikeluarkan secara lebih
lambat (waktu paruh 7-15 jam). Dibandingkan dengan metformin, fenformin bersifat lipofilik
dengan afinitas yang lebih tinggi terhadap membran mitokondria dan efek penghambatan yang
lebih kuat pada jalur respirasi mitokondria. Selain itu, fenformin juga meningkatkan pelepasan
laktat dan menghambat oksidasi laktat, keduanya adalah efek yang tidak dimiliki metformin.
Terdapat tiga penelitian yang menemukan hubungan antara kadar fenformin dan laktat tidak
dapat dibuktikan pada penggunaan metformin. Studi ini menjelaskan kejadian asidosis laktat
pada penggunaan fenformin (1,5 kasus/10.000 pasien setiap tahun) dan ketika penggunaan
metformin (0,24 kasus/10.000 pasien setiap tahun).11

14
Berdasarkan KDOQI tahun 2012, target pengendalian gula darah pada penderita DM
dengan PGK adalah HbA1c ≤7%. Pada batas tersebut, progresi atau komplikasi mikrovaskular
dapat dicegah. Selain itu, efek samping pengobatan OAD lain yang perlu diperhatikan adalah
kondisi hipoglikemik. Kondisi hipoglikemik berat sering kali menjadi penyebab mortalitas
sehingga perlu perhatian lebih.13 Berdasarkan literatur Crowley et al (2017), metformin telah
diketahui tidak menyebabkan kondisi hipoglikemik, dan menjadi terapi lini pertama dalam
mengendalikan kondisi hiperglikemik sehingga dapat menurunkan risiko komplikasi DM.12,13
Dengan kelebihannya, metformin dapat menurunkan mortalitas pada penderita DMT2.13

Penerapan pada Pasien

Berdasarkan ilustrasi kasus dan pertanyaan klinis yaitu “Pada pasien diabetes melitus
tipe 2 dengan penyakit ginjal kronik (PGK), apakah penggunaan obat antidiabetik metformin
dapat menyebabkan hasil yang baik dalam risiko asidosis laktat dan penurunan mortalitas?”,
telah didapatkan hasil berdasarkan literatur Inzucchi et al (2014) dan Crowley et al (2017)
bahwa penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan PGK tidak menyebabkan asidosis
laktat dan memberikan hasil baik dalam penurunan mortalitas. Walaupun demikian, kedua
literatur masih terdapat kemungkinan bias dan memiliki heterogenitas. Selain itu, dari kedua
literatur tersebut dapat disimpulkan masih perlu dilakukannya penelitian RCT untuk membantu
mengetahui efek penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan PGK berat. Sehingga
untuk penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan PGK berat masih tidak disarankan.
Akan tetapi, pemberian metformin untuk PGK ringan hingga sedang disarankan diberikan
karena distribusinya yang luas, harga yang terjangkau, dan memberikan hasil klinis yang baik.

Selain itu, pasien dalam ilustrasi kasus memiliki penyakit komorbid lainnya seperti
PJK. Dalam penelitian Crowley et al (2017), pemberian metformin juga dapat memberikan
hasil klinis yang baik dalam menurunkan kematian akibat kejadian kardiovaskular dan juga
menurunkan risiko admisi pada pasien GJK. Namun, pasien pada ilustrasi kasus memiliki LFG
<30 mL/menit/1,73 m2, sehingga pemberian metformin tidak disarankan diberikan pada pasien
akibat belum adanya penelitian RCT yang memiliki bias dan heterogenitas yang rendah. Salah
satu pengobatan yang dapat diberikan adalah insulin, sesuai dengan konsensus DM. Namun,
juga perlu dilakukan penelitian RCT yang menilai OAD terbaik untuk penderita DM dengan
PGK.

15
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan PGK ringan hingga sedang (LFG
30-60 mL/menit/1,73m2) disarankan dengan pertimbangan distribusi yang luas, harga yang
terjangkau, dan memberikan hasil klinis yang baik. Berdasarkan literatur Inzucchi et al (2014)
dan Crowley et al (2017) didapatkan bahwa penggunaan metformin tidak secara signifikan
membuat kejadian asidosis laktat dan dapat menurunkan mortalitas. Berdasarkan Inzucchi et
al (2014), dari 29.165 subjek yang digunakan menunjukkan 5 kasus yang terjadi asidosis laktat
dengan insidensi 3-10 dari 100.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan Crowley et al (2017),
dari 33.442 subjek DMT2 dengan PGK sedang hingga berat, terdapat 48 kematian lebih sedikit
setiap 1000 orang (dengan HR = 0.77 dan CI 95% = 0.61-0.97).

5.2. Rekomendasi

Penelitian RCT dengan sampel besar, heterogenitas yang rendah, dan juga bias rendah
dalam mencari efikasi dan keamanan penggunaan metformin pada penderita DMT2 dengan
PGK berat (LFG <30 mL/menit/1,73m2) perlu dilakukan dalam melihat hasil atau luaran klinis
yang diberikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam (Jilid 1). 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014. p. 2315-35.
2. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A, Sanusi H,
et al. Konsensus: pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.
3. Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI; 2018.
4. Putri RI. Faktor determinan nefropati diabetik pada penderita diabetes mellitus di
RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2015;3(1): 109-21.
5. KDIGO 2012. Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic
kidney disease. Kidney Int. 2013;3(1): 91-5.
6. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. 10th report of indonesian renal registry [Internet].
Indonesian Renal Registry. 2017 [Diakses pada tanggal 8 Maret 2019]. Tersedia dari:
http://www.indonesianrenalregistry.org/data/
7. Riddle MC. American diabetes association: standards of medical care in diabetes 2018.
J Diabetes Care. 2018;41(1): S1-S2, S108.
8. Chowdhury TA, Srirathan D, Abraham G, Oei EL, Fan SL, McCafferty K, dan Yaqoob
MM. Could metformin be used in patients with diabetes and advanced chronic kidney
disease. Diabetes Obes Metab. 2016;19(2): 156-61.
9. Hirst J, Farmer A, Ali R, Roberts N, Stevens R. Quantifying the effect of metformin
treatment and dose on glycemic control. J Diabetes Care. 2012;35(2): 446-54.
10. DeFronzo R, Fleming GA, Chen K, Bicsak TA. Metformin-associated lactic acidosis:
current perspectives on causes and risk. Metabolism. 2016;65: 20-9.
11. Inzucchi SE, Lipska KJ, Mayo H, Bailey CJ, McGuire DK. Metformin in patients with
type 2 diabetes and kidney disease: a systematic review. JAMA. 2014;312(24): 2668-
75.
12. Crowley MJ, Diamantidis CJ, McDuffie JR, Cameron CB, Stanifer JW, Mock CK, et
al. Clinical outcomes of metformin use in populations with chronic kidney disease,
congestive heart failure, or chronic liver disease: a systematic review. Ann Intern Med.
2017;166: 191-200.

17
13. National Kidney Foundation. KDOQI Clinical practice guideline for diabetes and
CKD: 2012 update. Am J Kidney Dis. 2012;60(5): 91-5, 850-86.

18
APPENDIX 1: Patient-Oriented Medical Record

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 62 tahun
Tanggal Lahir : 10 Februari 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan :-
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Karang Anyar
No. Rekam Medis : 01593016
Tanggal Admisi : 31 Januari 2019
Tanggal Periksa : 11 Februari 2019
II. Data Anamnesis
Subjek anamnesis: Pasien sendiri dengan tambahan dari anak laki-laki pasien
A. Keluhan Utama
Sesak memberat sejak 3 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak memberat sejak 3 hari SMRS.
Sesak dirasakan pasien secara tiba-tiba, muncul ketika pasien tidur terlentang dan
membaik ketika pasien duduk. Sesak dirasakan pasien saat istirahat dan aktivitas,
tidak dipengaruhi oleh posisi tidur miring ke kanan atau ke kiri, dan tidak disertai
bunyi suara mengi. Pasien harus tidur dengan bantal lebih dari 1. Riwayat sesak di
malam hari disangkal pasien. Sesak juga disertai batuk tidak berdahak yang muncul
saat pasien tidur terlentang, dengan frekuensi yang tidak menentu, dan tidak disertai
dengan darah. Pasien memiliki riwayat bengkak di kedua kaki yang hilang timbul.
Riwayat penurunan frekuensi BAK disangkal pasien (BAK baik, 2x sehari, volume
300 mL, tidak disertai nyeri berkemih dan darah). Riwayat demam disangkal.
Sejak masuk rumah sakit, pasien merasa lemas di seluruh tubuh. Lemas pasien
rasakan seperti tidak memiliki energi. Pasien memiliki penurunan nafsu makan
akibat sesak yang membuat pasien kesulitan makan. Keluarga pasien merasa pasien
terlihat pucat dan lemas. Riwayat penurunan kesadaran disangkal pasien.

19
Pasien memiliki riwayat DM sejak 8 tahun SMRS dengan gejala mudah haus,
sering terbangun di malam hari untuk BAK (± 4x sehari), dan penurunan BB yang
tidak dirasakan oleh keluarga pasien. Pasien rutin meminum metformin 2x sehari,
namun jarang menghitung gula darah harian. Sejak 6 tahun SMRS, pasien merasa
kebas di kedua kaki yang hilang timbul. Pada 4 tahun SMRS, pasien melakukan
operasi katarak di kedua mata. Dan sejak 6 bulan SMRS, pasien merasakan terdapat
luka di kaki yang tidak kunjung sembuh. Riwayat kelemahan di sebelah sisi tubuh,
nyeri dada, nyeri hebat di kaki, dan pandangan kabur disangkal pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat operasi katarak kedua mata pada 4 tahun SMRS
- Riwayat hipertensi dan dislipidemia disangkal pasien
- Riwayat asma disangkal pasien
- Riwayat TB paru disangkal pasien
- Riwayat penyakit jantung dan ginjal sebelumnya disangkal pasien
- Tidak memiliki riwayat alergi obat
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat DM, hipertensi, dan dislipidemia pada keluarga disangkal pasien
- Riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, lambung di keluarga disangkal pasien
E. Riwayat Sosial dan Ekonomi
- Pasien menikah, tidak bekerja, menjalani perawatan dengan BPJS
- Riwayat alkohol, merokok, dan IVDU disangkal pasien
III. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 112/78 mmHg
Nadi : 98x/menit, reguler, isi cukup, kuat
Pernafasan : 24x/menit, reguler, dalam, torakoabdominal
Suhu : 36,9°C
Keadaan umum : Sedang
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Keadaan gizi : Sedang
Tinggi Badan : 150 cm
Berat badan : 55 kg
IMT : 24,4 kg/m2
20
B. Pemeriksaan Lain
Kulit : Tidak tampak pucat dan kuning, turgor kulit baik
Kepala : Normosefal, tidak ada nyeri tekan dan benjolan
Rambut : Bewarna putih, persebaran rata, tidak mudah tercabut
Mata : Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan mastoid
Hidung : Tidak ada deformitas
Tenggorok : Mukosa pucat dan basah, tosil T1/T1
Gigi dan Mulut : Mouth hygiene baik, tidak ada caries dentis
Leher : JVP 5-0 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada deviasi
trakea, dan tidak ada pembesaran tiroid
Dada : Piknikus, pergerakan statis dan dinamis kanan dan kiri simetris,
diameter anteroposterior-laterolateral 2:1, tidak terdapat pectus
carinatum dan excavatum
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis juga tidak teraba, perkusi
batas jantung normal, bunyi jantung SI-II reguler tanpa murmur
dan gallop
Paru : Tidak tampak penggunaan otot-otot bantu napas, ekspansi paru
kanan-kiri simetris, fremitus paru kanan-kiri sama, perkusi paru
sonor di seluruh lapang paru, bunyi napas vesikular di seluruh
lapang paru tanpa ronki dan wheezing
Abdomen : Tampak buncit dan supel, tidak ada nyeri tekan, hati dan limpa
tidak teraba, McBurney negatif, balloteman negatif/negatif,
shifting dullness negatif, bising usus 6x/menit, tanpa metallic
sound dan humping
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak terdapat edema ekstremitas,
terdapat ulkus di kedua kaki (2 di pedis dextra dan 1 di pedis
sinistra, kedalaman di subkutan, tidak ada darah dan nanah)
IV. Pemeriksaan Penunjang
31 Januari 2019
- DPL : Hb 9,1/Ht 37/Leukosit 12900/Trombosit 267000
- MCV/MCH : 75,9/23,1
- AGD : pH 7,441/pCO2 16,4/pO2 150/HCO3 10,9/SatO2 99,1
- Elektrolit : Na 138/K 4,86/Cl 103
21
- Ur/Cr : 90/3,3
- Albumin darah : 3,5
- SGOT/SGPT : 14/8
- GDS : 156
4 Februari 2019
- Ur/Cr : 137/3,2
- Albumin darah : 2,9
- HbA1c : 6,5
7 Februari 2019
- DPL : Hb 8,7/Ht 28/Leukosit 5100/Trombosit 265000
- MCV/MCH : 68,5/21,6
- Diff. Count : 0/1/82/10/6/1
- Elektrolit : Na 131/K 5,25/Cl 107
- Ur/Cr : 143/2,7 (eGFR: 19)
- GDS : 215
- UL : Albumin +3, Darah/Hb +1, Silinder 4-6, Leukosit 54,8
- Foto Polos Toraks : Inflitrat pada kedua paru, efusi pleura bilateral, kalsifikasi dan
elongasi aorta
- USG Abdomen : Efusi pleura bilateral
- Echocardiografi : Fraksi ejeksi 30%
V. Ringkasan
Pasien perempuan 62 tahun datang dengan keluhan sesak memberat sejak 3 hari
SMRS. Sesak dirasakan ketika pasien tidur terlentang dan membaik ketika duduk,
muncul ketika pasien istirahat dan aktivitas, serta pasien harus tidur dengan 2 bantal
agar tidak sesak. Sesak disertai dengan batuk tanpa dahak yang muncul ketika pasien
tidur terlentang. Pasien memiliki riwayat bengkak di kedua kaki. Tidak ada penurunan
frekuensi BAK. Pasien memiliki riwayat DM sejak 8 tahun yang lalu, rutin meminum
metformin. Pasien memiliki riwayat kebas di kedua kaki, operasi katarak, dan luka yang
tidak hilang di kaki. Pasien juga mengeluhkan lemas diseluruh tubuh seperti tidak ada
energi sejak dirawat. Pada PF ditemukan konjungtiva pucat, JVP 5-2 cmH2O, bunyi
jantung SI-II reguler tanpa murmur dan gallop, perkusi batas jantung normal, ekspansi
dan fremitus paru kanan-kiri simetris, bunyi napas vesikuler tanpa ronki dan wheezing,
tidak ada nyeri tekan perut dan pembesaran organ, tidak ada edema esktremitas, serta
terdapat ulkus di kedua kaki. Pada PP ditemukan kondisi Hb dan Ht yang rendah,
22
kenaikan leukosit di awal masa perawatan, eGFR yang rendah, natrium rendah, kalium
tinggi, albmunin darah rendah, terdapat albumin urin, dan terlihat infiltrasi dan efusi
dari hasil foto polos toraks.
VI. Daftar Masalah
1. Akut pada CKD
2. CAP CURB-65: 1
3. CHF Fc. II-III REF 30%
4. DM tipe 2, overweight, on diet
5. Kaki diabetikum dengan ulkus pedis dextra sinistra
6. Anemia mikrositik hipokrom
7. Hiponatremia hipoosmolar euvolemik
8. Hiperkalemia
9. Hipoalbuminemia
VII. Pengkajian
A. Akut pada CKD, atas dasar:
- Anamnesis: Pasien merasa sesak napas ketika tidur terlentang dan membaik
ketika duduk, sesak tidak dipengaruhi pola napas dan tidak berbunyi. Pasien
memiliki riwayat bengkak kedua kaki yang hilang timbul. Riwayat penurunan
frekuensi BAK disangkal. Pasien memiliki riwayat DM sejak 8 tahun SMRS,
riwayat hipertensi disangkal.
- PF: Ekspansi dan fremitus kedua paru simetris, bunyi napas vesikuler tanpa
ronki dan wheezing, tidaka ada edema ekstermitas.
- PP: Peningkatan Ur/Cr, penurunan eGFR, albumin urin +3, hipoalbuminemia,
hiponatremia, hiperkalemia, gambaran efusi pleura bilateral pada foto polos
toraks.
- Diagnosis: Akut pada CKD dd/ AKI
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: Pemberian O2 nasal kanul 3 lpm, edukasi retriksi cairan,
furosemide drip IV 5 mg/jam, captopril 3x12,5 mg, as. folat dan vit. B12
- Rencana evaluasi: Periksa DPL, elektrolit, Ur/Cr, albumin.
B. CAP CURB-65: 1, atas dasar:
- Anamnesis: Pasien merasa sesak napas yang disertai batuk tidak berdahak.
Riwayat demam disangkal pasien. Pasien memeiliki riwayat DM sejak 8 tahun
SMRS.
23
- PF: Pernafasan 24x/menit, tidak terlihat penggunaan otot bantu napas, bunyi
napas vesikuler tanpa ronki dan wheezing.
- PP: Leukositosis dengan neutrofilia, terdapat infiltrat di kedua paru pada foto
polos toraks.
- Diagnosis: CAP CURB-65: 1, dd/ TB paru
- Rencana diagnosis: Uji BTA dan gram sputum, kultur sputum.
- Rencana tatalaksana: Pemberian O2 nasal kanul 3 lpm, ceftriaxone IV 1x1 gram,
azitromisin IV 1x500 mg.
- Rencana evaluasi: -
C. CHF Fc. II-III REF 30%, atas dasar:
- Anamnesis: Pasien merasa sesak napas ketika tidur terlentang dan membaik
ketika duduk, sesak tidak dipengaruhi pola napas dan tidak berbunyi. Pasien
memiliki riwayat bengkak kedua kaki yang hilang timbul. Riwayat penurunan
frekuensi BAK disangkal. Pasien memiliki riwayat DM sejak 8 tahun SMRS,
riwayat hipertensi disangkal.
- PF: Perkusi jantung tidak membesar, bunyi jantung SI-II reguler tanpa murmur
dan gallop, tidak ada edema ekstremitas.
- PP: Foto polos toraks menunjukkan terdapat elongasi dan kalsifikasi aorta, efusi
pleura bilateral, echocardiografi menunjukkan fraksi ejeksi sebesar 30%.
- Diagnosis: CHF Fc. II-III REF 30% ec DM dd/ hipertensi
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: Pemberian O2 nasal kanul 3 lpm, edukasi retriksi cairan,
furosemide drip IV 5 mg/jam, captopril 3x12,5 mg.
- Rencana evaluasi: Periksa DPL, elektrolit, dan GDS rutin.
D. DM tipe 2, overweight, on diet, atas dasar:
- Anamnesis: Pasien mudah merasa haus, bangun malam hari untuk BAK 4x/hari,
penurunan BB yang tidak diukur. Riwayat DM sejak 8 tahun SMRS dengan
konsumsi rutin metformin 2x/hari. Pasien memiliki keluhan kebas di kedua
kaki, luka yang tidak sembuh di kaki, dan riwayat operasi katarak. Riwayat
penurunan kesadaran, kelemahan di sebelah sisi, nyeri di dada atau kedua kaki
disangkal pasien.
- PF: Terdapat ulkus di kedua kaki.
- PP: GDS 215 g/dL, HbA1C 6,5%.

24
- Diagnosis: DM tipe 2, overweight, on diet, dengan komplikasi retinopati,
neuropati, nefropati, dan kardiopati.
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: Edukasi diet 1300 kalori, aktivitas fisik 5-10 menit, insulin
glargine 1x10 IU dan aspart 3x5 IU.
- Rencana evaluasi: GDS rutin.
E. Kaki diabetikum dengan ulkus pedis dextra sinistra, atas dasar:
- Anamnesis: Riwayat DM sejak 8 tahun SMRS, rutin meminum metformin 2x
sehari, Memiliki keluhan kebas di kedua kaki dan luka yang tidak sembuh.
- PF: Terdapat ulkus di kedua kaki dengan warna kulit kehitaman.
- PP: GDS 215 g/dL, HbA1C 6,5%.
- Diagnosis: Kaki diabetikum dengan ulkus pedis dextra sinistra.
- Rencana diagnosis: ABI, kultur darah dan jaringan.
- Rencana tatalaksana: Kendalikan kadar GD, pembersihan luka rutin, pemberian
antibiotik definitif, mengurangi beban di kaki.
- Rencana evaluasi: GDS rutin.
F. Anemia mikrositik hipokrom, atas dasar:
- Anamnesis: Pasien lemas dan pucat.
- PF: Konjungtiva pucat.
- PP: Penurunan nilai Hb (8,7 g/dL), Ht dengan penurunan nilai MCV/MCH
- Diagnosis: Anemia mikrositik hipokrom ec CKD dd/ ADB
- Rencana diagnosis: Periksa SI, TIBC, dan ferritin
- Rencana tatalaksana: -
- Rencana evaluasi: Periksa DPL rutin.
G. Hiponatremia hipoosmolar euvolemik, atas dasar:
- Anamnesis: -
- PF: -
- PP: Na 131 mEq/L, Ur serum 143 mg/dL, GDS 215 g/dL.
- Diagnosis: Hiponatremia hipoosmolar euvolemik ec CKD
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam.
- Rencana evaluasi: Periksa elektrolit rutin.
H. Hiperkalemia, atas dasar:
- Anamnesis: -
25
- PF: -
- PP: K 5,25 mEq/L.
- Diagnosis: Hiperkalemia ec CKD
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: Pemberian CaCO3 IV.
- Rencana evaluasi: Periksa elektrolit rutin.
I. Hipoalbuminemia, atas dasar:
- Anamnesis: Riwayat bengkak di kedua kaki.
- PF: -
- PP: Kadar albumin darah 2,9 g/dL, albumin urin +3.
- Diagnosis: Hipoalbuminemia ec CKD
- Rencana diagnosis: -
- Rencana tatalaksana: Edukasi diet tinggi protein.
- Rencana evaluasi: Periksa kadar albumin darah rutin.
VIII. Kesimpulan
Pasien perempuan 62 tahun didiagnosis akut pada CKD dd/ AKI. Rencana
diagnosis yang akan dilakukan adalah pemeriksaan SI, TIBC, ferritin, dan tes sputum.
Rencana tatalaksana yang akan diberikan adalah pemberian oksigen dengan nasal kanul
sebesar 3 lpm, edukasi retriksi cairan, diet DM 1300 kalori, IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24
jam, furosemide drip IV 5 mg/jam, ceftriaxone IV 1x1 gram, azitromisin IV 1x500 mg,
captopril 3x12,5 mg, insulin glargine 1x10 IU/hari, insulin aspart 3x5 IU/hari. Rencana
evaluasi yang akan dilakukan adalah periksa DPL, elektrolit, Ur/Cr, albumin, dan GDS.
Prognosis:
- Ad vitam: Dubia ad bonam
- Ad functionam: Dubia ad malam
- Ad sanactionam: Malam

26

Anda mungkin juga menyukai