Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

TERAPI KETOASIDOSIS DIABETIKA DI PUSAT KESEHATAN


LAYANAN PRIMER

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Madani Hastutyosunu
2201010119220128

Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp. PD, K-EMD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Madani Hastutyosunu

NIM : 22010119220128

Judul Referat : Terapi Ketoasidosis Diabetika di Pusat Kesehatan Pelayanan Primer

Pembimbing : Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 2 November 2020


Pembimbing

Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................4

DAFTAR TABEL......................................................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................7

2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetika.......................................................................................7

2.5 Penegakkan Diagnosis Ketoasidosis Diabetika.............................................................10

2.6 Diagnosis Banding Ketoasidosis Diabetika...................................................................11

2.7 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetika.......................................................................11

2.7.1 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetika di Fasilitas Kesehatan Primer................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur patofisiologi KAD.........................................................................................9
Gambar 2. Kriteria diagnosis KAD berdasarkan ADA 2009............................................10
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Faktor-faktor pencetus yang sering ditemukan pada KAD..................................8
BAB I
PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan salah satu dari sebuah keadaan


dekompensasi metabolic yang termasuk dalam kegawatan penyakit dalam. Keadaan ini
ditandai dengan trias KAD yang meliputi hiperglikemia, asidosis, dan ketosis.1,2 KAD lebih
sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki Diabetes Melitus (DM) tipe 1, namun
tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang-orang yang memiliki DM tipe 2.2

Insidensi KAD setiap tahunnya diperkirakan berkisar antara 4-8 kasus per 1000
populasi dengan diabetes. Kasus KAD di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari
140,000 kasus di tahun 2009 menjadi 168,000 kasus di tahun 2014. 2 Selama periode 5 bulan
(Januari-Mei 2002) di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) terdapat 39
episode KAD dengan angka kematian 15%.1 Walaupun jumlah kasus yang ditemukan
meningkat, angka mortalitas KAD dari tahun 2000-2014 menglami penurunan setiap
tahunnya.2

Pada tempat-tempat dengan fasilitas yang kurang memadai, risiko kematian akibat
KAD akan menjadi lebih tinggi. Edema serebri bertanggung jawab akan 60-90% kematian
akibat KAD. Selain edema serebri, penyebab morbiditas dan mortalitas pada KAD antara lain
adalah hipokalemia, hiperkalemia, hipoglikemia, komplikasi SSP, hematoma, thrombosis,
sepsis, rhabdomiolosis, dan edema paru.3

Tujuan utama dari tatalaksana KAD adalah menghentikan proses asidosis dengan
prinsip mengganti cairan tubuh dan garam yang hilang, menekan proses lipolysis dan
gluconeogenesis, mengatasi pencetus KAD, dan monitor komplikasi terapi.3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetika


Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan salah satu dari sebuah keadaan
dekompensasi metabolic yang termasuk dalam kegawatan penyakit dalam. Keadaan ini
ditandai dengan trias KAD yang meliputi hiperglikemia, asidosis, dan ketosis.1,2 KAD lebih
sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki Diabetes Melitus (DM) tipe 1, namun
tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang-orang yang memiliki DM tipe 2.2

2.2 Epidemiologi Ketoasidosis Diabetika

Insidensi KAD setiap tahunnya diperkirakan berkisar antara 4-8 kasus per 1000
populasi dengan diabetes. Kasus KAD di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari
140,000 kasus di tahun 2009 menjadi 168,000 kasus di tahun 2014. 2 Selama periode 5 bulan
(Januari-Mei 2002) di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) terdapat 39
episode KAD dengan angka kematian 15%.1 Walaupun jumlah kasus yang ditemukan
meningkat, angka mortalitas KAD dari tahun 2000-2014 menglami penurunan setiap
tahunnya.2

Pada suatu studi dengan kejadian KAD sebanyak 4,807 kasus, 14% kasus terjadi pada
kelompok usia lebih dari 70 tahun, 23% kasus terjadi pada kelompok usia 51-70 tahun, 27%
kasus terjadi pada kelompok usia 30-50 tahun, dan sebanyak 36% kasus terjadi pada
kelompok usia kurang dari 30 tahun. Studi lain menunjukkan dari 28,770 orang yang
memiliki diabetes dan berusia kurang dari 20 tahun (rerata 14 tahun), 94% tidak memiliki
episode KAD, 5% pernah mengalami 1 episode KAD, dan 1% pernah mengalami setidaknya
2 episode KAD.4

2.3 Faktor Risiko Ketoasidosis Diabetika

a) Usia
Setiap orang yang memiliki DM berisiko untuk mengalami episode KAD.
Pada DM tipe 1, KAD lebih banyak ditemukan pada kelompok umur 11 sampai 15
tahun, sedangkan pada DM tipe 2 KAD lebih banyak ditemukan pada lansia.4
b) Jenis Kelamin
Kasus KAD lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dengan rasio
sebanyak 1.5-1.8.4,5
c) Ras
Lebih dari 60% ras kulit hitam di Amerika Serikat mengalami episode KAD.
Hal ini diakibatkan kepatuhan yang buruk atas terapi insulin.5

2.4 Faktor Pencetus Kejadian Ketoasidosis Diabetika

Pada pasien-pasien yang telah terdiagnosis DM, factor-faktor pencetus terjadinya


KAD adalah infeksi, penyakit lain, stress psikologis, dan ketidakpatuhan terapi. Infeksi
merupakan factor pencetus yang paling sering ditemukan, sebanyak 30-50% kasus. Infeksi
yang paling sering ditemukan adalah Infeksi Salurah Kemih (ISK) dan Pneumonia. Selain itu,
obat-obatan juga dapat mencetus terjadinya KAD.5

Tabel 1. Faktor-faktor pencetus yang sering ditemukan pada KAD5

Onset baru DM
Infeksi Akut
Pneumonia
ISK
Infeksi jaringan lunak
Ketidakpatuhan Insulin
Penyakit Akut
Infark myokard
Trauma vascular selebral
Pankreatitis akut
Pembedahan
Trauma
Obat-obatan
Kortikosteroid
Thiazide
Agen simpatomimetik
Pentamide
2.4 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetika

Keadaan hiperglikemi pada KAD disebabkan oleh kombinasi antara defisiensi insulin
dan peningkatan hormon-hormon kontrainsulin seperti glucagon, katekolamin, kortisol, dan
growth hormone. Kedua hal tersebut akan menyebabkan pembentukan badan keton dan
terjadinya proses lipolysis.5

Orang-orang sehat yang dalam keadaan puasa, kadar glukosa dijaga antara 70-110
mg/dL oleh regulasi keseimbangan kadar glukosa yang dipengaruhi oleh produksi glukosa
dalam hati dan pemanfaatan glukosa pada jaringan. Dalam jaringan hati, insulin mengontrol
produksi glukosa dengan menekan proses gluconeogenesis dan glykogenolisis. Sedangkan
pada jaringan lain, insulin selain mentsimulasi serapan glukosa ke jaringan, insulin juga
mendukuung proses anabolisme protein, sintesis glikogen, dan menghambat perombakan
protein. Selain itu, insulin juga memiliki fungsi inhibitor pada proses lipolysis, ketogenesis,
dan oksidaasi free fatty acid (FFA).5

Gambar 1. Alur patofisiologi KAD

Patofisiologi dari KAD secara umum dapat dilihat pada gambar 1. Ketika terjadi
defisiensi insulin, baik absolut maupun relative, akan terjadi hiperglikemia akan terjadi
peningkatan proses gluconeogenesis, percepatan proses glikogenolisis, dan gangguan
pemanfaat glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan gluconeogenesis diakibatkan dari
tingginya avaibilitas dari precursor glukoneogenik seperti alanin, laktat, dan gliserol, dan
peningkatan aktivias enzim glukoneogenik seperti phosphoeol pyruvate carboxykinase,
fructose-1,6-biphosphatase, dan pyruvate carboxylase). Selain itu, akibat dari defisiensi
insulin juga terjadi peningkatan hormone-hormon kontrainsulin yang mengakibatkan
produksi glukosa berlebihan. Keadaan hiperglikemi dan kadar keton yang tinggi akan
mengakibatkan diuresis osmotic yang akan menyebabkan hypovolemia dan penurunan
glomerual filtration rate (GFR).5

Peningkatan keton pada KAD disebabkan karena adanya hubungan antara defisiensi
insulin dan peningkatan kadar hormone kontrainsulin yang menyebabkan aktivasi dari enzim
yang bertanggung jawab atas proses lipolysis pada jaringan adiposa yang di mana akan
menghasilkan FFA. FFA yang terbentuk akan ditransport ke dalam mitokondria hepatic untuk
dioksidasi menjadi badan keton, proses ini dipengaruhi oleh glucagon yang menurunkan
kadar enzim malonyl coenzyme A—sebuah inhibitor dari oksidasi FFA. Enzim malonyl
coenzyme A memiliki fungsi inhibisi enzim carnitine palmitoyl acyltransferase (CPTI) yang
bertanggung jawab atas perpindahan FFA ke dalam mitokondria. 5 Dua badan keton utama
yang dihasilkan dari KAD adalah β-hydroxybutyrate dan asam asetoasetat. Aseton, produk
dari dekarboksilasi asetoasetat bukanlah suatu asam.5

2.5 Penegakkan Diagnosis Ketoasidosis Diabetika


Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD akan dijumpai pernapasan
cepat dan dalam (Kussmaul), dehidrasi, dan dapat disertai hypovolemia daan syok. Derajat
kesadaran pasien dapat dijumpai mulai dari kompos mentis, delirium, sampai dengan koma.
Ditemukannya bukti infeksi, namun walaupun factor pencetusnya infeksi, kebanyakan pasien
tidak mengalami demam.1

Selanjutnya, setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilanjutkan


pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, kriteria
diagnosis KAD adalah; kadar glukosa > 250 mg%, pH < 7,35, HCO3 rendah, anion gap
tinggi (normal: 7-13 mEq/L) , dan keton serum positif. 1 Selain itu, berdasarkan American
Diabetes Association (ADA), kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut:4
Gambar 2. Kriteria diagnosis KAD berdasarkan ADA 2009

2.6 Diagnosis Banding Ketoasidosis Diabetika


Tiga gejala utama dari ketoasidosis diabetic adalah hiperglikemia, ketosis, dan
asidosis. Kondisi in menyebabkan ketidaknormalan metabolisme yang saling tumpeng tindih
satu sama lain. Diagnosis diferensial utama uuntuk hiperglikemia adalaah hiperglikemia
hyperosmolar atau hyperosmolar hyperglicemic state (HHS). Diferensial diagnoiss yang lain
adalah kondisi lain yang menyebabkan ketosis seperti alkoholisme dan kelaparan, selain itu
juga kondisi lain yang menyebabkan kondisi asidosis termasuk asidosis laktat dan konsumsi
obat-obatan seperti salisilat dan methanol. Nyeri perut mungkin merupakan gejala
ketoasidosis. Apendisitis atau kolesistitis dapat menjadi diferensial diagnosis untuk gejala
ini.1

2.7 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetika


Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:1

1) Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang


2) Menekan lipolysis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan

Langkah-langkah penatalaksaan KAD adalah sebagai berikut:1

1) Cairan
Cairan yang digunakan adalah garam fisiologis berdasarkan perkiraan
hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 mL/kgBB maka pada jam pertama
diberikan 1-2 L, am kedua diberikan 1 L. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg%
maka perlu diberikan larutan yang mengandung glukosa (dextrose 5% atau 10%)
2) Insulin
Tujuan pemberian insulin di sini bukan hanya untuk mencapai kadar glukosa
normal, tetapi juga untuk mengatasi keadaan ketonemia.
3) Kalium
Pada keadaan KAD, ion K+ bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan
melalui urin. Total deficit ion K+ yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5
mEq/kgBB. Selama terapi KAD ion K+ kembali ke dalam sel untuk mengantisipasi
masuknya ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan kadar K+ serum dalam batas
normal, perlu pemberian kalium
4) Glukosa
Setelah rehidrasi 2 jam, biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya
dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg
%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg%, maka dapat dimulai infus
mengandung glukosa. Tujuan utama terapi KAD adalah menekan ketogenesis.
5) Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Pemberian
bikarbonat harus hati-hati dengan alas an; (1) menurunkan pH intraseluler akibat
difusi CO2 yang dilepas bikarbonat, (2) efek negative pada disosiasi oksigen jaringan,
(3) hipertonis dan kelebihan natrium, (4) meningkatkan insidens hipokalemi, (5)
gangguan fungsi serebral, (6) terjadi alkalemia bila bikarbonat terbentuk dari sam
keto. Saat ini, bikarbonat hanya diberikan pada pH <7,1. Walaupun demikian,
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan
indikasi bpemberian bikarbonat.

2.7.1 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetika di Fasilitas Kesehatan Primer


KAD merupakan suatu kegawatan dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam, maka penanganan
pertama yang dapat dilakukan seorang dokter umum di fasilitas kesehatan primer adalah
sebagai berikut:7

1) Memastikan jalan napas lancer dan membantu pernapasan dengan suplementasi


oksigen
2) Memasang akses infus intravena dan melakukan hidrasi cairan NaCL 0.9% dengan
target tekanan darah sistol > 90 atau produksi urin > 0.5 ml/kgBB/jam
3) Memasang kateter urin untuk pemantauan cairan
4) Dapat diberikan insulin rapid acting bolus intravena atau subkutan sebesar 180
mikorunit/kgBB

Setelah diberikan cairan, tindakan selanjutnya adalah memonitor tanda-tanda vital dan
memeriksa gula darah perjam. KAD merupakan suatu kegawatan, sehingga setelah
mendapatkan terapi rehidrasi cairan, pasien harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis
penyakit dalam) untuk mendapatkan penanganan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyohadi B, Arsana PM, Soeroto AY, Suryanto A, Abdullah M. Kegawatdaruratan
Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine) Buku I EIMED Dasar. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
2. Gosmanov AR, Gosmanova EO, Kitabchi AE. Hyperglycemic Crises: Diabetic
Ketoacidosis (DKA), And Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) [Updated 2018
May 17]. In: Feingold KR, Anawalt B, Boyce A, et al., editors. Endotext [Internet].
South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc.; 2000-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279052/.
3. Yati NP, Tridjaja B. 2017. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Westerberg DP. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment. American Family
Physician. 2013;87(5): 337–48.
5. Umpierrez GE and Kitabchi AE. Diabetic Ketoacidosis: Risk Factors and
Management Strategies. Treat Endocrinol. 2003;2(2): 95-108.
6. Hamdy O. Diabetic Ketoacidosis (DKA).
https://emedicine.medscape.com/article/11831-print. Published 2020
7. IDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer Ed.1. Jakarta: IDI

Anda mungkin juga menyukai