Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ULKUS DM
WAGNER 1 PEDIS SINISTRA DI POLI KAKI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Dosen Pembimbing: Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh:

ANISA NURJANNAH

NIM. P07120522078

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ULKUS DM
WAGNER 1 PEDIS SINISTRA DI POLI KAKI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Asuhan Keperawatan Ini Merupakan Tugas Praktik Keperawatan Diabetes


Melitus Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

OLEH:

ANISA NURJANNAH

NIM. P07120522078

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI PADA TANGGAL:


..................................................................

OLEH:

PEMBIMBING LAPANGAN :

PEMBIMBING PENDIDIKAN :

(Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kes)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian hampir
diseluruh dunia. WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi
diseluruh dunia pada tahun 2008, hampir 36 juta disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular. Penyakit Tidak Menular juga membunuh penduduk dengan
usia yang lebih muda. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang
berusia kurang dari 70 tahun yaitu, penyakit kardiovaskuler merupakan
penyebab terbesar (34,1%), kemudian stroke (10,9%), diabetes mellitus
(8,5%), gagal ginjal kronis (3,8%), kanker (1,8%) (Riskesdas, 2018).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) jumlah
pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar
179,72 juta, ini berarti prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 10,6%. Hasil
Riskesdas 2018, prevalensi diabetes melitus berdasarkan wawancara terjadi
peningkatan dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% tahun 2018 dan yang
terdiagnosa oleh dokter adalah 2%. Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada
tahun 2016 menderita diabetes mellitus dan hampir seperempatnya berisiko
memiliki ulkus diabetikum, 25% kasus ulkus diabetikum berlanjut pada
tindakan amputasi. 40% kasus ulkus diabetikum dapat dicegah dengan
perawatan luka yang baik. 60% kasus ulkus diabetikum berhubungan erat
dengan neuropati perifer (Arsa, 2020).
Prevalensi pasien menderita ulkus diabetikum di dunia sekitar 15% dengan
risiko tindakan amputasi sebanyak 30%, angka mortalitas 32% (IDF, 2015).
Angka kematian akibat ulkus diabetikum dan ganggren mencapai 17-23% di
Indonesia, serta angka amputasi mencapai 15-30% (Purwanti, 2013).
Amputasi adalah hilangnya bagian tubuh, seperti jari, lengan, atau tungkai
akibat cedera dan/atau terjadi secara terencana melalui prosedur operasi,
misalnya untuk mencegah penyebaran infeksi (Arsa, 2020)
Seorang perawat dapat melakukan pemeriksaan kaki untuk mengetahui
tingginya risiko terjadi komplikasi Diabetes Mellitus. Salah satunya perawatan
luka, perawat harus mengetahui jenis ulkus dan bagaimana cara perawatan
luka yang baik. Perawatan luka merupakan cara penting untuk mencegah
infeksi dan kelembapan pada daerah luka ulkus diabetes. Membuang jaringan
nekrotik akan memperkecil kemungkinan infeksi bakteri, juga dapat
membantu proses kecepatan penyembuhan luka (Arsa, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memutuskan membuat
laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah
adalah “Bagaimana asuhan keperawatan secara komprehensif Pada Ny. S
Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus
DM Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis
Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM Wagner 1
Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
b. Merumuskan diagnosis keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
c. Menyusun perencanaan keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
d. Melaksanakan intervensi keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi
Ulkus DM Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta
e. Mengevaluasi Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Diabetes
Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM Wagner 1 Pedis
Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus


1. Pengertian
Diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh
tidak dapat menghasilkan hormone insulin sesuai kebutuhan atau tubuh
tidak dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam
hal ini terjadi lonjakan gula dalam darah melebihi normal (Mughfuri,
2016).

2. Etiologi
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian
kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi
kekurangan insulin. Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi
karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa
kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain
yang belum diketahui (Smeltzer dan Bare, 2015).

3. Klasifikasi
DM dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis (Smeltzer
dan Bare, 2015), yaitu:
a. DM tipe 1
DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-beta, biasanya
menyebabkan kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses
autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini berkembang ke arah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. DM tipe 1 terjadi
sebanyak 5-10% dari semua DM. DM tipe 1 dicirikan dengan onset
metabolisme yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun
(Smeltzer dan Bare, 2015).
b. DM tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus),
dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat
resistensi insulin. DM tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan
metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak
cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di jaringan tidak
berespon terhadap insulin tersebut. DM tipe 2 mengenai 90-95%
pasien dengan DM. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,
obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. DM tipe ini sering
terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2015).
c. DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek
genetik pada fungsi sel pankreas (seperti fibrosis kistik dan
pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik
lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan
Bare, 2015).
d. DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan,
dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan.
Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan
(Smeltzer dan Bare, 2015).

4. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali
tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis
Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin. Jika hiperglikemia nya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat
ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati
ambang ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya
rasa haus (polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin
akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala
yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia,
lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat
meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin
biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat
pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien
ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah
insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis
(Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
gejala akut dan gejala kronik (PERKENI, 2015):
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak
makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing
(poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang
atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa
mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah
kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa
tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering
ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita, gigi
mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, dan
para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (PERKENI,
2015).

5. Patofisiologi
Bermacam - macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-
beda, akhirnya akan mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus
mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga
terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun
serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi
(Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal
maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa
haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosa yang hilang melalui
urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan
merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap
kebutuhan energi tersebut.
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri
kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang,
yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan
dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan
terjadinya gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke
retina menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,
akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari
perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi
ginjal, sehingga terjadi nefropati.
Diabetes mempengaruhi syaraf – syaraf perifer, sistem syaraf
otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan pada
saraf (Neuropati) (Hanum, 2013).
6. Pathway
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi
dua berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Smeltzer dan Bare, 2015; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD), merupakan komplikasi akut DM
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi
(300- 600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis
dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,
2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK) pada keadaan ini terjadi
peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari
berdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing,
gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien
DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih
lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum
komplikasi jangka panjang terdiri dari:
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis
dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat
timbunan plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM
namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih
serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM
meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan kontrol
kadar gula darah yang baik. Tetapi Telah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor
resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin
dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi
semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan
meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain
adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner,
pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan
diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi
makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015).
2) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati
diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetik dibagi dalam 2
kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan retinopati
proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal
dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati
proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah
kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Seterusnya,
nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya
proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan
hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-
molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih
(albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah
(Smeltzer dan Bare, 2015).
3) Neuropati Diabetes
Neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat
DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki (PERKENI, 2015).

8. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddarth (2015), tujuan utama terapi Diabetes
adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi Komplikasi Vaskuler serta Neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe Diabetes Melitus adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan Diabetes
Melitus:
a. Diet yang tepat
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan Diabetes Melitus. Menurut Departemen Kesehatan RI
menetapkan bahwa kebutuhan kalori individu sebesar 2000 kalori/hari.
b. Latihan fisik
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan
(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan
demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic
rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada Diabetes Melitus karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan ini juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu, meningkatkan kadar HDL-Kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini
sangat penting bagi penyandang Diabetes Melitus mengingat adanya
peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskular pada
Diabetes Melitus.
c. Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara Mandiri
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG, Self Monitoring of Blood Glucose) penderita diabetes melitus
kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dengan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia dan berperan untuk
menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan
mengurangi komplikasi diabetes melitus jangka panjang. Beberapa
metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar
glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan
setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasikan darah tersebut pada
strip pereaksi khusus. Strip tersebut pertama-tama dimasukkan ke
dalam alat pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah
darah melekat pada strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan
tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam
waktu yang singkat (kurang dari 1 menit).
d. Terapi obat oral atau insulin (jika diperlukan)
Menurut Rendy & Margareth (2012) pada individu sehat, sekresi
insulin mengimbangi jumlah asupan makanan yang bermacam-macam
dengan latihan fisik, sebaliknya, individu dengan Diabetes Melitus
tidak mampu mensekresi jumlah yang cukup untuk mempertahankan
kadar glukosa darah. Sebagai akibatnya, kadar glukosa meningkat
tinggi sebagai respon terhadap makanan dan tetap tinggi dalam
keadaan puasa.
e. Pendidikan kesehatan
Menurut Corwin (2009) pasien diabetes melitus relatif dapat hidup
normal asalkan mereka mengetahui dengan baik keadaan dan cara
penatalaksanaan penyakit yang dideritanya. Menurut Prince dan
Wilson (2006) mereka dapat belajar menyuntikkan insulin sendiri,
memantau kadar glukosa darah mereka dan memanfaatkan informasi
untuk mengatur dosis insulin serta merencanakan diet serta latihan
sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi hiperglikemia atau
hipoglikemia. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap
yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer
merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada populasi umum misalnya dengan kampanye
makanan sehat dan penyuluhan bahaya Diabetes Melitus. Pencegahan
sekunder yaitu upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus dengan
pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyakit. Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Upaya pencegahan ini
memberikan memerlukan keterlibatan semua pihak untuk
mensukseskannya baik dokter, perawat, ahli gizi, keluarga dan pasien
itu sendiri. Perawat sebagai edukator sangat berperan untuk
memberikan informasi yang tepat pada pasien Diabetes Melitus
tentang penyakit, pencegahan, komplikasi, pengobatan dan
pengelolaan diabetes melitus termasuk di dalamnya memberi motivasi
dan meningkatkan efikasi diri (kepercayaan pada kemampuan diri
sendiri) (Brunner & Suddarth, 2015).

B. Konsep Dasar Ulkus Diabetik


1. Pengertian Ulkus Diabetes
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial
Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada kulit yang meluas ke
jaringan bawah kulit, seperti tendon, otot, tulang atau persendian dan
terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM).
Kondisi ini timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah. Apabila ulkus
kaki berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan yang baik, luka
akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit
arteri perifer merupakan penyebab terjadinya gangren dan amputasi
ekstremitas bagian bawah (Tarwoto dkk, 2012).
Ulkus diabetikum adalah keadaan adanya luka, infeksi, dan atau
kerusakan dari jaringan, yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan
penyakit pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah (Hendra dkk,
2019). Pengertian lain dari Ulkus diabetik yaitu merupakan luka terbuka
pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga
terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat
luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Dafianto,
2016)

2. Penyebab Ulkus Diabetes


Terdapat beberapa penyebab dari ulkus kaki diabetik yaitu neuropati
sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi
dan edema. Faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari 2
faktor yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik
metabolik, angiopati diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen
yaitu trauma, infeksi, dan obat (Wijaya dan Putri, 2013). Terdapat 2
penyebab Ulkus diabetik secara umum yaitu neuropati dan angiopati
diabetik.
Neuropati diabetik adalah suatu kelainan pada saraf. Kadar gula dalam
darah yang tinggi dapat merusak saraf penderita dan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki. Apabila penderita mengalami
trauma kadang-kadang tidak terasa. Kerusakan saraf menyebabkan mati
rasa dan menurunnya kemampuan merasakan sensasi sakit, panas atau
dingin. Titik tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu sempit
menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang dapat mengubah cara jalan
klien. Kaki depan lebih banyak menahan berat badan sangat rentan
terhadap luka tekan. Dapat disimpulkan bahwa gejala neuropati meliputi
kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit semua
terutama malam hari.
Angiopati diabetik merupakan suatu penyempitan pada pembuluh
darah yang terdapat pada penderita diabetes. Pembuluh darah besar atau
kecil pada penderita diabetes mellitus mudah mengalami penyempitan dan
penyumbatan oleh gumpalan darah. Jika terjadi sumbatan pada pembuluh
darah sedang atau besar pada tungkai, maka dapat mengakibatkan
terjadinya gangren diabetik, yaitu luka pada daerah kaki yang berbau
busuk dan berwarna merah kehitaman. Adapun angiopati dapat
menyebabkan terganggunya asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik
sehingga kulit sulit sembuh, dengan kata lain, meningkatnya kadar gula
darah dapat menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembuluh darah
arteri dan kapiler (makro/mikroangiopati). Hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan, sehingga timbul
risiko terbentuknya nekrotik (Maryunani, 2013).

3. Klasifikasi Ulkus Diabetes


Klasifikasi ulkus diabetes menurut Wagner (1983) adalah sebagai
berikut:
a. Derajat 0: Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan
utuh, dengan adanya tidaknya kemungkinan kelainan bentuk kaki
seperti claw, callus”
b. Derajat I: Ulkus superfisial yang terbatas pada kulit.
c. Derajat II: Ulkus dalam yang sudah menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis.
e. Derajat IV: Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal
kaki dengan atau tanpa adanya selulitis.
f. Derajat V: Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian
pada tungkai.
Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran klinis menurut
Smeltzer (2014). :
a. Staduim I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2014) gangren diabetik akibat mikroagiopati
disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak
kaki. Proses mikro angiopatik menyebabkan sumbatan pembuluh darah
sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 4P yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Parethesia (parestesia dan kesemutan)
d. Paralysis (lumpuh)

5. Pemeriksaan Ulkus Diabetik


Menurut Smeltzer (2014) pemeriksaan penunjang ulkus diabetik
sebagai berikut:
a. Palpasi dari denyut perifer
Apabila denyut kaki bisa di palpasi, maka PAP tidak ada. Jika denyut
dorsalis pedis dan tibial posterial tidak teraba maka dibutuhkan
pemeriksaan yang lebih lanjut.
b. Doppler flowmeter
Dapat mengukur derajat stenosis secara kualitatif dan semi kuantitatif
melalui analisis gelombang doppler. Frekuensi sistolik doppler distal
dari arteri yang mengalami oklusi menjadi rendah dan gelombangnya
menjadi monofasik.
c. Ankle Brachial Index (ABI)
Tekanan diukur di beberapa tempat di ekstremitas menggunakan
manset pneumatik dan flow sensor, biasanya doppler ultrasound
sensor. Tekanan sistolik akan meningkat dari sentral ke perifer dan
sebaliknya tekanan diastolik akan turun. Karena itu, tekanan sistolik
pada pergelangan kaki lebih tinggi dibanding Brachium. Jika terjadi
penyumbatan, tekanan sistolik akan turun walaupun penyumbatan
masih minimal. Rasio antara tekanan sistolik di pergelangan kaki
dengan tekanan sistolik di arteri brachialis (Ankle Brachial Index)
merupakan indikator sensitif untuk menentukan adanya penyumbatan
atau tidak.
d. Transcutaneous Oxymetri (TcPO2)
Berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah ke
jaringan. TcPO2 pada arteri yang mengalami oklusi sangat rendah.
Pengukuran ini sering digunakan untuk mengukur kesembuhan ulkus
maupun luka amputasi.
e. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Merupakan teknik yang baru, menggunakan magnetic
resonance, lebih sensitif dibanding angiografi standar. Arteriografi
dengan kontras adalah pemeriksaan yang invasif, merupakan standar
baku emas sebelum rekonstruksi arteri. Pasien-pasien diabetes
memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat
kontras meskipun kadar kreatinin normal.

6. Penatalaksanaan Ulkus Diabetik


Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh
derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari
perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi (Smeltzer, 2014)
a. Debridement
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang
sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement
meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses
penyembuhan luka. Metode debridement yang sering dilakukan yaitu
surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis.
Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan
nekrosis, sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan
jaringan hidup.
b. Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah
satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi
pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Total Contact
Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC
dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan
beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan
penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk
mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan
luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada
luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC
antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat
menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam
Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk
inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
c. Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta
menimbulkan infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang
tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk
penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan
keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan
keluarnya nanah dari luka. Menurut The Infectious Diseases Society of
America membagi infeksi menjadi 3 kategori:
1) Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema < 2 cm
2) Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
3) Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1) Non-limb threatening: selulitis <2cm dan tidak meluas sampai
tulang atau sendi.
2) Limb threatening: selulitis >2cm dan telah mencapai tulang atau
sendi, serta adanya infeksi sistemik.
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening)
biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi
ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin
atau clindamycin.
Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas,
enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,
peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram
negatif, serta aerobik dan anaerobik meliputi imipenem- cilastatin, B-
lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam),
dan cephalosporin spektrum luas.
d. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal.
Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab
telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah
dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target.
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika),
membantu debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.
Balutan basahkering dengan normal salin menjadi standar baku
perawatan luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth
Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan luka.
Recombinant Human Platelet Derived Growth Factors (rhPDGFBB)
(beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui
oleh US Food and Drug Administration (FDA). Living skin equivalen
(LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA untuk
penggunaan pada ulkus diabetes.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan (Marilynn E. Doenges, 2014).
Data yang didapatkan bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
data subjektif, merupakan data yang didapatkan melalui wawancara oleh
perawat kepada pasien, keluarga atau orang–orang yang dekat dengan
pasien dan data objektif, merupakan data yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat (Departemen Kesehatan RI, 2012). Pada langkah pengkajian klien
dengan Diabetes mellitus dan gangren, hal yang dilakukan adalah dengan
melakukan pengumpulan data menurut Budiono (2016):
a. Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk, ruangan, no.register, diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke RS dengan keluhan utama poliphagia,
polidipsia, poliuria dan penurunan berat badan. Keluhan lemah,
kesemutan gatal-gatal, penglihatan kabur, dan seringkali sudah
terjadi gangren.
2) Riwayat penyakit sekarang
Mencakup data sejak kapan dirasakan keluhan sampai keluhan
yang dirasakan saat ini.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat klien pernah mengalami sakit apa saja
dan usahakan/tindakan klien untuk mengurangi dan mengantisipasi
penyakit tersebut.
4) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit seperti ini, penyakit yang menyertai, siapa dan
apakah sembuh atau meninggal
c. Kesehatan Fungsional
1) Aktivitas Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan kram otot, tonus otot
menurun. Gangguan tidur/istirahat. Tanda: Takikardia dan takipnea
pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi/disorientasi,
koma. Penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, Infark Myocard Akut,
Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: Takikardia. Perubahan
tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang menurun/tak ada.
Disritmia. Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas Ego
Gejala: Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri
terbakar. Kesulitan berkemih (infeksi). ISK baru/berulang. Nyeri
tekan abdomen. Tanda: Urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia
berat). Urine berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras,
adanya ascites. Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
5) Makanan/cairan
Gejala: Hilang nafsu makan. Mual/muntah. Tidak mengikuti diet;
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari/minggu. Haus. Penggunaan
diuretic (tiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Kekakuan/distensi abdomen, muntah. Pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah).
Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton).
6) Neurosensori
Gejala: Pusing/pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemahan
pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi,
mengantuk, letargi, stupor, koma (tahap lanjut). Gangguan memori
(baru, masa lalu); kacau mental. Refleks Tendon Dalam (RTD)
menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah
meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati–hati.
8) Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara.
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi
pernapasan.
9) Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal; ulkus kulit. Tanda: Demam, diaforesis.
Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak. Parestesia/paralysis
otot termasuk otot-otot pernapasan.
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada
pria; kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga; diabetes mellitus, penyakit jantung,
stroke, hipertensi, fenobarbital, penyembuhan yang lambat,
Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan
dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Pertimbangan:
menunjukkan rata lama dirawat; 5 – 9 hari. Rencana Pemulangan:
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
2) Pemeriksaan head to toe
Menurut Smeltzer (2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
ulkus, antara lain :
a) Kepala: wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah
gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak,
ada/tidak nyeri tekan.
b) Mata: mata kanan dan kiri simetris/tidak, mata cekung/tidak,
konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak sekret,
gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak, ada/tidak
nyeri tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak.
c) Hidung: ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/tidak radang,
ada/tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,
d) Telinga: canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun,
ada/tidak benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat
bantu pendengaran,
e) Mulut: gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada/tidak
memakai gigi palsu, gusi ada/tidak peradangan, lidah
bersih/kotor, bibir kering/lembab.
f) Leher: ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran
kelenjar limfe.
g) Paru: bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan kiri.
Inspeksi: pada paru-paru didapatkan data tulang iga simetris
/tidak kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau tidak,
pola nafas regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak, ada/tidak sesak
napas. Palpasi: vocal fremitus anteria kanan dan kiri
simetris/tidak, ada/tidak nyeri tekan. Auskultasi: suara napas
vesikuler/tidak, ada/tidak ronchi maupun wheezing, ada/tidak.
Perkusi: suara paru-paru sonor/tidak pada paru kanan da kiri.
h) Abdomen: abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka
auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan
kuadran kiri atas. Perkusi: suara hypertimpani.
i) Genetalia data tidak terkaji, terpasang katheter/tidak
j) Musculoskeletal: ekstremitas atas: simetris/tidak, ada/tidak
odema atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah: kaki
kanan dan kaki kiri simetris ada/tidak kelainan. Ada/tidak luka
k) Integumentum: warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering ada
lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan.
3) Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum antara lain :
a) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari(-), kalus, claw
toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5)
b) Palpasi
i) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
ii) Klusi arteri dingin, pulsasi
iii) Ulkus : kalus tebal dan keras
c) Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler nominvasive: pengukuran oksigen transkutaneus,
ankie brachial index (ABI), absolute toe systolic betis dengan
tekanan sistolik lengan.
d) Pemeriksaan radiologis: gas subkutan, benda asing,
osteomietitis
e) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
i) Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula
darah puasa > 120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200
mg/dl.
ii) Urine.
Pemeriksaan glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasilnya
Dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine hijau
(+), kunig (++), merah (+++) dan merah bata (++++)
iii) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai jenis kuman.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Glukosa darah: meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2) Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas: Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolaritas serum: Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/L.
5) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
6) Kalium: Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
7) Fosfor: Lebih sering menurun.
8) Haemoglobin glikosilat: Kadarnya meningkat 2–4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan 4 bulan terakhir (lama hidup SDM)
dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).
9) Gas darah arteri: Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3- (asidosis alkalosis respiratorik).
10) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan infeksi.
11) Ureum/Kreatinin: Mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal).
12) Amilase darah: Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab.
13) Insulin darah: Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada
tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi).
14) Pemeriksaan fungsi tiroid: Peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
15) Urine: Gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolaritas
mungkin meningkat.
16) Kultur & sensitivitas: Kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Setelah
mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi tersebut
dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin,
tingkat perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis.
Diagnosa keperawatan terkait Ulkus diabetikum menurut Arsa
(2020) dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017):
a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan
hiperglikemia
c. Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme
d. Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kehilangan
cairan secara aktif
e. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, nyeri
f. Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan neuropati
perifer
g. Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan penyakit kronis (mis.
Diabetes Mellitus)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi
keperawatan pada kasus ulkus Diabetes Mellitus menururt Arsa tahun 2020 yang mengacu pada buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia dan buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia sebagai berikut:

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen diharapkan tingkat nyeri (L.08066) 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisiologis (mis. menurun. Kriteria Hasil: kualitas dan intensitas nyeri.
Inflamasi, iskemia, neoplasma) 1) Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
3) Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
4) Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
5) Tekanan darah membai 5) Monitor efek samping penggunaan analgetik
6) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, kompres
hangat/dingin)
7) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
8) Fasilitasi istirahat dan tidur
9) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
10) Jelaskan strategi meredakan nyeri
11) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
12) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
13) Kolaborasi pemberian analgetik

2. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
(D.0009) berhubungan dengan diharapkan perfusi perifer (L.02011) 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
hiperglikemi meningkat. Kriteria hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
1) Kekuatan nadi perifer meningkat brachial index)
2) Penyembuhan luka meningkat 2) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
3) Sensasi meningkat pada ekstremitas
4) Warna kulit pucat menurun 3) Lakukan pencegahan infeksi
5) Nyeri ekstremitas menurun 4) Lakukan hidrasi
6) Nekrosis menurun 5) Anjurkan untuk berhenti merokok
7) Akral membaik 6) Anjurkan untuk berolahraga rutin
A. 8) Tekanan darah membaik 7) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki).
8) Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3).
3. Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan peningkatan diharapkan status nutrisi (L.03030) 1) Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme membaik. Kriteria hasil: 2) Monitor asupan makanan
1) Pengetahuan tentang pilihan 3) Monitor berat badan
makanan yang sehat 4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2) Pengetahuan tentang pilihan 5) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
minuman yang sehat Piramida makanan)
3) Sikap terhadap makanan/minuman 6) Ajarkan diet yang diprogramkan
sesuai dengan tujuan 7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
4. Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan kehilangan diharapkan status cairan (L.03028) 1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
cairan secara aktif membaik. Kriteria hasil: Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
1) Kekuatan nadi meningkat tekanan darah menurun, membran mukosa
2) Output urine meningkat kering, volume urine menurun, hematokrit
3) Turgor kulit membaik meningkat, haus, lemah)
4) Rasa haus menurun 2) Monitor intake dan output cairan
5) Intake cairan membaik 3) Berikan asupan cairan oral
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
(D.0054) berhubungan dengan diharapkan mobilitas fisik (L.05042) 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
penurunan kekuatan otot, nyeri meningkat. Kriteria hasil: mengakibatkn kelelahan
1) Pergerakan ekstremitas meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Kekuatan otot meningkat 3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
3) Rentang gerak (ROM) meningkat melakukan aktivitas
4) Nyeri menurun 4) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
5) Gerakan terbatas menurun stimulus (mis. Cahaya, suara, dan kunjungan)
6) Kelemahan fisik menurun 5) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
6) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
6. Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) berhubungan dengan diharapkan integritas kulit (L.14125) 1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna,
neuropati perifer meningkat. Kriteria hasil: ukuran, bau)
1) Perfusi jaringan meningkat 2) Monitor tanda tanda infeksi
2) Nyeri menurun 3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
3) Perdarahan menurun 4) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
5) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
4) Kemerahan menurun nontoksik,sesuai kebutuhan
5) Hematoma menurun 6) Bersihkan jaringan nekrotik
6) Nekrosis menurun 7) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
7) Suhu kulit membaik 8) Pasang balutan sesuai jenis luka
8) Tekstur membaik 9) Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
10) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat atau drainase
11) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
13) Kolaborasi prosedur amputasi
14) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
7. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan penyakit diharapkan tingkat infeksi (L.14137) 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
kronis (mis. Diabetes Mellitus) menurun. Kriteria hasil: sistemik
1) Kebersihan badan meningkat 2) Batasi jumlah pengunjung
2) Demam menurun 3) Berikan perawatan kulit pada daerah area edema
3) Kemerahan menurun 4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
4) Nyeri menurun pasien dan lingkungan pasien
5) Bengkak menurun 5) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
B. 6) Kultur area luka membaik tinggi
6) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
8. Ketidakstabilan kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
darah (D.0027) berhubungan diharapkan kestabilan kadar glukosa darah 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
dengan resistensi insulin (L.03022) meningkat. Kriteria hasil : hiperglikemia
1) Lelah/lesu menurun 2) Monitor kadar glukosa darah
2) Rasa lapar menurun 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
3) Mulut kering menurun Poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan,
4) Rasa haus menurun malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5) Kadar glukosa dalam urine membaik 4) Berikan asupan cairan oral
6) Jumlah urine membaik 5) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
6) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
7) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Pengunaan
insulin, obat oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional
kesehatan)
8) Kolaborasi pemberian insulin
9) Kolaborasi pemberian cairan IV
9. Risiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh (I.14540)
diharapkan tingkat jatuh L.14138) 1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia>65 tahun,
menurun. Kriteria Hasil : neuropati)
1) Jatuh dari tempat tidur menurun 2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
2) Jatuh saat berdiri menurun risiko jatuh (mis. Lantai licin, penerangan kurang)
3) Jatuh saat di kamar mandi menurun 3) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis.
Fall Morse Scale), jika perlu
4) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
5) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
6) Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
7) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
8) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
9) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
10) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi
keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif,
afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik.
Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan
menggunakan beberapa metode (Yustiana Olfah, 2016).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Hari/Tanggal : Senin, 31 Oktober 2022
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Oleh : Anisa Nurjannah
Sumber data : Pasien dan Rekam Medik
Metode : Wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik

A. RIWAYAT KESEHATAN
1. Nama : Ny. S
2. Alamat : Kalasan, Sleman, Yogyakarta
3. No. telephone/ HP : 08818248936
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Tipe diabetes : Tipe 2
6. Lama menderita DM : 2 Tahun
7. Riwayat DM keluarga : Tidak ada
8. Genogram
9. Sosial
a. Pendidikan terakhir : SLTA sederajat
b. Bahasa sehari-hari : Bhs. Indonesia dan Bhs. Jawa
c. Status pernikahan : Kawin
d. Sistem dukungan social: Keluarga
e. Jenis pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Hobi : Menonton TV

10. Pola Makan


a. Makan teratur : Teratur
b. Frekuensi : 3x/hari
c. Minum : ±2000 cc sehari
d. Jenis : Air mineral dan teh
e. Pemanis : Gula murni
f. Keluhan : Tidak ada keluhan masalah makan
g. Komposisi makanan : Pasien mengatakan komposisi makanan yang
dimakan yaitu karbohidrat, protein, sayur, dan buah
h. Kategori makanan : Seimbang (nasi, lauk, sayur, buah)
i. Siapa yang memasak : Pasien
j. Kebiasaan makan di luar: Kadang-kadang
k. Frekuensi : ±1x seminggu
l. Konsumsi Alkohol : Tidak

11. Merokok
Tidak ada riwayat merokok
12. Pengobatan Terakhir
a. Nama obat/dosis : Metformin 500 mg/ 2x1 hari
b. OHO : Metformin
c. Terapi komplementer : Tidak

13. Tingkat Aktivitas Sehari-hari


a. Olahraga : Pasien mengatakan dulu sebelum
kakinya sakit sering ikut senam di kampung, namun setelah kakinya
sakit sudah tidak pernah dan hanya melakukan peregangan saja setiap
pagi
b. Frekuensi : Setiap Hari
c. Rata-rata lama aktivitas : 15 menit

14. Keterbatasan Kemampuan


a. Kelumpuhan : Tidak ada
b. Gangguan Pendengaran : Tidak ada
c. Komplikasi DM :
1) Penurunan penglihatan : Tidak ada
2) Neuropati : ada
3) Vaskuler : Tidak ada
4) Fungsi ginjal : Normal
5) Seksualitas : Normal
d. Mobilitas : Kursi roda
e. Dexteritas (motoric halus) : Normal

15. Monitoring Diri Terhadap Kontrol Diabetes (Metode Pemeriksaan)


a. Pemeriksaan urin : Tidak
b. Pemeriksaan mandiri : Iya
c. Frekuensi pemeriksaan : seminggu 4 kali (mandiri), sebulan
sekali di fasilitas kesehatan
d. Sistem yang digunakan
1) Visual, jenis strip : Test strip for glucose
2) Jenis glucometer : Accu GCU Test
e. Jenis insulin : Tidak menggunakan insulin
f. Nama insulin yang digunakan: Tidak menggunakan insulin
g. Frekuensi/ dosis : Tidak menggunakan insulin
h. Waktu pemberian : Tidak menggunakan insulin

16. Penyesuaian Psikologis Terhadap Diabetes


a. Harga diri : Baik
b. Self efficacy : Baik
c. Optimisme : Baik
d. Kontrol diri : Baik
e. Rasa memiliki : Baik

17. Pengkajian Pengetahuan Tentang Diabetes


a. Edukasi diabetes sebelumnya : Kurang
b. Kehadiran dalam kelompok edukasi : Tidak
c. Nama kelompok :-

18. Alasan pasien dirawat di rumah sakit

Pasien mengatakan datang ke poli kaki RSUP Dr. Sardjito untuk


melakukan perawatan luka ulkus jempol dan kelingking kaki kiri
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi Umum
a. Kesadaran : Composmentis (E: 4,V: 5, M: 6), KU: Baik
b. TD: 139/71 mmHg, N: 77x/ menit, S: 36.4℃, R: 20/ menit, SpO2:
99%
c. Posturan Drop/ Hipostatik : Tidak
d. Tinggi Badan= 157 cm BB= 62 kg
e. IMT 25,15 kg/m2 (Batas normal: 18,5-25,0)
f. Gejala diabetes : Mudah lelah
g. Hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal 31 Oktober 2022
GDS pagi 178 mg/dL (N 80-200 mg/dL)

2. Kulit
a. Hiperpigmentasi : Tidak ada
b. Turgor kulit : Kering
c. Kelainan kulit : tidak ada
d. Lokasi suntikan : Tidak ada

3. Mulut
a. Membran mukosa : Tampak kering
b. Bibir : Tampak kering
c. Halitosis : Tidak
d. Gigi : Bersih, tidak terdapat karies gigi
4. Kaki dan Jari Kaki
a. Suhu kaki : Hangat
b. CRT : <2 detik
c. ABI kanan :-
d. ABI kiri :-
e. Gangguan sirkulasi : Tidak ada
f. Kelemahan otot kaki : Tidak ada
g. Ulkus : Tidak ada
h. Hilangya sensasi : Tidak ada
i. Edema di kaki : Tidak ada
j. Infeksi jamur : Tidak ada
k. Kondisi kuku : Cukup bersih
l. Kebersihan kaki : Cukup bersih
m. Jenis kaos kaki : menggunakan kaos kaki berbahan katun
n. Sepatu : Pasien tampak menggunakan sendal

C. ANALISA DATA
Data Fokus Etiologi Masalah
DS: Resistensi insulin Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
- Pasien mengatakan sudah (SDKI, 2017)
(D.0027)
menderita DM kurang lebih
2 tahun (SDKI, 2017)
- Pasien mengatakan dirinya
sering merasa mudah lelah
- Pasien mengatakan pagi tadi
sudah cek GDS yaitu 178
mg/dL (31/10/2022)
DO:
- TD: 139/71 mmHg N:
102/ menit S: 36.4℃ R:
20/ menit, SpO2: 99%
- Pasien mengonsumsi obat
Metformin 2 x 500 mg
DS: Neuropati perifer Gangguan Integritas
 Pasien mengatakan Jaringan (D.0129)
mengalami luka kurang lebih (SDKI, 2017)
sudah 3 bulanan (SDKI, 2017)
DO:
 Terdapat luka ulkus pedis
wagner 1 di bagain jempol
dan kelingking kaki kiri
 Ukuran luka jempol kaki
2,5x2 cm, kedalaman 1,5 cm
 Ukuran luka kelingking 2x2
cm

DS: - - Risiko Jatuh (D.0142)
DO: (SDKI, 2017)
- Pasien tampak datang
dengan menggunakan kursi
roda

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan Dengan Resistensi
Insulin
2. Gangguan Integritas Jaringan berhubungan dengan Neuropati perifer
3. Risiko Jatuh
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
. (SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
(SDKI, 2017)
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
kadar glukosa keperawatan 1x3 jam, 1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
darah berhubungan diharapkan kestabilan kadar
2) Monitor kadar glukosa darah
dengan resistensi glukosa darah meningkat
insulin dengan kriteria hasil: 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia,
polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
1) Lelah/lesu menurun
2) Mulut kering menurun 4) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia
3) Rasa haus menurun tetap ada atau memburuk
5) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
6) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Pengunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I.14564)
Intergritas Jaringan keperawatan 1x3 jam, 1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
diharapkan integritas kulit dan
2) Monitor tanda tanda infeksi
jaringan meningkat dengan
kriteria hasil: 3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,sesuai
1) Perfusi jaringan
meningkat kebutuhan
2) Nyeri menurun 5) Bersihkan jaringan nekrotik
3) Nekrosis menurun
6) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
4) Suhu kulit membaik
5) Tekstur membaik 7) Pasang balutan sesuai jenis luka
8) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
9) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat atau drainase
3 Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540)
keperawatan 1x3 jam, 1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia>65 tahun, neuropati)
diharapkan tingkat jatuh
2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
menurun dengan kriteria hasil:
(mis. Lantai licin, penerangan kurang)
1) Jatuh dari tempat tidur
3) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse
menurun
1) Jatuh saat berdiri Scale), jika perlu
menurun 4) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tgl/ DIAGNOSA
PELAKSANAAN EVALUASI PROSES EVALUASI HASIL
Jam KEPERAWATAN
Senin, 31 Ketidakstabilan kadar Manajemen Hiperglikemia S: S:
Oktober glukosa darah (I.03115)
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan akan
2022/ berhubungan dengan
1) Mengidentifikasi dirinya sering merasa rajin mengkonsumsi obat
09.00 WIB resistensi insulin dan rutin cek gula darah
mudah lelah dan haus
kemungkinan rutin
- Pasien mengatakan O:
penyebab
sudah menderita DM
hiperglikemia kurang lebih 2 tahun TD: 128/87 mmHg
2) Memonitor kadar - Pasien mengatakan N:102x/menit
glukosa darah mengonsumsi obat S: 36.5℃
metformin 500 mg
3) Memonitor tanda dan RR: 20x/menit
gejala hiperglikemia - Pasien mengatakan
hasil GDS tadi pagi A: Ketidakstabilan kadar glukosa
(mis. Poliuria, 178 mg/dl darah belum teratasi
polidipsia,polifagia, O: P: Lanjutkan intervensi
kelemahan, malaise, - Anjurkan untuk rutin
- Pasien tampak
pandangan kabur, kooperatif memonitor kadar glukosa
darah secara mandiri atau
sakit kepala) - Hasil TTV: di pelayanan kesehatan
4) Menganjurkan - Anjurkan untuk rutin
monitor kadar glukosa TD: 128/87 mmHg mengkonsumsi obat
- Anjurkan kepatuhan
darah secara mandiri N:102x/menit terhadap diet dan
5) Mengajarkan S: 36.5℃ perawatan kaki dirumah
pengelolaan diabetes (Anisa)
RR: 20x/menit
(mis. Pengunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehatan)
Senin, 31 Gangguan Intergritas Perawatan Luka (I.14564) S:- S:-
Oktober Jaringan
1) Memonitor karakteristik O: O:
2022/
09.00 WIB luka (mis. Drainase,  Terdapat luka ulkus pedis - Luka tampak bersih
warna, ukuran, bau) wagner 1 di bagain - Tidak ada jaringan
jempol dan kelingking nekrotik
2) Memonitor tanda tanda - Luka ditutup dengan kassa
kaki kiri
infeksi steril
 Ukuran luka jempol kaki
- Pasien tampak lebih rileks
3) Melepaskan balutan dan 2,5x2 cm, kedalaman 1,5
A: Gangguan Integritas Jringan
cm
plester secara perlahan teratasi sebagian
 Ukuran luka kelingking
4) Membersihkan dengan 2x2 cm P: Lanjutkan intervensi
cairan NaCl atau  Luka tampak berwarna
- Edukasi perawatan luka
kuning dan sedikit
pembersih nontoksik, secara mandiri di rumah
bengkak (Anisa)
sesuai kebutuhan  Luka dibersihkan dengan
cairan Nacl 0,9%
5) Membersihkan jaringan
 Luka diolesi dengan madu
nekrotik  Luka ditutup dengan
6) Memberikan salep yang kassa steril
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
7) Memasang balutan sesuai
jenis luka
8) Mempertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
9) Mengganti balutan sesuai
jumlah eksudat atau
drainase
Senin, 31 Risiko Jatuh Pencegahan Jatuh S: - S: -
Oktober O: O:
1) Mengidentifikasi
- Pasien tidak jatuh saat - Pasien tidak jatuh saat
2022/ faktor risiko jatuh berdiri berdiri
09.00 WIB - Pasien tidak jatuh dari - Pasien tidak jatuh dari
(mis. Usia>65 tahun,
tempat tidur tempat tidur
neuropati) - Pasien dibantu A: Risiko jatuh teratasi
2) Mengidentifikasi berpindah oleh P: Lanjutkan intervensi
anaknya anjurkan menggunakan alas kaki
faktor lingkungan yang tidak licin
yang meningkatkan
risiko jatuh (mis.
Lantai licin,
penerangan kurang)
3) Menghitung risiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall Morse
Scale), jika perlu
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil laporan kasus kelompok dengan judul “Asuhan


Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2
Dengan Komplikasi Ulkus DM Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta” oleh Anisa Nurjannah pada tanggal 31 Oktober 2022.
Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang di dapatkan pada pengkajian klien Ny. S
menunjukkan adanya keluhan utamanya yaitu ingin kontrol luka ulkus di
jempol dan kelingking kaki kiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dari data pengkajian Ny. S ditegakkan
3 diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah, gangguan
intergritas jaringan, dan risiko jatuh.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang digunakan dalam kasus pada klien Ny. S dirumuskan
berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada, intervensi setiap
diagnosa dapat sesuai kebutuhan pasien dan memperhatikan kondisi pasien
serta kesanggupan keluarga dalam kerjasama, intervensi yang dilakukan oleh
peneliti yaitu intervensi yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah peneliti susun.Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien Ny.
S sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan sesuai dengan
kebutuhan klien dengan Diabetus Mellitus.
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada Ny. S selama 1 hari dibuat
dalam bentuk SOAP. Hasi levaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien
Ny. S terdapat diagnosa keperawatan ketidakstabilan gula darah belum
teratasi, diagnosa keperawatan gangguan integritas jaringan teratasi sebagian,
dan diagnosa keperawatan risiko jatuh teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
.
Handayani dan Haribowo. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Hanum. (2013). Patofisiologi DM. Retrieved from http://repository.unimus.ac.id.
Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi. 21–46.
Jannoo, Zeinab, Yap Bee, Alias Moch, & Hassali, Mohamed Azmi. (2017).
diabetes, kualitas hidup khusus diabetes dan kualitas hidup terkait kesehatan
di antara pasien diabetes mellitus tipe 2 Journal of Clinical & Translational
Endocrinology. 9, 48–54.
Paduch, Andrea. (2017). Hambatan psikososial untuk penggunaan layanan
kesehatan di antara individu dengan diabetes mellitus : Tinjauan sistematis.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai