Disusun Oleh:
ANISA NURJANNAH
NIM. P07120522078
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH:
ANISA NURJANNAH
NIM. P07120522078
OLEH:
PEMBIMBING LAPANGAN :
PEMBIMBING PENDIDIKAN :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian hampir
diseluruh dunia. WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi
diseluruh dunia pada tahun 2008, hampir 36 juta disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular. Penyakit Tidak Menular juga membunuh penduduk dengan
usia yang lebih muda. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang
berusia kurang dari 70 tahun yaitu, penyakit kardiovaskuler merupakan
penyebab terbesar (34,1%), kemudian stroke (10,9%), diabetes mellitus
(8,5%), gagal ginjal kronis (3,8%), kanker (1,8%) (Riskesdas, 2018).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) jumlah
pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar
179,72 juta, ini berarti prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 10,6%. Hasil
Riskesdas 2018, prevalensi diabetes melitus berdasarkan wawancara terjadi
peningkatan dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% tahun 2018 dan yang
terdiagnosa oleh dokter adalah 2%. Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada
tahun 2016 menderita diabetes mellitus dan hampir seperempatnya berisiko
memiliki ulkus diabetikum, 25% kasus ulkus diabetikum berlanjut pada
tindakan amputasi. 40% kasus ulkus diabetikum dapat dicegah dengan
perawatan luka yang baik. 60% kasus ulkus diabetikum berhubungan erat
dengan neuropati perifer (Arsa, 2020).
Prevalensi pasien menderita ulkus diabetikum di dunia sekitar 15% dengan
risiko tindakan amputasi sebanyak 30%, angka mortalitas 32% (IDF, 2015).
Angka kematian akibat ulkus diabetikum dan ganggren mencapai 17-23% di
Indonesia, serta angka amputasi mencapai 15-30% (Purwanti, 2013).
Amputasi adalah hilangnya bagian tubuh, seperti jari, lengan, atau tungkai
akibat cedera dan/atau terjadi secara terencana melalui prosedur operasi,
misalnya untuk mencegah penyebaran infeksi (Arsa, 2020)
Seorang perawat dapat melakukan pemeriksaan kaki untuk mengetahui
tingginya risiko terjadi komplikasi Diabetes Mellitus. Salah satunya perawatan
luka, perawat harus mengetahui jenis ulkus dan bagaimana cara perawatan
luka yang baik. Perawatan luka merupakan cara penting untuk mencegah
infeksi dan kelembapan pada daerah luka ulkus diabetes. Membuang jaringan
nekrotik akan memperkecil kemungkinan infeksi bakteri, juga dapat
membantu proses kecepatan penyembuhan luka (Arsa, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memutuskan membuat
laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah
adalah “Bagaimana asuhan keperawatan secara komprehensif Pada Ny. S
Dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus
DM Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis
Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM Wagner 1
Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
b. Merumuskan diagnosis keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
c. Menyusun perencanaan keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa
Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM
Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
d. Melaksanakan intervensi keperawatan Pada Ny. S Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi
Ulkus DM Wagner 1 Pedis Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta
e. Mengevaluasi Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis Diabetes
Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Ulkus DM Wagner 1 Pedis
Sinistra Di Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian
kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi
kekurangan insulin. Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi
karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa
kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain
yang belum diketahui (Smeltzer dan Bare, 2015).
3. Klasifikasi
DM dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis (Smeltzer
dan Bare, 2015), yaitu:
a. DM tipe 1
DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-beta, biasanya
menyebabkan kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses
autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini berkembang ke arah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. DM tipe 1 terjadi
sebanyak 5-10% dari semua DM. DM tipe 1 dicirikan dengan onset
metabolisme yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun
(Smeltzer dan Bare, 2015).
b. DM tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus),
dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat
resistensi insulin. DM tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan
metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak
cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di jaringan tidak
berespon terhadap insulin tersebut. DM tipe 2 mengenai 90-95%
pasien dengan DM. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,
obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. DM tipe ini sering
terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2015).
c. DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek
genetik pada fungsi sel pankreas (seperti fibrosis kistik dan
pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik
lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan
Bare, 2015).
d. DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan,
dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan.
Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan
(Smeltzer dan Bare, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali
tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis
Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin. Jika hiperglikemia nya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat
ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati
ambang ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya
rasa haus (polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin
akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala
yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia,
lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat
meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin
biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat
pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien
ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah
insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis
(Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
gejala akut dan gejala kronik (PERKENI, 2015):
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak
makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi), dan banyak kencing
(poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang
atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa
mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah
kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa
tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering
ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita, gigi
mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, dan
para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (PERKENI,
2015).
5. Patofisiologi
Bermacam - macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-
beda, akhirnya akan mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus
mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga
terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun
serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi
(Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal
maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa
haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosa yang hilang melalui
urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan
merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap
kebutuhan energi tersebut.
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri
kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang,
yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan
dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan
terjadinya gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke
retina menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,
akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari
perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi
ginjal, sehingga terjadi nefropati.
Diabetes mempengaruhi syaraf – syaraf perifer, sistem syaraf
otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan pada
saraf (Neuropati) (Hanum, 2013).
6. Pathway
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi
dua berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Smeltzer dan Bare, 2015; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD), merupakan komplikasi akut DM
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi
(300- 600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis
dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,
2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK) pada keadaan ini terjadi
peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari
berdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing,
gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien
DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih
lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum
komplikasi jangka panjang terdiri dari:
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis
dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat
timbunan plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM
namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih
serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM
meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan kontrol
kadar gula darah yang baik. Tetapi Telah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor
resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin
dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi
semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan
meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain
adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner,
pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan
diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi
makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015).
2) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati
diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetik dibagi dalam 2
kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan retinopati
proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal
dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati
proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah
kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Seterusnya,
nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya
proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan
hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-
molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih
(albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah
(Smeltzer dan Bare, 2015).
3) Neuropati Diabetes
Neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat
DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki (PERKENI, 2015).
8. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddarth (2015), tujuan utama terapi Diabetes
adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi Komplikasi Vaskuler serta Neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe Diabetes Melitus adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan Diabetes
Melitus:
a. Diet yang tepat
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan Diabetes Melitus. Menurut Departemen Kesehatan RI
menetapkan bahwa kebutuhan kalori individu sebesar 2000 kalori/hari.
b. Latihan fisik
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan
(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan
demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic
rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada Diabetes Melitus karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan ini juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu, meningkatkan kadar HDL-Kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini
sangat penting bagi penyandang Diabetes Melitus mengingat adanya
peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskular pada
Diabetes Melitus.
c. Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara Mandiri
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG, Self Monitoring of Blood Glucose) penderita diabetes melitus
kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dengan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia dan berperan untuk
menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan
mengurangi komplikasi diabetes melitus jangka panjang. Beberapa
metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar
glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan
setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasikan darah tersebut pada
strip pereaksi khusus. Strip tersebut pertama-tama dimasukkan ke
dalam alat pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah
darah melekat pada strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan
tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam
waktu yang singkat (kurang dari 1 menit).
d. Terapi obat oral atau insulin (jika diperlukan)
Menurut Rendy & Margareth (2012) pada individu sehat, sekresi
insulin mengimbangi jumlah asupan makanan yang bermacam-macam
dengan latihan fisik, sebaliknya, individu dengan Diabetes Melitus
tidak mampu mensekresi jumlah yang cukup untuk mempertahankan
kadar glukosa darah. Sebagai akibatnya, kadar glukosa meningkat
tinggi sebagai respon terhadap makanan dan tetap tinggi dalam
keadaan puasa.
e. Pendidikan kesehatan
Menurut Corwin (2009) pasien diabetes melitus relatif dapat hidup
normal asalkan mereka mengetahui dengan baik keadaan dan cara
penatalaksanaan penyakit yang dideritanya. Menurut Prince dan
Wilson (2006) mereka dapat belajar menyuntikkan insulin sendiri,
memantau kadar glukosa darah mereka dan memanfaatkan informasi
untuk mengatur dosis insulin serta merencanakan diet serta latihan
sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi hiperglikemia atau
hipoglikemia. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap
yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer
merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada populasi umum misalnya dengan kampanye
makanan sehat dan penyuluhan bahaya Diabetes Melitus. Pencegahan
sekunder yaitu upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus dengan
pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyakit. Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Upaya pencegahan ini
memberikan memerlukan keterlibatan semua pihak untuk
mensukseskannya baik dokter, perawat, ahli gizi, keluarga dan pasien
itu sendiri. Perawat sebagai edukator sangat berperan untuk
memberikan informasi yang tepat pada pasien Diabetes Melitus
tentang penyakit, pencegahan, komplikasi, pengobatan dan
pengelolaan diabetes melitus termasuk di dalamnya memberi motivasi
dan meningkatkan efikasi diri (kepercayaan pada kemampuan diri
sendiri) (Brunner & Suddarth, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2014) gangren diabetik akibat mikroagiopati
disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak
kaki. Proses mikro angiopatik menyebabkan sumbatan pembuluh darah
sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 4P yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Parethesia (parestesia dan kesemutan)
d. Paralysis (lumpuh)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Setelah
mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi tersebut
dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin,
tingkat perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis.
Diagnosa keperawatan terkait Ulkus diabetikum menurut Arsa
(2020) dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017):
a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan
hiperglikemia
c. Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme
d. Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kehilangan
cairan secara aktif
e. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, nyeri
f. Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan neuropati
perifer
g. Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan penyakit kronis (mis.
Diabetes Mellitus)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi
keperawatan pada kasus ulkus Diabetes Mellitus menururt Arsa tahun 2020 yang mengacu pada buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia dan buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia sebagai berikut:
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
(D.0009) berhubungan dengan diharapkan perfusi perifer (L.02011) 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
hiperglikemi meningkat. Kriteria hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
1) Kekuatan nadi perifer meningkat brachial index)
2) Penyembuhan luka meningkat 2) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
3) Sensasi meningkat pada ekstremitas
4) Warna kulit pucat menurun 3) Lakukan pencegahan infeksi
5) Nyeri ekstremitas menurun 4) Lakukan hidrasi
6) Nekrosis menurun 5) Anjurkan untuk berhenti merokok
7) Akral membaik 6) Anjurkan untuk berolahraga rutin
A. 8) Tekanan darah membaik 7) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki).
8) Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3).
3. Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan peningkatan diharapkan status nutrisi (L.03030) 1) Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme membaik. Kriteria hasil: 2) Monitor asupan makanan
1) Pengetahuan tentang pilihan 3) Monitor berat badan
makanan yang sehat 4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2) Pengetahuan tentang pilihan 5) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
minuman yang sehat Piramida makanan)
3) Sikap terhadap makanan/minuman 6) Ajarkan diet yang diprogramkan
sesuai dengan tujuan 7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
4. Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan kehilangan diharapkan status cairan (L.03028) 1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
cairan secara aktif membaik. Kriteria hasil: Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
1) Kekuatan nadi meningkat tekanan darah menurun, membran mukosa
2) Output urine meningkat kering, volume urine menurun, hematokrit
3) Turgor kulit membaik meningkat, haus, lemah)
4) Rasa haus menurun 2) Monitor intake dan output cairan
5) Intake cairan membaik 3) Berikan asupan cairan oral
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
(D.0054) berhubungan dengan diharapkan mobilitas fisik (L.05042) 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
penurunan kekuatan otot, nyeri meningkat. Kriteria hasil: mengakibatkn kelelahan
1) Pergerakan ekstremitas meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Kekuatan otot meningkat 3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
3) Rentang gerak (ROM) meningkat melakukan aktivitas
4) Nyeri menurun 4) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
5) Gerakan terbatas menurun stimulus (mis. Cahaya, suara, dan kunjungan)
6) Kelemahan fisik menurun 5) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
6) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
6. Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) berhubungan dengan diharapkan integritas kulit (L.14125) 1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna,
neuropati perifer meningkat. Kriteria hasil: ukuran, bau)
1) Perfusi jaringan meningkat 2) Monitor tanda tanda infeksi
2) Nyeri menurun 3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
3) Perdarahan menurun 4) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
5) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
4) Kemerahan menurun nontoksik,sesuai kebutuhan
5) Hematoma menurun 6) Bersihkan jaringan nekrotik
6) Nekrosis menurun 7) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
7) Suhu kulit membaik 8) Pasang balutan sesuai jenis luka
8) Tekstur membaik 9) Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
10) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat atau drainase
11) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
13) Kolaborasi prosedur amputasi
14) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
7. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan penyakit diharapkan tingkat infeksi (L.14137) 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
kronis (mis. Diabetes Mellitus) menurun. Kriteria hasil: sistemik
1) Kebersihan badan meningkat 2) Batasi jumlah pengunjung
2) Demam menurun 3) Berikan perawatan kulit pada daerah area edema
3) Kemerahan menurun 4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
4) Nyeri menurun pasien dan lingkungan pasien
5) Bengkak menurun 5) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
B. 6) Kultur area luka membaik tinggi
6) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
8. Ketidakstabilan kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
darah (D.0027) berhubungan diharapkan kestabilan kadar glukosa darah 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
dengan resistensi insulin (L.03022) meningkat. Kriteria hasil : hiperglikemia
1) Lelah/lesu menurun 2) Monitor kadar glukosa darah
2) Rasa lapar menurun 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
3) Mulut kering menurun Poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan,
4) Rasa haus menurun malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5) Kadar glukosa dalam urine membaik 4) Berikan asupan cairan oral
6) Jumlah urine membaik 5) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
6) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
7) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Pengunaan
insulin, obat oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional
kesehatan)
8) Kolaborasi pemberian insulin
9) Kolaborasi pemberian cairan IV
9. Risiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh (I.14540)
diharapkan tingkat jatuh L.14138) 1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia>65 tahun,
menurun. Kriteria Hasil : neuropati)
1) Jatuh dari tempat tidur menurun 2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
2) Jatuh saat berdiri menurun risiko jatuh (mis. Lantai licin, penerangan kurang)
3) Jatuh saat di kamar mandi menurun 3) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis.
Fall Morse Scale), jika perlu
4) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
5) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
6) Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
7) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
8) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
9) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
10) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi
keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif,
afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik.
Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan
menggunakan beberapa metode (Yustiana Olfah, 2016).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Hari/Tanggal : Senin, 31 Oktober 2022
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Poli Kaki RSUP Dr. Sardjito
Oleh : Anisa Nurjannah
Sumber data : Pasien dan Rekam Medik
Metode : Wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik
A. RIWAYAT KESEHATAN
1. Nama : Ny. S
2. Alamat : Kalasan, Sleman, Yogyakarta
3. No. telephone/ HP : 08818248936
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Tipe diabetes : Tipe 2
6. Lama menderita DM : 2 Tahun
7. Riwayat DM keluarga : Tidak ada
8. Genogram
9. Sosial
a. Pendidikan terakhir : SLTA sederajat
b. Bahasa sehari-hari : Bhs. Indonesia dan Bhs. Jawa
c. Status pernikahan : Kawin
d. Sistem dukungan social: Keluarga
e. Jenis pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Hobi : Menonton TV
11. Merokok
Tidak ada riwayat merokok
12. Pengobatan Terakhir
a. Nama obat/dosis : Metformin 500 mg/ 2x1 hari
b. OHO : Metformin
c. Terapi komplementer : Tidak
2. Kulit
a. Hiperpigmentasi : Tidak ada
b. Turgor kulit : Kering
c. Kelainan kulit : tidak ada
d. Lokasi suntikan : Tidak ada
3. Mulut
a. Membran mukosa : Tampak kering
b. Bibir : Tampak kering
c. Halitosis : Tidak
d. Gigi : Bersih, tidak terdapat karies gigi
4. Kaki dan Jari Kaki
a. Suhu kaki : Hangat
b. CRT : <2 detik
c. ABI kanan :-
d. ABI kiri :-
e. Gangguan sirkulasi : Tidak ada
f. Kelemahan otot kaki : Tidak ada
g. Ulkus : Tidak ada
h. Hilangya sensasi : Tidak ada
i. Edema di kaki : Tidak ada
j. Infeksi jamur : Tidak ada
k. Kondisi kuku : Cukup bersih
l. Kebersihan kaki : Cukup bersih
m. Jenis kaos kaki : menggunakan kaos kaki berbahan katun
n. Sepatu : Pasien tampak menggunakan sendal
C. ANALISA DATA
Data Fokus Etiologi Masalah
DS: Resistensi insulin Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
- Pasien mengatakan sudah (SDKI, 2017)
(D.0027)
menderita DM kurang lebih
2 tahun (SDKI, 2017)
- Pasien mengatakan dirinya
sering merasa mudah lelah
- Pasien mengatakan pagi tadi
sudah cek GDS yaitu 178
mg/dL (31/10/2022)
DO:
- TD: 139/71 mmHg N:
102/ menit S: 36.4℃ R:
20/ menit, SpO2: 99%
- Pasien mengonsumsi obat
Metformin 2 x 500 mg
DS: Neuropati perifer Gangguan Integritas
Pasien mengatakan Jaringan (D.0129)
mengalami luka kurang lebih (SDKI, 2017)
sudah 3 bulanan (SDKI, 2017)
DO:
Terdapat luka ulkus pedis
wagner 1 di bagain jempol
dan kelingking kaki kiri
Ukuran luka jempol kaki
2,5x2 cm, kedalaman 1,5 cm
Ukuran luka kelingking 2x2
cm
DS: - - Risiko Jatuh (D.0142)
DO: (SDKI, 2017)
- Pasien tampak datang
dengan menggunakan kursi
roda
D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan Dengan Resistensi
Insulin
2. Gangguan Integritas Jaringan berhubungan dengan Neuropati perifer
3. Risiko Jatuh
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
. (SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
(SDKI, 2017)
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
kadar glukosa keperawatan 1x3 jam, 1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
darah berhubungan diharapkan kestabilan kadar
2) Monitor kadar glukosa darah
dengan resistensi glukosa darah meningkat
insulin dengan kriteria hasil: 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia,
polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
1) Lelah/lesu menurun
2) Mulut kering menurun 4) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia
3) Rasa haus menurun tetap ada atau memburuk
5) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
6) Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Pengunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I.14564)
Intergritas Jaringan keperawatan 1x3 jam, 1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
diharapkan integritas kulit dan
2) Monitor tanda tanda infeksi
jaringan meningkat dengan
kriteria hasil: 3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,sesuai
1) Perfusi jaringan
meningkat kebutuhan
2) Nyeri menurun 5) Bersihkan jaringan nekrotik
3) Nekrosis menurun
6) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
4) Suhu kulit membaik
5) Tekstur membaik 7) Pasang balutan sesuai jenis luka
8) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
9) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat atau drainase
3 Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540)
keperawatan 1x3 jam, 1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia>65 tahun, neuropati)
diharapkan tingkat jatuh
2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
menurun dengan kriteria hasil:
(mis. Lantai licin, penerangan kurang)
1) Jatuh dari tempat tidur
3) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse
menurun
1) Jatuh saat berdiri Scale), jika perlu
menurun 4) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tgl/ DIAGNOSA
PELAKSANAAN EVALUASI PROSES EVALUASI HASIL
Jam KEPERAWATAN
Senin, 31 Ketidakstabilan kadar Manajemen Hiperglikemia S: S:
Oktober glukosa darah (I.03115)
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan akan
2022/ berhubungan dengan
1) Mengidentifikasi dirinya sering merasa rajin mengkonsumsi obat
09.00 WIB resistensi insulin dan rutin cek gula darah
mudah lelah dan haus
kemungkinan rutin
- Pasien mengatakan O:
penyebab
sudah menderita DM
hiperglikemia kurang lebih 2 tahun TD: 128/87 mmHg
2) Memonitor kadar - Pasien mengatakan N:102x/menit
glukosa darah mengonsumsi obat S: 36.5℃
metformin 500 mg
3) Memonitor tanda dan RR: 20x/menit
gejala hiperglikemia - Pasien mengatakan
hasil GDS tadi pagi A: Ketidakstabilan kadar glukosa
(mis. Poliuria, 178 mg/dl darah belum teratasi
polidipsia,polifagia, O: P: Lanjutkan intervensi
kelemahan, malaise, - Anjurkan untuk rutin
- Pasien tampak
pandangan kabur, kooperatif memonitor kadar glukosa
darah secara mandiri atau
sakit kepala) - Hasil TTV: di pelayanan kesehatan
4) Menganjurkan - Anjurkan untuk rutin
monitor kadar glukosa TD: 128/87 mmHg mengkonsumsi obat
- Anjurkan kepatuhan
darah secara mandiri N:102x/menit terhadap diet dan
5) Mengajarkan S: 36.5℃ perawatan kaki dirumah
pengelolaan diabetes (Anisa)
RR: 20x/menit
(mis. Pengunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehatan)
Senin, 31 Gangguan Intergritas Perawatan Luka (I.14564) S:- S:-
Oktober Jaringan
1) Memonitor karakteristik O: O:
2022/
09.00 WIB luka (mis. Drainase, Terdapat luka ulkus pedis - Luka tampak bersih
warna, ukuran, bau) wagner 1 di bagain - Tidak ada jaringan
jempol dan kelingking nekrotik
2) Memonitor tanda tanda - Luka ditutup dengan kassa
kaki kiri
infeksi steril
Ukuran luka jempol kaki
- Pasien tampak lebih rileks
3) Melepaskan balutan dan 2,5x2 cm, kedalaman 1,5
A: Gangguan Integritas Jringan
cm
plester secara perlahan teratasi sebagian
Ukuran luka kelingking
4) Membersihkan dengan 2x2 cm P: Lanjutkan intervensi
cairan NaCl atau Luka tampak berwarna
- Edukasi perawatan luka
kuning dan sedikit
pembersih nontoksik, secara mandiri di rumah
bengkak (Anisa)
sesuai kebutuhan Luka dibersihkan dengan
cairan Nacl 0,9%
5) Membersihkan jaringan
Luka diolesi dengan madu
nekrotik Luka ditutup dengan
6) Memberikan salep yang kassa steril
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
7) Memasang balutan sesuai
jenis luka
8) Mempertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
9) Mengganti balutan sesuai
jumlah eksudat atau
drainase
Senin, 31 Risiko Jatuh Pencegahan Jatuh S: - S: -
Oktober O: O:
1) Mengidentifikasi
- Pasien tidak jatuh saat - Pasien tidak jatuh saat
2022/ faktor risiko jatuh berdiri berdiri
09.00 WIB - Pasien tidak jatuh dari - Pasien tidak jatuh dari
(mis. Usia>65 tahun,
tempat tidur tempat tidur
neuropati) - Pasien dibantu A: Risiko jatuh teratasi
2) Mengidentifikasi berpindah oleh P: Lanjutkan intervensi
anaknya anjurkan menggunakan alas kaki
faktor lingkungan yang tidak licin
yang meningkatkan
risiko jatuh (mis.
Lantai licin,
penerangan kurang)
3) Menghitung risiko
jatuh dengan
menggunakan skala
(mis. Fall Morse
Scale), jika perlu
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang di dapatkan pada pengkajian klien Ny. S
menunjukkan adanya keluhan utamanya yaitu ingin kontrol luka ulkus di
jempol dan kelingking kaki kiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dari data pengkajian Ny. S ditegakkan
3 diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah, gangguan
intergritas jaringan, dan risiko jatuh.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang digunakan dalam kasus pada klien Ny. S dirumuskan
berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada, intervensi setiap
diagnosa dapat sesuai kebutuhan pasien dan memperhatikan kondisi pasien
serta kesanggupan keluarga dalam kerjasama, intervensi yang dilakukan oleh
peneliti yaitu intervensi yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah peneliti susun.Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien Ny.
S sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan sesuai dengan
kebutuhan klien dengan Diabetus Mellitus.
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada Ny. S selama 1 hari dibuat
dalam bentuk SOAP. Hasi levaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien
Ny. S terdapat diagnosa keperawatan ketidakstabilan gula darah belum
teratasi, diagnosa keperawatan gangguan integritas jaringan teratasi sebagian,
dan diagnosa keperawatan risiko jatuh teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
.
Handayani dan Haribowo. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Hanum. (2013). Patofisiologi DM. Retrieved from http://repository.unimus.ac.id.
Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi. 21–46.
Jannoo, Zeinab, Yap Bee, Alias Moch, & Hassali, Mohamed Azmi. (2017).
diabetes, kualitas hidup khusus diabetes dan kualitas hidup terkait kesehatan
di antara pasien diabetes mellitus tipe 2 Journal of Clinical & Translational
Endocrinology. 9, 48–54.
Paduch, Andrea. (2017). Hambatan psikososial untuk penggunaan layanan
kesehatan di antara individu dengan diabetes mellitus : Tinjauan sistematis.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth. Jakarta.