Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAUHULAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS DIRUANG


FLAMBOYAN RSKK PARE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik 2 Mata Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah

Disusun Oleh :

ABDILLAH FIRDAUS

NIM. 202001001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan kasus DM tipe II


Hiperglikemi disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan I
Semester 7 pada tanggal 20 Juni 2023 oleh mahasiswa Prodi S1 Keperawatan
STIKES Karya Husada Kediri.

Nama : Abdillah Firdaus

NIM : 202001001

Judul : LAPORAN PENDAUHULAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

Kediri, 20 November 2023

Mengetahui

Mahasiswa

Abdillah Firdaus

NIM 202001001

CE Ruangan Supervisor

Didit Damayanti S.Kep.,Ns.,M.Kep

1
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN I

Ruang : Flamboyan RSUD KABUPATEN KEDIRI

Tanggal Praktik : 20 – 26 November 2023

Nama : Abdillah Firdaus

NIM : 202001001

Periode Praktik : Keperawatan Medikal Bedah

Judul ASKEP : LAPORAN PENDAUHULAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES
MELITUS

No Elemen Nilai Total Nilai TT CE RUANGAN


. (0-100) 1a+1b+1c+2+3
5
1. Asuhan Keperawatan
a. Pre Conference
b. Post Conference
c. Laporan Asuhan Keperawatan
2. Attitude / Sikap
3. Keterampilan Klinis

No Elemen Nilai Total Nilai TT PEMBIMBING


. (0-100) 1+2+3 PENDIDIKAN
3
1. Laporan Pendahuluan (LP)
2. Askep
3. Responsi

2
LAPORAN PENDAHULUAN

1) KONSEP PENYAKIT DIABETES MELITUS


A. DEFINISI DIABETES MELITUS
Salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah Diabetes Mellitus
(DM). DM merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar
glukosa darah atau hiperglikemia sebagai akibat dari penurunan sekresi
insulin, gangguan aktivitas insulin atau merupakan gabungan dari keduanya
(Fatimah, 2015). DM juga dikenal sebagai silent killer karena banyak
penderitanya yang tidak menyadari atau tidak menandakan gejala awal namun
saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Yuliasari, Wahyuningsih, &
Sulityarini, 2018).

Jadi, DM merupakan salah satu penyakit yang kronik ditandai dengan


tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh yang dapat menimbulkan
komplikasi.Angka Kejadian DM cukup meningkat dari tahun ke tahun.
Diperkirakan bahwa 5.0 juta kematian di Dunia pada tahun 2015
penyebabnya adalah DM dengan rata-rata usia 20-79 tahun (Ogurtsova et al.,
2017) Sedangkan di Indonesia menduduki peringkat kedua angka kematian
setelah Sri Lanka (WHO, 2016). Pada tahun 2017, ada sekitar 451 juta jiwa
penderita DM dengan usia 18-99 tahun diperkirakan akan meningkat menjadi
693 juta jiwa pada tahun 2045 (Cho et al., 2018). Di Indonesia sendiri dari
data Survei Nasional menunjukkan bahwa prevalensi DM sebesar 5.7%
dimana lebih dari 70% kasus tidak terdiagnosis (Soewondo, Ferrario, &
Tahapary, 2013). Hal tersebut membuktikan bahwa penyakit DM adalah salah
satu penyakit dan penyebab kematian dengan prevalensi tertinggi di Dunia.
Dan secara umum hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa
darah daripada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau
rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah . ( Elizabeth J. Corwin,
2001 )
Menurut Christine hancock (1999) berpendapat bahwa hiperglikemia
adalah terdapatnya glukosa dengan kadar yang tinggi didalam darah (rentang

3
normal kadar glukosa darah adalah 3,0-5,0 mmol/ liter). Hiperglikemi
merupakan tanda yang biasanya menunjukan penyakit diabetes mellitus.
B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Dokumen konsesus oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin,2009)
1. Tipe I :Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI) Lima persen sampai sepuluh persen
penderita diabetic adalah tipe I. Sel- sel beta dari pancreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM) / Diabetes
Millitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai
Sembilan puluh lima persen penderita diabetic adalah tipe II. Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitiitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30
tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain Karena kelainan genetic, penyakit pancreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan
penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes
yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. ETIOLOGI DIABETES MELITUS


Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang

4
memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas,
pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans.
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap sebagai jaringan asing.
Dalam (PERKENI, 2015) mengemukakan penyebab dari DM, adalah
sebagai berikut :
1. Diabetes melitus (DM) Tipe 1 DM yang terjadi karena kerusakan atau
destruksi sel beta di pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan
defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan
sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
2. Diabetes melitus (DM) Tipe 2 Penyebab DM tipe 2 seperti yang
diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup
tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar
gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi
secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk
menjadi defisiensi insulin absolut.
3. Diabetes gestasional Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes
yang disebabkan adanya peningkatan resistensi insulin dan penurunan
sensitivitas insulin selama kehamilan yang merupakan efek dari
meningkatnya hormon yang dihasilkan selama kehamilan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuri yang akan menjadi diaresisi
osomotic yang meningkat pengeliurarn usin (polyuria dan timbul rasa haus
(polydipsia).
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejalan yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruitas vulva.

5
(NANDA, 2015)

E. PATOFISIOLOGI
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan
pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin
(Fatimah, 2015).
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kompleks dan progresif yang
ditandai dengan berbagai kecacatan pada metabolisme dan mempengaruhi
beberapa organ. Yang utama dari diabetes mellitus tipe 2 ini berkontribusi
terhadap perkembangan diabetes tipe 2 yaitu gangguan sekresi insulin dan
resistensi insulin pada jaringan perifer, seperti adiposa dan otot, dan hati.
Penurunan sekresi insulin ini disebabkan oleh penurunan bertahap dalam
fungsi sel beta pankreas dan juga terkait dengan berkurangnya massa sel beta
sebelum timbulnya diabetes tipe 2. Beberapa data menunjukkan bahwa, pada
saat diagnosis hanya 20% dari fungsi sel beta yang tersisa. Perkembangan
hiperglikemia kronik juga mengganggu fungsi sel beta dan sekresi insulin.
Selain itu juga terjadi peningkatan produksi glukosa hepatik, karena kedua
tindakan insulin terganggu pada hati dan sekresi glukagon yang berlebihan
sehingga terjadi gangguan efek incretin yang memainkan peran utama dalam
patofisiologi diabetes mellitus tipe 2. Hormon glukagon-like peptide 1 (GLP-
1) dan glukosa tergantung insulinotropic polipeptida (GIP) bertanggung
jawab untuk efek incretin. Sekresi insulin meningkat lebih dalam menanggapi
lisan dibandingkan dengan challenge. Glukosa intravena GLP-1 telah terbukti
untuk mengatur massa sel beta dengan menghambat apoptosis sel beta in vitro
dan in vivo serta meningkatkan fungsi sel beta pada pasien dengan tipe 2
diabetes (Pratley, 2013),

6
Pathway Diabetes Melitus Tipe II

7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dini penyakit DM sangat menentukan perkembangan penyakit DM
pada penderita. Seseorang yang menderita DM tetapi tidak terdiagnosis
dengan cepat mempunyai resiko yang lebih besar menderita komplikasi dan
kesehatan yang memburuk (WHO, 2016). Alat diagnostik glukometer (rapid)
dapat digunakan untuk melakukan pemantauan hasil pengobatan dan tidak
dianjurkan untuk diagnosis. DM tidak dapat didiagnosis berdasarkan glukosa
dalam urin (glukosuria). Keluhan dan gejala DM yang muncul pada seseorang
dapat membantu dalam mendiagnosis DM. Seseorang dengan keluhan klasik
DM (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain seperti lemas,
kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat dicurigai
menderita DM (Perkeni, 2015). Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni
(2015) adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). Catatan untuk diagnosis berdasarkan HbA1c, tidak semua
laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-
hati dalam membuat interpretasi.
5. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
6. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,

8
serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi.
7. Pemeriksaan funduskopi
8. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
9. Pemeriksaan jantung
10. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop serta
pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
11. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis
12. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain k
13. Pemeriksaan A1C
14. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida
15. Kreatinin serum, albuminuria, keton, sedimen, dan protein dalam urin
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal 4 pilar penting dalam
mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah
edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi.
1. Edukasi
Diabetes mellitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan kuat. Keberhasilan pengelolaan diabetes
mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan
masyarakat.Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku.Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan
motivasi.
2. Terapi nutrisi
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal,
memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan

9
berat badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara
keseluruhan melalui gizi yang optimal.
3. Aktivitas fisik
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan teratur
sebanyak 3 - 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit, dengan
total kurang lebih 150 menit perminggu. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dimaksud ialah jalan, bersepeda santai, jogging, berenang.(PERKENI,
2015) 4. Farmakologi Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pola pengaturan makanan dan latihan jasmani.
4. Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi
insulin. Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu
pemakaian gula dalam tubuh penderita diabetes.
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada
diabetes tipe-1. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan
klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi
pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap
insulinnya sendiri.
b) Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat
hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada
pasien diabetes.Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas tidak
dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak
dapat diberikan peroral.

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL MEDAH
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan. (Nursalam, 2011).
1) DATA UMUM
Data umum meliputi Nama, Ruang, No.Register, Umur, Jenis Kelamin,
Agama, Suku Bangsa, Bahasa, Alamat, Pekerjaan, Status, Pendidikan
Terakhir, Golongan Darah, Tanggal MRS, Tanggal Pengkajian, Diagnosa
Medis.
2) DATA DASAR
Data dasar meliputi keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat
penyakit sekarang (upaya yang telah dilakukan, terapi yang telah diberikan),
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga.
3) POLA FUNGSI KESEHATAN
a) Persepsi terhadap kesehatan manajemen kesehatan
Persepsi pasien atau keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya pasien
atau keluarga dalam bentuk pengetahuan, sikap, perilaku yang menjadi
gaya hidup pasien dan keluarga untuk mempertahankan kondisi sehat.
b) Pola aktivitas dan latihan
Meliputi mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, pindah,
ambulasi, naik tangga, makan dan minum, gosok gigi.
Pada pasien DM dengan hiperglikemi biasanya ditandai dengan lemah,
letih, sulit bergerak / berjalan. Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan
tidur/ istiraha serta gejala lain yang munjul adalah Takikardia dan takipnea
pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi/ disorientasi, koma.
Penurunan kekuatan otot.
c) Pola istirahat dan tidur

11
Meliputi jumlah jam tidur siang, jumlah jam tidur malam, pengantar tidur,
gangguan tidur, perasaan waktu bangun. Pada pasien DM gejala yang
cukup umum adalah poliuri dan polidipsi yang menyebabkan pasien akan
bolak balik ke kamar mandi untuk buang air kecil dan hal tersebut
tentunya dapat menyebabkan pasien kesulitan tidur dan kualitas tidur
pasien berkurang.
d) Pola nutrisi – metabolic
Meliputi frekuensi, jenis, porsi, total konsumsi, keluhan. pada pasien DM
hiperglikemi gejala yang dialami pada pola nutrisi umumnya Hilang nafsu
makan, Mual / muntah. dan jika tidak mengikuti diet ; peningkatan
masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari / minggu. Haus. Penggunaan diuretik (tiazid). yang ditandai
dengan kulit kering / bersisik, tugor jelek. Kekakuan / distensi abdomen,
muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah). Bau halotosis / manis, bau buah (napas aseton).
e) Pola eliminasi
1). Eliminasi urin
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria). Meliputi frekuensi, pancaran, jumlah, bau, warna,
perasaan setelah BAK, Total produksi urin. dimana pasien DM akan
mengalami perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru / berulang, serta urine
encer, pucat, kuning ; poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria
jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
2). Eliminasi alvi
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. adapun yang dikaji meliputi
frekuensi, onsistensi, bau, warna. pada pasien DM akan terdapat Nyeri
tekan abdomen, frekuensi BAB meningkat hingga menyebabkan diare.
Abdomen keras, adanya asites. Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif
(diare).
f) Pola kognitif dan persepsi sensori

12
Kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan)
status mental dan orientasi, kemampuan penginderaan yang meliputi;
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
g) Pola konsep diri
Perasaan yang berhubungan dengan kesadaran akan dirinya sendiri
meliputi: Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, peran diri

h) Pola mekanisme koping


Mekanisme koping yang biasa digunakan klien ketika menghadapi
masalah/ konflik/ stres/ kecemasan. Bagaiman klien mengambil keputusan
(sendiri/ dibantu)
i) Pola fungsi seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan
dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
j) Pola hubungan – peran
Hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya,
perawat dan tim kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang
digunakan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Meliputi nilai khusus, praktik ibadah, pengetahuan tentang praktik ibadah
selama sakit. nilai-nilai kepercayaan klien terhadap sesuatu dan menjadi
sugesti yang amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klilen, dan
berdampak pada kesehatan klien. Termasuk juga praktik ibadah yang
dijalankan klien sebelum sakit sampai saat sakit. Sebaiknya dilakukan
perawat yang seagama dengan klien untuk mendapatkan data yang
lengkap.
4) PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum

13
Tanda-tanda vital pasien (Peningkatan suhu, Takikardi,Tekanan Darah
dan Nadi)
b. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
B. ANALISIS DATA

14
Menurut Setiawan (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan
perawat untuk mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah Kesehatan pasien dan keperawatan
pasien.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik
yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017)
1. Ketidakseimbangan Kadar Gula Darah b/d Hipoglikemi.

2. Nausea b/d Proses penyakit DM yang menyebabkan tubuh mengalami


ketoasidosi diabetikum.

3. Nyeri b/d Proses ketoasidosi diabetikum yang dapat meningkatkan rasa


nyeri abdomen.

4. Resiko Ketidakseimbangan Cairan b/d Menurunnya absorbsi ginjal


terhadap gula darah dan menyebabpan meningkatnya frekuensi BAK.

5. Intoleransi Aktivitas b/d Menurunnya produksi ATP dalam tubuh.

6. Defisit Pengetahuan b/d Kurangnya pemaparan informasi terkait diabets


melitus.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta
menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi
dirancang bagi klien tertentu dengan siapa perawat sedang bekerja.

No. Diagnosa Kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan (SLKI) (SIKI)

15
1. D.0027 Setelah dilakukan I.03115 Manajemen Hiperglikemi
Ketidakstabilan intervesi Observasi
kadar gula darah b/d keperawatan 1. Identifikasi kemungkinan
Hipoglikemi selama 2 x 24 jam, penyebab hiperglikemia
maka ekspektasi 2. Identifikasi situasi yang
Kestabilan kadar menyebabkan kebutuhan insulin
gula darah meningkat
meningkat dengan 3. Monitor kadar glukosa darah,
Kriteria Hasil: jika perlu
 Lelah/lesu 4. Monitor tanda dan gejala
menurun hiperglikemia
 Keluhan lapar 5. Monitor intake dan outpun
menurun cairan
 Berkeringat 6. Monitor keton urine,kadar analisa
menurun gas darah,elektrolit,tekanan darah
 Rasa haus ortostatik dan frekuensi nadi.
menurun Terapeutik
 Mulut kering 7. Berikan asupan cairan oral
menurun 8. Konsultasi dengan medis jika
 Kadar glukosa tanda dan gejala hiperglikemia
dalam darah tetap ada atau memburuk
membaik Edukasi
9. Anjurkan monitor kadar glukosa
 Jumlah urine
darah secara mandiri
membaik
10. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
11. Ajarkan mengelola diabetes
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
13. Kolaborasi emberian cairan IV
14. Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
2. D. 0076 Nausea b/d Setelah dilakukan I.03117 Manajemen Mual
Ketoasidosis intervesi Observasi
Diabetikum keperawatan 1. Identifikasi pengalaman muntah
selama 3 x 24 jam, 2. Identifikasi faktor penyebab mual
maka ekspektasi 3. Identifikasi antiemik untuk
tingkat Nausea mencegah mual
menurun dengan 4. Monitor mual
Kriteria Hasil : 5. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Keluhan mual Terapeutik
menurun 6. berikan makanan dalam jumlah
 Perasaan ingin kecil dan menarik
muntah menurun 7. berikan makanan dingin, tidak
 Perasaan asam berbau, dan tidak berwarna
dimulut menurun Edukasi
 Diaforesis 8. Anjurkan istirahat dan tidur yang

16
menurun cukup
9. Ajarkan teknik non famakologi
untuk mengatasi mual (teknik
relaksasi)
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian antimietik
3. Nyeri b/d ketoasidosis Setelah dilakukan I.08238 Manajemen nyeri
diabetikum intervesi Observasi
menyebabkan keperawatan 1. identifikasi lokasi, karakteristik,
meingkatnya nyeri selama 3 x 24 jam, durasi, frekuensi, kualitas dan
abdomen maka ekspektasi intensitas nyeri
tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan 3. Identifikasi nyeri non verbal
Kriteria Hasil : 4. Identifikasi faktor yang
 Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
menurun nyeri
 Meringis 5. Monitor efek samping pemberian
menurun analgetik
 Diaforesis Terapeutik
menurun 6. Berikan teknik non farmakologi
 Mual menurun untuk mengurangi rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian analgetik
4. Resiko Setelah dilakukan I.03098 Manajemen Cairan
ketidakseimbangan intervesi Observasi
cairan b/d keperawatan 1. Monitor status hidrasi
menurunnya absorbsi selama 1 x 24 jam, 2. Monitor hasil pemeriksaan lab
ginjal terhadap maka Terapeutik
glukosa yang Keseimbangan 3. Berikan asupan cairan oral
menyebabkan BAK cairan meningkat 4. berikan asupan cairan intravena.
meningkat dengan Kriteria
Hasil :
 Asupan cairan
meningkat
 Keluaran urin
menurun
 Turgor kulit
membaik
5. D. 0056 Intoleransi Setelah dilakukan I.05178 Manajemen Energi
Aktivitas b/d intervesi Observasi
menurunnya keperawatan 1. Monitor kelelahan fisik dan
produksi ATP selama 1 x 24 jam, emosional
maka Toleransi 2. Monitor pola dan jam tidur

17
aktifitas meningkat Terapeutik
dengan Kriteria 3. Sediakan lingkungan yang nyaman
Hasil : Edukasi
 Keluhan lelah 4. Anjurkan menghubungi perawat
menurun jika tanda dan gejala kelelahan
 Perasaan lemah tidak berkurang
menurun 5. Ajarkan strategi coping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
diet yang baik untuk DM
6. D. 0111 Defisit Setelah dilakukan I.12383 Edukasi Kesehatan
Pengetahuan intervesi Observasi
keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
selama 1 x 24 jam, kemampuan menerima informasi
maka Tingkat 2. identifikasi faktor yang dapat
Pengetahuan meningkatkan dan menurunkan
meningkat dengan motivasi perilaku sehat
Kriteria Hasil : Terapeutik
 Perilaku sesuai 3. Sediakan materi dan media
dengan yang pendidikan kesehatan tentang DM
dianjurkan 4. Berikan kesempatan untuk
meningkat bertanya
 Kemampuan Edukasi
menjelaskan 5. Jelaskan faktor resiko yang dapat
pengetahuan mempengaruhi kesehatan pasien
tentang DM DM
meningkat 6. ajarkan perilaku hidup bersih dan
 Perilaku sesuai sehat
dengan
pengetahuan
meningkat
 pertanyaan
tentang DM
menurun.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan suatu proses
pelaksanaan terapi keperawatan yang berbentuk intervensi mandiri atau
kolaborasi melalui pemanfaatan sumber – sumber yang dimiliki klien.
Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan klien dan sumber
yang dimiliki klien. (Friedman, 2010)

18
Implemetasi keperawatan merupakan kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan
dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Potter &
Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).

Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap:


1) Mengkaji ulang klien
2) Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada
3) Mengidentifikasi area bantuan
4) Mengimplementasikan intervensi keperawataN
5) Mengomunikasikan intervensi
Cara melakukan Implementasi :
1) Mengkomunikasikan atau menginformasikan kepada klien tentang
keputusan tentang keputusan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan oleh perawat.
2) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah diberikan oleh perawat.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan
keterampilan untuk menentukan apakah program sudah sesuai dengan
rencana dan tuntutan keluarga. (Ayu, 2010).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, dengan cara membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
yang telah ditetapkan dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari
tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011).

19
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
(Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S : Ungkapan perasaan/keluhan yang diungkapkan secara subjektif oleh klien
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas dari
evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011)

20
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni
Anderson, S. Price & Wilson (1995). Patofisiologi konsep klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 2, bagian 2. Jakarta: EGC.
Carpennito, L.J. (1998). Diagnosa Keperawatan. alih bahasa Yasmin asih, Edisi 6
Jakarta: EGC.
Corwin, JE. (2001). Pankreas dan Diabetes mellitus. Jakarta: EGC. Suyono, S.
(1996). Penyakit Dalam. Jilid I.Edisi 3. Jakarta: FKUI..
Ed. Herman T.H., & Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing
Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedoktera. Jakarta : EGC,
1022
Haida, Nurlaili Kurnia Putri & Atoillah, Nurlaili Isfandiari. Hubungan Empat
Pilar Pengendalian Dm Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah.
Average Blood Sugar and Diabetus Mellitus Type II Management
Analysis. Surabaya: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga
Harfika, Meiana. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi
Rawat Inap Penyakit dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang.
Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Volum: 60,
Nomor: 12, Desember 2010.
Noor, Restyana Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Volume 4 Nomor 5,
Februari 2015.

21
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
PB PAPDI, 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing: Hlm 9-
15.
PERKENI, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: Hlm 1-7 & 14-30.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006. Jakarta: PB.PERKENI. 2006
Smeltzer, Suzanne and Brenda Bare (2001). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC. Hal: 156-160..
Soebardi, S., & Yunir E, 2007. Terapi Non Farmakologis Pada DiabetesMelitus
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI: Hlm 1864-186.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing
Syahbudin, S. 2009. Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2,
PusatDiabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: FKUI
Tjokroprawiro, Askandar (2000). Diabetes Mellitus : Klasifikasi, Diagnosis dan
Terapi edisi 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal: 56-60.
Wicaksono, M. T. P. 2013. Diebetes Mellitus Tipe II Gula Darah Tidak Terkontrol
dengan Komplikasi Neuropati Diabetikum. Medula. Volume 1.
Nomor 3. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

22
23

Anda mungkin juga menyukai