Anda di halaman 1dari 12

STUDI LITERATUR

PERAWATAN LUKA DIABETES MELITUS MENGGUNAKAN


ALOEVERA
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Diploma III

Oleh :
Nama : Ari Febrian S
NIM : 20171269

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA


JL. Lingkar Raya Kudus Pati KM.5 Jepang Kec. Mejobo Kab. Kudus
Tahun 2020

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. 60% penderita
diabetes mengalami gangguan syaraf (neuropati), 60 % pula penderita DM
memiliki resiko luka. Luka diabetic adalah jenis luka yang ditemukan pada
penderita DM. lukamula-mula tergolong biasa dan seperti pada umumnya
tetapiluka yang ada pada penderita DM ini jika salah penanganan dan
perawatan akan menjadi terinfeksi. Luka kronis dapat menjadi luka gangrene
dan berakibat fatal serta berujung pada amputasi (Tholib, 2016).1
Diabetes melitus(DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu
ditangan idengan seksama.Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama
dikelompok resiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat menyebabkan
komplikasi metabolic ataupun komplikasiv askuler jangka panjang, yaitu
mikroangiopati, sehingga rentan terhadap infeksi kakiluka yang kemudian
dapat berkembang menjadi gangrene sehingga menimbulkan masalah
gangguan integritas jaringan kulit yang apabila tidak segera ditangani akan
menimbulkan komplikasi dan halini akan meningkatkan kasus
amputasi(Kartika,2017).2
Menurut International DiabetesFederation (IDF) padatahun 2016jumlah
orang yang menderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 415 juta orang.
Pada tahun 2040 ini akan meningkat menjadi 2152 juta. Ada 10 juta kasus
diabetes di Indonesia padatahun 2016. World Health Organization (WHO)
padatahun 2017disebutkanbahwaangka kematian akibat Diabetes Mellitus
mencapai 1,5 juta kematian. Indonesia menduduki peringkat ke 7 (7,6 juta
penderita) dari 10 peringkat Negara dengan kasus Diabetes Mellitus
terbanyak di Dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes)
2013, prevalensi penderita penyakit Diabetes Mellitus berdasarkan diagnose
dokter di Indonesia adalah 2,4%. Prevalensi penderita ulkus diabetic di
Indonesia sekitar 15% dengan risiko amputasi sebesar3 0%, angka mortalitas
32% dan ulkus diabetic merupakan penyebab terbesar perawatan dirumah
sakit yakni sebanyak 80%. Berdasarkan Profil RSUD RAA
SoewondoPatijumlahkunjungan di poliklinik penyakit dalam RSUD RAA
Soewondo Pati pada bulan Juni 2017 adalah 1668 pasien, bulanJuli 2017
adalah 2005pasiendanbulan Agustus sebesar 1841 pasien dengan rata –
rata kunjungan DM sebesar 1103 pasien atau 60% dari jumlah seluruh
pasien.Dengan mempertimbangkan keuntungan terapi luka dalam kondisi
moist (moist-state), banyak praktisi yang mulai melakukan penelitian dengan
tujuan mencari cara mempertahankan suasana moist dengan bahan bahan
alternatif.3
Sejarah mencatat bahwa Aloe vera telah banyak digunakan di negara-
negara seperti Mesir, Yunani, Afrika Selatan, India, Cina, Meksiko dan
Jepang. Di negara-negara tersebut, Aloe vera digunakan sebagai bahan obat
sejak beberapa ribu tahun yang lalu untuk mengobati luka bakar, rambut
rontok, infeksi kulit, peradangan sinus, dan rasa nyeri pada saluran cerna.
Secara kimiawi.4
Aloe vera mengandung beberapa zat seperti auksin, gibber-relin,
antrakuinon, vitamin A, C, E. Beberapa peneliti terdahulu telah membuktikan
bahwa Aloe vera berkhasiat sebagai antiinflamasi, anticacing, antipiretik,
antijamur, antioksidan, antiseptik, antimikroba, serta antivirus. Aloe
veraadalah tanaman kaktus yang termasuk family Liliaceae (Sakti,
2013).Efek terapeutik Aloe vera telah diujikan pada pencegahan iskemia kulit
yang progresif yang disebabkan oleh luka bakar, cidera listrik, frostbite, flap
sisi distal yang akan mati (distal dying flap) dan intra-arterial drug abuse pada
manusia dan binatang percobaan.5 Analisa in vivo pada cidera tersebut
diatas memperlihatkan bahwa mediator yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang progresif adalah tromboksan A2 (TxA2). Pendekatan terapi ini
dengan menggunakan pencegahan kehilangan jaringan yang progresif pada
setiap cidera dengan cara mengaktivasi produksi anti-TxA2 secara lokal. Aloe
vera tidak hanya mengaktifkan TxA2 inhibitor tetapi juga mempertahankan
homeostasis dalam vaskuler endotel dan jaringan disekitarnya (Tjahajani dan
Widurini, 2011).4

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan perawatan luka diabetes melitus menggunakan
aloevera?

C. TUJUAN PENELITIAN
Menggambarkan penerapan perawatan luka diabetes melitus
menggunakan aloevera
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi
pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi cenderung terjadi, ganggren
dapat berkembang dan terdapat resiko tinggi perlu dilakukannya amputasi
tungkai bawah hal ini di akibatkan oleh gangguan neurologis (neuropati) dan
vaskuler pada tungkai (Morison, 2012).

Dalam perawatan ulkus diabetikum American Diabetik Association


(ADA), membuat target yang harus di capai, yaitu meningkatkan fungsi dan
kualitas hidup, mengontrol infeksi, meningkatkan status kesehatan,
mencegah amputasi, dan mengurangi pengeluaran biaya pasien. Namun
pada kenyataannya dalam 30 detik terjadi amputasi pada ulkus diabetikum di
seluruh dunia (Lestari, 2012).

Menurut Handayani (2010 dalam Falanga) “ulkus diabetik kalau tidak


segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi
infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan
tindakan amputasi bahkan kematian. Amputasi dan kematian pada pasien
ulkus diabetikum ini dapat disebabkan oleh kegagalan dalam penyembuhan
(delayed healing) yang berlanjut pada infeksi lokal maupun general. Dalam
proses penyembuhan luka, 3 delayed healing dapat terjadi bila sel inflamasi
dan sel imunitas yang diperlukan pada fase inflamasi, proliferasi dan
maturasi tidak dapat bekerja secara optimal. Sel sel tersebut adalah platelet
(fase koagulasi), neutrofil dan monosit (fase koagulasi dan inflamasi),
makrofag (fase inflamasi), keratinosit, fibroblas dan sel endotelial (fase
proliferasi),serta miofibroblas (fase maturasi). Proses penyembuhan ulkus
diabetikum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah usia,
manajemen perawatan luka, nutrisi, merokok dan infeksi.

Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari kegagalan


pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap
pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya
hiperglikemia. DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner & Suddart).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik
merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang
tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Diabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah, (zaidah, 2005).

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes melitus
adalah:

1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.    Faktor genetik

          Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi


mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b.    Faktor imunologi

      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.    Faktor lingkungan

            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,


sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pankreas.

2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65


tahun)

2)    Obesitas

3)    Riwayat keluarga


4)    Kelompok etnik

3.    Diabetes dengan Ulkus

a.  Faktor endogen:

1)  Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan


penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler

2)  Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko


lain.

3)  Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh


darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

 Adanya hormone aterogenik


 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:

 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangren kecil atau luas.
b.  Faktor eksogen

1)    Trauma
2)    Infeksi

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus adalah
:
1.  Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2.  Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2010).

D. TANDA DAN GEJALA


1.  Diabetes Tipe I
a.  hiperglikemia berpuasa
b.  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.  keletihan dan kelemahan
d.  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.  Diabetes Tipe II
a.  lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.  gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c.  komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3.  Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.   Pain (nyeri)
b.   Paleness (kepucatan)
c.   Paresthesia (kesemutan)
d.   Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.   Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a.   Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.   Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.   Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.   Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan,yaitu:
Derajat 0     : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
Derajat I       : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II      : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV    : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V      : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >
160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urin:  + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang 
populer: carik celup memakai GOD.
3. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin
yang berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%,
prediabetes 6,0-6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan
tiap 3 bulan.
4. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat
cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid,
3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
5. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans (inlet cellantibody)
Daftar Pustaka

1. Sari YK, Malini H, Oktarina E. Studi Kasus Perawatan Luka dengan Gel
Aloe Vera pada Pasien Ulkus kaki Diabetik. J Kesehat Andalas.
2020;8(4):320–5.
2. Publikasi N, Aminanto S, Studi P, Keperawatan I. EFEKTIVITAS GEL
ALOE VERA SEBAGAI PRIMARY DRESSING PADA LUKA DIABETES
MELITUS DI. 2015;
3. Dqg O, Àhvk D, Rq HW, Wudxpdwlfv WKH, Khdolqj X, Lq S. PENGARUH
PEMBERIAN GEL KOMBINASI EKSTRAK GETAH PEPAYA ( Carica
papaya L ) DAN EKSTRAK DAGING LIDAH BUAYA ( Aloe vera )
TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS TRAUMATIKUS PADA
MALE WISTAR RATS YANG. 2015;2:41–6.
4. ferawati, Dalam V, Luka M. 121 APLIKASI PERAWATAN LUKA DENGAN
MENGGUNAKAN ENZYMATIK THERAPY: ALOE VERA DALAM
MANAJEMEN LUKA DIABETES. :121–9.
5. Enikmawati A, Hafiduddin M, Kunci K. Penerapan Lidah Buaya Untuk
Penyembuhan Luka Diabetik Application of Aloe Vera for Diabetic Wound
Healing. 2019;17(1):69–74.

Anda mungkin juga menyukai