Anda di halaman 1dari 8

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar
paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering
disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono,
2008)

B. Penyebab
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M.
tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap
asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu,
M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan
oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggU- minggu
sampai berbulan – bulan)
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusiPada pemeriksaan
fisik

D. Faktor Pencetus
Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
1. Riwayat terpajan TB sebelumnya
2. Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
3. Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
4. Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal :
gelandangan, penduduk miskin, minoritas, dll)
5. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis,
dan malnutrisi).
6. Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
7. Institusionalisasi (misal: penjara)
8. Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
9. Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)

E. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan
tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat
akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh (Somantri, 2008).
F. Phatway

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang Menurut Somantri (2008) pada pasien tuberkulosis adalah:
1. Sputum Cultur
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Chest X-ra
4. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
5. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya selsel besar yang
mengindikasikan nekrosis
6. Elektrolit
7. est fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah
H. Penatalaksanaan
Zain (2011) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan TB Paru
a. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin,
klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative
diberikan BCG vaksinasi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi
pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-
Tuberkulosis (OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid
(Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri terhadap asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra
amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes
RI, 2004). Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima
komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung,
dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan
langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita
harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

I. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

II. KONSEP PENGKAJIAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian menurut
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien

2. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
1) Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah
2) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
3) Perkusi : Suara ketok redup.
4) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas (00081)
2. Ketidak efektifan pola nafas (00032)
3. Defisiensi pengetahuan (00126)

C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas (00081)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan adanya
kepatenan jalan nafas
(NOC):
a. Frekuensi pernafasan tidak terdapat devisiasi kisaran normal
b. Irama pernafasan normal
c. Tidak ada tambahan suara nafas
d. Tidak terjadi dispnea ketika aktifitas ringan
e. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
f. TTV normal
(NIC)
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan pasien
c. Lakukan fisioterapi dada
d. Ajarkan batuk efektif
e. Monitor suara , kecepatan dan irama nafas
f. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (neubulizer)

2. Ketidak efektifan pola nafas (00032)


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
adanya ventilasi pernafasan baik
(NOC):
a. TTV dalam batas normal
b. Frekuensi pernafasan normal
c. Irama pernafasan normal
d. Perkusi suara nafas terdengar normal
(NIC) :
a. Atur posisi klien
b. Terapi oksigenasi
c. Ajarkan batuk efektif
d. Monitor suara , kecepatan dan irama nafas

3. Defisiensi pengetahuan (00126)


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
pasien mengerti tentang penyakitnya
(NOC):
a. Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penjelasan yang telah
diberikan
b. Pasien dapat menjelaskan kembali apa yang sudah di berikan
(NIC) :
a. Edukasi pada klien dan keluarga mengenai pentingnya perawatan dan
pengobatan
b. Edukasi pada klien dan keluarga tentang proses penyakit, pengobatan dan
pencegahan

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta:


Depkes RI
Chandra B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
NANDA-1. (2008). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:
EGC
Soemantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Deepublish
Widoyonio. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Penyakit.
Jakarta: EGC
Zain, Mohammad. (2011). Buku Saku Penyakit Menular. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai