SKRIPSI
OLEH:
LIA MARLINA
NPM: 1648201110075
i
STUDI LITERATUR EVALUASI PENGGUNAAN
ANTIDIABETIK GOLONGAN BIGUANID DAN
SULFONILUREA PADA PASIEN DIABETES MELITUS
SKRIPSI
OLEH:
LIA MARLINA
NPM: 1648201110075
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing 2
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Farmasi
iii
PENGESAHAN PROPOSAL
Proposal skripsi berjudul Studi literatur Evaluasi penggunaan obat Antidiabetes
golongan Biguanid dan Sulfonilurea pada pasien Diabetes Melitus oleh Lia
Marlina 1648201110075 yang telah diujikan di depan tim penguji pada Seminar
Proposal Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin pada tanggal 20 Mei 2020
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Mengesahkan di : Banjarmasin
Tanggal : 08 Juni 2020
Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi S1 Farmasi
KATA PENGANTAR
iv
Asssalamu’alaikum wr.wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, kepada setiap hambanya, atas berkat dan
rahmatnya jualah usah penulis untuk menyelesaikan Skripsi yang merupakan
salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan jenjang
Strata (S1) pada Jurusan S1 Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik dari
berbagai pihak, antara lain :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Risya
Mulyani, M.Sc., Apt.
3. Ketua Program Studi S1 Farmasi Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin Banjarmasin, Andika M.Farm., Apt.
4. Dosen Pembimbing 1, Tuty Mulyani, M. Sc., Apt dan Dosen Pembimbing
2, Ayu Soraya, M. Clin. Farm., Apt Serta semua pihak yang terkait
dengan segala kerendahan hati untuk membantu saya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Semoga penelitian yang dilakukan dan disajikan dalam bentuk Skripsi ini
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi S1 Farmasi dan dapat
bermanfaat untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
ABSTRAK
v
STUDI LITERATUR EVALUASI PENGGUNAAN
ANTIDABETIK GOLONGAN BIGUANID DAN
SULFONILUREA PADA PASIEN DIABETES MELITUS
Oleh:
Nama : Lia Marlina
NPM : 1648201110075
(Program Studi S1 Farmasi)
Kata kunci : diabetes melitus, golongan biguanid dan sulfonilurea, evaluasi obat.
ABSTRACT
vi
LITERATURE STUDY OF THE USE OF ANTIDABETIC USAGE OF
BIGUANID AND SULFONILUREA IN DIABETES MELLITUS
PATIENTS
By:
Nama : Lia Marlina
NPM : 1648201110075
(Program Studi S1 Farmasi)
Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease that requires treatment to reduce the
various risks associated with increased glycemic levels. There are several
antidiabetic groups, one of which is the biguanid and sulfonylurea groups.
Biguanid and sulfonylurea groups are the groups most often used in the treatment
of diabetes mellitus. The purpose of this study was to determine the use of
biguanid and sulfonylurea groups of antidiabetic in diabetes mellitus patients.
The method used in this research is literature study by collecting 10 journals from
previous studies that have been indexed by Scopus. The results showed that the
combination group biguanid and sulfonylurea was more effective for patients
with type 2 diabetes mellitus compared to single treatment.
Key words: diabetes mellitus, biguanid and sulfonylurea groups, drug evaluation.
Reference : (2003-2020)
DAFTAR ISI
vii
HALAMAN SAMPUL................................................................................i
HALAMAN JUDUL....................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iv
KATA PENGANTAR.................................................................................v
ABSTRAK...................................................................................................vi
DAFTAR ISI................................................................................................vii
DAFTAR TABEL........................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah......................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................3
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4
2.1. Diabetes Melitus..................................................................4
2.2. Kerangka Konsep................................................................15
BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................16
3.1. Desain Penelitian.................................................................16
3.2. Pengumpulan Penelitian......................................................16
3.3. Waktu Penelitian.................................................................16
3.4. Pengambilan Data................................................................16
3.5. Alur Penelitian.....................................................................17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................18
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................51
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
LAMPIRAN.................................................................................................54
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 4.1. Jurnal evaluasi penggunaan obat antidiabetes golongan biguanid dan
sulfonilurea pada pasien diabetes
Tabel 4.2 Literatur jurnal sebagai sempel penelitian
Tabel 4.3 Karakteristik pasien berdasarkan Usia
Tabel 4.4 Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.5 Karakteristik pasien berdasarkan penyakit komplikasi atau penyakit
penyerta
Tabel 4.6 Pola berdasarkan penggunaan obat antidiabetes
Tabel 4.7 Karakteristik Dasar
Tabel 4.8 Karakteristik pasien pada pengacakan dan akhir studi
Tabel 4.9 Karakteristik dasar dari 393 pasien dengan diabetes melitus tipe 2
awalnya diobati dengan metformin
Tabel 4.10 Karakteristik dasar pasien dengan diabetes sebelum pengobatan
metformin (Grup 1). rosiglitazone (Grup 2), atau kontrol (Grup 3)
Tabel 4.11 Karakteristik dasar dari kohort
Tabel 4.12 Karakteristik Dasar
Tabel 4.13 Karakteristik dasar pasien diabetes yang menyelesaikan studi di dua
kelompok perawatan
Tabel 4.14 Perbandingan karakteristik sebelum dan susudah antara pengguna
metformin dan kelompok kontrol di antara pasien DM tipe 2
Tabel 4.15 Karakteristik pengobatan metformin dan sulfonilurea sebelum
dan sesudah
Tabel 4.16 Perubahan parameter glikemik dan lipid darah selama percobaan
pioglitazone plus terapi kombinasi metformin
Tabel 4.17 Perubahan parameter glikemik dan lipid darah selama percobaan
terapi kombinasi pioglitazone plus sulfonilurea
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 1. Perbandingan HbA1c dan kadar glukosa plasma puasa pada pasien
yang diobati dengan metformin dan metformin glibenklamid
(kiri) atau glibenklamid dan metformin (kanan)
Gambar 2. Perbandingan persentase keberhasilan (puasa plasma puas < 140
mg/dl, HbA1c <6%) dengan monoterapi atau kombinasi pada
setiap kelompok perlakuan.
DAFTAR LAMPIRAN
x
Lampiran1. Efficacy of glimepiride/metformin combination versus
glibenclamide/metformin in patients with uncontrolled type 2
diabetes mellitus
Lampiran 2. The beneficial effect of α-glucosidase inhibitor on glucose
variability compared with sulfonylurea in Taiwanese type 2
diabetic patients inadequately controlled with metformin:
preliminary data
Lampiran 3. Metformin in patients with type 2 diabetes mellitus: reconsideration
of traditional contraindocations
Lampiran 4. Effects of metformin or rosiglitazone on serum concentrations of
homocysteine, folate, and vitamin B12 in patients with type 2
diabetes mellitus
Lampiran 5. Metformin Therapy and Outcomes in patients with Advanced
Systolic Heart Failure and Diabetes
Lampiran 6. A Safety Comparison of Metformin vs Sulfonylurea Initiation in
Patients With Type 2 Diabetes and Chronic Kidney Disease: A
Retrospective Cohort Study
Lampiran 7. Combination Treatment With Metformin and Glibenclamide Versus
Single-Drug Therapies in Type 2 Diabetes Mellitus A Randomized,
Double-Blind , Comparative Study
Lampiran 8. Metformin therapy and hip fracture risk among patients with type II
diabetes mellitus: A population-based cohort study
Lampiran 9. The Risk of TB in Patients With Type 2 Diabetes Initiating
Metformin vs Sulfonylurea Treatment
Lampiran 10. Combination therapy with pioglitazone plus metformin or
sulfonylurea in patients with Type 2 diabetes Influence of prior
antidibetic drug regimen
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
Jumlah penderita DM di dunia pada seluruh kelompok usia sebanyak 382 juta
orang pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat 55 % menjadi 592 juta
penderita pada tahun 2035. China menjadi negara dengan penderita DM
terbanyak di dunia dengan 98,4 juta penderita, kemudian diikuti oleh India
dengan 65,1 juta penderita, dan Amerika Serikat dengan 24,4 juta penderita.
12
Indonesia menduduki peringkat ketujuh untuk penderita DM terbanyak di
dunia dengan jumlah 8,5 juta penderita (IDF, 2013). Prevalensi penyakit DM
di Provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat ke 13 sebesar 1,4 %
(Kemenkes, 2013).
13
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah bagaimana
studi literatur Evaluasi penggunaan antidiabeteik golongan biguanid dan
sulfonilurea pada pasien diabetes melitus ?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan antidiabatetik
golongan biguanid dan sulfonilurea pada pasien diabetes melitus.
1.4 Manfaat
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang ada
dipeneliti untuk penelitian ini dan dapat mengembangkan kemampuan
dalam melakukan penelitian
2. Bagi Instansi, penelitian ini dapat menjadi sebagai sumber informasi dan
pengetahuan untuk mahasiswa yang selanjutnya untuk meneliti dengan
tema yang sama.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metebolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia dan berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemakn dan protein yang disebabkan adanya penurunan
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya yang
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan
neuropati (Sukandar, 2008).
2.1.2 Etiologi
Menurut Depkes RI (2005), diabetes Melitus Tipe 2 (DM II)
merupakan multifaktor yang belum jelas diketahui penyebabnya.
Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar untuk
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, yaitu obesitas, diet lemak dan
rendah serat, serta kurangnya aktivitas fisik. Salah satu faktor utama
15
yang melatarbelakangi diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas atau
kegemukan.
2.1.3 Patofisiologi
Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1) terjadi pada 10% dari semua kasus
diabetes. Secara umum, DM tipe ini berkembang pada anak-anak atau
pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh keruskan sel beta
pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut.
Reaksi autoimun umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13
tahun) yang ditandai oleh adanya parameter-parameter sistem imun
ketika terjadi kerusakan sel beta. Hiperglikemia terjadi bila 80%-90%
dari sel beta rusak.
16
diabetes melitus (GDM), penyakit pankreas eksokrin (pankreatitis), dan
obat-obatan (glukokortikoid, pentamidin, niasin, α-interferon).
2.1.4 Epidemiologi
90% kasus dari semua populasi diabetes yaitu diabetes melitus tipe 2.
prevalensi DMT2 pada mayoritas kulit putih berkisar antara 3-6% pada
populasi dewasa. International Diabetes Fedaration (IDF) pada tahun
2011 mengumumksn 336 juta orang di seluruh dunia mengidap DMT2
dan penyakit ini terkait dengan 4,6 juta kematian tiap tahunnya, atau
satu kematian setiap 7 detik. Penyakit ini 12% populasi dewasa di
Amerika serikat lebih dari 25% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun
(Decroli, 2019)
17
makan, pola istirahat, pola aktifitas dan strees. Kemudian faktor risiko
yang tidak dapat diubah seperti umur, jenis kelamin serta faktor
keturunan (Isnaini, 2018)
Penelitian menunjukkan bahwa faktor keturunan, aktifitas fisik, umur,
stress, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan
terjadinya diabetes melitus tipe 2, dan orang yang memiliki kelebihan
berat badan atau Obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe
2 jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan
normal atau ideal (Trisnawati, 2013)
2.1.6 Diagnosis
Menurut Dipiro et., al (2005), untuk diagnosis DM ada beberapa
kriteria yaitu sebagai berikut:
1. A1C sebesar 6,5% atau lebih
2. Puasa (tidak ada asupan kalori selama setidaknya 8 jam) glukosa
plasma 126mg/dL (7,0 mmol/L) atau lebih
3. Glukosa plasma 2 jam 200mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih selama
oral tes toleransi glukosa (OGTT) menggunakan beban glukos yang
mengandung setara dengan 75g glukosa anhidrat dilarutkan dalam
air
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200mg/dL (11,1 mmol/L) atau
lebih dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik
dengan tidak adanya hiperglikemia tegas, kriteria 1 sampai 3 harus
dikuatkan dengan pengujian ulang.
18
Pasien dengan DM tipe 2 sering asimptomatik, dengan munculnya
komplikasi yang dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita
DM selama bertahun-tahun, dengan munculnya Neuropathi. Pada pasien
diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, noktura, dan
polidipsia sedangkan penurunan bobot berat badan secara signifikan
jarang terjadi ( Sukandar, 2008 ).
Tujuan glikemik yang lebih ketat mungkin sesuai jika dilakukan tanpa
hipoglikemia yang signifikan atau efek samping. Tujuan yang kurang
ketat mungkin jga sesuai dalam beberapa situasi.
19
2.1.8.1 Terapi Non Farmakologi
Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien.
Dipiro et., al (2005) mengatakan bahwa terapi non farmakologi
dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
1. Makan-makanan yang harus cukup karbohidrat dan rendah
lemak jenuh dengan seimbang.
2. Pasien DM sering membutuhkan pembatasan kalori untuk
menurunkan berat badan.
3. Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan
kontrol glikemik dan dapat mengurangi faktor risiko
kardiovaskular, yang berhubungan terhadap penurunan atau
pemeliharaan berat badan, dan memperbaiki kualitas hidup.
Data farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal yaitu 5-6 menit dan
memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi
terhadap insulin. Hormon ini juga dimetabolisme terutama di
hati, ginjal,dan otot akan mengalami filtrasi atau penyaringan
di ginjal, kemudian diserap kembali oleh tubulus ginjal yang
merupakan tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal
yang berat sangat berpengaruh terhadap kadar insulin di darah
dibandingkan dengan gangguang fungsi hati.
20
2. Sulfonilurea
Mekanisme kerja obat
Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin pada
pankreas sehingga hanya efektif sel β pankreas masih dapat
berproduksi.
Beberapa contoh obat golongan sulfonilurea yaitu,
klorpropamid, glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon,
glimepirid, tolbutamid.
3. Biguanida
Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan
meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Data farmakokinetik
Bioavabilitas absolut metformin IR 500mg yang diberikan
dalam kondisi puasa yaitu sekitar 50-60%. Makanan
menghambat absorbsi metformin. Metformin di sekresikan
tidak berubah kedalam urin dan tidak mengalami metabolisme
hepatik atau sekresi melalui kantung empedu. Dan waktu
paruh eliminasi yaitu sekitar 17,6 jam.
Contoh obat golongan Biguanida yaitu, metformin
hidroklorida.
4. Tiazolidindion
Meknisme kerja
Tiazolidindion bekerja dengan meningkatkan sensitivitas
insulin pada oto dan jaringan adiposa serta menghambat
glukoneogenesis hepatik.
Beberapa contoh obat golongan Tiazolidindion yaitu,
Pioglitazon dan Rosiglitazon.
21
5. Penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerja
Akarbosa bekerja dengan menghambat α-glukosidase
sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat
komples dalam usus halus sehingga akan memperlambat
dan menghambat penyerapan karbohidrat.
Data Farmakokinetik
Konsentrasi plasma puncak akan bertahan 14-24 jam Setelah
konsumsi obat, sedangkan dengan konsentrasi plasma puncak
dari zat aktif akan bertahan sekitar 1 jam. Akarbosa
dimetabolisme di saluran pencernaan oleh bakteri intestinal dan
enzim pencernaan. Hasil metabolit ini diabsorbsi (34% dari
dosis) dan akan dieksrekresikan melalui urin.
Beberapa contoh obat golongan penghambat α-glukosidase
yaitu,akarbose, dan miglitol (Sukandar, 2008).
22
lebuh baik dapat ditentukan atas dasar dari hasil
SMBG yang rutin.
3. Tanyakan kepada pasien yang menerima insulin tentang
pengenalan hipoglikemia setidaknya setiap tahun. Serta
dokumentasikan frekuensi hipoglikemia dan perawatan
yang diperlukan pasien selama pengobatan.
4. Pantau pasien yang menrima insulin sebelum tidur
untuk hipoglikemia dengan bertanya tentang seberapa
berkeringa pada malam hari, jntung berdebar, dan
mimpi buruk, serta hasil SMBG.
5. Untuk pasien DM tipe 2, didapatkan urinalisis rutin
pada saat diagnosa sebagai awal tes skrining untuk
albumnuria. Jika positif, tes urin 24 jam untuk
kuantitatif penilian akan membantu dalam
mengembangkan rencana perawatan. Jika urinalisis
negatif untuk protein, maka tes untuk mengevaluasi
keberadaan mikroalbuminuria disarankan dilakukan.
6. Lakukan dan dokumentasikan pemeriksaan kaki ruitn
(setiap kunjungan), penilaian albumin urin (setiap
tahun), dan pemeriksaan mata dilatasi (tahunana atau
lebih sering dengan kelainan).
7. Mengelola vaksin influenza tahunan untuk menilai
pemberian vaksin pneumokokus dan seri vaksin
hepatitis B bersama dengan lainnya faktor risiko
kardiovaskular (misalnya, merokok dan terapi
antiplatelet).
23
paksa absorbsi, kadar glukosa darah pada sebagian
besar mamalia dijaga pada kisaran 81-99 mg/dL.
Setelah konsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat, kadar glukosa dapat meningkat hingaa117-
129 mg/dL. Glukokinase memegang peran penting
dalam mengatur glukosa darah setelah mengkonsumsi
makanan. Glukokinase meningkatkan ambilan dari
sejumlah besar glukosa ke hati setelah konsumsi
karbohidrat. Banyaknya glukosa yang diambil dan
dilepaskan oleh hati yang kemudian digunakan oleh
jaringan-jaringan dipengaruhi oleh beberapa hormon.
Hormon-hormon yang mempengaruhi tersebut antara
lain (Murray, 2003).
1. Insulin
Hormon insulin memegang peran utama dalam pengatur
glukosa darah. Insulin diproduksi oleh sel β Langerhsans
sebagai respon keadaan hiperglikemia. Insulin meningkatkan
ambilan glukosa ke dalam hati melalui efeknya pada enzim
yang mengatur glikolisis, glikogenesis, dan glukoegenasis.
2. Glukagon
Glukogon merupakan hormon yang berlawanan kerjanya
dengan insulin. Glukagon diproduksi oleh sel α pankreas
yang sekresinya dipengaruhi oleh keadaan hipoglikemia.
Glukagon merangsang proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis dari asam amino dan laktat.
24
(Adenokartikortropin) dab beberapa hormon diabetogenik
lainnya. Sekresi hormon pertumbahan dirangsang oleh
keadaan hipoglikemia, yang kemudian menurunkan ambilan
glukosa otot.
4. Glukokortikoid
Glukokortikoid,yang disekresikan oleh korteks adrenal,
memiliki efek meningkatkan glukoneogenesis melalui
peningkatan aktivitas ambilan asam amino ke hati dan
peningkatan aktivitas enzim yang bekerja pada proses
glukoneogenesis. Selain itu, glukokortikoid juga
menghambat pemakaian glukosa pada jaringan
ekstrahepatik.
5. Efinifrin
Efenifrin disekresikan oleh medula edernal sebagai respon
terhadap lain rasa takut, pendarahan, hipoksia, dan
hipoglikemia. Epinefrin dapat meningkatkan glikogenolisis
di hati dan otot.
25
4. Pada sel lemak, resis insulin menyebabkan liposisi meningkat dan
lipogenesis berkurang.
5. Pada usus terjadi difisiensi GLP-1 dan Increatin Effect yang
bekurang.
6. Pada sel α pankreas penderita penyakit DMT2, sintesis glukagon
meningkat dalam keadaan puasa.
7. Pada ginjal terjadi peningkatan ekpresi gen SGLT-2 sehingga
reabsorpsi glukosa akan meningkat.
8. Pada otak, resitensi insulin dihubungkan dengan peningkatan
nafsu makan (Decroli, 2019).
Gol. Biguanid
Pasien Terapi
DM
Gol. Sulfonulurea
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu merupakan study literatur
tentang Evaluasi penggunaan antidiabetik golongan Biguanid dan
Sulfonilurea pada pasien diabetes melitus dengan pengumpulan naskah dari
beberapa jurnal Nasional maupun Internasional.
3.2 Pengumpulan Penelitian
Berisi study pustaka dan dokumentasi
3.2.1 Study Pustaka
Tahap ini merupakan tahap untuk melakukan studi pengkajian data
penelitian terkait Evaluasi penggunaan antidiabetik golongan
Biguanid dan Sulfonilurea pada pasien diabetes melitus.
3.2.2 Dokumentasi
Pada tahap ini merupakan dimana data yang dikumpulkam disimpan
kedala perangkat lunak Mendeley.
3.3 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan mei hingga juni.
3.4 Pengambilan Data
Teknik pengambilan sampel adalah study pustaka dengan cara pengkajian
jurnal sebagai studi literatur. Sebanyak 10 jurnal (minimal) terdiri dari 8
jurnal nasional yang telah terindeks Sinta dengan bobot 1-4, dan 2 jurnal
internasional yang juga telah terindeks Scopus. Serta melakukan
pengumpulan data yang didapatkan sebagai studi pustaka di perangkat lunak
Mendeley (jurnal yang didapat dimasukkan dalam lampiran skripsi).
27
3.5 Alur Penelitian
Proses yang dilakukan dalam penelitian Studi Literatur tentang kepatuhan
penggunaan obat Antidiabetes pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat
dilihat pada gambar dibawah :
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Analisa Data
Keterangan : = Proses
= Arah alir penelitian
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelusuran literatur yang telah dilakukan, jurnal yang digunakan
untuk analisis dalam penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat
antidiabetes golongan biguanid dan sulfonilurea pada pasien diabetes
berjumlah 10 jurnal dengan rentang tahun terbit jurnal mulai dari 2002
hingga 2020 yang disajikan dalam tabel 4.1.
29
No. Tipe Jurnal Judul Jumlah
vitamin B12 in patients with
type 2
diabetes mellitus
30
Tabel 4.2 Literatur Jurnal sebagai sempel Penelitian
Desain Sampe
No. Judul Kesimpulan
Tipe Jurnal Penelitian l
Glimepiride / metformin menunjukkan
Journal of Efficacy of kemanjuran yang lebih besar dalam
Diabetes and glimepiride/metformin mencapai tujuan metabolisme kontrol
Its combination versus Uji Klinis 152 glikemik dengan lebih sedikit kejadian
1. Complication glibenclamide/ acak, Tersamar pasien hipoglikemik pada pasien dengan diabetes
s 23 (2009) metformin in patients ganda, mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol
376–379 with uncontrolled type 2 Multisenter dibandingkan dengan glibenclamide /
diabetes mellitus metformin.
31
Desain Sampe
No. Judul Kesimpulan
Tipe Jurnal Penelitian l
428–433 contraindications pasien dengan PJK, PJK, dan PPOK
harus dihentikan metformin.
32
Desain Sampe
No. Judul Kesimpulan
Tipe Jurnal Penelitian l
2 Diabetes and Chronic metformin. Meski kehadirannya
Kidney Disease: A CKD dilemahkan manfaat mortalitas,
Retrospective Cohort metformin mungkin menjadi alternatif
Study yang lebih aman untuk sulfonilurea di
pasien dengan CKD.
pengobatan kombinasi dengan metformin
7. Metabolism, Combination Treatment Studi 88 dan
Vol 52, No 7 With Metformin and Komparatif, pasien glibenclamide lebih efektif daripada
(July), 2003: Glibenclamide Versus Acak, dan masing-masing obat ini saja
pp 862-867 Single-Drug Therapies in Double-Blind dalam meningkatkan kontrol glikemik
Type 2 Diabetes Mellitus: pada diabetes tipe 2, juga memungkinkan
A Randomized, pengurangan dosis masing-masing obat.
Double-Blind, Data ini akan
Comparative Study menunjukkan bahwa, pada pasien tidak
lagi responsif terhadap dosis rendah
monoterapi dengan sulfonylurea atau
metformin, kombinasinya
dengan dosis rendah agen oral kedua lebih
menguntungkan
dari dosis maksimal satu obat.
33
Desain Sampe
No. Judul Kesimpulan
Tipe Jurnal Penelitian l
diteruskan belajar di masa depan.
34
4.2 Karakteristik Pasien
Karakteristik pasien DM tipe 2 dari literatur jurnal yang diambil dalam
penelitian ini dapat dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis obat, dan
jenis penyakit komplikasi atau penyakit penyerta.
4.2.1 Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam prevalensi DM
khususnya DM tipe 2. Pada literatur yang digunakan pada penelitian ini
menggambarkan pengelompokkan pasien berdasarkan karakteristik usia
dengan diagnosis diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi antidabetik
dengan batasan usia 20 tahun keatas. Tujuh jurnal penelitian
menggambarkan karakteristik pasien berdasarkan usia pada penderita diabates
melitus tipe 2.
Kode
No. n Rentang Usia
Sampel
1 L2 40 45-62 tahun
2 L3 393 61-69 tahun
50-65 tahun
3 L4 165
35
(ADA, 2004), Menyatakan bahwa usia diatas 45 tahun merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Melitus tipe 2.
Orang yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan
diet glukosa yang rendah akan mengalamai penyusutan sel-sel beta
pankreas. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya masih aktif,
tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang (Tjay dan Rahardja,
2003).
36
Tabel 4.5 Karakteristik pasien berdasarkan penyakit komplikasi atau
penyakit penyerta.
37
No. Kode Sampel Hasil Diagnosis
DM adalah penyakit penyerta yang lazim
dan meningkatkan risiko hasil yang
buruk, termasuk kegagalan pengobatan,
kambuh, dan kematian. Sebagian besar
penelitian sebelumnya bertujuan untuk
meningkatkan hasil pada pasien dengan
DM yang mendapatkan TB aktif dengan
memperpanjang durasi pengobatan anti-
TB, memastikan kepatuhan, dan
menemukan terapi potensial.
Berdasarkan hasil tabel 4.4 data karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe
2 berdasarkan penyakit komplikasi atau penyakit penyerta dari empat
jurnal menyatakan penyakit komplikasi atau penyakit penyerta dengan
penyakit yang berbeda yaitu ada DM dengan agal jantung, DM dengan
ginjal kronis, DM dengan patah tulang pinggul, dan DM dengan TB.
38
harus berhati-hati untuk mengimbangi kemanan dan efektivitas obat
antidiabetik karena penyakit ini berisiko tinggi.
Menurut Oh, Tak Kyu, (2020), Diabetes Melitus dikaitkan dengan
penurunan kulitas tulang karena efek toksik dari produk akhir glikosilasi
lanjutan, suatu urutan hiperglikemia pada jaringan tulang, kolagen, dan
sistem mikrovaskular tulang. Kualitas tulang yang lebih rendah ini juga
membuat pasien dengan diabetes berisiko lebih tinggi mengalami patah
tulang pinggul yang dikaitkan dengan peningkatan angka kematian.
Karena itu, pencegahan patah tulang pinggul merupakan masalah penting
pada pasien diabetes.
39
insulin serta memperbaiki kerja perifer dan insulin sehingga dengan
demikian golongan sulfonilurea berguna dalam penatalaksanaan pasien
DM tipe 2 dimana pankreasnya masih mampu memproduksi inuslin.
Penggunaan golongan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemi,
sehingga pengobatan dengan golongan ini dianjurkan dimulai dengan
dosis rendah (Perkeni, 2006).
40
Tabel 4.6 pola berdasarkan penggunaan obat antidiabetes
No. Golongan obat Jenis obat Jumlah jurnal Kode jurnal
1. Biguanid Metformin 3 L3
L4
L5
L8
2. Alpa-glukosidase Acarbose 1 L2
inhibitor
3. Thiazolidinedione Rosigliatzone 1 L4
4. Kombinasi Biguanid + sulfonilurea 5 L1
L2
L6
L7
L10
41
Berdasarkan tabel 4.7 tersebut karakteristik pasien Diabetes Melitus pada
penelitian tersebut terdiri dari kelompok Glibenclamid / Metformin termasuk
48 wanita dan 28 pria ( P = 0,410 ). Tidak ada perbedaan usia yang signifikan
antara kelompok Glibenclamid dan Glimepiride (52,9 ± 7,6 tahun vs 52,3 ±
7,6 tahun, P = 0,618). Glimeprid/Metformin menunjukkan kemanjuran
yang lebih besar dalam mencapai tujuan metabolisme kontrol glikemik
dengan lebih sedikit kejadian hipoglikemik pada pasien dengan diabetes
melitus tipe 2 yang tidak terkontrol dibandingkan dengan
Glibenkalmid/Metformin.
42
Pusing dan sakit kepala 2 0
Dipsnea 1 0
Infark miokard akut 1 0
Sakit bahu 1 0
Distensi perut 0 1
Sakit pinggang 0 1
Pendarahan saluran cerna 1 0
bagian atas
Tabel 4.9 Karakteristik dasar dari 393 pasien dengan diabetes melitus tipe 2
awalnya diobati dengan metformin
Karakteristik Berhenti metformin Lanjut metformin (n=195)
(n=198)
Umur (tahun) 64±4 65±4
Gender (M/F) 102/96 103/92
Durasi DM (tahun) 14±4 15±3
Peroko (n) 31 33
Masa indeks tubuh (kg/m2) 28.4±0.6 28.7±0.7
HbA1c (%) 8.6±0.4 8.6±0.5
Kreatinin serum (µmol/1) 161±9 163±7
Rasio albumin/kreatinin urin (mg/g) 46±11 48±9
Asam laktat serum (mmol/1) 1.5±0.3 1.5±0.4
Tekanan darah sistolik (mmHg) 144±5 143±6
Tekanan darah diastolik (mmHg) 83±2 82±2
Kolesterol LDL plasma (mmol/1) 3.60±0.1 3.58±0.1
43
Kolesterol HDL plasma (mmol/1) 1.05±0.03 0.98±0.02
Trigliserida HDL plasma (mmol/1) 2.1±0.08 2.05±0.07
Retinopati diabetik (total/poliferatif) 66/22 63/21
Bisul kaki (n) 12 14
Berdasarkan tabel 4.9 tidak ada perbedaan dalam parameter dasar anatara dua
kelompok usia rata-rata adalah 64-65 tahun, indeks masa tubuh masing-masing
28,4 dan 28,7 kg/m. HbA rata-rata 1c 8,6% pada kedua kelompok dan kreatinin
serum 161 dan mmol/1, masing-masing. Rerata dan distribusi kadar asam lakat
dalam darah juga sangat mirip pada kedua kelompok (1,5±0,3 dan 1,56±0,4
mmol/1). juga tidak ada perbedaan antara kelompok dalam tingkat tekanan darah,
nilai lipid plasma, dan tingkat komplikasi diabetes mikrovaskular.
44
HDL 48.52±8.82 50.43±6.87 47.39±9.3 NS
TG 186.6±54.9 189.7±61.6 188.16±53.3 NS
Microalbuminuria 13.93±16.69 14.84±17.40 10.78±11.04 NS
HbA1c 6.65±1.11 6.54±0.66 6.95±1.26 NS
45
Nitrogen urea darah, mg/dL 34±22 27±19 36±22 0.0001
Hemoglobin, g/dL 12.9±1.9 13.6±1.7 12.6±2.0 0.0001
Hemoglobin <11 g/dL, % 17.2 5.8 20.9 0.001
Albumin,g/dL 3.7±0.6 3.9±0.5 3.6±22 0.001
Sodium, mmol/L 136±5 137±4 136±5 0.029
Peptida natriuretik tipe B, pg/mL 534 (199- 489 (115- 639 (257- 0.037
(n=191) 1200) 925) 1300)
Durasi QRS, ms 130±39 123±33 132±40 0.093
Defibrillator kardioverter implan, 44 54 41 0.017
%
Alat pacu jantung biventrikular,% 17 21 16 0.141
Pada tebal 4.11 menyatakan ada 99 pasien (25%) diobati dengan terapi
metformin, dan 302 pasien (75%) yang diobati dengan hipoglikemik oral atau
insulin alternatif yang tidak menggunakan metformin. Perbedaan karakteristik
pasien diantara mereka yang menggunakan atau tidak pada pengobatan
metformin. 2 kelompok itu serupa sehubungan dengan usia jenis kelamin, LVEF
awal, riwayat medis, dan HgbA1c awal. Pasien yang diobati dengan metfromin
dibandingkan yang tidak diobati dengan metformin lebih sering NYHA III dan
memiliki kadar kreatinin serum yang lebih rendah.
46
30-44, n (%) 408 (2.0%) 234 (11.7%) 0.360
<30, n (%) 90 (0.5%) 157 (7.8%) 0.366
Hasil laboratorium dasar
Hemoglobin A1c (%) 8.2±2.2 8.7±2.3 0.183
Tersedia, n (%) 9723 (48.6%) 930 (46.6%) 0.037
Kolesterol total (mmol/L) 5.0±1.2 4.8±1.3 0.132
Tersedia, n (%) 8050 (40.3%) 694 (34.6%) 0.095
ACR urin (mg/mol) 1.3 (0.5-4.6) 2.4 (0.6-15.3) 0.353
Tersedia, n (%) 6451 (32.3%) 717 (35.7%) 0.060
Hemoglobin (g/L) 140±18 134±21 0.242
Tersedia, n (%) 17.785 (89.0%) 1859 (92.7%) 0.102
Kondisi komorbiditas awal n (%)
Penyalahgunaan alkohol 1124 (5.6%) 117 (5.8%) 0.007
Amputasi 73 (0.4%) 17 (0.8%) 0.054
Asma 3542 (17.7%) 343 (17.1%) 0.013
COPD 2648 (13.2 %) 337 (16.8%) 0.083
Penyakit kardiovaskular 6367 (31.9%) 925 (46.1%) 0.244
Demensia 815 (4.1%) 147 (7.3%) 0.120
Hipertensi 12.221 (61.1%) 1402 (69.9%) 0.150
Hiperlipidemia 7048 (35.3%) 638 (31.8%) 0.060
Penyakit hati 1593 (8.0%) 185 (9.2%) 0.037
Keganasan 2953 (14.8%) 416 (20.7%) 0.131
Penyakit mikrovaskular 3855 (19.3%) 591 (29.5%) 0.200
Obesitas 2153 (10.8%) 154 (7.7%) 0.085
47
Metformin/kombinasi Glibenklamid/kombinasi
Subjek 39 41
Jenis (M/F) 23/16 28/13
Umur (tahun) 57.8±7.4 57.3±7.2
BMI (kg/m2) 27.0±2.9 26.9±2.5
Durasi diabetes (tahun) 9.9 (4-14) 10.4 (3.7-15.5)
Glukosa plasma puasa 221 (184-263) 239 (185-277)
(mg/dL)
Insulin puasa (mU/L) 9.7 (6.6-11.9) 10.6 (7.1-12.2)
HbA1c (%) 7.8 (7.0-8.7) 8.2 (7.2-9.1)
Fungsi sel beta by HOMA 25.6 (14.2-39.9) 26.5 (12.2-33.6)
Resistensi insulin by 5.3 (3.5-6.1) 6.0 (3.9-7.4)
HOMA
48
Gambar 1. Perbandingan HbA1c dan kadar glukosa plasma puasa pada pasien yang diobati dengan metformin dan
metformin glibenklamid (kiri) atau glibenklamid dan metformin (kanan)
Pada gambar 1 menunjukkan HbA1c dan nilai rata-rata glukosa plasma puasa
pada kelompok perlakuan selama seluruh penelitian. Secara
keseluruhan,terapi kombinasi terbukti secara signifikan lebih efektif
daripada metformin.
49
Gambar 2. Perbandingan persentase keberhasilan (puasa plasma puas < 140 mg/dl, HbA1c <6%) dengan monoterapi atau
kombinasi pada setiap kelompok perlakuan.
4.3.8 Metformin therapy and hip fracture risk among patients with type
II diabetes mellitus: A population-based cohort study
50
serobrovaskular
Demensia 247 (0.8) 350 (1.1) 0.033 164 (0.9) 167 (0.9)
DM dengan komplikasi 17.758 (56.7) 10.936 (33.7) 0.465 8765 (46.9) 9006 (48.2)
kronis
Hemi- atau paraplegia 690 (2.2) 1047 (3.2) 0.070 490 (2.6) 497 (2.7)
Tumor padat metastatik 322 (1.0) 552 (1.7) 0.067 239 (1.3) 234 (1.3)
Infark miokard 1127 (3.6) 1405 (4.3) 0.039 720 (3.9) 710 (3.8)
Penyakit hati ringan 13.595 (43.4) 14.481 (44.6) 0.024 8100 (43.3) 8026 (42.9)
Penyakit tukak lambung 12.464 (39.8) 14.720 (45.4) 0.113 7536 (40.3) 7608 (40.7)
Penykit pembuluh darah 9397 (30.0) 8490 (26.2) 0.084 5259 (28.1) 5185 (27.7)
perifer
Penyakit ginjal 656 (2.1) 1778 (5.5) 0.236 543 (2.9) 550 (2.9)
Penyakit rematik 1953 (6.2) 2576 (7.9) 0.070 1245 (6.7) 1227 (6.6)
Penyakit hati sedang 631 (2.0) 859 (2.6) 0.045 402 (2.2) 394 (2.1)
atau berat
Keganasan apapun 2745 (8.8) 3772 (11.6) 0.101 1806 (9.7) 1818 (9.7)
Penggunaan obat lain
Sulfonilurea 17.920 (57.3) 7961 (24.5) 0.0661 7935 (42.5) 7880 (42.2)
Inhibitor alfa- 7000 (22.4) 1785 (5.5) 0.405 2429 (13.0) 1777 (9.5)
glukosidase
Tiazolidinediones 2917 (9.3) 1572 (4.8) 0.154 1654 (8.9) 1535 (8.2)
Insulin 1360 (4.3) 1050 (3.2) 0.054 744 (4.0) 826 (4.4)
Bifosfonat 1547 (4.9) 2098 (6.5) 0.070 1035 (5.5) 1010 (5.4)
Glukokortikoid 321 (1.0.) 436 (1.3) 0.032 217 (1.2) 213 (1.1)
51
Tabel 4.15 Karakteristik pengobatan metformin dan sulfonilurea
sebelum dan sesudah
52
Pada tabel 4.15 menyatakan metformin meningkat seiring tahun-tahun
indeks berlalu dan golongan sulfonilurea menurun dari waktu ke waktu.
Setelah pencocokan, usia, jenis kelamin, skor DCSI, dan tahun indeks
tidak berbeda secara statistik antara kedua kelompok yang cocok.
Riwayat TB, AIDS, dan penyakit ginjal selain CKD kira-kira sama
dengan kedua kelompok. Penggunaan metformin dalam 2 tahun awal
dikaitkan dengan penurunkan risiko TB, dan pengguna metformin
memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan sulfonilurea.
53
Dari baseline 0.2±0.7 -1.7±1.6 3.4±0.7* 2.7±1.3*
% dari baseline 1.4±1.8 11.6±3.7* 9.8±1.7*,** 13.2±3.0*
LDL (mg/dl)
Baseline 119±4 120±7.7 117±4 129±6.6
16 minggu 120±2 131±4 124±2 127±4
Dari baseline 2±2 7±4 7±2* 3±4
% dari baseline 2.8± 5.9±4.0 10.9±2.8*,** 3.6±3.4
54
Tabel 4.16 dan 4.17 menunjukkan perubahan parameter kemanjuran lainnya
selama dua percobaan. Efek pioglitazone secara efektif menurunkan FCG
terlepas dari rejimen terapi sebelum perekrutan (tabel 4.15). Dalam
percobaan pioglitazone plus metformin, terapi pioglitazone dikaitkan dengan
penurunan signifikan kadar insulin puasa di antara kelompok pasien yang di
rekrut saat menjalani monoterapi metformin (tabel 4.16). Namun, tidak ada
perubahan siginifikan yang terkait dengan pioglitazone diantara mereka yang
direkrut saat menggunakan kombinasi metformin plus sulfonilurea.
Kecenderungan yang serupa yang diamati pada kelompok terapi pioglitazone
plus sulfonilurea, meskipun perbedaannya kurang jelas. Perubahan kadar
lipid serum selama percobaan tidak tergantung pada terapi antidiabetik (tabel
4.15 dan 4.16). Namun, pasien dalam kelompok plasebo pioglitazone plus
sulfonilurea menunjukkan peningkatan rata-rata besar dalam trigliserida
serum selama uji coba. Observasi ini menunjukkan bahwa kelompok pasien
ini mengalami penurunan kontrol metabolik setelah penarikan metformin
selama periode penyaringan.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian studi literatur yang dilakukan tentang evaluasi
penggunaan obat antidiabetes golongan Biguanid dan Sulfonilurea pada
pasien diabetes melitus dapat disimpulkan :
1. Hasil evaluasi penggunaan obat antidiabetes pada pasien Diabates
Melitus berdasarkan karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Penyakit
Komplikasi atau Penyerta, dan penggunaan obat.
2. Golongan kombinasi biguanid dan sulfonilurea lebih banyak digunakan
dalam jurnal dari 10 jurnal 5 diantaranya menggunkan kombinasi 3 jurnal
menguunakan pengobatan tunggal 2 lainnya menggunkan golongan lain.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Peneliti
Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan kepada peneliti
selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian ini secara lansgung
dilapangan apabila kondisi sudah memungkinkan. Diharapkan kepada
peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunkan metode evaluasi, seperti penggunaan obat, golongan obat.
56
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, R., Susanto, Y., Khadizah, S., 2017, Kualitas Hidup Pasien Hipertensi
Dengan Penyakit Penyerta Di Poli Jantung RSUD Ratu Zalecha Martapura,
Jurnal Pharmascience, Vol.4, No.1.
Alfian, R., Putra, A.M.P., 2017, Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Medication Adherence Report Scale (MARS) Terhadap Pasien Diabetes Mellitus,
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, Vol.2 No.2
Dercoli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang : pusat penerbitan bagian
ilmu kesehatan dalam fakultas kedokteran Universitas Andalas.
Dipiro, J. T., et al. 2005. Pharmacotherpy Hanbook. Sixth edition. The Mc. Graw
Hill Company. USA. Page : 1891-1939.
Isnaini, Nur dan Ratnasari, 2018. Faktor resiko mempengaruhi kejadiann diabetes
melitus tipe 2: Jawa Tengah. Indonesia.
Khsanti, Ida Ayu Made. 2019. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri. Penerbit :
PB PERKINI.
Pahlevi, Muhammad Reza., et al. 2018. Perbaikan kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 di RSUD. Dr. H. Moch. Ansasri Saleh Banjarmasin dengan
intervsensi Brief Counseling.
57
Perwitasari, D.A., Adikusuma, W., Rikifani, S., Supadmi, W., Kaptein, A.A.,
2014, Quality of Life and Adherence of Diabetic Patients in Different Treatment
Regimens, Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol. 3 No. 4, hlm 107–113.
Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill;2008.
Trisnawati, Shara Kurnia dan Soedijono Setyorogo, 2013. Faktor resiko diabetes
melitus tipe II di puskesmas kecamatan cengkareng Jakarta Barat tahun 2012:
Jakarta Timur.
58
LAMPIRAN
59
60
61
62
63
64
65
66