Anda di halaman 1dari 43

POLA PERESEPAN PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETES MILITUS

DI KLINIK X SRAGEN BULAN OKTOBER – DESEMBER 2021

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh


gelar Ahli Madya Pendidikan Diploma III Farmasi di STIKES
Duta Gama Klaten

Disusun oleh:

JULAEHA AMBARWATI
NIM.FB07019008

PROGRAM STUDI DIII


FARMASI STIKES DUTA
GAMA KLATEN
2022
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita

seumur hidup. Selain dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan

lainnya, peran pasien dan keluarganya sangat penting dalam pengelolaan

penyakit. Edukasi pasien dan keluarganya bertujuan untuk memberikan

pemahaman tentang perkembangan penyakit, pencegahan, komplikasi, dan

manajemen DM, meningkatkan keterlibatan keluarga dalam upaya

meningkatkan hasil pasien. Sangat bermanfaat bagi (Perkeni, 2011).

Diabetes juga dapat diturunkan dari orang tua ke anak. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa orang memiliki riwayat diabetes. Keluarga

pasien berisiko lebih tinggi terkena diabetes, dan semakin dekat keluarga,

semakin tinggi risikonya (Kurniadi dan Nurrahmani, 2014).

Diabetes merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya

diperkirakan terus meningkat. Pada tahun 2005, Organisasi Kesehatan

Dunia mengatakan prevalensi diabetes diperkirakan mencapai 194 juta di

seluruh dunia dan jumlah itu diproyeksikan meningkat menjadi 335 juta

pada tahun 2025. Kenaikan jumlah penderita jumlah diabetes ini disebabkan

oleh pola hidup yang santai dan pola makan penduduk yang tidak

seimbang. Indonesia merupakan Negara dengan penderita diabetes

terbanyak ke 4 di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat. Di tahun 2000

di Indonesia terdapat 8,4 juta penderita diabetes dan diperkirakan akan

mengalami peningkatan menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2010

(Soegondo, 2004).

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang


3
disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya hiperglikemia

kronik disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein akibat dari gangguan sekresi insulin atau kerja insulin (Holt &

Kumar, 2010)

Hasil penelitian Budhisusetyo (2012) dengan judul “Hubungan

Antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Pasien DM Tipe

2 Rawat Jalan di RSUD dr. Sudiran Mangun Sumarso Kabupaten

Wonogiri”, menunjukkan bahwa DM termasuk dalam 10 besar keadaan

morbiditas pasien rawat jalan, yaitu menduduki peringkat 2 dengan jumlah

pasien 1789 orang. Hasil pengamatan awal yang dilakukan pada tanggal 16

sampai dengan tanggal 25 Maret 2011 didapatkan 30 pasien DM telah

melakukan kunjungan ulang dengan hasil pemeriksaan gula darah puasa

dan gula dalam darah 2 jam post prandial masih di atas normal sebanyak

83%.

Dari latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian dengan judul “

Pola Peresepan Obat Anti Diabetes Melitus Di Klinik X Sragen Bulan

Oktober-Desember 2021”.
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka rumusan

masalah yang ada di dalam penelitian ini adalah obat antidiabetik mana yang

sering di resepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen pada bulan

Oktober-Desember 2021.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah obat antidiabetik

mana yang sering di resepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen pada

bulan Oktober-Desember 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk institusi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refrensi terhadap

penggunaan obat antidiabetik.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini memberikan ilmu pengetahuan yang berharga selama

proses penelitian dan diharapkan akan menjadi sumber ilmu informasi

untuk peneliti selanjutnya terkait dengan penggunaan obat antidiabetik.

3. Memenuhi sebagai persyaratan untuk mencapai derajat diploma tiga

farmasi dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat khususnya

farmasi klinik dan komunitas bagi peneliti.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian oleh Reza Pahlevi (2017), judul penelitian “Pola

penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes” Diabetes tipe 2 di

fasilitas rawat jalan RSU Asy-Syifa dari bulan Juni sampai Desember

2016.” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

daripada eksperimental dengan memperoleh data retrospektif dari rekam


5
medis pasien diabetes tipe 2 di RS Asy-Syifa Boyolali dari bulan Juli

sampai Desember 2016. Informasi tentang nama, jenis kelamin, dan usia

pasien termasuk pasien. Dosis obat yang digunakan dan formulasi yang

digunakan. Hasil penelitian mengungkapkan pola penggunaan obat

diabetes tipe 2 di fasilitas rawat jalan RSU Asy-Syifa pada bulan Juli-

Desember 2016 Obat-obatan yang umum digunakan (1) Metformin

38,1%, (2) Glimepiride + Metformin 26,4%, (3) Glimepiride 14,5%, (4)

Acarbose 9,2%, (5) G-liquidone 3,9%, (6) Metformin XR 3,9%, (7)

Acarbose + glimepiride 2,6% dan acarbose + metformin 1,3%. Obat

antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah golongan obat

biguanide atau metformin, dan standar pelayanan penggunaan obat

antidiabetes di RSU Asy-Syifa memenuhi standar PERKENI 100% dan

Formularium rumah sakit 60%.

Penelitian yang dilakukan oleh Karina Oktaviana (2021), judul

penelitian “Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe II di Apotek Kimia Farma 27 Medan”. Metode yang

digunakan adalah deskriptif observasional dengan pendekatan cross

sectional dengan desain retrospektif. Data retrospektif diambil dari

peresepan obat antidiabetes di Apotek Kimia Farma 27 Medan periode

Januari 2019. Juni 2019 (n = 45). Analisis Data Interaksi Obat mengacu

pada Medscape dan Drug Interaction Checker. Profil penggunaan obat

yang diamati meliputi nomor obat, jenis kelamin, umur, kelompok umur,

generik dan non generik, sediaan obat, golongan obat, obat tunggal atau

bersamaan, dosis, durasi, dan frekuensi penggunaan obat. Besar sampel

adalah 45 pasien, dengan total 68 obat. Prevalensi penggunaan

antidiabetes tertinggi pada wanita usia 46-55 tahun (53%) (46,7%), obat

yang paling sering digunakan adalah metformin (55%), dan yang paling

banyak digunakan. umum (55%). .. Untuk formulasi tablet (98,3%),


6
kombinasi obat yang paling umum digunakan adalah metformin dan

glibenklamid (52,3%). Evaluasi penggunaan obat antidiabetes pada

pasien diabetes dengan kategori interaksi obat potensial saat meresepkan

obat antidiabetes pada pasien diabetes adalah 11,1%, dengan besar

interaksi 14,4%. Hasil penelitian menyarankan perlunya mengenali

potensi interaksi obat-obat untuk menghindari masalah terkait obat.

Penelitian yang dilakukan oleh Elida Samosir (2020), judul

penelitian “Persentase Penggunaan Obat-Obat Diabetes Melitus Di RSU dr.

Ferdinand Lumbatobing Sibolga”.Penelitian ini merupakan penelitian non

eksperimental yang menggunakan pengumpulan data survey dan analisis

data secara deskriptif. Menggambarkan pesentase penggunaan obat-obat

diabetes melitus pada pasien di RSU Dr. Ferdinand Lumbantobing

Sibolga. Penelitian dilaksanakan di RSU Dr. Ferdinad Lumbantobing

Sibolga. Berdasarkan hasil penelitian ini, obat-obatan diabetes melitus

yang dipakaidi RSU Dr.Ferdinand Lumbantobing yaitu Metformin 500 mg

70% (91.094tablet), Metformin 850 mg 11% (13.623 tablet), Glimepirid

1 mg 9% (12.036 tablet), Glimepirid 2 mg 6 % (7.931 tablet), Glimepirid

3 mg 2 % (2.208 tablet), Acarbose 1% (960 tablet), Gliquidon 30 mg 1%

(854 tablet), Novomix 0 % (620 pen), Levemir 0% (275 pen). Humalog

Mix 25 kwik Pen 0% (131 pen), Novorapid 0% (39 pen).

Kesimpulan penelitian ini bahwa obat diabetes melitus yang paling sering

digunakan adalah Metformin 500 dari sediaan tablet dan Novomixdari

sediaan insulin.

Penelitian yang dilakukan oleh Tiara Annisa Rohmah (2019), judul

penelitian “ Analisis Efektivitas Penggunaan Obat Antidiabetes Oral Di

Puskesmas Penumping Surakarta Bulan Desember 2018”. Penelitian ini

dilakukan menggunakan rancangan non eksperimental yaitu deskriptif.

Data diambil dari rekam medis pasien diabetes melitus tipe II di Puskesmas
7
Penumping Surakarta bulan Desember 2018. Hasil penelitian ini

berdasarkan karakteristik pasien paling banyak berjenis kelamin perempuan

dengan umur antara 55-59 serta IMT antara 25,0-29,9. Berdasarkan hasil

diagnosis pasien paling banyak tanpa memiliki komplikasi. Obat

antidiabetes oral yang diberikan di Puskesmas Penumping Surakarta yaitu

glibenklamide, glimepiride 2 mg, metformin, metformin + glibenklamide,

dan metformin + glimepiride 2 mg.


8

Pemberian obat antidiabetes oral yang paling banyak yaitu metformin.

Efektivitas terkendalinya kadar gula darah sewaktu pada penggunaan obat

antidiabetes oral tunggal yang paling cepat adalah metformin, pengendalian

kadar gula darah sewaktu terkendali pada hari ke empat. Obat antidiabetes

oral kombinasi yaitu metformin dengan glibenclamide dan metformin

dengan glimepiride 2 mg dapat mengendalikan kadar gula darah sewaktu

terkendali pada hari keempat.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Tentang Diabetes Melitus

Menurut World Health Organization (WHO), DM merupakan

kelainan metabolik yang memiliki karakter hiperglikemia kronik sebagai

akibat dari penurunan sekresi insulin, penurunan aksi insulin, atau keduanya.

Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang terjadi pada

penderita DM diakibatkan oleh penurunan aksi insulin pada jaringan target

(Craig et al., 2009).

Diabetes melitus (DM) biasanya disebut dengan the silent killer,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan dari penderita. Penyakit yang ditimbulkannya

antara lain gangguan penglihatan, katarak, penyakit jantung, penyakit ginjal,

cacat seksual, luka yang tidak dapat diperbaiki, infeksi paru-paru, penyakit

pembuluh darah, dan stroke. Tidak jarang penderita diabetes (DM) berat

mengamputasi anggota tubuhnya akibat kerusakan gigi. (Depkes, 2005).

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

1. Diabetes mellitus tipe 1 (IDDM)

Secara umum Diabetes Mellitus tipe ini berkembang pada anak atau

pada awal masa dewasa dikarenakan rusaknya sel beta pankreas akibat

aoutuimun sehingga terjadi definisi insulin absolut. Reaksi autoimun

umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13 Tahun)


10

yang ditandai adanya parameter system imun ketika terjadi kerusakan sel

beta yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Ada beberapa antibodi yang

dihubungkan dengan Diabetes Mellitus tipe 1 ini yaitu Islet Cell

Cytoplasmic Antibodiest (ICCA), Islet Cell Surface Antibodiest (ICSA),

dan Glutamic Acid Antibodiest (GAA). Hampir 90% penderita Diabetes

Mellitus tipe 1 memiliki ICCA didalam darahnya dengan frekuensi hanya

0,5-4% di dalam tubuhnya (PERKENI, 2011).

2. Diabetes mellitus tipe 2 (NIDDM)

Yaitu diabetes yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah

akibat penurunan sekresi insulin dan/atau fungsi insulin yang

menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Sacks et al., 2011). Sekitar

90%-95% terjadi dari semua kasus diabetes. Selain resistensi insulin, pada

penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan gangguan sekresi insulin

dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun, kurangnya fungsi

insulin pada pasien diabetes tipe 2 bersifat relatif dan tidak absolut,

karena tidak ada kerusakan autoimun sel Langerhans yang terjadi pada

diabetes tipe 1. Obesitas, diet tinggi lemak dan sedikit serat, serta kurang

aktifitas badan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya DM

tipe 2 (Rodbard et al., 2007).

3. Diabetes Tipe Khusus Lain

Diabetes Melitus Tipe Khusus Lain adalah kelainan genetik dalam

sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki
11

prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.

Pasien sering mengalami obesitas dan resisten insulin. Penyakit

keturunan terkenal karena empat mutasi dan morfologi fenotipiknya yang

berbeda (MODY 1, MODY 2, MODY 3, MODY 4). Defek genetik pada

kerja insulin menyebabkan sindrom resistensi insulin yang parah.

Penyakit eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronis. Gangguan

endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali, obat-obatan yang

beracun bagi sel beta dan infeksi (Price & Wilson, 2006).

4. Diabetes mellitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah diabetes yang terjadi selama

masa kehamilan dan pada umumnya dapat kembali normal setelah

melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung,

antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika

lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Selain itu, wanita yang

pernah mengalami diabetes gestational akan berisiko untuk menderita

diabetes lagi di masa depan. (Sacks et al., 2011).

5. Pra-Diabetes

Pra-Diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang

berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal

tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2.

Diperkirakan ada beberapa orang dengan pra-diabetes, dan diperkirakan

sekitar 41 juta orang di Amerika Serikat diklasifikasikan sebagai pra-

diabetes. Selain 18,2 orang dengan diabetes (perkiraan 2000). Jumlah ini

belum dilaporkan di Indonesia, namun diperkirakan jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan penderita diabetes (Depkes, 2005).


12
C. Epidemiologi Diabetes Melitus

Prevalensi penyakit diabetes melitus di dunia terus meningkat, pada

tahun 1995 prevalensinya 4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi

5,4%. Data WHO menyebutkan, angka kejadian diabetes melitus di Indonesia

mendekati 4,6%, padahal di negara berkembangan diabetes melitus

menyerang masyarakat yang ada pada usia produktif, yaitu sekitar 45 sampai

65 tahun. Menurut WHO, biaya yang harus dikeluarkan akibat konsekuensi

ekonomi dari komplikasi diabetes adalah sekitar 46.207 dolar AS pertahun.

Di Amerika Serikat, sekitar 21 juta orang diperkirakan menderita diabetes

dan penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas

(Dipiro, dkk., 2005).

D. Etiologi Diabetes Melitus

Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin merupakan penyebab diabetes melitus tipe II.

Faktor lingkungan yang berpengaruh pada obesitas, kurangnya aktivitas fisik,

stress, dan pertambahan umur (KAKU,2010).

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit diabetes melitus (DM) dapat

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

a) Pola makan
13
Pola makan dapat mempengaruhi timbulnya penyakit diabetes.

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus (DM).

Hal ini dikarenakan jumlah atau kadar insulin yang dihasilkan

oleh sel pankreas memiliki kapasitas paling besar untuk disekresikan

oleh tubuh.

b) Obesitas

Orang yang gemuk yang beratnya lebih 90 kg mempunyai

kecenderungan besar untuk terserang diabetes melitus dibandingkan

dengan orang yang tidak gemuk.

c) Faktor genetic

Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari

orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus

mempunyai anggota keluarga yang terkena juga.

d) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat

menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam

mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh,

termasuk hormon insulin.

e) Penyakit dan infeksi pada pancreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi

pankreas dan menyebabkan radang pankreas. Hal ini mencegah sel

pankreas berfungsi secara optimal dalam mensekresi insulin.


14
E. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Perlu dicatat bahwa orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko

diabetes mungkin menderita diabetes. Tenaga kesehatan, dokter, apoteker, dan

tenaga kesehatan lainnya juga harus memperhatikan orang tersebut dan

melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya

agar tidak terlambat memberikan bantuan pengobatan. Semakin dini kondisi

diabetes dikenali dan diobati, semakin mudah untuk mengontrol kadar gula

darah dan mencegah kemungkinan komplikasi (Depkes, 2005).

F. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes adalah sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi insulin, kerja

insulin, atau keduanya. Patofisiologi diabetes sangat kompleks. Dua kondisi

yang mendasari diabetes adalah kegagalan sekresi insulin dan adanya

resistensi insulin. Pertama, upaya untuk menurunkan gula darah tidak

memiliki efek insulin, dan sel pankreas mengeluarkan lebih banyak insulin

untuk mengatasi kekurangan insulin. Dalam hal ini, toleransi glukosa masih

normal, dan suatu hari terjadi gangguan toleransi glukosa (IGT) dan diabetes

tidak terjadi (DeFronzo et al., 1992).

Selanjutnya, apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat

disertai beban glukosa yang terus menerus terjadi, sel β pankreas dalam

jangka waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin untuk

menurunkan kadar gula darah puasa dan pospandrial yang sangat

karakteristik pada diabetes melitus tipe II. Dan akhirnya sekresi insulin dan

sel β pankreas akan menurun dan terjadi hiperglikemia yang bertambah berat

(DeFronzo dkk., 1992)

G. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

1. Terapi Farmakologi

a. Insulin
15

Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel pankreas

sebagai respons terhadap glukosa yang masuk ke dalam tubuh.

Insulin adalah polipeptida asam amino 51 yang terdiri dari dua

rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino, dan rantai B terdiri

dari 30 asam amino. Insulin memainkan peran yang sangat

penting dan komprehensif dalam mengendalikan metabolisme.

Insulin bekerja dengan membantu mengangkut glukosa dari darah

ke sel (Tjay dan Rahardjo,2002).

Insulin menyebabkan penurunan berat badan yang cepat,

hiperglikemia berat dengan ketosis, ketoasidosis diabetikum,

hiperglikemia hiperosmolar non-keton, hiperglikemia dengan

asidosis laktat, kegagalan untuk menggabungkan dosis optimal

obat antidiabetik oral, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar,

IMA, stroke), kehamilan dengan diabetes yang tidak terkontrol

dengan perencanaan diet, disfungsi ginjal atau hati yang parah,

kontraindikasi dan / atau alergi terhadap obat antidiabetik oral.

Insulin biasanya diberikan melalui injeksi subkutan (subkutan)

sehingga spuit berorientasi tegak lurus dengan permukaan kulit

(Perkeni, 2011).

Kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibat

adanya infeksi, stress akut (gagal jantung, iskemia jantung akut),

tanda-tanda defisiensi insulin yang berat (penurunan berat badan

yang cepat) atau pada kehamilan yang kendali glikemiknya tidak

terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan

farmakologis umumnya memerlukan terapi insulin. Keadaan

seperti ini memerlukan perawatan di rumah sakit (Purnamasari,

2009).
16
b. Obat Antidiabetik Oral

Obat antidiabetes oral dimaksudkan untuk membantu

merawat pasien diabetes tipe II. Obat antidiabetes oral dapat

dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat

(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

1. Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin. Metformin

menurunkan kadar gula darah dan mengurangi

glukoneogenesis hati melalui efeknya pada aksi insulin pada

tingkat sel. Metformin juga menekan nafsu makan dan tidak

menambah berat badan, sehingga sangat tepat untuk diberikan

pada pasien yang kelebihan berat badan (Ditjen Bina Farmasi

dan Alkes, 2005).

2. Golongan Sulfonilurea

Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa

baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah

mengalami ketoasidosis sebelumnya. Kelompok ini

merangsang sekresi insulin pankreas dan hanya efektif jika sel

pankreas masih dapat diproduksi. Penurunan kadar glukosa

darah yang terjadi setelah pemberian senyawa sulfonilurea

disebabkan oleh rangsangan sekresi insulin oleh pankreas

(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

a. Sulfonilurea generasi pertama

Tolazamide diserap lebih lambat dari usus daripada

sulfonilurea lainnya, dan efeknya pada kadar glukosa darah

tidak segera terlihat dalam beberapa jam setelah pemberian.

Waktu paruh sekitar 7 jam (Katzung, 2002).


17
Sectexamide dalam tubuh mengalami perubahan in

vivo yang cepat dan memiliki waktu paruh plasma 0,5

sampai 2 jam. Namun, di dalam tubuh, obat tersebut diubah

menjadi 1-hidroksiheksamida. Ini memiliki efek

hipoglikemik yang lebih kuat daripada asetoheksamida itu

sendiri (Handoko dan Suharto, 1995).

Tolbutamida diabsorbsi dengan baik tetapi cepat

dimetabolisme di hati. Durasi kerjanya relatif singkat,

dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002).

Tolbutamide dalam darah berikatan dengan protein

plasma dan diubah menjadi carboxytolbutamide di hati dan

diekskresikan oleh ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).

Klorpropamida cepat diserap dari usus, 70-80%

dimetabolisme di hati, dan metabolitnya cepat diekskresikan

di ginjal. Darah yang terikat albumin memiliki waktu paruh

sekitar 36 jam, sehingga efektif beberapa hari setelah

pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).

b. Sulfonilurea generasi kedua

Glipizide memiliki waktu paruh 24 jam, 90%

glipizide dimetabolisme di hati menjadi produk aktif,

dan 10% diekskresikan langsung dari ginjal (Katzung,

2002).

Glibenclamide memiliki efek menurunkan gula

darah sekitar 100 kali lipat dari tolbutamide. Ini sering

efektif ketika obat lain tidak efektif, tetapi risiko

hipoglikemia juga lebih besar dan lebih umum. Pola

kerjanya berbeda dengan agen sulfonilurea lainnya.


18
Artinya, dosis tunggal pagi dapat merangsang sekresi

insulin (dalam makanan) dengan setiap asupan glukosa

(Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di

hati, dengan hanya 21% metabolit yang diekskresikan

dalam urin dan sisanya di empedu dan ginjal (Handoko

dan Suharto, 1995).

Glimepiride dapat menurunkan kadar gula darah

pada dosis terendah dari semua sulfonilurea. Dosis tinggi

tunggal 1 mg telah terbukti efektif, dengan dosis harian

maksimum yang direkomendasikan adalah 8 mg.

Glimepiride memiliki waktu paruh 5 jam dan

dimetabolisme sepenuhnya oleh hati menjadi produk yang

tidak aktif (Katzung, 2002).

3. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif dengan menghalangi aksi

enzim -glukosidase di saluran pencernaan Dapat mengurangi

hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di saluran usus,

tidak menyebabkan hiperglikemia, dan tidak mempengaruhi

kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002)

4. Golongan Tiazolidindion

Mekanisme kerja obat ini adalah dengan meningkatkan jumlah

protein yang membawa glukosa ke dalam sel dan jaringan tubuh.

Dengan begitu, tubuh mendapatkan energi untuk menjalankan

aktivitas. Contoh obat golongan ini antara lain: Rosiglitazone

dan Pioglitazone. Dosis harian pioglitazone adalah 15-45 mg

oral satu kali sehari, maksimum 45 mg/hari dan rosiglitazon 2-4

mg satu kali sehari, maksimum 8 mg/hari (PERKENI, 2019).


19
5. Meglitinid

Obat Meglitinida juga memiliki mekanisme kerja yang sama,

yaitu bekerja dengan merangsang sel-sel beta di pankreas untuk

memproduksi insulin. Golongan meglitinid yaitu repaglinide

dan nateglinide. Dosis repaglinide dimulai dari 0,5-

2 mg oral dengan maksimum 4 mg 4 kali sehari dan nateglinide

120 mg oral 3 kali sehari sebelum makan (PERKENI, 2019).

Meglitinid tidak boleh diberikan dalam bentuk kombinasi

dengan sulfonilurea karena mekanisme kerjanya tumpang tindih

(Selly, 2019).

6. Penghambat DPP-4

Golongan DPP-4 mempunyai mekanisme kerja menghambat

enzim DPP-4 yang bertanggung jawab untuk inaktivasi

hormonhormon inkretin, seperti peptida-1 yang mirip dengan

glukagon. Inkretin adalah hormon intestinal yang bekerja pada

pengaturan glukosa dari pankreas. Contoh obat ini adalah

sitagliptin, saxagliptin, linagliptin, alogliptin (Selly, 2019).

7. Penghambat SGLT2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat

ntidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorbsi glukosa

di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat glukosa SGLT-

2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain canaglifozin,

mpaglifozin, dapaglifozin, ipraglifozin (Selly, 2019).


20
2. Terapi Non Farmakologi

a. Diet

Adalah salah satu kunci keberhasilan manajemen diabetes. Diet

yang dianjurkan terdiri dari komposisi seimbang 60-70%

karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak untuk nutrisi

yang tepat. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, usia, stres akut, dan aktivitas fisik. Hal ini pada dasarnya

bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

ideal. Penurunan berat badan telah terbukti mengurangi resistensi

insulin dan meningkatkan respons sel terhadap stimulasi glukosa.

Satu studi melaporkan bahwa penurunan berat badan 5%

mengurangi kadar HbA1c sebesar 0,6% (HbA1c adalah

parameter status diabetes), dan penurunan berat badan 1 pon

meningkatkan harapan hidup 3-4 bulan. Selain jumlah kalori,

pemilihan bahan juga menjadi pertimbangan. Asupan kolesterol

tetap diperlukan, tetapi tidak boleh melebihi 300 mg per hari.

Sumber lemak dicari dari bahan nabati yang mengandung lebih

banyak lemak tak jenuh daripada lemak jenuh. Sumber protein

sebaiknya ikan, ayam (terutama dada), tahu, dan tempe. Ini

karena mereka tidak tinggi lemak. Asupan serat makanan sangat

penting bagi penderita diabetes, dengan target minimal 25 gram

per hari. Ini membantu mengurangi penyerapan lemak. Makanan

kaya serat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga membantu

mengatasi rasa lapar yang sering dirasakan oleh penderita

diabetes tanpa risiko asupan kalori berlebihan. Sumber serat

seperti sayuran segar dan buah-buahan umumnya kaya akan

vitamin dan mineral. (Depkes, 2005).


21
b. Latihan fisik

Olahraga teratur dapat menurunkan gula darah dan menjaganya

tetap normal. Prinsipnya tidak perlu olahraga berat, dan asalkan

dilakukan secara rutin, olahraga ringan memiliki efek yang sangat

positif bagi kesehatan Anda. Latihan yang dianjurkan adalah

CRIPE (Continuous, Rhythmic, Interval, Progressive, Endurance

Training). Jika memungkinkan, capai kisaran target 75-85% (220

tahun) denyut jantung maksimum, tergantung pada kinerja dan

kondisi pasien.

Contoh olahraga yang direkomendasikan termasuk berjalan dan

berlari di pagi hari, bersepeda dan berenang. Latihan aerobik ini

dilakukan selama total 30-40 menit per hari, diikuti dengan

pemanasan 5-10 menit diikuti dengan pendinginan 5-10 menit.

Olahraga meningkatkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh,

meningkatkan aktivitas, dan meningkatkan penggunaan glukosa

(Depkes, 2005).

c. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi ketika gaya hidup dan pola

perilaku terbentuk. Pemberdayaan penderita diabetes

membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.

Tim medis mendukung pasien dalam melakukan perubahan

perilaku yang sehat. Pendidikan yang komprehensif diperlukan

untuk perubahan perilaku dan motivasi yang berhasil. Pasien perlu

dididik tentang pemantauan mandiri kadar glukosa darah, tanda

dan gejala hipoglikemia, dan cara mengobatinya. Pemantauan

glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri setelah pelatihan

khusus (Perkeni, 2011).


22

H. Kerangka Teori

Faktor Resiko DM:


1. Pola makan
2. Obesitas
3. Genetik
4. Bahan kimia dan obat-obatan
5. Penyakit dan infeksi pankreas

Terapi Non Farmakologi : DIABETES Terapi Farmakologi:


1. Diet MELITUS TIPE 2 1. Insulin
2. Latihan fisik 2. Antidiabetik oral
3. Edukasi

Gambar 2.1. Kerangka Teori


23
I. Kerangka Konsep

Rekam
medik pasien Pencatatan Karakteristik Peresepan obat oral :
DM bulan data pasien : 1. Jumlah peresepan
Oktober- peresepan 1. Jenis Kelamin obat anti DM
Desember obat anti DM 2. Umur 2. Golongan obat
2021

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap data kunjungan pasien di Klinik X

Sragen dilakukan secara retrospektif dengan pendekatan kuantitatif.

Pengambilan datadilakukan secara retrospektif yaitu dengan melakukan

penelusuran dokumen terdahulu yang diambil dari rekam medik dan

peresepan pasien pada periode tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Alasan lain dari penggunaan analisa deskriptif adalah penelitian ini

hanya menghitung yang terarsip. Pada sampel yang diteliti saja dalam hal ini

obat antidiabetik yang sering di resepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X

Sragen pada bulan Oktober-Desember 2021.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di Klinik X Sragen, pada bulan Maret 2022.

C. Objek Penelitian

Objek penelitiannya adalah data penelitian diambil dari data

peresepan obat antidiabetik di Klinik X Sragen. Data yang diteliti adalah

jumlah penyerahan obat antidiabetik mana yang sering diresepkan. Data

jumlah penyerahan diambil dari rekam medik masing- masing pasien. Data

berupa angka yang menjelaskan nama pasien, umur pasien, jenis kelamin,

jumlah obat, dan jenis obat yang diserahkan kepada pasien.

D. Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita

26
27

penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 tanpa komplikasi dari rekam medik

Rawat Jalan di Klinik X Sragen pada bulan Oktober-Desember 2021.

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data diambil dari rekam medik peresepan obat antidiabetik di Klinik

X Sragen. Data dianalisa dengan statistik deskriptif karena penelitian ini

untuk melihat fakta yang terjadi. Data yang diperoleh kemudian dianalisa

sehingga dapat menggambarkan keadaan yang terjadi, perihal pola peresepan

obat Anti Diabetes Melitus.

Berdasarkan metode penelitian yang telah dikemukakan diatas maka

data informasi yang diperoleh akan dikelompokkan dan dipisahkan sesuai

dengan bulannya dan diberi nilai persentase, disajikan dalam bentuk tabel

dan uraian dengan rumus persentasenya menggunakan rumus sebagai berikut

P= F X 100 %
N

Keterangan :

P = persentase
F = frekuensi
N = populasi
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a) Menyusun proposal penelitian.

b) Mengajukan proposal kepada pembimbing.

c) Mengurus surat izin dari pihak STIKES Duta Gama Klaten.


28

d) Menyampaikan surat izin penelitian ke Klinik X Sragen untuk

mengambil data.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian di Klinik X Sragen merupakan penelitian non

eksperimental. Data yang diperoleh adalah data primer yang bersumber

pada rekam medik pasien di Klinik X Sragen.

Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif sehingga didapatkan

gambaran nyata tentang pola peresepan penggunaan obat anti Diabetes

melitus di Klinik X Sragen.

a) Mengumpulkan data berupa rekam medik pasien rawat jalan Diabetes

Melitus.

b) Melakukan pengolahan data hasil penelitian.

c) Melakukan evaluasi dan pembahasan hasil datapenelitian.

d) Melakukan penarikan kesimpulan dan saran daripenelitian.

3. Tahap pelaporan

Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a) Menyusun laporan penelitian.

b) Mencetak hasil penelitian.


29

4. Skema yang dilakukan dapat digambarkan secara sistematis seperti

dibawah ini.

Persiapan

Penyusunan Analisa data

Perizinan Penelitian Penyajian hasil

Pengambilan data Pembahasan data

Pengolahan data Pembuatan laporan

Gambar 3.3 Skema tahap penelitian


30

G. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Tahap Lamanya Kegiatan

Persiapan Januari 2022 Studi pencarian


rekam medic pasien
DM di Klinik X
Sragen

Pelaksanaan Februari-Maret Penelitian


2022 pengumpulan data

Penyelesaian April-Mei 2022 Analisis dan


penyusunan laporan
`

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan diagnosa utama

Diabetes Mellitus tipe 2 pada pasien rawat jalan di Klinik X Sragen bulan

Oktober-Desember 2021, terdapat 67 data rekam medik yang memenuhi

kriteria untuk dijadikan penelitian.

Tabel 4.2 Persentase penderita Diabetes Melitus tipe 2

berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Rawat Jalan

Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember 2021.

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 P 38 56,7

2 L 29 43,3

Total 67 100

Sumber : Data sekunder (yang telah diolah)

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa pasien penderita Diabetes

Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktoner-Desember

2021 terbanyak adalah perempuan dengna jumlah pasein 38 dari total pasien

sebanyak 67.

31
`

32

43,3 56,7

PEREMPUAN LAKI-LAKI

Gambar 4.4 Grafik persentase jenis kelamin pasien DM tipe 2 bulan

Oktober-Desember 2021

Berdasarkan gambar 4.4 menunjukkan bahwa pasien penderita DM

tipe 2 terbanyak di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktoner-

Desember 2021 adalah perempuan dengan persentase 56,7%.

Tabel 4.3 Persentase penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan umur

di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember tahun

2021

No Usia Jumlah Persentase

1 56-65 29 44,6

2 44-55 17 26,1

3 66-75 8 12,3

4 ≥76 7 10,8

5 ≥ 44 4 6,2

Total 65 100

Sumber : Data sekunder (yang telah diolah)


`

33

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dianalisa bahwa jumlah umur terbanyak

di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember 2021

adalah 56-65 tahun dengan total persentase 44,6 %.

56-65 44-55 66-75 ≥76 ≥ 44

6,2
12,3 10,8 44,6
26,1

Gambar 4.5 Grafik persentase umur pasien DM tipe 2 bulan Oktober-

Desember 2021.

Berdasarkan gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa pasien penderita DM

tipe 2 terbanyak di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-

Desember 2021 adalah umur 56-65 tahun dengan persentase 44,6%.


`

34

Tabel 4.4 Persentase terapi obat antidiabetes tunggal yang diresepkan untuk

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan

Oktober-Desember tahun 2021

No Nama Obat Jumlah Persentase

1 Metformin 1364 51

2 Glimepiride 795 30

3 Acarbose 270 10

4 Glibenclamide 90 3

5 Glicazide 90 3

6 Gliquidone 90 3

Total 2699 100

Sumber : Data sekunder (yang telah diolah)

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan penggunaan obat antidiabetes

paling banyak diresepkan di Klinik X Sragen adalah Metformin sebanyak

1364 tablet.
`

35

3%3%
10% 3%
51%
30%

Metformin Glimepiride Acarbose


Glibenclamide Glicazide Gliquidone

Gambar 4.5 Grafik persentase obat antidiabetik yang sering diresepkan di

Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember 2021.

Berdasarkan gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa obat antidiatik yang

sering doresepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-

Desember 2021 adalah Metformin dengan persentase 51%.


`

36

Tabel 4.5 Persentase golongan obat antidiabetik yang diresepkan untuk

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Klinik X

Sragen bulan Oktober-Desember tahun 2021

No Nama Golongan Jumlah Persentase

1 Biguanid 1364 51

2 Sulfonilurea 1065 39

Inhibitor Alfa-

3 Glukosidase 270 10

Total 2699 100

Sumber : Data sekunder (yang telah diolah)

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan penggunaan obat antidiabetes

Biguanid paling banyak diresepkan di Klinik X Sragen sebanyak 1364

tablet.
`

37

10%

51%
39%

Biguanid Sulfonilurea Inhibitor Alfa-Glukosidase

Gambar 4.5 Grafik persentase golongan obat antidiabetik yang sering

diresepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-

Desember 2021.

Berdasarkan gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa golongan obat

antidiatik yang sering doresepkan di Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen

bulan Oktober-Desember 2021 adalah golongan Biguanid dengan

persentase 51%.

B. Pembahasan

Hasil dari penelitian bulan Oktober-Desember 2021 di Klinik X

Sragen menunjukan bahwa pasien penderita Diabetes Melitus tipe 2

terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan dengan jumlah pasien

sebanyak 38 dengan persentase 56,7% dan jumlah pasein laki-laki

dibawahnya dengan persentase 43,4%.


`

38

Mengapa perempuan lebih banyak menderita Diabetes Melitus, hal

ini ternjadi karena secara fisik perempuan memiliki indeks masa tubuh yang

lebih besar, sindrom siklus bulanan setelah menopause yang membuat

distribusi lemak tubuh mudah terakumulasi akibat proses hormone. Alasan

lain dikarenakan perempuan memiliki LDL(Low-Density Lipoprotein) atau

kolesterol jahat tingkat trigeserida yang lebih tinggi dibanding laki-laki dan

juga gaya hidup sehari-hari. Jumlah lemak pada laki-laki rata-rata

berkisar antara 15-20%. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada

perempuan lebih tinggi di banding laki-laki, sehingga resiko terjadinya

diabetes mellitus pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki

(Kurniawan I, 2010).

Dan untuk penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan umur di

Instalasi Rawat Jalan Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember tahun 2021

terbanyak adala umur 56-65 tahun dengan jumlah pasien 29 dan persentase

44,6% dan setelah itu adalah umur 44-55 tahun dengan persentase 26,1%,

66-75 tahun dengan persentase 12,3% kemudian ≥76 tahun dengan

persentase 10,8% dan yang paling rendah adalah umur ≥44 tahun dengan

persentase 6,2%.

Mengapa umur 56-65 tahun paling banyak menderita Diabetes

Melitus, hal ini ternjadi karena faktor risiko diabetes tipe 2 terus

meningkat seiring bertambahnya usia. Tak heran jika banyak penyandang

diabetes ditemukan sudah berusia lanjut (lansia). Salah satu alasan

mengapa diabetes umum terjadi pada orang tua adalah karena resistensi

insulin meningkat seiring bertambahnya usia. Faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap resistensi insulin termasuk hilangnya massa otot

(sarcopenia), obesitas, dan penurunan aktivitas fisik pada orang tua. Juga,

pankreas tidak bekerja sebaik orang yang lebih muda. Masalah utama bagi
`

39
orang tua dengan diabetes adalah bahwa gejala mereka mungkin tidak

begitu jelas. Perubahan terkait usia dapat menutupi atau mengaburkan

gejala diabetes. Namun, bahkan peningkatan gula darah sedikit hingga

sedang mungkin tidak menimbulkan gejala. Gejala diabetes yang terkenal,

seperti peningkatan buang air kecil dan rasa haus yang berlebihan, kurang

terlihat pada orang tua dan biasanya terjadi ketika kadar gula darah cukup

tinggi. Selain itu, gejala diabetes tipe 2 lainnya, seperti kelelahan, lesu, dan

penambahan berat badan secara bertahap, sering disalahartikan sebagai

bagian dari proses penuaan yang normal. Akibatnya, orang tua dengan

diabetes tipe 2 mungkin tidak terdiagnosis sampai komplikasi diabetes

berikut terjadi: B. Kerusakan beberapa organ dalam tubuh, mulai dari

ginjal, arteri, mata dan saraf (Anjar Saputra 2021).

Resiko suatu penyakit sejalan dengan bertambahknya usia. Pada

usia yang semakin bertambah, maka jumlah sel beta dipankreas yang

produktif punakan berkurang. Orang yang berusia diatas 40 tahun

,mudah terserang penyakit DM (Arisman 2010).

Hal ini signifikan dengan hasil penelitian Trisnawati dkk tahun 2013

di Puskesmas Wilayah Kecamatan Depansar Selatan menunjukkan

bahwa variable usia ≥50 tahun dapat meningkatkan kejadian DM tipe 2

karena penuaan menyebabkan menurunnya sensitivitas insulin dan

menurunnya fungsi tubuh untuk metabolism glucose.


`

40
Persentase terapi obat antidiabetes tunggal yang diresepkan untuk

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Klinik X

Sragen bulan Oktober-Desember tahun 2021 yang terbanyak adalah

Metformin dari golongan Biguanid dengan jumlah 1354 tablet dengan

persentase 51% berikutnya adalah dari golongan Sulfonilurea (

Glimepiride, Glibenclamide, Glicazide, Gliquidone) dengan persentase

39% dan yang terendah adalah Acarbose dari golongan Inhibitor Alfa-

Glucosidase dengan persentase 10%.

Perbandingan biguanide dengan sulfonilurea, biguanid mempunyai

efek utama mengurangi produksi glukosa hati, untuk sulfonilurea pada

pemberian jangka lama sulfonilurea juga memiliki kerja di luar

pankreas. Semua golongan sulfonilurea dapat menyebabkan

hipoglikemia.

Menurut Perkeni 2015, keunggulan penggunaan metformin dalam

mengurangi resistensi insulin, tidak menyebabkan hipoglikemia,

mencegah dan meningkatkan berat badan profil lipid maka metformin

sebagai monoterapi pilihan utama pada pengelolaan diabetes pada orang

gemuk dislipidema dan resistensi insulin berat. Obat golongan

metformin mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan kurang dan normal. Namun masih boleh diberikan kepada pasien

dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia

berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal

ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak

dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Alasan internal Klinik X Sragen meresepakan metformin adalah

karena harga obat lebih murah dibandingkan obat antidiabetes lain, serta

ketersediaan obat metforimin tersebut. Metformin merupakan obat


`

41
penurun gula darah yang tidak menimbulkan kenaikan pada berat badan

pada orang yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu penggunaan

metformin ini direkomendasikan terhadap penderita diabetes tipe 2 yang

gemuk dan sulit menurunkan berat badannya dengan diet.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karina

Oktaviana (2021), judul penelitian “Evaluasi Penggunaan Obat

Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Apotek Kimia

Farma 27 Medan. Metode yang digunakan adalah deskriptif

observasional dengan pendekatan cross sectional dengan desain

retrospektif. Data retrospektif diambil dari peresepan antidiabetes di

Apotek Kimia Farma 27 Medan dari Januari 2019 sampai Juni 2019 (n =

45). Analisis Data Interaksi Obat mengacu pada Medscape dan Drug

Interaction Checker. Profil penggunaan obat yang diamati meliputi

nomor obat, jenis kelamin, umur, kelompok umur, generik dan non

generik, sediaan obat, golongan obat, obat tunggal atau bersamaan,

dosis, durasi, dan frekuensi penggunaan obat. Besar sampel adalah 45

pasien, dengan total 68 obat. Prevalensi penggunaan antidiabetes

tertinggi pada wanita usia 46-55 tahun (53%) (46,7%), obat yang paling

sering digunakan adalah metformin (55%), dan yang paling banyak

digunakan. umum (55%). .. Untuk tablet (98,3%), kombinasi obat yang

paling sering digunakan adalah metformin dan glibenklamid (52,3%).

Evaluasi penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes dengan

kategori interaksi obat potensial saat meresepkan obat antidiabetes pada

pasien diabetes adalah 11,1%, dengan besar interaksi 14,4%. Hasil

penelitian menyarankan perlunya mengenali potensi interaksi obat-obat

untuk menghindari masalah terkait obat.


`

42

C. Keterbatasan Penelitian

Walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk

menyempurnakan hasil penelitian ini, namun masih terdapat berbagai

kelemahan dan kekurangan dalam melakukan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa keterbatasan penelitian antara lain:

1. Data yang didapat dari Klinik X Sragen hanya terbatas pada resep

tunggalpasien Diabtes Melitus.

2. Peneliti tidak menganalisa resep kombinasi obat antidiabetik pada

pasien Diabetes Melitus di Klinik X Sragen.

3. Penelitian ini hanya terbatas menggunakan sampel yang diteliti dalam

hal obat dari golongan apa yang sering diresepkan pada pasien

Diabetes Melitus di resep tunggal Klinik X Sragen.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pola peresepan penggunaan obat Anti Diabetes

Mellitus di Klinik X Sragen bulan Oktober-Desember 2021 dapat

disimpulkan bahwa jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 sebagian besar

adalah perempuan dengan persentase 56,7%. Obat Antidiabetes yang sering

diresepkan pada pasien Diabetes Melitus adalah golongan Biguanid dan

obat yang paling banyak diresepakan yaitu Metformin dengan persentase

51%. Jumlah umur terbanyak pada pasein Diabetes Melitus adalah 56-65

tahun dengan total persentase 44,6 %.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan hal- hal

sebagai berikut :

1. Bagi Klinik X Sragen

Kepada pihak Klinik disarankan untuk terus menjaga kinerja yang sudah

baik dan meningkatkan pelayanan medis.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dalam

jangka waktu yang relatif panjang.

43
44

3. Bagi pembaca

Bagi pembaca diharapkan mengetahui gejala pada penyakit diabetes

mellitus tipe 2 dan dapat melakukan pencegahan sebelum terkena

maupun dengan cara pengobatan jika sudah terkena penyakit.


45

Anda mungkin juga menyukai