Anda di halaman 1dari 35

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETES ORAL KOMBINASI

INSULIN PASIEN RAWAT INAP PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2


DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH MAYONG JEPARA

Proposal
Penelitian Karya Tulis Ilmiah
HALAMAN JUDUL

Diajukan oleh :

Maslichatun

A1181035

Kepada
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA
SEMARANG
DESEMBER 2020
Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI DIABETES ORAL


KOMBINASI INSULIN PASIEN RAWAT INAP PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH MAYONG JEPARA
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan :

Maslichatun
A1181035

Untuk diajukan menjadi penelitian mahasiswa

Telah disetujui oleh

Pembimbing Ketua Penguji

apt. Karol G B Leki, M.Farm Apt. Metrikana Novembrina. M.Sc


NIP : 070920100 NIP: 071115006

Tanggal : Tanggal :
INTISARI

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolisme


kronis dan merupakan penyakit degeneratif yang menduduki peringkat ke-4
berdasarkan penelitian nasional. Peneltian ini bertujuan untuk menegetahui
ketepatan penggunaan obat antidiabetik rawat inap pada pasien DM tipe-2 di RS
PKU Muhammadiyah Mayong Jepara periode Tahun 2020 berdasarkan standar
yang digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan kombinasi obat
oral dan insulin pada pasien diabetes melitus tipe-2 di RS PKU Muhammadiyah
Mayong Jepara. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian bersifat
observasional (non eksperimental) yang dilakukan secara retrospektif dan
dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
.
Kata kunci : Evauasi, obat, diabetes
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang tidak menular yang

banyak terjadi dimasyarakat. Salah satu penyakit degeneratif yang paling banyak

dijumpai adalah penyakit diabetes mellitus (DM). DM adalah suatu kelainan yang

ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Pada

saat ini prevalensi DM terus mengalami peningkatan di Dunia, baik pada negara

maju ataupun negara sedang berkembang, sehingga DM sudah menjadi

masalah kesehatan atau penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada

tahun 2017 sebanyak 261 juta dan tahun 2018 terdapat 276 juta penderita DM di

Dunia. Di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 6,9 juta dan 2018 terdapat 7,2

juta penderita diabetes mellitus (Kemenkes, 2018). Angka kejadian diabetes

mellitus di Jawa Tengah pada tahun 2019 sebanyak 1,3 juta dan 2018 sebanyak

1,5 juta pasien (Dinkes Jateng, 2018). Di Kabupaten Jepara pada tahun 2018

terdapat 5861 kasus DM. Data yang diperoleh dari Puskesmas Mayong diperoleh

hasil bahwa yang menderita DM di Puskesmas Mayong pada tahun 2018

terdapat 658 orang (Puskesmas Mayong, 2018).

DM atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu

dari beberapa penyakit kronis yang ada di Dunia (Soegondo, 2013). DM

dideskripsikan sebagai penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar

glukosa darah (hiperglikemia), disertai kelainan metabolisme karbohidrat sebagai

akibat efek dari sekresi insulin atau fungsi insulin atau kedua-duanya
(Salistyaningsih et al., 2011). Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu

DM tipe 1 (insulin-dependent DM) dan DM tipe 2 (non insulin-dependent DM).

DM tipe 1 yaitu dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau

langhernas pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. DM tipe 2,

terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap

aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak

tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. DM tipe 2 lebih banyak

ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus DM di seluruh dunia (Maulana,

2011).

Penderita DM tipe 2 mempunyai risiko penyakit jantung dan pembuluh

darah dua sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM,

mempunyai risiko hipertensi dan dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan

orang normal. Kelainan pembuluh darah sudah dapat terjadi sebelum DMnya

terdiagnosis, karena adanya resistensi insulin pada saat prediabetes (Decroli,

2019). Walaupun DM tipe 2 merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan

kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak

tepat. Pengelolaan DM tipe 2 memerlukan penanganan secara multidisiplin yang

mencakup terapi non farmakologi dan farmakologis (Muhalla, 2011). Terapi

farmakologis yang sering digunakan adalah insulin dan obat hipoglikemik oral

(OHO) seperti golongan sulfonilurea, biguanid, megitlinid, tiazolidindion,

penghambat alfa glukosidase, penghambat dipeptidyl peptidase-IV dan golongan

penghambat sodium glucose co-transporter (Kemenkes, 2019). Penggunaan

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada pasien DM seperti golongan biguanid

biasanya digunakan pada pasien DM tipe-2 yang mengalami obesitas,

sedangkan untuk OHO golongan tiazolidin biasanya digunakan pada pasien


yang mempunyai kontraindikasi terhadap golongan biguanid. Pada terapi

kombinasi OHO dan insulin biasanya terapi insulin dapat diberikan pada malam

hari sedangkan untuk terapi OHO diberikan pada siang hari (Dipiro et al., 2009).

Penatalaksanaan DM tipe 2 dengan terapi farmakologis dapat menimbulkan

masalah terkait obat yang dialami oleh penderita. Masalah terkait obat

merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam pencapaian tujuan terapi

sebagai akibat pemberian obat. Aktivitas untuk meminimalkan merupakan bagian

dari proses pelayanan kefarmasian (Purnamasari, 2012).

Banyak peneliti yang menjelaskan bahwa kombinasi obat hiperglikemik

oral dan insulin sering kali digunakan dalam pengobatan diabetes melitus tipe-2

seperti pada penelitian Almasdy et al (2016) menyebutkan bahwa OHO yang

sering digunakan adalah metformin, glikazid, dan akarbose, sedangkan untuk

insulinnya adalah Novorapid®, Levemir®, Humulin R®, Humulin N® dan Novomix®

karena obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin. Sedangkan dalam

penelitian Saputri, dkk (2016) obat yang sering digunakan adalah obat golongan

sulfonilurea dan biguanid karena merupakan obat pilihan pertama untuk pasien

yang mempunyai berat badan normal dan kurang, pada penelitian ini juga

menyebutkan bahwa golongan sulfonilurea akan merangsang sekresi pankreas

yang dapat memberikan kesempatan biguanid untuk bekerja efektif. Selain itu

pada penelitian Arnold Hongdiyanto, dkk (2015) kombinasi OHO dan insulin,

yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal yang

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut

pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis

insulin yang cukup kecil. Pada RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara

penggunaan obat untuk pasien DM tipe 2 yang digunakan terkadang hanya


menggunakan obat hipoglikemik oral tunggal dan kombinasi atau obat insulin

tunggal dan kombinasi insulin.

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito Jogjakarta tahun

2014 menujukkan bahwa penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2

dengan penyakit penyerta yang sering digunakan adalah golongan insulin

86,67%, sedangkan untuk pasien tanpa penyakit penyerta yaitu glibenklamid

100%. Sedangkan evaluasi penggunaan obat yang dilakukan meliputi tepat

indikasi 96,67%, tepat obat tanpa penyakit penyerta 50%, dengan penyakit

penyerta 80%, tepat dosis 100% (Rahmianis, 2006). Penelitian lain yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, pemilihan antidiabetik

yang sering digunakan adalah golongan sulfonilurea sebanyak 84%, diantaranya

yaitu glimepirid, glipizid, glikazid, gliquidon, dan glibenklamid. Pada penelitian

tersebut juga ditemukan beberapa kasus ketidaktepatan pemilihan obat yang

terdiri atas obat yang tidak aman 3 11,11%, obat yang bukan drug of choice

19,44%, obat yang dikontraindikasikan 47,22%, dan kombinasi obat yang tidak

tepat 22,22% (Wulandari, 2019).

Evaluasi penggunaan obat memegang peranan penting dalam

manajemen perawatan kesehatan terkait dengan pemahaman, interpretasi,

peningkatan peresepan, administrasi dan penggunaan obat (Purnamasari, 2012).

Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang

rasional sehingga mendapatkan keberhasilan dalam pengobatan dan

mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Maka dari itu perlu dilakukan

evaluasi penggunaan obat antidiabetes oral kombinasi insulin pasien rawat inap

pada pasie DM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong Jepara.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat

dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik pasien DM tipe 2 yang menggunakan obat OHO

dan atau insulin di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong Jepara ?

2. Bagaimanakah ketepatan penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM

tipe 2 dibandingkan dengan pedoman di instalasi rawat inap Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Mayong Jepara?

C. Batasan Masalah

1. Penggunaan obat OHO dan Insulin khususnya pada pelayanan rawat inap

pada pasien DM tipe-2 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong

Jepara.

2. Pasien yang diteliti adalah pasien yang di diagnosa DM tipe 2.

3. Rekam medik pasien DM tipe 2 pada tahun 2020.

D. Keaslian Penelitian

Penelusuran pustaka yang dilakukan penulis terkait evaluasi

penggunaan obat antidiabetes oral kombinasi insulin pada pasien diabetes

melitus di RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara dapat dilihat pada tabel 1.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah

penelitian terdahulu mengevaluasi pengguaan obat antidiabetik secara umum,

sedangkan penelitian sekarang serta meneliti tentang pola pengobatan diabetes

mellitus, sedangkan penelitian sekarang meneliti evaluasi penggunaan obat

antidiabetes oral kombinasi insulin pasien rawat inap pada pasien diabetes
melitus tipe-2. Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang evaluasi

penggunaan obat anti diabetes oral kombinasi insulin pasien rawat inap pada

pasien diabetes melitus tipe-2.

Tabel 1. Keaslian Penelitian


Nama
No Judul Hasil
Peneliti
1. Almasdy, Evaluasi penggunaan Ketepatan penderita dan
dkk. (2015) obat antidiabetik pada regimen dosis belum
pasien diabetes mellitus sepenuhnya sesuai dengan
tipe-2 di suatu rumah yang diharapkan
sakit pemerintah kota
Padang-Sumatera Barat
2 Madelina, Efek perseptif Efek perseptif yang
dkk (2018) penggunaan kombinasi dirasakan oleh pasien yaitu
anti diabetes oral – berkurangnya rasa lemas
Insulin pada pasien DM (57,14%), (69,57%) tidak
Tipe 2 di kota Pontianak merasakan efek samping
dan sekitarnya antidiabetes oral-insulin
secara perseptif
3 Widhiana Gambar pola Pola peresepan obat DM
(2016) pengobatan pasien Tipe II di Puskesmas Mlati
diabetes melitus tipe II di II periode Oktober-
instalasi rawat jalan Desember 2016
puskesmas mlati II berdasarkan jenis dan
Sleman Yogyakarta golongan obat yang paling
periode oktober– sering diresepkan adalah
desember 2016 kombinasi antara biguanida
dengan sulonilurea sebesar
51.39%.

4 Hongdiyanto, Evaluasi kerasionalan Pada penggobatan


(2014) pengobatandiabetes Diabetes Melitus tipe 2
melitus tipe 2 pada penggunaan antidiabetik
pasien rawat inap di dengan obat lainnya tidak
rsup prof. Dr. RD terjadi reaksi interaksi obat.
Kandou manado tahun
2013
5 Saputri Studi Pengobatan pasien DM dengan
(2016) Diabetes Melitus Tipe 2 komplikasi hipertensi ialah
dengan Komplikasi pasien perempuan lebih
Hipertensi di Instalasi banyak dari pada laki-laki
Rawat Jalan RSU dr. H. dan kelompok usia
Koesnadi Bondowoso terbanyak ialah usia 50-69
Periode Tahun 2014 tahun sebanyak 160 pasien
E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti khususnya mengenai golongan

obat, kombinasi obat, hasil penurunan kadar glukosa darah dan hasil

hemoglobin-glikosilat (HbA1c)

2. Bagi instansi

a. Sebagai bahan evaluasi pemilihan dan pemberian kombinasi obat

hipoglikemik oral dan insulin di RS PKU Muhammadiyah Mayong

Jepara, serta masukan bagi tenaga kesehatan yaitu dokter, farmasis,

dan perawat dalam mengembangkan pelayanan farmasi di rumah sakit

untuk meningkatkan kualitas pelayanan di RS PKU Muhammadiyah

Mayong Jepara.

b. Untuk memperoleh pengetahuan yang dapat memberikan manfaat

tentang kombinasi penggunaan obat hipoglikemik oral dan insulin.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diperoleh tujuan penelitian

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien DM tipe-2 di instalasi rawat inap RS

PKU Muhammadiyah Mayong Jepara.

2. Untuk mengevaluasi penggunaan kombinasi obat oral dan insulin pada

pasien diabetes melitus tipe-2 di RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Diabetes melitus

a. Definisi

Menurut ADA (2018), diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai

sindrom klinis yang ditandai dengan hiperglikemia karena defisiensi

insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin dalam

tubuh yang dikeluarkan dari sel β pankreas mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak sehingga menyebabkan adanya

gangguan yang signifikan.

b. Klasifikasi DM

Klasifikasi DM berdasarkan penyebab penyakit, perjalanan klinik dan

terapi pengobatannya dibedakan sebagai berikut :

1) DM tipe 1

DM tipe 1 disebabkan karena kerusakan autoimun sel β. Kerusakan

dari sel β dapat menyebabkan defisiensi insulin yang absolut (ADA,

2018).

2) DM tipe-2
DM tipe-2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum. Dimana

jumlah penderita tipe-2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi

penderita diabetes. Penderita DM tipe-2 biasanya rata-rata berusia

diatas 45 tahun, namun dikalangan remaja dan anak-anak akhir-

akhir ini juga mengalami peningkatan. Berbeda dengan DM tipe 1,


kejadian DM tipe-2 disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin yang

tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan seperti ini

biasanya disebut sebagai resisten insulin (ADA, 2018).

3) DM tipe lain

Biasanya pada DM tipe lain ini disebabkan oleh beberapa faktor

sehingga jumlah insulin atau kualitas insulin tidak mencukupi.

Beberapa faktor tersebut diantaranya seperti defek genetik fungsi

sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, efek dari dari kerja obat, infeksi, imunologi serta

sindrom genetik lain (Kemenkes, 2019).

4) DM gestasional

DM gestasional adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang

terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang

berlangsung (PERKENI, 2015). Timbulnya Diabetes melitus

gestasional biasanya terjadi setelah trisemester kedua atau ketiga

yang timbul pada masa kehamilan dan berlangsung sementara

(ADA, 2018).

c. Etiologi diabetes melitus tipe-2

Etiologi atau penyebab dari penyakit DM belum diketahui sepenuhnya.

Akan tetapi faktor genetik atau keturunan memiliki pengaruh yang cukup

besar dalam kasus diabetes ini. Selain karena faktor keturunan adapun

faktor lingkungan yang meliputi usia, obesitas, makanan, aktivitas fisik,

resisten insulin dan juga gaya hidup yang dapat menjadi penyebab

utama terjadinya DM (Betteng dkk, 2014).


d. Patofisiologi DM tipe 2

DM tipe 2 terjadi karena 2 faktor yaitu resisten insulin dan defek fungsi

sel β pankreas.Resisten insulin merupakan kondisi umum bagi orang-

orang dengan berat badan obesitas.Insulin tidak dapat bekerja secara

optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas

mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika

produksi insulin oleh sel β pankreas tidak diperkuat untuk

mengkompensasi peningkatan resisten insulin, maka kadar glukosa

darah akan meningkat, dan akan terjadi hiperglikemik kronik.

Hipoglikemik kronik pada DM tipe 2 akan semakin merusak sel β di satu

sisi dan akan memperburuk resisten insulin di sisi lain. Hiperglikemik

kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel β pankreas (Decroli,

2019).

e. Komplikasi DM

Komplikasi DM dapat mempengaruhi banyak sistem organ dalam tubuh.

Komplikasi DM itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu

komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi DM dapat dilihat pada

gambar 1 di bawah ini :


Gambar 1. Komplikasi DM
Berikut ini adalah penjabaran dari komplikasi akut dan komplikasi kronis:

1) Komplikasi Akut

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Fatimah, 2015

komplikasi akut dibedakan menjadi dua yaitu hipoglikemik dan

hiperglikemik. Berikut adalah penjelasan dari hipoglikemik dan

hiperglikemik :

(a) Hipoglikemik

Hipoglikemik adalah kondisi dimana kadar gula darah berada

dibawah nilai normal (< 30 mg/dL). Hipoglikemik biasanya

terjadi pada seseorang yang menderita DM tipe 1 yang dapat

dialami selama 1-2 kali seminggu. Kadar gula darah yang

terlalu rendah dapat menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat

pasokan energi sehingga tidak berfungsi dengan baik bahkan

dapat mengalami kerusakan.


(b) Hiperglikemik

Hiperglikemik adalah kondisi dimana kadar gula darah

mengalami peningkatan secara tiba-tiba. Hiperglikemik dapat

berkembang menjadi metabolisme yang berbahaya, seperti

ketoasidosis diabetik, koma hiperosmoler non ketotik dan

kemolakto asidosis.

2) Komplikasi kronis

Komplikasi kronis dibedakan menjadi dua bagian yaitu komplikasi

makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Berikut adalah

penjelasan dari komplikasi makrovaskuler dan komplikasi

mikrovaskuler :

(a) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler merupakan penyakit stroke,

kardiovaskular dan penyakit vaskular perifer. Penyakit vaskular

perifer dapat menyebabkan memar atau cedera yang sulit

untuk sembuh dan harus dilakukan amputasi (Kemenkes,

2019).

(b) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler merupakan kerusakan mata

(retinopati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan

sistem saraf (neuropati) (Kemenkes, 2019).

f. Diagnosis DM tipe 2

Skrining pada penderita DM tipe 2 harus dilakukan setiap 3 tahun pada

semua orang dewasa yang dimulai pada usia 45 tahun.Pengujian juga

harus dipertimbangkan pada usia dini dan lebih sering pada individu
dengan faktor risiko misalnya riwayat keluarga DM, obesitas. Diagnosis

DM dapat ditegaskan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Hasil

pemeriksaan untuk kadar glukosa darah pada saat puasa normalnya

adalah kurang dari 100 mg/dL dan untuk HbA1c adalah 5,6 mmol/L.

Kadar glukosa puasa yang buruk adalah 100 mg/dL - 125 mg/dL dan

untuk HbA1c adalah 5,6 mmol/L-6,9 mmol/L. Kadar glukosa plasma 2 jam

setelah tes toleransi gula oral (TTGO) adalah 140 mg/dL-199 mg/dL dan

hasil HbA1cnya adalah 7,8 mmol/L-11,0 mmol/L (Dipiro et al., 2009).

g. Terapi DM tipe-2

Pada awal pengelolaan penderita DM Tipe- 2 harus direncanakan terapi

non farmakologi dan farmakologinya, berikut penjelasannya :

1) Terapi non farmakologi

Pada terapi non farmakologi yang paling penting adalah kontrol

glukosa darah sendiri. Ada beberapa terapi non farmakologi yang

dapat dilakukan, seperti:

a) Latihan jasmani

Latihan jasmani secara teratur cukup 3-4 kali seminggu selama

30 menit/kali merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

DM Tipe 2. Latihan jasmani berfungsi untuk menjaga

kebugaran dan menurunkan berat badan, selain itu juga dapat

memperbaiki sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki

kendali glukosa darah.Latihan jasmani yang dianjurkan yaitu

dengan latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

berenang, jogging, dan bersepeda santai. Latihan jasmani


sebaiknya dilakukan sesuai dengan umur dan kondisi

kesegaran jasmani (Dipiro et al., 2009).

b) Diet diabetes
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan bagi penderita diabetes. Cara yang biasa digunakan

adalah dengan menghitung kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi

dengan beberapa faktor koreksi seperti umur, jenis kelamin,

berat badan dan aktivitas (Decroli, 2019).

c) Komposisi makanan

Persentase asupan karbohidrat yang dianjurkan untuk

penderita DM tipe 2 adalah sebesar 45%-65% dari kebutuhan

kalori total. Persentase asupan lemak jenuh sebaiknya kurang

dari 7% dari kebutuhan kalori total, sedangkan untuk

persentase asupan lemak tak jenuh ganda sebaiknya kurang

dari 10% dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak

yang dianjurkan yaitu 20%-25% dari kebutuhan kalori total.

Asupan lemak sebaiknya tidak melebihi 30% dari kebutuhan

kalori total.(Decroli, 2019).

Konsumsi makanan kolesterol sebaiknya kurang dari 300

mg/hari.Persentase asupan protein yang baik yaitu sebesar

10%-20% dari kebutuhan kalori total. Sumber protein yang baik

yaitu ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tahu dan tempe.

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi cukup serat dari

buah, kacang-kacangan dan sayuran serta sumber karbohidrat

yang tinggi serat, karena banyak mengandung mineral, vitamin,


serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Asupan

konsumsi serat adalah sekitar 25g/1000 kkal/hari (Decroli,

2019).

d) Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan dengan pencegahan primer harus

diberikan kepada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi.

Pendidikan kesehatan untuk pencegahan sekunder dapat

diberikan kepada pasien DM. Sedangkan untuk pencegahan

tersier dapat diberikan kepada pasien penderita DM yang

sudah menahun (Fatimah, 2015).

2) Terapi farmakologis

Pengelolaan DM Tipe-2 dimulai dengan pengaturan makanan dan

juga latihan jasmani selama beberapa waktu. Jika kadar glukosa

darah belum mencapai sasaran maka dilakukan interevensi

farmakologi dengan obat antidiabetik oral dan suntikan insulin.

Pemilihan obat untuk penderita DM Tipe-2 memerlukan

pertimbangan yang cukup banyak agar obat yang diberikan sesuai

dengan kebutuhan. Hal yang menjadi pertimbangan yaitu, riwayat

pengobatan sebelumnya, lama menderita diabetes, riwayat diabetes

sebelumnnya, dan kadar HbA1c. Dengan pertimbangan tersebut

obat antidiabetik oral dapat diberikan secara tunggal atau langsung

secara kombinasi sesuai dengan kebutuhan dan indikasi

(PERKENI, 2015).
2. Obat hiperglikemik oral dan insulin

Pada terapi farmakologi biasanya menggunakan obat hiperglikemik oral dan

terapi insulin. Berikut ini adalah beberapa terapi farmakologi, yaitu :

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

(1) Golongan sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM Tipe-2 sejak

tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi famakologi pada

awal pengobatan diabetes dimulai, terutama apabila konsentrasi

glukosa darah tinggi.Obat yang termasuk golongan sulfonilurea

generasi pertama yaitu tolazamid, klorpropramid, tolbutamid dan

asetoheksimid, sedangkan generasi kedua golongan sulfonilurea

yaitu glibenklamid, glipizid, glikazid, gliklopiramid dan glikuidon,

sedangkan untuk generasi ketiga yaitu glimepiride. Golongan

sulfonilurea generasi pertama saat ini sudah jarang digunakan

untuk pengobatan karena efek hipoglikemi yang terlalu hebat. Obat

golongan sulfonilurea mempunyai efek hipoglikemik yang tidak

sama karena hal ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat

dan reseptor di membran sel, seperti contohnya glibenklamid.

Glibenklamid mempunyai efek hipoglikemik dan ikatan dengan

reseptor yang lebih kuat dibandingkan golongan glimepiride oleh

sebab itu ikatan glimepiride dengan reseptor tidak sekuat ikatan

glibenklamid. Sebaiknya obat yang digunakan untuk golongan

sulfonilurea yaitu generasi II dan generasi III karena mempunyai

waktu paruh yang pendek dan metabolismenya lebih cepat

dibanding generasi I. Meskipun mempunyai waktu paruh yang


pendek, yaitu 3-5 jam, namun efek hipoglikemiknya berlangsung 12-

24 jam, sehingga cukup diberikan satu kali sehari saja. Golongan

sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi di ginjal,

sehingga sedian ini tidak boleh diberikan pada pasien DM Tipe-2

dengan gangguan fungsi ginjal atau fungsi hepar yang berat

(Decroli, 2019). Mekanisme kerja sulfonilurea adalah dengan

merangsang sekresi insulin pankreas. Semua sulfonilurea sama-

sama efektif dalam menurunkan glukosa darah ketika diberikan

dalam dosis yang sama. Rata-rata, HbA1c akan turun 1,5% menjadi

2% dengan pengurangan KGD 60 hingga 70 mg/dL. Efek samping

yang paling umum adalah hipoglikemia, yang lebih bermasalah

dengan obat paruh panjang.Orang-orang yang berisiko tinggi

termasuk orang tua, orang-orang dengan gagal ginjal atau penyakit

hati, dan mereka yang tidak makan, berolahraga keras, atau

kehilangan sejumlah besar berat badan.Peningkatan berat badan

biasa terjadi, efek samping yang kurang umum termasuk ruam kulit,

anemia hemolitik (Dipiro et al., 2009).

(2) Golongan meglitinid

Meglitinid hampir mirip dengan sulfonilurea yaitu menurunkan

glukosa dengan merangsang sekresi insulin pankreas, tetapi

pelepasan insulin bergantung pada glukosa dan berkurang pada

konsentrasi glukosa darah rendah. Risiko hipoglikemik tampaknya

lebih sedikit dengan meglitinid dibandingkan dengan sulfonilurea

(Dipiro et al., 2009). Nateglinid dan repaglinid menstimulasi

pelepasan insulin. Kedua obat ini bekerja cepat dan singkat, dan
diminum dekat sebelum tiap kali makan. Repaglinid diberikan

sebagai monoterapi pada pasien yang tidak kelebihan berat badan

atau pada pasien yang kontraindikasi terhadap metformin, atau

dapat diberikan kombinasi dengan metformin. Nateglinid hanya

disetujui digunakan bersama metformin (Kemenkes, 2019).

(3) Golongan biguanid

Kerja utama dari golongan biguanid adalah menurunkan

glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di

jaringan. Cara kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka

hanya efektif bila masih ada fungsi sebagai sel islet pankreas.

Metformin merupakan obat pilihan pertama pada pasien diabetes

mellitus tipe-2 termasuk pada pasien yang memiliki berat badan

berlebih dalam diet ketat gagal mengendalikan diabetes, jika sesuai

dapat digunakan sebagai pilihan pada pasien yang memiliki berat

badan normal, serta digunakan sebagai diabetes yang tidak dapat

dikendalikan dengan terapi golongan sulfonilurea (Kemenkes,

2019). Metformin secara konsisten mengurangi kadar HbA1c

sebesar 1,5% hingga 2%, KGD sebesar 60 hingga 80 mg/dL, dan

mempertahankan kemampuan untuk mengurangi kadar KGD ketika

mereka sangat tinggi (> 300 mg/dL). Metformin harus dimasukkan

dalam terapi untuk semua pasien DM tipe-2 karena itu adalah satu-

satunya obat antihiperglikat oral yang terbukti mengurangi resiko

kematian. Efek samping yang paling umum adalah

ketidaknyamanan perut, sakit perut, diare, anoreksia (Dipiro et al.,

2009).
(4) Golongan tiazolidindion

Tiazolidindion dapat meningkatkan retensi pada cairan tubuh

sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung karena

dapat memperberat retensi cairan. Hati-hati pada gangguan hati

dan dapat diberikan dengan pemantuan secara berkala. Obat yang

masuk dalam golongan ini adalah obat pioglitazon (PERKENI,

2015). Cara kerja obat golongan ini dengan menurunkan resisten

insulin perifer dan dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa

darah. Obat ini dapat digunakan tunggal atau dikombinasikan

dengan metformin atau dengan sulfonilurea, kombinasi

tiazolidindion dan metformin lebik baik digunakan daripada

kombinasi antara tiazolidindion dan sulfonilurea terutama pada

pasien yang mempunyai berat badan berlebih (Kemenkes, 2019).

(5) Penghambat alfa glukosidase

Zat ini mencegah pemecahan sukrosa dan karbohidrat kompleks

dalam usus kecil, sehingga memperpanjang penyerapan

karbohidrat. Efek bersihnya adalah pengurangan konsentrasi

glukosa postprandial (40 hingga 50 mg/dL) sementara kadar

glukosa puasa relatif tidak berubah (sekitar 10% reduksi).

Kemanjuran pada kontrol glikemik adalah sederhana, dengan

pengurangan rata-rata HbA1c dari 0,3% menjadi 1%. Kandidat yang

baik untuk obat ini adalah pasien yang mendekati level HbA1c

target dengan level KGD mendekati normal tetapi level postprandial

tinggi (Dipiro et al., 2009). Akarbose bekerja lokal pada pencernaan

dan hampir tidak dapat diabsorbsi. Akarbose mengalami


metabolisme pada saluran pencernaan oleh hidrolilis intestinal, flora

mikrobiologis dan aktivitas enzim pencernaan. Pengguaan acarbose

pada usia lanjut relatif lebih aman karena tidak merangsang sekresi

insulin sehingga tidak dapat menyebabkan hipoglikemi (Decroli,

2019). Efek samping yang paling umum adalah perut kembung,

kembung, gangguan perut, dan diare. Jikahipoglikemia terjadi ketika

digunakan dalam kombinasi dengan obat hipoglikemik (sulfonilurea

atau insulin), produk oral atau glukosa parenteral (dekstrosa) atau

glukagon harus diberikan karena obat akan menghambat

pemecahan dan penyerapan molekul gula yang lebih kompleks

(Dipiro et al., 2009).

(6) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat pada golongan penghambat SGLT-2 merupakan OHO jenis

baru yang bekerja dengan cara menghambat kembali glukosa pada

tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter

glukosa SGLT-2. Obat pada golongan ini adalah canagliflozin,

dapagliflozin, ipragliflozin dan empagliflozin (PERKENI, 2015).

(7) Penghambat DPP-IV (Dipeptyl Peptidase-IV)

Obat pada golongan penghambat DPP-IV berkerja dengan

menghambat kerja enzim DPP-IV sehungga GLP-1 (Glucose Like

Peptide-1) tetap berada dalam konsentrasi yang tinggi dan dalam

bentuk yang aktif. Aktivitas GLP-1 dapat meningkatkan sekresi

insulin dan menekan sekresi glucagon yang bergantung pada kadar

glukosa darah. Obat pada golongan ini adalah linagliptin dan

sitagliptin (PERKENI, 2015).


b. Terapi Insulin

Defisiensi insulin dapat dibagi menjadi dua yaitu defisiensi basal dan

insulin prandial. Defisiensi basal dapat menyebabkan timbulnya

hiperglikemi pada saat keadaan pasien sedang berpuasa, sedangkan

defisiensi prandial dapat menyebabkan hiperglikemi pada saat setelah

makan (PERKENI, 2015). Berdasarkan jenis dan lama kerjanya insulin

dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :

1. Aksi cepat (rapid acting)

2. Aksi pendek (short acting)

3. Aksi menengah (intermediate acting)

4. Aksi lama (long-acting)

5. Campuran (Pre-mixe)

Pada tabel didiskripsikan berbagai insulin dan cara kerjanya dalam

tubuh. Sebagai keterangan, insulin injeksi dengan data: onset (lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk insulin mencapai darah dan mulai

menurunkan kadar gula darah, peak (periode waktu dimana insulin

paling efektif menurunkan gula darah), dan duration (berapa lama insulin

terus menurunkan kadar gula darah). Ketiga faktor ini mungkin

bervariasi, tergantung respon tubuh seseorang. Kolom terakhir

menjelaskan bagaimana hubungan jenis insulin dengan waktu makan.

1) Rapid – acting digunakan bersamaan makan. Jenis ini digunakan

bersamaan dengan jenis insulin longer-acting

2) Short-acting igunakan untuk mencukupi insulin setelah makan 30-

60 menit.
3) Intermediate-acting digunakan untuk mencukupi insulin selama

setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi

dengan jenis rapid-acting atau short-acting.

4) Long-Acting digunakan untuk mencukupi insulin seharian. Jenis ini

biasa dikombinasi dengan jenis rapidacting atau short-acting.

5) Pre-Mixed biasanya digunakan dua kali sehari sebelum makan.

Premixedinsulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik

insulin intermediate-acting dan insulin short-acting insulin di satu

botol atau insulin pen.

Mekanisme kerja insulin dapat dijelakan sebagai berikut target organ

utama insulin adalah hepar, otot, dan adiposa. Peran utamanya antara

lain ambilan, utilisasi dan penyimpanan nutrient di sel. Efek anabolik

insulin meliputi stimulasi, utilisasi, dan penyimpanan glukosa, asam

amino, asam lemak intrasel, sedangkan efek katabolismenya dihambat.

Semua efek ini dilakukan dengan stimulasi transport substrat dan ion ke

dalam sel, menginduksi translokasi protein, mengaktifkan dan

menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan

mempengaruhi kecepatan transkripsi gen (Kemenkes, 2019).

c. Terapi kombinasi

Penatalaksanaan terapi menggunakan antidiabetik dibagi menjadi 2

yaitu menggunakan antidiabetik tunggal dan antidiabetik kombinasi.

Terapi menggunakan antidiabetik tunggal yaitu dengan memberikan

hanya satu jenis obat saja, baik pemberian secara oral atau disebut juga

OHO maupun pemberian secara injeksi yaitu menggunakan insulin.

Sedangkan terapi kombinasi adalah memberikan kombinasi dua


kelompok OHO dengan mekanisme kerja yang berbeda baik secara

terpisah ataupun fixed dose combination. Jika kadar glukosa darah

belum tercapai dengan terapi kombinasi dua macam obat, dapat

diberikan kombinasi dua OHO bersama dengan insulin. Sedangkan

pada pasien yang tidak memungkinkan memakai insulin dikarenakan

alasan klinis, dapat diberikan terapi kombinasi OHO (PERKENI, 2015).

B. Landasan Teori

C. Kerangka Empiris

Diabetes melitus tipe II merupakan masalah kesehatan dunia dengan

peningkatan insiden dan biaya yang tinggi dengan hasil yang buruk. Faktor risiko

genetik, usia, gaya hidup, dan obesitas dapat menyebabkan DM tipe II. DM tipe II

terjadi karena defisiensi insulin atau resistensi insulin sehingga glukosa tinggi

dalam darah (hiperglikemia). Hal tersebut ditandai dengan gejala polidipsia,

polifagia, dan poliuria. Terapi non-farmakologi dan farmakologi merupakan terapi

yang digunakan untuk meregulasi Kadar gula darah pada pasien DM tipe II.

Terapi non-farmakologi seperti perubahan Gaya hidup pasien, penurunan berat

badan, mengatur diet, dan latihan jasmine teratur juga berpengaruh terhadap

control gula darah yang juga dapat mempengaruhi Kadar HbA1c (Perkeni, 2015).

Terapi farmakologi adalah terapi yang menggunakan antidiabetes oral yang

meliputi obat- obatan seperti Golongan sulfonilurea, biguanid, tiazolidindion,

miglitinid, penghabat α-glukosidase (Perkeni, 2015).

Seiring dengan terjadi masalah pengobatan maka jenis dan jumlah

pengobatan untuk pasien bertambah, sehingga memperbesar resiko

permasalahan yang berhubungan dengan obat. Masalah yang berhubungan


dengan pengobatan telah diketahui berhubungan dengan morbiditas, mortalitas,

dan penurunan kualitas hidup.

D. Uraian Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan salah satu variabel yang

berpengaruh besar terhadap variabel lainnya. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Instalasi

Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara periode juli

2020 – desember 2020.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah evaluasi

penggunaan kombinasi OHO dan insulin pada pasien DM Tipe-2

yang dilihat dari penggunaan kombinasi obat hipoglikemik oral dan

insulin berdasarkan karakteristik pasien, golongan obat, tingkat

penurunan kadar gula darah.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong Jepara

pada bulan Februari – Maret tahun 2021.

B. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan

metode deskriptif secara retrospektif atau dengan pengumpulan data di rekam

medik. Penelitian ini mengambil data 6 bulan, yaitu Juli 2020-Desember 2020.

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional

dengan pengumpulan data dimana peneliti hanya melakukan pengamatan atau

observasi saja, tanpa memberikan intervensi terhadap variabel.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua data Rekam Medik pasien DM

tipe-2 di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara

sebanyak 140 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2012). Menurut Notoatmodjo (2015), dalam menentukan


besar sampel untuk skala kecil (<10.000) dapat menggunakan rumus Slovin

sebagai berikut :

Keterangan:

N : jumlah populasi

n : jumlah sampel

d : tingkat kesalahan

Sampel pada penelitian ini adalah data pasien DM di RS PKU

Muhammadiyah Mayong Jepara pada bulan Juli 2020-Desember 2020 yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

1) Rekam medik pasien yang menderita DM tipe-2 di Instalasi Rawat

Inap RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara. Rekam medik

pasien DM tipe-2 yang mendapat terapi kombinasi obat

hipoglikemik oral dan insulin.

2) Rekam Medik pasien yang menderita DM tipe-2 yang melakukan

pemeriksaan kadar gula darah sebelum dan satu bulan menjalani

pengobatan.

b. Kriteria Eksklusi

1) Rekam Medik pasien DM tipe-2 yang hanya menggunakan terapi

insulin.

2) Rekam Medik pasien DM tipe-2 yang hanya menggunakan terapi

obat hipoglikemik oral.

3) Data rekam medik yang rusak dan tidak lengkap.


3. Teknik sampling

Pengumpulan data diperoleh secara retrospektif melalui observasi dokumen

rekam medik pasien yang didapatkan dari ruang Rekam Medik, selanjutnya

disajikan dalam bentuk angka yang menunjukkan nilai dari variabel. Data

yang dicatat dalam lembar kerja pengumpulan data antara lain :

a. Nama, nomor RM, usia, jenis kelamin

b. Nama dokter

c. Diagnosa

d. Kadar gula darah sebelum dan sesudah menggunakan kombinasi obat

oral dan insulin.

e. Hasil HbA1c

f. Terapi obat yang diterima

g. Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin yang digunakan.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristk yang diamati (Notoatmojo, 2012). Definisi operasional

penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Rekam medis adalah data rekam medis merupakan data demografi pasien,

meliputi nama, jenis kelamin, usia, data-data diagnosis, dan jenis obat yang

digunakan beserta keterangan penggunaan.

2. Jenis obat adalah jumlah jenis obat yang diresepkan pada pasien DM tipe II

yang diagnosis di RSU PKU Muhammadiyah Mayong.

3. Data lab merupakan hasil pemeriksaan laboratorium dan sebagai

informasiatau untuk menilai status klinik pasien DM tipe II komplikasi dengan

hipertensi meliputi, nilai tekanan darah, HbA1c (Hemoglobin A1c), nilai


GD2PP (Kadar glukosa post prandial), dan nilai GDP (Kadar glukosa puasa)

di di RSUD Prof. Dr. Soekandar.

4. Tepat dosis adalah ketetapan jumlah obat yang diberikan pada pasien DM

tipe II, dimana dosis berada dalam rentang yang direkomendasikan serta

sesuai dengan usia dan kondisi pasien, dan sesuai dengan pedomen

Perkeni 2015.

5. Tepat indikasi penyakit yaitu pemberian obat pada pasien DM tipe II sesuai

dengan diagnosis dan ditunjang dengan data lab dan gejala klinis yang

mendukung

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data

rekam medik pasien yang menderita DM tipe-2 di RS PKU Muhammadiyah

Mayong Jepara. PEDOMAN ???

F. Jalannya Penelitian

1. Tahap I
Pengumpulan studi literatur yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe-

2 serta pembuatan proposal “Evaluasi Penggunaan Obat Anti Diabetes Oral

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe-II di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Mayong Jepara”.

2. Tahap II

Tahap pengurusan izin penelitian diajukan dan ditandatangani oleh Direktur

Akademi Farmasi Nusaputera Semarang. Selanjutnya surat izin penelitian


disampaikan kepada direktur RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara untuk

mendapatkan izin penelitian.

3. Tahap III

Pengambilan data rekam medis pasien rawat inap dengan DM Tipe-2 di

RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara.

4. Tahap IV

Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses

pengolahan dan analisis data.

G. Analisis Data

Analisis data evaluasi penggunaan obat oral kombinasi insulin pada

pasien DM tipe-2 di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Mayong

Jepara dilakukan secara deskriptif. Analisis hasil dalam penelitian ini meliputi

karakteristik pasien dan ketepatan penggunaan penggunaan kombinasi OHO

dan insulin berdasarkan golongan obat, pengaruh penggunaan kombinasi

OHO dan insulin terhadap penurunan kadar gula darah. Selanjutnya

dilakukan uji Anova. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antar

variabel, serta mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan kombinasi

OHO dan insulin terhadap penurunan kadar gula darah sebelum dan

sesudah pemberian obat.


H. Jadwal Penelitian
Waktu Pelaksanaan
No Jenis Kegiatan
Januari Februari Maret April
1 Literatur
2 Pembuatan proposal penelitian
3 Pengajuan proposal penelitian
4 Permohonan izin penelitian
5 Penelusuran rekam medik
6 Pengambilan data
7 Pengolahan data
8 Analisis data
Kesimpulan dan penyajian
9
hasil penelitian
DAFTAR PUSTAKA

ADA (2018). 'Diabetes care', The Journal Of Clinical And Applied Research And
Education, vol. 41
ADA (2019). ‘Diabetes care’, The Journal Of Clinical And Applied Research And
Education, vol. 42
Almasdy, D., Sari, D. P., Darwin, D., & Kurniasih, N. (2015). 'Evaluasi
penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe-2 di
suatu rumah sakit pemerintah kota Padang - Sumatera Barat', Jurnal
Sains Farmasi & Klinis, vol. 02, (01), p. 104–110.
Arifin, I., Prasetyaningrum, E., & Andayani, T. M. (2006).Evaluasi kerasionalan
pengobatan diabetes mellitus tipe 2 pada pasien rawat inap di
Rumahsakit Bhakti Wira Tamtama Semarang tahun 2006. Semarang:
Universitas Wahid Hasyim.
Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. (2014). 'Analisis faktor resiko
penyebab terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada wanita usia produktif di
puskesmas Wawonasa', Jurnal e-Biomedik, vol. 2(2).
Decroli, E. (2019). diabetes mellitus tipe 2. Badan Ilmu Penyakit Dalam : Padang.
Dipiro, J., Schwinghammer, T. L., Dipiro, C. V, & Wells, B. G. (2009).
Pharmacotherapy handbook (7th ed.).
Dipiro, J., Schwinghammer, T. L., Dipiro, C. V, & Wells, B. G. (2017).
Pharmacotherapy handbook (10th ed.).
Fatimah, R. N. (2015). 'Diabetes melitus tipe 2', Jurnal Majoriti, vol. 4, p. 93–101.
Hongdiyanto, A. (2014). Evaluasi kerasionalan pengobatan diabetes melitus tipe
2 pada pasien rawat inap di rsup prof. Dr. RD Kandou manado
tahun 2013. PHARMACON, 3(2).
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/
S0168822719312306#:~:text=The%20global%20diabetes%20prevalence
%20in,-income%20countries%20(4.0%25). (diakses 2 februari 2021)
https://www.who.int/health-topics/diabetes#tab=tab_1 (diakses 2 februari 2021 )
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes (diakses 2 februari
2021)
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). 'Faktor risiko mempengaruhi kejadian
Diabetes mellitus tipe dua'. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah,
vol. 14, no.1, p. 59–68.
Kemenkes (2019). Pedoman pelayanan kefarmasian pada diabetes melitus.
Kementrian Kesehatan RI : Jakarta.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia 2015. PB PERKENI:Jakarta.
Rahayuningsih, N. (2017). Evaluasi kerasionalan pengobatan diabetes melitus
tipe 2 pada pasien rawat inap di RSUD dr. SoekardjoTasikmalaya.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-ilmu
Keperawatan, Analisis Kesehatan dan Farmasi, 17(1), 183-197.
Rismayanthi, C. (2010). Terapi insulin sebagai alternatif pengobatan bagi
penderita diabetes. Medikora, (2).

Pengaturan Pointnya harus seperti ini


A. Tinjauan Pustaka
1. Penyakit menular
a. Pengertian
b. Penyebab
1) Faktor a
a) A
b) B
c) C
2) Faktor b

Anda mungkin juga menyukai