Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). Diabetes Melitus

merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi

cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara

efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah dan

akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah/hiperglikemia

(Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan kategori utamanya DM dibagi menjadi DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe

1, dulu disebut insulin dependen atau juvenille/chilhood-onset diabetes, ditandai dengan

kurangnya produksi insulin. DM Tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-

onset diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. DM tipe

2 merupakan 90% dari seluruh DM (Kemenkes RI, 2014).

Prevalensi DM di dunia semakin meningkat, World Health Organization (WHO)

memperkirakan pada negara berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru

(WHO, 2016). International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa jumlah DM

pada tahun 2017 meningkat menjadi 425 juta dari tahun sebelumnya yaitu 415 juta.

Indonesia menduduki peringkat ketujuh untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di

dunia dengan jumlah 10 juta kasus pada tahun 2017 (IDF, 2017)..

Data dari bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun

2017 didapatkan bahwa penyakit DM berada pada peringkat ke-2 setelah Hipertensi

1
2

dari 10 besar kunjungan kasus penyakit tidak menular di Puskesmas se Kota Pekanbaru

tahun 2017 dengan jumlah 13.006 orang dimana Puskesmas Harapan Raya berada pada

peringkat kedua untuk jumlah kunjungan penderita DM. Puskesmas Harapan Raya

didapatkan data kunjungan pasien dengan penyakit DM berada pada peringkat ke-2

untuk penyakit tidak menular dengan jumlah 1744 orang dari 10 penyakit terbesar

tahun 2017 (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2017).

Kejadian DM yang terus meningkat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat

seperti makan makanan yang berkalori tinggi dan kurang olahraga sehingga

menyebabkan pankreas bekerja keras dan kelelahan, faktor genetis, penggunaan obat

yang dapat menaikkan gula darah, kegemukan, dan kelebihan lemak tubuh (Cahyono,

2012).

Hasneli (2009) dalam penelitiannya “The effect of health belief model on dietary

behavior to prevent complications of DM type 2” menyatakan bahwa peningkatan

jumlah penderita DM disebabkan karena gaya hidup masyarakat Kota Pekanbaru yang

mayoritas bersuku Minang dan Melayu yang kurang sehat sehingga meningkatkan

kolesterol akibat makanan berminyak, bersantan, kurang mengonsumsi sayur dan buah

dan jarang melakukan olahraga secara teratur.

Pola makan tinggi lemak dan kalori serta rendah serat (seperti fast food) dapat

sebagai pemicu timbulnya penyakit DM atau penyakit degeneratif lainnya (Umar et al,

2013), sehingga penderita DM harus bisa melakukan diet sehat dan seimbang, olahraga

teratur, menjaga berat badan, dan usaha mengendalikan gula darah agar tidak terjadi

komplikasi (Wijayakusuma, 2008).

Komplikasi DM timbul karena gula darah yang tidak terkontrol dengan baik

sehingga terjadi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi

mikrovaskuler yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah sehingga menjadi kaku
3

atau menyempit dan akhirnya organ kekurangan suplai darah. Komplikasi

makrovaskuler yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar

sehingga menyebabkan aterosklerosis. Ateroklerosis menyebabkan penyakit jantung

koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki (Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida,

2014).

Penatalaksanaan DM meliputi modifikasi gaya hidup dan medikamentosa atau

pengobatan (Arini, 2016). Pengobatan secara farmakologis pada DM bersifat jangka

panjang, pemakaian sediaan obat anti glikemik dinilai banyak menimbulkan efek

samping pada pasien. Sehingga diperlukan adanya sediaan yang lebih efektif dan aman

seperti obat non farmakologis (obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan).

Tanaman tradisional dewasa ini banyak menjadi salah satu fokus perhatian penelitian

sebagai regimen pengganti maupun suplemen obat-obat sintetik (Firdaus, 2014).

WHO juga merencanakan program hidup sehat melalui back to nature dan

merekomendasikan pula penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama

untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker, karna obat tradisional memiliki

efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern (Emilda, 2018).

Di Indonesia salah satu tumbuhan yang telah dikenal dan dapat dipakai dalam

pengobatan hiperglikemia adalah kayu manis. Kayu manis (Cinnamomum burmanii)

merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk kehidupan

sehari-hari seperti penyedap masakan dan minuman. Kandungan kimia yang terdapat

pada kayumanis antara lain sinamaldehide (Emilda, 2018). Antioksidan yang

terkandung antara lain methylhydroxy chalcone polymer (MHCP) yang merupakan

suatu polifenol (flavanoid) yang mempunyai kerja seperti insulin (Logamarta, 2008).
4

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hananti, Hidayat dan Yanti (2012) tentang uji

aktivitas antidiabetes ekstrak etanol kulit kayu manis dibandingkan dengan

glibenklamid pada mencit jantan galur dengan metode toleransi glukosa didapatkan

hasil yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis dosis 100mg/kg BB

yang diberikan secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 21,32%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Firdaus (2014) tentang efek ekstraksi kayu

manis terhadap kadar glukosa darah dan kadar trigleserida pada tikus jantan yang

terinduksi aloksan menunjukkan bahwa kayu manis secara signifikan dapat menurunkan

kadar glukosa darah dan kadar trigleserida tikus dengan taraf signifikansi yaitu p

(0,001) < α (0,05).

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Arini dan Ardiaria (2016) tentang

pengaruh pemberian seduhan bubuk kayu manis terhadap kadar glukosa darah puasa

dan 2 jam post prandial pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Ngawi

didapatkan hasil perubahan signifikan (p<0,05) pada kelompok pengujian dengan

tingkat korelasi 0,001 sedangkan pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan

signifikan dengan korelasi 0,652.

Penelitian yang dilakukan oleh Fatmalia dan Muthoharoh (2017) tentang pengaruh

konsumsi kayu manis terhadap glukosa darah penderita DM di Tambak Ploso

Lamongan pada 20 sampel penderita DM didapatkan hasil ada pengaruh konsumsi

seduhan kayu manis terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan taraf signifikansi

(p=0,000).

Penelitian yang dilakukan pada oleh Hasneli (2017) tentang Identifikasi dan analisis

sensitivitas kaki dan glukosa darah pada pasien diabetes setelah melakukan terapi pijat

kaki alat pijat kayu menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden sebelum

intervensi yaitu 271,62 mg / dl dengan SD 79,43 dan setelah memberikan intervensi rata-rata
5

220,75 mg / dl dengan SD 71,83. Hasil uji statistik menggunakan uji Wilcoxon untuk

kadar gula darah diperoleh nilai p 0,001 <(α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan kadar gula darah rata-rata sebelum dan sesudah pijat menggunakan APIYU

pada kelompok eksperimen. Hasil uji statistik untuk sensitivitas kanan dan Kaki Kiri

diperoleh p value 0,011 dan 0,004 <(α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan rata-rata sensitivitas Hak dan Kaki Kiri sebelum dan sesudah pijat kaki

menggunakan APIYU pada kelompok eksperimen.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan

wawancara pada 11 orang penderita diabetes yang sedang berobat di Puskesmas

Harapan Raya pada tanggal 30 Juli – 3 Agustus 2018 mereka tidak mengetahui bahwa

kayu manis dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Mereka

mengharapkan ada obat herbal yang dapat mereka komsumsi selain obat yang selama

ini mereka dapatkan dari Puskesmas yang dapat mengontrol kadar gula darah mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

“Pengaruh seduhan rebusan kayu manis (Cinnamomum Burmanii) terhadap kadar gula

darah penderita DM Tipe 2”.

B. Rumusan Masalah

Diabetes Melitus (DM) tergolong penyakit degeneratif tidak menular yang akan

meningkat jumlahnya dimasa yang akan datang. Hal ini terbukti dengan semakin

tingginya angka kejadian DM dari tahun ke tahun. Pengobatan DM bersifat jangka

lama, pemakaian sediaan obat antiglikemik selama ini banyak menimbulkan efek

samping pada pasien, sehingga diperlukan adanya sediaan yang lebih efektif dan lebih

aman. Tanaman tradisional dewasa ini banyak menjadi salah satu fokus perhatian

penelitian sebagai regimen pengganti maupun suplemen obat-obat sintetik.


6

Kayu manis merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat mempengaruhi kadar

glukosa darah. Kayu manis mengandung zat aktif polifenol yang bekerja dengan

meningkatkan reseptor insulin pada sel, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas

insulin dan menurunkan kadar glukosa darah. Salah satu komponen polifenol tersebut

adalah sinemaldehide dengan mekanisme kerja sebagai potensial hipoglikemik, karna

kandungan zat aktif inilah kayu manis dapat diolah menjadi suatu bahan yang dapat

membantu menurunkan kadar glukosa darah pada penderita DM dan dapat digunakan

dalam waktu jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah “Apakah seduhan rebusan kayu manis (Cinnamomum burmanii)

memiliki pengaruh yang terhadap kadar gula darah penderita DM Tipe 2 ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh seduhan rebusan

kayu manis terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik responden seperti usia, pekerjaan, jenis kelamin,

pendidikan dan lama menderita penyakit DM.

b. Membandingkan kadar glukosa darah pada kelompok eksperimen sebelum dan

sesudah mengkonsumsi seduhan rebusan kayu manis.

c. Membandingkan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol pretest dan postest

tanpa mengkonsumsi seduhan rebusan kayu manis.

d. Membandingkan kadar glukosa darah pretest dan postest pada kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagi sumber informasi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan terutama tentang manfaat seduhan rebusan kayu

manis terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.

2. Manfaat bagi institusi yang menjadi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang

manfaat seduhan rebusan kayu manis terhadap kadar glukosa darah pada pasien

DM.

3. Manfaat bagi masyarakat/pasien Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai program pengobatan

alternatif dalam pengontrolan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 sehingga

diharapkan dapat menurunkan komplikasi DM.

4. Manfaat bagi peneliti berikutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data, informasi dasar, dan

evidence based ussntuk melaksanakan penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Diabetes Melitus

a. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis

dan klinis dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price &

Wilson, 2012). Menurut Persatuan Endokrin Indonesia (Perkeni) pada tahun

2015, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. DM adalah gangguan metabolik dari berbagai penyebab yang

ditandai oleh hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein, yang dihasilkan dari defek sekresi insulin, aksi insulin, atau

keduanya (Wickenberg, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DM

merupakan suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein dari berbagai penyebab termasuk genetis dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karna kelainan sekresi maupun kerja insulin.

b. Klasifikasi

Menurut Kumar (2013), DM diklasifikasikan sebagai penyakit primer jika

tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan hormon-hormon hiperglikemik.

DM disebut sebagai penyakit sekunder apabila berkaitan dengan kelainan seperti

pankreatitis kronis, feokromositoma, sindroma cushing, stres hiperglikemia

(pada luka bakar berat, infark miokard akut, dan lain-lain) dan diabetes

8
9

gestasional. Lebih lanjut, penyakit DM dapat pula diklasifikasikan sebagai DM

tergantung insulin (DMTI atau IDDM) dan DM yang tidak tergantung insulin

(DMTII atau NIDDM).

Menurut Price dan Wilson (2012), Klasifikasi yang diperkenalkan oleh

American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mutakhir

mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa yang

telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai

diseluruh dunia ada empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa, yaitu:

1) Diabetes melitus tipe 1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen

insulin, kedua tipe ini dapat muncul disegala usia, tetapi biasanya usia muda

(< 30 tahun). Dibagi dalam dua subtipe: (a). Autoimun, akibat disfungsi

autoimun dengan kerusakan sel-sel beta dan (b). Idiopatik, tanpa bukti

adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

2) Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas

dan tipe non-dependen insulin, obesitas sering dikaitkan dengan penyakit

ini.

3) Diabetes gestasional (GDM)

Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua

kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,

multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat GDM terdahulu.


10

4) Tipe khusus lainnya

a) Kelainan genetik dalam sel beta, memiliki prevalensi familial yang

tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun, pasien seringkali

obesitas dan resisten terhadap insulin.

b) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi

insulin berat.

c) Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronis.

d) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.

e) Obat-obat bersifat toksik tehadap sel beta.

f) Infeksi.

c. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2014), penyebab penyakit DM berdasarkan

klasifikasinya adalah:

1) Diabetes Tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas,

penyebabnya adalah:

a) Faktor genetik

Penderita diabetes mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik

kearah terjadinya diabetes tipe I.

b) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon

ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.


11

c) Faktor lingkungan

Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

eksternal yang dapat memicu kerusakan sel-sel beta, sebagai contoh virus

atau toksin tertent yang dapat memicu proses autoimun yang

mernimbulkan destruksi sel beta.

2) Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang dapat menyebabkan resistensi insulin pada

diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu

tedapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses

terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:

a) Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Etnik.

d. Diagnosis dan Gejala

Perkeni membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagain besar berdasarkan

ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,

polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala

tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal,

mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila

ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan

gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.

Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara:


12

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2) Atau, gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L).

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200

mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban Glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air (Sudoyo, 2010).

e. Patofisiologi

Skema 1
Patofisiologi Diabetes Melitus dan komplikasinya

Defisiensi insulin

↓ penggunaan glukosa ↑ katabolisme protein ↑ lipolisis


↑ Glukoneogenesis

Aminoasidemia

Hiperglikemia Pelisutan otot ↑ FFA Plasma ↑ kolesterol


Plasma
infeksi
keseimbangan nitrogen ↑ ketonemia Ateroskeloris
yang negatif
Koma Glikosuria Penurunan
ketonuria
hiperosmolar berat badan Infark miokard
Polifagi
komplikasi lanjut poliuria ↑ kehilangan elektrolit Stroke serebral
polidipsi Gangren
↑ kehilangan elektrolit asidosis
Neuropati
Nefropati Deplesi elektrolit + Pernafasan Deplesi elektrolit +
Kusmaul
Retinopati
Katarak Dehidrasi Dehidrasi
Koma Ketosis
Hipotensi Hipotensi

Sumber: Kumar (2013).


13

f. Komplikasi DM

Komplikasi ini melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikrovaskuler) dan

pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makrovaskuler) (Price & Wilson, 2012).

1) Mikrovaskuler

Mikrovaskuler merupakan salah satu perubahan patologik paling penting dan

khas dari DM. Gambaran khas berupa penebalan difus membran basal kapiler

di seluruh tubuh. Ginjal (nefropati diabetik), retina (retinopati diabetik), saraf-

saraf perifer (neuropati), kulit, dan otot skelet merupakan organ yang

umumnya terkena.

a) Nefropati

Manifestasi awal dari nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika

hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan mengalami

insufisiensi ginjal dan uremia.

b) Neuropati dan katarak

Neuropati dan katarak pada pasien diabetes diangggap sebagai akibat

akumulasi sorbitol di dalam jaringan saraf atau lensa mata. Enzim

reduktase-aldose memproduksi sorbitol pada kedua jaringan saat kadar

glukosa darah tinggi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-

saraf kranial atau sistem saraf otonom.

c) Retinopati

Hiperglikemia berkaitan dengan insiden dan berkembangnya retinopati.

Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang

kecil) dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi, dan

jaringan parut retina menyebabkan kebutaan.


14

2) Makrovaskuler

Makrovaskuler diabetik mempunyai gambaran berupa aterosklerosis. Pada

akhirnya, makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan

vaskuler. Jika mengenai arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufiensi

vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada

ekstremitas serta insufiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah

arteria koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark

miokardium.

g. Penatalaksanaan

Menurut Perkeni (2015), tujuan penatalaksanaan secara umum adalah

meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan

meliputi:

1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.

2) Tujuan ajangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyakit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Menurut Smeltzer dan Bare (2014), tujuan terapeutik pada setiap tipe

diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya

hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada lima

komponen dalam penatalaksanaan diabetes yaitu:

1) Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk

mencapai tujuan berikut ini:


15

a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)

b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

c) Memenuhi kebutuhan energi

d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara

yang aman dan praktis

e) Menurunkan kadar lemak darah jika meningkat.

2) Latihan

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karna efeknya dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko

kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa darah oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan

berolahraga. Latihan juga dapat menambah laju metabolisme istirahat (resting

metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada pendereita diabetes

karna dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan

mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak

darah, yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar

kolesterol total serta triglesrida. Semua manfaat ini sangat penting bagi

penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena

penyakit kardiovaskuler.

3) Pemantauan

Dengan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG: self

monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur

terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
16

memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia,

dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang

kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai

metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa

darah.

4) Terapi

Menurut Perkeni (2015), terapi farmakologis diberikan bersama dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi

farmakoligis terdiri dari obat oral dan obat suntikan.

a) Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan:

(1) Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

(a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan

sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang

tua, gangguan faal hati, dan ginjal). Sedian obat generik golongan

ini adalah: Glibenclamide, Glipizide, Glicazide, Gliquidone, dan

Glimiperide.

(b) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu


17

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan dieksresikan secara cepat melalui hati. Obat ini

dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang

mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

(2) Peningkat sensitivitas terhadap Insulin

(a) Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di

jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada

sebagian besar kasus DM tipe 2. Metformin tidak boleh pada

beberapa keadaan seperti: GFR <30 ml/menit/1,73 m², adanya

gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecendrungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, renjatan,

PPOK, gagal jantung). Efek samping yang mungkin berupa

gangguan saluran pencernaan seperti halnya dispepsia.

(b) Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, shingga

meningkatkan ambilan glukosa dijaringan perifer. Golongan ini

meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung karna dapat memperberat

edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila

diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang

masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.


18

(3) Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa dalam usus

halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah

sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada

keadaan: GFR ≤30ml/min/1,73 m², gangguan faal hati yang berat,

irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa

bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan

flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan

dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.

(4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidose-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi

yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan

sekresi insulin dan menekan glukagon bergantung kadar glukosa darah

(Glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan

Linagliptin.

(5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan antidiabetes oral jenis

baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal

ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.

Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

b) Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk antihiperglikemia suntik, yaitu Insulin, Agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin dan GLP-1. Insulin diperlukan pada keadaan:


19

(1) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

(2) Penurunan berat badan yang cepat

(3) Hiperglikemia berat yang disertai dengan ketosis

(4) Krisis Hiperglikemia

(5) Gagal dengan kombinasi obat antihiperglikemia oral (OHO) dosis

optimal

(6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

(7) Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makanan

(8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

(9) Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO

(10) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:

(1) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

Jenis Insulin: Insulin Lispro (Humolog), Insulin Aspart (Novorapid),

Insulin Glulisin (Apidra). 0nset/awitan 5-15 menit, puncak efek 1-2

jam,lama kerja 4-6 jam, kemasan pen/cartridge pen, vial.

(2) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

Jenis insulin : Humulin R, Actrapid. Onset/awitan 30-60 menit, puncak

efek 2-4 jam, lama kerja 6-8 jam, kemasan vial, pen/cartridge.

(3) Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)

Jenis insulin: Humulin N, Insulatard, Insuman basal. Onset/awitan 1,5-

4 jam, pucak efek 4-10 jam, lama kerja 8-12 jam, kemsan vial,

pen/cartridge.
20

(4) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

Jenis insulin: Insulin Glargin (Lantus), Insulin Detemir (Levemir).

Onset/awitan 1-3 jam, puncak efek (hampir tanpa puncak), lama kerja

12-24 jam, kemasan pen.

Efek samping terapi insulin: terjadinya hipoglikemia dan reaksi alergi

terhadap insulin.

5) Pendidikan

DM merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan

mandiri yang khusus sumur hidup. Karna diet, aktifitas fisik dan stres fisik

serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien

harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan

hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna

menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak,

tetapi juga harus memeiliki prilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Menurut Perkeni (2015)

edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting

dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi

edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

2. Tinjauan Glukosa Darah

a. Definisi

Kadar gula adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah

(Dorland, 2010). Glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk

mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang. Pada penyakit ini gula tidak
21

siap untuk ditransfer kedalam sel, sehingga terjadi hiperglikemia sebagai hasil

bahwa glukosa tetap berada didalam pembuluh darah (Sherwood, 2011).

b. Mekanisme pengaturan glukosa darah

Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana tau

monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan

polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi

monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejenum

proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk

sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan

fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang

mengekstraksi glukosa, menyintesis glikogen, dan melakukan glikogenolisis.

Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer otot dan adiposa juga

mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-

jaringan ini ikur berperan dalam mempertahankan glukosa darah (Price &

Wilson, 2012).

Pemeliharaan kadar glukosa darah dalam kisaran normal sangat penting

bagi kelangsungan hidup mengingat glukosa plasma merupakan bahan bakar

dominan untuk sistem saraf pusat. Keadaan hipoglikemia dalam periode singkat

pun sudah dapat menimbulkan disfungsi otak serius dan jika berlangsung lama,

keadaan ini dapat menyebabkan kematian. Kenyataan ini menjadi alasan

mengapa tubuh hanya memperoleh satu hormon hipoglikemik (insulin) saja jika

dibandingkan dengan hormon hiperglikemik (yang dinamakan hormon kontra

regulator) yang berjumlah besar yaitu glukagon, efinefrin, growth hormon dan

kortikosteroid. Dengan demikian hipoglikemia secara fisiologik jarang terjadi

tetapi hiperglikemia rungan akan terjadi pada setiap kali makan (Kumar, 2013).
22

c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Mengidentifikasi DM pada seseorang adaah dengan pemeriksaan kadar

glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria

saja. Pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan plasma

vena, seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik terpercaya. Walaupun

demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh,

vena, ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik

yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soegondo, 2011).

Pemantauan kadar gula darah dapat menggunakan alat pengukur glukosa

darah yang disebut glucometer. Glucometer ini menggunakan reagen kering dan

menggunakan darah kapiler yang diambil dari ujung jari tangan. Hasil

pemeriksaan menggunakan alat ini dapat dipercaya jika kalibrasi alat dilakukan

dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan yang dianjurkan (Dalimartha

& Adrian, 2012).

Glucometer digunakan untuk memantau tingkat glukosa darah perifer pada

pasien. Glukometer memberikan informasi penting tentang apakah kadar gula

darah berada pada kisaran yang tepat. Umumnya glucometer memiliki rentang

ukur hingga 500 mg/dl (Christian & Waterstram, 2012).

Gambar 1
Glucometer

Sumber: Bilous dan Donelly (2012)


23

Menurut Perkeni (2015), pemeriksaan penyaring untuk diagnosis DM dapat

dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat

diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Berikut pada tabel 1

kriteria patokan penyaring dan diagnosis DM:

Tabel 1
Konsentrasi Glukosa Darah sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Konsentrasi Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
glukosa darah
sewaktu (mg/dl) Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Konsentrasi Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126


glukosa darah
Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100
puasa (mg/dl)

Sumber: Perkeni (2015)

3. Tinjauan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)

Cinnamomum burmanii (cassia, cassia indonesia, cassia padang) adalah

salah satu jenis kayu manis. Spesies ini berasal dari Indonesia dan Asia Tenggara.

Umumnya, tumbuhan ini digunakan sebagai rempah-rempah, tanaman hias,

maupun tanaman hutan. Kulit kayu C. Burmanii yang memiliki bau aromatik ini

sehingga digunakan sebagai bumbu (kayu manis), parfum, maupun obat

(Wikipedia, 2016). Berikut adalah gambar kulit batang kayu manis:

Gambar 2
Kulit Batang Kayu manis

Sumber: www.kebunpedia,com
24

Tanaman kayu manis secara umum dapat tumbuh dengan tinggi mencapa 8-

27 meter, panjang daun antara 5-17 cm dan lebar daun 3-10 cm. Warna daun hijau

muda dengan pucuk merah muda. Yang diharapkan dari tanaman kayu manis

adalah hasil kulit yang memiliki aroma yang kuat dengan kandungan utamanya

sinamaldehid (Daswir, 2011).

Hasil analisa fitokimia dari beberapa studi menunjukkan adanya beberapa

senyawa penting dalam ekstrak kayu manis diantaranya alkaloid, protein, tannin,

glikosida, flavanoid, saponin, asam cinnamat, polifenol dan cinnamaldehid. Dari

sekian senyawa tersebut, bahan aktif yang paling berperan adalah asam canamat,

cinnamaldehid, polifenol dan flavanoid. Berbagai penelitian melaporkan bahwa

cinnamaldehid mampu meningkatkan tranport glukosa darah pada sel adipose dan

otot skelet sehingga mampu menurunkan glukosa darah secara signifikan. Asam

cinamat dilaporkan mampu berperan sebagai insulin. Polifenol dan flavanoid

memiliki aktifitas antioksidan tinggi yang didasrkan pada kemampuan menangkap

radikal bebas terutama pada sel ꞵ Pankreas( Firdaus, 2014).

Kayu manis dapat dijadikan obat secara tradisional yang berfungsi sebagai

suplemen untuk berbagai penyakit. Rempah dengan cita rasa eksotis ini juga bisa

mengurangi kadar kolesterol jahat dalam darah. Kayu manis juga bisa membantu

mengatur kadar gula darah sehingga baik di konsumsi penderita diabetes. Kayu

manis mengandung serat, mangan, zat besi, dan kalsium. Walaupun jumlahnya

sedikit, akan tetapi manfaatnya isa membantu melengkapi kebutuhan serat dan

kebutuhan mineral sehari-hari (Faiha’ & Saraswati, 2015).

Cara membuat ekstrak rebusan kayu manis dengan bahan kayu manis 10 gr

dan air 200cc, kemudian rebus kayu manis dengan air 200 cc hingga tersisa 100cc,

dinginkan, lalu saring selagi hangat, minum ramuan ini dalam keadaan hangat
25

untuk sekali konsumsi dan minum ramuan ini secra rutin dua kali sehari pagi dan

malam (Faiha’ & Saraswati, 2015). Berikut gambar cara membuat seduhan rebusan

kayu manis :

Gambar 3
Cara mempersiapkan dan membuat seduhan rebusan kayu manis
26

Sumber: Wanti (2018)

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap

konsep yang kainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013). Kerangka konsep

diharapkan akan memberikan gambaran dan mengarahkan asumsi mengenai variabel-

variabel yang akan diteliti serta hubungan variabel satu dengan yang lainnya. Variabel

yang ingin diamati terdiri dari variabel independent atau variabel bebas dan variabel

dependent atau variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah seduhan

rebusan kayu manis, sedangkan variabel terikat adalah kadar glukosa darah penderita

DM tipe II.

Skema 2
Kerangka konsep “Pengaruh Seduhan Rebusan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe II”

Kelompok Eksperimen

Input Proses Output

Kadar glukosa Diberikan seduhan Kadar glukosa


darah penderita rebusan kayu manis darah penderita
DM sebelum 100 cc sebanyak 2 DM setelah
diberikan seduhan kali sehari pukul mengkonsumsi
rebusan kayu 08.00 dan pukul seduhan rebusan
manis 20.00 selama 3 hari kayu manis
berturut-turut selama 3 hari
berturut-turut
27

Kelompok Kontrol

Input Output

Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah


penderita DM penderita DM

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis yang kebenarannya masih harus

dibuktikan melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Hipotesis ini dapat benar atau

salah dan dapat diterima atau ditolak setelah dibuktikan melalui hasil penelitian

(Setiadi, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Nol (Ho)

Konsumsi seduhan rebusan kayu manis tidak berpengaruh terhadap menurunkan

kadar glukosa darah penderita DM tipe II

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Konsumsi seduhan rebusan kayu manis berpengaruh terhadap menurunkan kadar

glukosa darah penderita DM tipe II.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan

prosedur penelitian (Hidayat, 2012). Desain penelitian merupakan rencana penelitian

yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian, yang mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih

ntuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk

mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain penelitian

Quasy Experiment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang

timbul karena adanya perlakuan tertentu dengan cara melibatkan kelompok kontrol

selain kelompok eksperimen. Pemilihan kedua kelompok tidak menggunakan teknik

random atau acak (setiadi, 2013). Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ini

akan dilakukan pre test untuk mengetahui keadaan awal lalu dilakukan post test

setelah diberi perlakuan untuk melihat efek dari perlakuan tersebut. Berikut gambaran

rancangan tersebut:

Tabel 2
Rancangan Penelitian

Pretest Perlakuan Post test


Kelompok eksperimen 01 X 02
Kelompok kontrol 01 - 02

Sumber: Setiadi (2013)

28
29

Keterangan:
01 : Pengukuran kadar glukosa darah sebelum dilakukan intervensi pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
02 : Pengukuran kadar glukosa darah setelah dilakukan intervensi pada
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol
X : Intervensi atau perlakuan pada kelompok eksperimen

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dimulai dari persiapan sampai seminar hasil penelitian,

yaitu dari bulan Juli 2018 sampai dengan Desember 2018. Jadwal penelitian dapat

secara lengkap dilihat pada tabel:

Tabel 3
Proses kegiatan dan waktu penelitian

Waktu penelitian
Kegiatan Juli Agustus September Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
judul
proposal
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Perbaikan
proposal
Izin
penelitian
Pengumpulan
data
Pengolahan
data
Seminar hasil
Perbaikan
laporan hasil
30

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya. Alasan

pemilihan lokasi ini berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Pekanbaru, Puskesmas Harapan Raya merupakan Puskesmas dengan jumlah

kunjungan penderita DM nomor 2 tertinggi dari seluruh Puskesmas yang ada di kota

Pekanbaru tahun 2017, dimana jumlah kunjungan penderita DM Puskesmas Harapan

Raya sebanyak 1.744 kunjungan..

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,

objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau

menjadi objek penelitian (Suprapto, 2017). Populasi merupakan seluruh subjek atau

objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau

subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki

subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh penderita DM yang berada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas

Harapan Raya, dimana jumlah kunjungan penderita DM selama 6 bulan yaitu bulan

Januari sampai dengan Juni 2018 sebanyak 459 Kunjungan (Puskesmas Harapan

Raya, 2018).

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,2012). Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini adalah Purposive sampling yang merupakan teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan yang dikehendaki


31

oleh peneliti. Teknik pengambilan sampel ini didasarkan oleh pertimbangan waktu,

keterbatasan biaya, tenaga, dan tempat.

Pengambilan sampel ini disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel, sedangkan kriteria eksklusi

merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karna

tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Hidayat, 2012). Kriteria Inklusi

untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pasien rawat jalan terdiagnosa penyakit DM Tipe 2

b. Berusia 26 hingga 65 tahun

c. Berdomisili diwilayah kerja Puskesmas Harapan Raya

d. Bersedia menjadi objek penelitian.

e. Mengkonsumsi obat oral diabetes

Sedangkan kriteria eksklusi meliputi:

a. Telah memiliki komplikasi akibat DM

b. Mengkonsumsi obat-obatan herbal penurun glukosa darah

c. Terdapat alergi kayu manis

d. Tidak bersedia menjadi responden

Jumlah sampel minimal untuk penelitian kuantitatif adalah sebanyak 30

responden. Mengantisipasi kemungkinan responden yang dipilih drop out atau

sampel yang tidak taat dalam penelitian, maka perlu dilakukan koreksi terhadap

besar sampel yang dihitung dengan menambahkan sejumlah responden agar besar

sampel terpenuhi (Murti, 2010). Mengantisipasi hal tersebut dengan rumus sederhana

berikut:
32

𝑛
n’ = (1−𝐿)

keterangan:

n’ = ukuran sampel stelah revisi

n = besar sampel yang dihitung

L = perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (L= 0,1)


30
n’ = (1− 0,1)

n’= 33, 33 (34 Responden)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah responden dalam penelitian ini

adalah sebanyak 34 responden yang dibagi menjadi 17 responden sebagai

kelompok eksperimen dan 17 responden sebagai kelompok kontrol.

D. Etika penelitian

Penelitian keperawatan merupakan penelitian yang berhubungan langsung dengan

manusia, maka harus memperhatikan etika penelitiannya (Hidayat, 2012). Berikut etika

penelitian yang digunakan:

1. Lembar persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan tersebut. Tujuannya

adalah supaya subjek penelitian mengerti maksud dan tujuan penelitian tersebut dan

mengetahui dampaknya. Lembar persetujuan akan diberikan peneliti sebelum

penelitian dilakukan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, kemudian

peneliti meminta responden menandatangani lembar persetujuan jika responden

tersebut setuju menjadi subjek penelitian.


33

2. Tanpa nama (Anonymity)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini adalah masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, seperti informasi maupun masalah lainnya. Peneliti menjamin

semua informasi yang telah dikumpulkan, hanya data tertentu yang akan dilaporkan

pada hasil riset. Peneliti juga menjelaskan kepada responden bahwa tidak semua

data akan dicantumkan dalam hasil penelitian tersebut.

4. Kebaikan (Beneficience)

Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mendasar. Penelitian harus

meminimalkan kekerasan tetapi memaksimalkan manfaat dari penelitian. Hak-hak

responden yang terkandung dalam prinsip ini harus diperhatikan oleh peneliti.

5. Keadilan (Justice)

Peneliti memperlakukan responden secara adil saat sebelum, selama, dan

sesudah keikutsertaan responden dalam penelitian tersebut. Peneliti juga tidak

melakukan deskriminasi jika responden tidak bersedia atau drop out sebagai

responden.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga mempermudah pembaca dalam

mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013). Definisi operasional dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


34

Tabel 4
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Hasil ukur


Penelitian ukur
1 Seduhan Hasil dari rebusan 10 gr Observasi Nominal 1. Diberikan
rebusan kayu manis dengan 200 seduhan
kayu cc air hingga menjadi rebusan kayu
manis 100cc manis
2. Tidak
diberikan
ekstrak
rebusan kayu
manis

2 Kadar Hasil pengukuran kadar Glucometer Rasio Mean kadar


glukosa gula dalam darah glukosa darah
darah dengan berpuasa 8-12 penderita DM
jam yang diukur pada kelompok
sebelum dan sesudah eksperimen dan
test pada kelompok kelompok
eksperimen dan kontrol dengan
kelompok kontrol pretest dan post
test

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data adalah proses atau pengembangan metode dan alat ukur

yang tepat dalam rangka pembuktian kebenaran hipotesis (Nursalam, 2008). Alat

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glucometer dengan

merk On Call Plus dan lembar observasi. Glucometer digunakan untuk mengukur

kadar glukosa darah pretest dan post test pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol, sedangkan lembar observasi merupakan alat pengumpulan data yang berisi

data demografi responden serta hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum dan

sesudah intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Glucometer bekerja dengan prinsip elektrokimia amperometrik. Prinsip ini

merupakan reaksi antara enzim glucose oxidase dan cholesterol oxidase dengan

sampel darah yang diukur. Proses kimia ini menghasilkan aliran arus listrik yang
35

kemudian diproses oleh signal conditioning dan data akusisi. Metode mendapatkan

plasma dari darah dengan melakukan penyaringan darah yang diambil yang dilakukan

oleh strip tempat menaruh sediaan darah yang diambil.

Intervensi yang diberikan pada kelompok eksperimen adalah dengan

memberikan seduhan rebusan kayu manis. Kadar glukosa darah responden pada

kelompok eksperimen diukur sebelum mengkonsumsi seduhan rebusan kayu manis

pada hari pertama pukul 07.55 WIB dan setelah 3 hari diberikan rebusan rebusan kayu

manis. Sedangkan kadar glukosa darah responden kelompok kontrol diukur tanpa

pemberian perlakuan kemudian hasilnya dicatat di lembar observasi. Pemberian

seduhan rebusan kayu manis diberikan rutin sebanyak dua kali sehari jam 08.00 WIB

dan jam 20.00 WIB selama 3 hari berturut-turut.

G. Prosedur Pengumpulan data

Prosedur atau langkah-langkah dalam penelitian perlu disusun secara sistematis

agar penelitian dapat berjalan dengan mudah dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Prosedur dalam melakukan penelitian ini antara lain:

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ini peneliti terlebih dahulu menentukan masalah penelitian

dilanjutkan dengan mencari studi kepustakaan dan studi pendahuluan. Selanjutnya

peneliti menyusun proposal, setelah mendapatkan persetujuan pembimbing,

kemudian peneliti mengurus surat permohonan izin penelitian dari Fakultas

Keperawatan Universitas Riau. Peneliti melakukan proses administrasi untuk

mengurus permohonan melakukan penelitian termasuk perihal pengambilan data dari

Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, dan

Puskesmas Harapan Raya.


36

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai setelah peneliti menyelesaikan administratif. Peneliti

mendatangi Puskesmas Harapan Raya, peneliti melakukan pengecekan kriteria

inklusi penderita DM yang ditemui dengan memberikan beberapa pertanyaan yang

berhubungan dengan kriteria inklusi penelitian. Peneliti memilih 34 responden

sesuai kriteria dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol yang masing-masing berjumlah 17 orang.

Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian, waktu , dan manfaat serta dampak

yang akan diperoleh responden jika bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Setelah mendapatkan kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, peneliti

meminta responden untuk mengisi data pada lembar observasi serta

menandatangani Informed consent, lalu peneliti melakukan pengumpulan data yang

terdiri dari pre test dan post test dengan cara home visit.

Pada penelitian ini, peneliti akan dibantu oleh 2 orang asisten yaitu mahasiswa

keperawatan FKp UNRI angkatan B 2017. Asisten akan diberikan persamaan

persepsi sebelum melakukan prosedur penelitian, yaitu prosedur memilih

responden dan pemeriksaan kadar gula darah. Hal ini dilakukan agar perlakuan

yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Berikut prosedur yang

peneliti lakukan:

a. Tahap pre test

Pada tahap pre test, peneliti mendatangi calon responden dan meminta

kesediannya menjadi responden, menjelaskan tujuan, manfaat, dan prosedur

penelitian, serta membimbing responden menandatangani informed consent

dan membimbing responden untuk mengisi data demografi. Peneliti dan


37

responden mendiskusikan diet yang akan dikonsumsi responden selama

penelitian dengan menggunakan DM Disc yang dibuat oleh Hasneli (2016).

Peneliti membuat kontrak jadwal mendatangi rumah responden pada hari

pertama, hari ketiga dan hari keempat, kemudian menjelaskan cara membuat

seduhan rebusan kayu manis kepada responden dan keluarganya dengan

menggunakan video tutorial yang telah dibuat oleh peneliti. Peneliti kemudian

memberikan kayu manis yang sudah dibungkus dalam plastik dengan berat 10

gr yang telah peneliti siapkan untuk 3 hari sebanyak 6 bungkus kepada

responden dan keluarga. Setelah itu peneliti bersama-sama responden dan

keluarga mempraktekkan cara membuat seduhan rebusan kayu manis.

Cara membuat seduhan rebusan kayu manis dengan bahan kayu manis 10 gr

dan air 200cc, kemudian rebus kayu manis dengan air 200 cc hingga tersisa

100cc, dinginkan, lalu saring selagi hangat, minum ramuan ini dalam keadaan

hangat untuk sekali konsumsi dan minum ramuan ini secara rutin dua kali

sehari pagi dan malam selama 3 hari berturut-turut.

Setelah seduhan rebusan kayu manis selesai dibuat, peneliti mengukur kadar

glukosa darah puasa pada pukul 07.55 WIB pada kelompok eksperimen

sebelum diberikan perlakuan dan kelompok kontrol tanpa diberikan perlakuan

dengan menggunakan Glucometer.

Setelah melakukan pretest, peneliti meminta responden pada kelompok

eksperimen untuk meminum air seduhan rebusan kayu manis 100 cc sebanyak

dua kali sehari pada pukul 08.00 WIB dan pukul 20.00 WIB selama 3 hari

berturut-turut secara rutin.

Peneliti menjelaskan kepada responden dan keluarga akan datang kembali

untuk memeriksa kadar gula darah responden pada hari ketiga dan hari
38

keempat, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa setiap pemeriksaaan

kadar gula darah responden puasa dahulu dari pukul 24.00 WIB. Sedangkan

pada hari kedua peneliti akan menelpon responden pukul 08.00 WIB dan 20.00

WIB untuk mengingatkan responden minum air seduhan rebusan kayu manis.

b. Tahap post test

Peneliti mengukur kembali kadar glukosa darah responden baik pada

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dengan menggunakan alat

yang sama yaitu Glucometer merk On Call Plus. Pengukuran kadar glukosa

darah pada kelompok eksperimen dilakukan setelah responden mengkonsumsi

seduhan rebusan kayu manis selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-4.

sedangkan pada kelompok kontrol kadar glukosa darah di ukur juga pada hari

ke-4 tetapi tanpa perlakuan.

3. Tahap akhir

Setelah pengumpulan data selesai, peneliti melakukan analisa dengan

menggunakan uji statistik yang sesuai dengan data. Selanjutnya melakukan

penyusunan laporan hasil penelitian dan penyajian hasil penelitian.


39

Skema 3
Kerangka penelitian: Intervensi pemberian seduhan rebusan kayu manis

Penderita DM tipe II

Kelompok Kontrol Kelompok eksperimen

Hari pertama: Pretest Hari pertama: Pretest


1. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur 1. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur
penelitian dan menjamin kerahasiaan ± 5 penelitian dan menjamin kerahasiaan ± 5
menit. menit.
2. Meminta kesediaan untuk menjadi 2. Meminta kesediaan untuk menjadi
responden, melakukan kontrak waktu, responden, melakukan kontrak waktu,
dan membimbing responden melakukan dan membimbing responden melakukan
pengisian informed consent ± 5 meni.t pengisian informed consent ± 5 menit
3. Meminta responden mengisi data 3. Meminta responden mengisi data
demografi selama ± 5 menit demografi selama ± 5 menit
4. Mendiskusikan diet makanan dengan 4. Mendiskusikan diet makanan dengan
jumlah kalori yang akan dikonsumsi DM Disc.
responden selama penelitian. 5. Melakukan pemeriksaan kadar glukosa
5. Melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah ± 3 menit hari ke-1(Home visit).
darah ± 3 menit (Home visit)

Tidak diberikan ekstrak rebusan kayu 1. Memberikan kayu manis dalam


manis kantong plastik (10 gr) sebanyak 6
bungkus untuk 3 hari
2. Mengajarkan cara membuat rebusan
kayu manis: kayu manis 10 gr dan air
200cc, kemudian rebus kayu manis
dengan air 200 cc hingga tersisa 100cc,
dinginkan, lalu saring selagi hangat,
minum ramuan ini dalam keadaan
hangat untuk sekali konsumsi
3. Meminta responden meminum air
rebusan kayu manis selama 3 hari
berturut-turut sebanyak 2 kali sehari
pada pukul 08.00 WIB dan pukul 20.00
WIB.
Hari ke-4: post test (Home Visit)
Melakukakan pemeriksaan kadar Hari ke-4: post test (Home Visit)
glukosa darah selama ± 3 menit Melakukakan pemeriksaan kadar
glukosa darah selama ± 3 menit
40

H. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data

ringkasan dari kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan (Setiadi, 2013). Berikut langkah-langkah

pengolahan data:

1. Editing (Pemeriksaan)

Editing data untuk memastikan bahwa semua data sudah terisi dengan lengkap,

meliputi data umur,jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama menderita penyakit,

serta hasil pengukuran kadar gula darah sebelum dan sesudah intervensi.

2. Coding (Pengkodean)

Peneliti melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti mengumpulkan

data dengan memberikan kode berupa angka pada semua variabel. Pengkodean

pada karakteristik responden terdiri dari umur (1= untuk 26-35, 2=untuk 36-45, 4=

untuk 46-55, dan 4= untuk 55-65), jenis kelamin (1= Laki-laki, 2= Perempuan),

tingkat pendidikan terakhir (1= SD, 2= SMP, 3= SMA, 4= PT), pekerjaan (1=Tidak

Bekerja, 2= IRT, 3=PNS, 4=Pensiunan PNS), Suku (1=Melayu, 2=Minang,

3=Batak, 4=Jawa), lama menderita penyakit (1= untuk 1-5, 2= untuk 6-10, 3=

untuk 11-15, dan 4= untuk > 15).

3. Entry data (Memasukkan Data)

Entry data dilakukan dengan memasukkan data yang sudah dikumpulkan

sebelumnya kedalam komputer.

4. Cleaning Data (Merapikan)

Data yang telah dimasukkan kedalam komputer kembali dilakukan pemeriksaan

supaya tidak ada data yang salah sehingga hasil analisa data akan benar dan juga

akurat.
41

5. Processing (Pengolahan)

Data tersebut diproses dengan mengelompokkan kedalam variabel yang sesuai.

6. Analyzing (Penilaian)

Melakukan analisa data dengan uji statistik yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Hasilnya akan diinterprestasikan untuk memudah menarik kesimpulan hasil

penelitian.

I. Analisa Data

1. Analisa univariat

Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel (Notoadmodjo, 2012). Analisa ini digunakan untuk

mendapatkan gambaran tentang distribusi karakteristik demografi responden seperti

umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama menderita penyakit, dan juga

untuk memperoleh gambaran dari variabel yang diteliti yaitu kadar glukosa darah

penderita DM tipe II. Hasil analisa disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

persentase melalui program komputerisasi, sedangkan pengukuran kadar glukosa

darah disajikan dalam bentuk mean, standar deviasi, serta nilai minimum dan

maksimum.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang

signifikan antar dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen, atau

bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan antar dua

kelompok atau lebih variabel (setiadi, 2013). Uji statistik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji Dependent Sample t Test untuk melihat pengaruh seduhan

rebusan kayu manis terhadap kadar glukosa darah kelompok eksperimen sebelum

dan sesudah perlakuan dan melihat perbandingan kadar glukosa darah pada
42

kelompok kontrol sebelum dan sesudah tanpa perlakuan. Syarat dari uji dependent t

test adalah data terdistribusi normal, kedua kelompok data kelompok berpasangan,

variabel yang dihubungkan tersebut berbentuk numerik dan kategorik. Jika syarat

tersebut tidak terpenuhi maka digunakan uji Wilcoxon sebagai uji alternatif.

Sedangkan untuk melihat perbedaan kadar glukosa darah kelompok eksperimen

setelah mengkonsumsi ekstrak rebusan kayu manis dengan kelompok kontrol yang

tidak diberikan intervensi dilakukan uji Independent sample t Test. Syarat dari uji

independent t test adalah data harus terdistribusi normal, kedua kelompok data

independent, variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik. Jika

syarat tersebut tidak terpenuhi maka digunakan uji Mann Whitney sebagai uji

alternatifnya (Dahlan, 2012).

Derajat kemaknaan (α) yang digunakan pada uji in adalah 0,05. Hasil uji statistik

didapatkan p value < α (0,05), maka dapat dikatakan ekstrak rebusan kayu manis

berpengaruh terhadap kadar gluksa darah pada penderita DM tipe II. Hasil uji

statistik didapatkan p value > α (0,05), maka dapat dikatakan ekstrak rebusan kayu

manis tidak ada pengaruh terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II.
43

DAFTAR PUSTAKA

Arini, P. J. , Ardiaria,M. (2016). Pengaruh pemberian seduhan bubuk kayu manis


terhadap kadar glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial pada penderita
diabetes melitus tipe 2. Diperoleh tangggal 20 Juli 2018 dari: http://ejounal-
s1.undip.ac.d/index.php/jnc.

Bilous, R. , & Donelly, R. (2015). Buku pegangan diabetes. (Ed. 2). (Egi Komara Yudha,
Penerjemah). Jakarta: Bumi Medika
Cahyono, S. B. (2012). Gaya hidup dan penyakit modern. Kanisius: Yogyakarta
Christian, P. E. & Waterstram, K. M. (2012). Nuclear medicine and pet/ct. (Ed. 8).
Missouri: Elsevier
Dahlan, M, Sopiyudin. (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: Deskritif,
Bivariat, dan Multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika.
Dalimartha, S. & Adrian, F. (2012). Makanan dan herbal untuk penderita diabetes melitus.
Jakarta: Penebar Swadaya
Daswir. (2011). Profil Tanaman Kayu Manis di Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian
Tanaman Obat Aromatik.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2017). Profil Dinas Kesehatan: 10 besar kunjungan
kasus penyakit tidak menular di Puskesmas se kota Pekanbaru. Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru

Dorland, W. A. Newmann.(2014). Kamus Saku Kedokteran Dorlan, Ed. 28.Jakarta : EGC

Emilda. (2018). Efek senyawa bioaktif kayu manis (Cinnamomum Burmanii) terhadap
diabetes melitus: kajian pustaka. Diperoleh tanggal 20 Juli 2018 dari:
www.jurnal.farmasi.umi.ac.id/imdex.php/fitofarmakaindonesia.

Faiha’, A. Saraswati, L. (2015). Apotek hidup: Cara Tanam Apotek hidup racikan Ampuh
tanaman Obat Penyembuh Segala Penyakit. Jakarta: Gemius Publisher

Fatmalia, N. , Muthoharoh. (2017). Pengaruh kayu manis terhadap glukosa darah


penderita diabetes melitus di Tambak Ploso Lamongan. Diperoleh tanggal 20 Juli
2018 dari: https://journal.unigres.ac.id/index.php/JNC/article/view/416/0

Firdaus, E. A. (2014). Efek Ekstrak kayu manis terhadap kadar glukosa darah, berat
Badan dan trigleserida pada tikus jantan strain yang diinduksi aloksan. Diperoleh
tanggal 20 Juli 2018 dari:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25705/1/Elza%20Amelia
%20Firdaus-FKIK.pdf.
44

Hananti, R. S. , Hidayat, S. , Yanti, L. (2012). Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol kulit
kayu manis (Cinnamomum burmanii) dibandingkan dengan Glibenkliamide pada
mencit jantan galur Swiss webster dengan metode toleransi glukosa. Diperoleh
tanggal 20 Juli 2018 dari: http://ejournal-
stfi.ac.id/file.php?file=jurnal&id=510&cd=0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6&
name=Rina_1_1_2012.pdf

Hasneli, Y. N. (2009). The effect of health belief model based educational program to
prevent diabetes complication on dietary behavior of Indonesia adults with type 2
diabetes mellitus. Jurnal keperawatan professional Indonesia. Vol. 1. Pekanbaru:
ISSN
Hasneli, Y. N. (2016). Pengaruh pijat kaki titik 17 dan mendengarkan murrotal Al-Quran
terhadap kadar glukosa darah pasien diabetes tipe 2. Pekanbaru: tidak
dipublikasikan.
Hasneli, Y. N. (2017). Identifikasi dan analisis sensitivitas kaki dan glukosa darah pada
pasien diabetes setelah melakukan terapi pijat kaki alat pijat kayu. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2012). Riset Keperawatan dan teknik penulisan ilmiah (edisi 2).
Jakarta: Salemba Medika

International Diabetes Federation. (2017). Diabetes atlas. (8th ed). Diperoleh tanggal 1
Januari 2018 dari www.diabetesatlas.org

Kebunpedia. (2015). Kayu Manis cinnamomum Burmanii untuk mencegah/mengobati


diabetes, diperoleh tanggal 6 september 2018 dari:
http://www.kebunpedia.com/threads/share-kayu-manis-cinnamomum-burmannii-
untuk-mencegah-mengobati-diabetes.912/

Kementerian Kesehatan RI, (2014). Infodatin: situasi dan analisis Diabetes, diperoleh
tanggal 20 Juli 2018 dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf

Krisnatuti, D. , Yenrina, R. , & Rasjmida, D. (2014). Diet sehat untuk penderita diabetes
mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya
Kumar, R. (2013). Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher.

Logamarta, S. (2008). Pengaruh Infusan kayu Manis (Cinnamomum burmanii) terhadap


kadar glukosa darah mencit dalur swiss Webster yang diinduksi aloksan, diperoleh
tanggal 20 Juli 2018 dari: http://repository.maranatha.edu/1783/

Murti, B. (2010). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
45

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian. (Edisi 2). Jakarta: Salemba
Medika

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, (2015). Konsensus: Pengelolaaan dan pencegahan


diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, diperoleh tanggal 20 Juli 2018 dari
http://pbperkeni.or.id/newperkeni/wp-
content/plugins/downloadattachments/schedules/download.php?id=109.

Price, S. A, Wilson LM, (2012). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC.

Puskesmas Harapan Raya, (2017). Profil Puskesmas: 10 besar penyakit tidak menular
tahun 2017. Puskesmas Harapan Raya.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek penulisan riset keperawatan (edisi 2). Yogyakarta:
Graha Ilmu

Sherwood, L. (2011). Fisilogi Manusia dari sel ke sistem. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C, Bare B.G. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi
ke 12 vol 2, Jakarta, EGC

Soegondo, S. 2011. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini dalam: Soegondo,
S. , Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu
bagi dokter maupun edukator diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Sudoyo, Aru W. dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes Mellitus di
Indonesia. Edisi ke-V (jilid 2). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit dalam FK UI.

Suprapto, H. (2017). Metodologi Penelitian untuk karya ilmiah. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Umar, F. A, Bodhi, W., & Kepel B. J. (2013). Gambaran gula darah pada remaja obes
diminahasa. Vol. 1 No. 2. Manado. Jurnal e-boimedik. Diperoleh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id

Wickenberg, J. (2015). Investigations into the Effects of Turmeric, Cinnamon and Green
Tea on Glycaemic Control and Liver Enzymes. Diperoleh tanggal 27 Juli 2018 dari
http://portal.research.lu.se/ws/files/4081512/5031864.pdf

Wijayakusuma, M. H. (2008). Bebas diabetes mellitus ala hembing. Jakarta: Puspa Swara
Wikipedia. (2016). Cinnamomum Burmanii. Diperoleh tanggal 6 September 2018 dari:
https://id.wikipedia.org/w/index/.php?title=Cinnamomum_burmannii&oldid=11447
126
46

World Health Organization, (2016). Global report on diabates, diperoleh tanggal 25 Juli
2018 dari http://www.who.int/diabetes/global-report/en

Anda mungkin juga menyukai