FARMASI PRAKTIS
OLEH:
KELAS : B1
2023
STEP 1
1. Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus masih menjadi masalah
di seluruh dunia terutama di negara berkembang. (Ramadhani, 2022)(Dyah
Apriliyani Savitri. HR_036)
2. Novorapid adalah obat dalam bentuk injeksi yang berisi insulin aspart. Insulin
aspart adalah analog insulin manusia yang bekerja cepat dan disetujui FDA
untuk mengobati diabetes melitus tipe-1 dan tipe-2 guna meningkatkan kontrol
glikemik pada orang dewasa dan anak-anak. (Rubin, 2022) (Inas Reski
Amalia_022)
3. Iu.s.c merupakan intra unit subkutan, yang di berikan ke lapisan adiposa tepat
di bawah epidermis dan dermis (Dalilah amani_002) (Quan zhou, 2015)
4. Glimepiride adalah obat yang digunakan dalam pengelolaan dan pengobatan
diabetes melitus tipe 2. Itu termasuk dalam obat golongan sulfonilurea.
(Trerattanavong, 2023) (Inas Reski Amalia_022)
5. Lisinopril merupakan obat anti hipertensi golongan ACEi sebagai penghambat
enzim angiotensin. (Lopez, 2023) (Inas Reski Amalia_022)
6. guidelines didefinisikan sebagai aturan yang dibuat secara sistematis untuk
membantu para praktisi dalam penanganan pasien, untuk pelayanan kesehatan
yang tepat dalam situasi yang spesifik (tumbelaka,2013) (dalilah Amani_002)
Step 2
1. Obat apa yang sesuai pada pasien di skenario sehingga kadar gulanya terkontrol.
2. Apakah obat pada skenario sudah rasional
3. Apakah ada hubungan usia dengan DM hiperglikemia
4. Bagaimana edukasi terhadap pasien
5. Apa terapi non farmakologi
Step 3
1. Obat apa yang sesuai pada pasien di skenario sehingga kadar gulanya terkontrol?
Jawab :
Terapi yang diberikan kepada pasien dikatakan rasional dikarenakan terapi
insulin pada DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan
terapi oral. Novorapid merupakan tipe insulin yang bekerja cepat (rapid acting),
insulin ini memungkinkan penggantian insulin pada waktu makan secara fisiologis
karena mula kerjanya yang cepat. Untuk mmonoterapi antidiabetik oral (ADO),
pasien biasanya diberikan metformin. Selain itu, pasien juga menerima terapi
kombinasi insulin dengan ADO untuk pasien DM tipe 2 yang tidak merespon secara
maksimal terapi oral, insulin dapat dikombinasi dengan sulfonylurea
(glimepirid,gliclazid,glibenclamid), maupun dengan biguanida (metformin). Jadi
kesimpulannya yaitu, pasien boleh diberikan obat antidiabetik oralnya glimepirid
dikombinasikan dengan insulin novorapid (dalilah Amani_002)
Terapi untuk diabetes pada pasien telah rasional dikarenakan pasien sedang
mengalami DM tipe 2 yang memiliki riwayat pengobatan glimepirid 10 tahun
namun kadar GDS pasien tidak terkontrol yaitu 312 mg/dl, sedangkan HbA1c 7%
setara dengan rerata GDS 154 mg/dl atau rerata HbA1c 7-7,49% setara dengan
rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dl. HbA1c >9% setara dengan rerata
glukosa darah sewaktu ≥ 212 mg dl. Maka dapat digolongkan karena pada skenario
GDS paien 312 mg/dl, jadi HbA1c pasien yaitu >9%.
Terapi DM tipe 2 dengan HbA1c >9% dibutuhkan kombinasi terapi oral
dengan insulin. Maka diskenario pasien diberikan terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral yaitu glimepirid dengan insulin novorapid. (Inas Reski
Amalia_022)
STEP 4
1. Terapi farmakologi dan nonfarmakologi apa yang dapat diberikan kepada
pasien sehingga kadar gula darah pasien dapat menurun dan terkontrol.
2. Edukasi apa yang dapat diberikan kepada pasien pada skenario?
STEP 5
1. Untuk mengetahui terapi farmakologi dan nonfarmakologi apa yang dapat
diberikan kepada pasien sehingga kadar gula darah pasien dapat menurun dan
terkontrol.
2. Untuk mengetahui edukasi apa yang dapat diberikan kepada pasien pada
skenario?
STEP 6
Dyah Apriliyani Safitri
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua‐duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Prevalensi DM semakin
tahun semakin meningkat terutama pada kelompok yang berisiko tinggi untuk
mengalami penyakit DM diantaranya yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, dan dislipidemia.
Sasaran dengan kriteria nilai baik di antaranya adalah gula darah puasa 80‐
<100 mg/dL, 2 jam sesudah makan 80‐144 mg/dL, A1C <6,5%, kolesterol total
<200 mg/dL, trigliserida <150 mg/dL, IMT 18,5‐22,9 kg/m2 dan tekanan darah
<130/80 mmHg.
Berdasarkan guideline American Association of Clinical Endocrinologist
(AACE) 2011, Diabetes melitus dapat di tegakan salah satunya apabila didapatkan
gejala klasik hiperglikemi dan kadar gula darah sewaktu didapatkan ≥200 mg/dl.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan laboratorium yaitu gula darah sewaktu
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diabetes mellitus.
Berdasarkan pilar tatalaksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami bahwa
yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS), kemudian apabila
dengan GHS dan monoterapi glukosa darah belum terkendali maka diberikan
kombinasi 2 obat. Terapi kombinasi harus dipilih 2 obat yang cara kerja berbeda,
misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Posisi metformin sebagai terapi lini
pertama juga diperkuat oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
yang pada studinya mendapatkan pada kelompok yang diberi metformin terjadi
penurunan risiko mortalitas dan morbiditas. Menurut Ito dkk (2010), dalam
studinya menyimpulkan bahwa metformin juga efektif pada pasien yang memiliki
berat badan normal selain itu terdapat glibenclamide yang merupakan obat dari
golongan sulfonylurea. Mekanisme kerja utama dari glibenclamide untuk
menurunkan kadar gula darah adalah dengan cara meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. UKPDS juga mendapatkan efikasi metformin setara dengan
sulfonilurea dalam mengendalikan kadar glukosa darah.
Pada pasien DM yang gula darahnya tidak terkendali dengan kombinasi
modifikasi gaya hidup dan metformin, ada 4 golongan obat‐obatan yang dapat
diberikan menurut konsensus ADA‐EASD. Obat‐obatan ini terdiri dari 2 golongan
yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 yang terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta
terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion dan agonis Glucagon Like Peptide‐
1/GLP‐1. Diantara semua obat ini, sulfonilurea adalah yang paling cost‐effective,
sedangkan insulin dianggap sebagai terapi yang paling efektif dalam mencapai
target gula darah. Sulfonilurea dan insulin berhubungan dengan risiko hipoglikemia
dan peningkatan berat badan.
Berdasarkan konsensus ADA‐EASD, insulin dapat diberikan bila target
gula darah tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin.
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat‐ obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. Tujuannya
adalah gula darah dapat terkontrol dengan kadar ≤ 200 mg/dl. Sesuai dengan
rekomendasi PERKENI 2015 penderita diabetes mellitus dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat sebesar 45‐ 65% dari total asupan energi dengan
pembatas karbohidrat total < 130g/hari. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20‐25%
dan protein, dianjurkan sebesar 10‐20% dari total asupan energi. Kebutuhan kalori
tersebut dapat di aplikasikan dalam makanan sehari‐hari yang jadwalnya dietnya
dapat disusun dan dibantu dengan mengisi media leaflet. Edukasi juga memuat
tentang gaya hidup yang baik dengan dengan pengolahan latihan jasmani sesuai
dengan kondisi penyakit pasien. Untuk itu tingkat kepatuhan berdiet, berolahraga
dan minum/ injeksi obat anti diabetes harus dipantau. Salah satunya adalah dengan
melakukan penyuluhan dan penatalaksanaan secara komperhensif yang juga
melibatkan keluarga sebagai lingkungan yang mendukung.
a) Glimepiride
utama dari sulfonilurea adalah untuk merangsang pelepasan insulin dari sel B
kreatif. Sulfonilurea digunakan pada pasien dengan tipe 2 tetapi tidak diabetes tipe
1, karena obat ini membutuhkan fungsi sel B pankreas untuk menghasilkan efeknya
pada glukosa darah. Sulfonilurea dimetabolisme oleh hati dan terpisah dari
metabolit dari semua sulfonilurea lainnya aktif secara lemah atau tidak aktif.
Metabolit diekskresikan oleh ginjal dan, dalam kasus yang kedua sulfonilurea
Penambahan berat badan juga umum terjadi, terutama pada tahun pertama
hipoglikemia. Reaksi istimewa jarang terjadi, dengan ruam kulit atau toksisitas
Glimepiride memiliki durasi efek yang panjang dengan waktu paruh waktu
paruh 5 jam yang memungkinkan pemberian dosis sekali atau dua kali sehari.
Glimepiride mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis rendah dosis terendah
dari senyawa sulfonilurea. Dosis harian tunggal 1 mg / hari telah terbukti efektif,
dan dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 8 mg. Dosis maksimum yang
direkomendasikan adalah 8 mg. Ini sepenuhnya dimetabolisme oleh hati.(Koda
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. jika menggunakan obat ini harus dengan Hati-hati pada pasien dengan
risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal) (Perkeni,
2021).
Novorapid merupakan tipe insulin yang bekerja cepat (rapid acting), insulin
ini memungkinkan penggantian insulin pada waktu makan secara fisiologis karena
mula kerjanya yang cepat, keuntungan lainnya yaitu karena insulin ini dapat
tipe 2 yang tidak merespon secara maksimal terapi oral, insulin dapat dikombinasi
Selama dirawat di RS, pasien memiliki kadar gula darah sewaktu 312 mg/dl,
Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman, dan identik
insulin aspart yang termasuk dalam golongan insulin analog kerja cepat (rapid
acting) sekitar 15-30 menit, dengan puncak kerja 30-60 menit dan lama kerja 3-5
jam. Terapi dengan penggunaan insulin biasanya digunakan untuk pasien yang
c) Bioneuron 2 x1
Bioneuron untuk memperbaiki fungsi saraf perifer di kaki yang mana pasien
metabolisme karbohidrat, lemak dan asam amino sedangkan B12 berperan dalam
d) Lisinopril 1 x 5 mg
merangsang pelepasan hormon lain yang disebut aldosteron, yang menahan natrium
dan air dalam tubuh. Keduanya menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
peningkatan volume (karena natrium dan air) sehingga tekanan darah meningkat.
inhibitor telah terbukti mencegah kematian pada pasien gagal jantung setelah
serangan jantung dan pada semua pasien yang berisiko tinggi mengalami
(kelebihan protein) dalam urin pada pasien diabetes. Menurut JNC 8, ACE inhibitor
merupakan pilihan utama untuk pasien diabetes dengan hipertensi. Obat ini tidak
mempengaruhi kadar glukosa darah sehingga tepat bila digunakan pada pasien
diabetes yang mengalami hipertensi.
Terapi non farmakologi
badan 59 kg, dan tinggi badan 160 cm. Adapun BMI atau Indek Massa Tubuh
pasien masuk dalam kategori overweight atau berat badan berlebih, oleh karena itu
pasien diiberikan
Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
• Latihan Fisik
Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang
seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. (Perkeni, 2021).
- Terapi Farmakologi
Dalam skenario, GDS pasien yaitu 312 mg/dl, sedangkan HbA1c 7% setara
dengan rerata GDS 154 mg/dl atau rerata HbA1c 7-7,49% setara dengan rerata
glukosa darah post prandial 176 mg/dl. HbA1c >9% setara dengan rerata glukosa
darah sewaktu ≥ 212 mg dl. Maka dapat digolongkan karena pada skenario GDS
paien 312 mg/dl, jadi HbA1c pasien yaitu >9%. (Perkeni, 2021)
Tekanan darah yang tidak terkontrol berperan besar dalam hal ini
perkembangan kejadian makrovaskular serta komplikasi mikrovaskular, termasuk
retinopati dan nefropati pada pasien dengan DM. ADA merekomendasikan tujuan
tekanan untuk pasien dengan DM bersifat individual tetapiumumnya ditetapkan
kurang dari 130 mm Hg untuk sistolik dan tekanan darah diastolik untuk pasien DM
kurang dari 80 mm Hg. Selain itu, terdapat beberapa prinsip umum mengenai
pengobatan hipertensi pada pasien diabetes. Inhibitor enzim pengubah angiotensin
(ACE) atau penghambat reseptor angiotensin II direkomendasikan sebagai
pengobatan awal terapi karena efek menguntungkannya pada fungsi ginjal.
Terapi kombinasi awal dengan ACE inhibitor dan CCB telah terbukti untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dibandingkan mereka yang
menerima terapi ACE inhibitor dikombinasikan dengan diuretik thiazide. (Dipiro,
2020)
DAFTAR PUSTAKA
Hongdiyanto, A., Yamlean, P. V. Y., & Supriati, S. 2014. Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
Diabetes Mellitua Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(2): 77±87.
Wahyuni, K. I., Prayitno, A. A., dan Wibowo, Y. I. 2019. Efektivitas Edukasi Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Terhadap Pengetahuan dan Kontrol Glikemik Rawat Jalan di RS Anwar
Medika. Jurnal Pharmascience. 06(01): 1±9.
Almasdy, D., Sari, D. P., Suhatri, S., Darwin, D., & Kurniasih, N. 2015. Evaluasi Penggunaan
Obat Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah
Kota Padang ± Sumatera Barat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2(1): 104-110.
Nurrahma Fitria Ramadhani, Kemal Nazaruddin Siregar, Verry Adrian, Intan Rachmita Sari,
Hardya Gustada Hikmahrachim, 2022, Hubungan Aktivitas Fisik dengan Diabetes Melitus
Pada Wanita Usia 20-25 di DKI Jakarta (Analisis Data Posbindu PTM 2019), Jurnal
BIKFOKES, Vol 2(2)
American Diabetes Association. Standar of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2014;
37(1):S14‐S80.
McGill JB. Selecting among ADA/EASD tier 1 and tier 2 treatment options. J Fam Pract. 2009;
58(9):S26‐S34.
Zhou, quan pemilihan obat yang optimal mengenai injeksi intravena,, intra muskular, dan
subkutan, NCBI Trerattanavong; Prasanna Tadi. 2023. Glimepirid. National Library of
Medicine
Katzung, G.Betram. 2010. Farmakologi dasar dan klinik , Edisi 10. Jakarta: Salemba Medika
PERKENI. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,Kradjan, W.A., 2013,
Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 10th ed.,