Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PBL VI

FARMASI PRAKTIS

“Praktik Profesional dan Etis (Integritas)”

OLEH:

KETUA : EMA NURFADILLA AL-WAHAR (70100120032

SEKERTARIS : SINARWATI PUTRI (70100120024)

ANGGOTA : DALILAH AMANI DAHMADI (70100120002)

_INAS RESKI AMALIA (70100120022)

_ANISA SYAHIDA SYAHWAL (70100120030)

_DYAH APRILIYANI SAVITRI. HR (70100120036)

KELAS : B1

DOSEN : Apt. Dr. MUKHRIANI., S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

2023
STEP 1
1. Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus masih menjadi masalah
di seluruh dunia terutama di negara berkembang. (Ramadhani, 2022)(Dyah
Apriliyani Savitri. HR_036)
2. Novorapid adalah obat dalam bentuk injeksi yang berisi insulin aspart. Insulin
aspart adalah analog insulin manusia yang bekerja cepat dan disetujui FDA
untuk mengobati diabetes melitus tipe-1 dan tipe-2 guna meningkatkan kontrol
glikemik pada orang dewasa dan anak-anak. (Rubin, 2022) (Inas Reski
Amalia_022)
3. Iu.s.c merupakan intra unit subkutan, yang di berikan ke lapisan adiposa tepat
di bawah epidermis dan dermis (Dalilah amani_002) (Quan zhou, 2015)
4. Glimepiride adalah obat yang digunakan dalam pengelolaan dan pengobatan
diabetes melitus tipe 2. Itu termasuk dalam obat golongan sulfonilurea.
(Trerattanavong, 2023) (Inas Reski Amalia_022)
5. Lisinopril merupakan obat anti hipertensi golongan ACEi sebagai penghambat
enzim angiotensin. (Lopez, 2023) (Inas Reski Amalia_022)
6. guidelines didefinisikan sebagai aturan yang dibuat secara sistematis untuk
membantu para praktisi dalam penanganan pasien, untuk pelayanan kesehatan
yang tepat dalam situasi yang spesifik (tumbelaka,2013) (dalilah Amani_002)
Step 2
1. Obat apa yang sesuai pada pasien di skenario sehingga kadar gulanya terkontrol.
2. Apakah obat pada skenario sudah rasional
3. Apakah ada hubungan usia dengan DM hiperglikemia
4. Bagaimana edukasi terhadap pasien
5. Apa terapi non farmakologi

Step 3
1. Obat apa yang sesuai pada pasien di skenario sehingga kadar gulanya terkontrol?
Jawab :
Terapi yang diberikan kepada pasien dikatakan rasional dikarenakan terapi
insulin pada DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan
terapi oral. Novorapid merupakan tipe insulin yang bekerja cepat (rapid acting),
insulin ini memungkinkan penggantian insulin pada waktu makan secara fisiologis
karena mula kerjanya yang cepat. Untuk mmonoterapi antidiabetik oral (ADO),
pasien biasanya diberikan metformin. Selain itu, pasien juga menerima terapi
kombinasi insulin dengan ADO untuk pasien DM tipe 2 yang tidak merespon secara
maksimal terapi oral, insulin dapat dikombinasi dengan sulfonylurea
(glimepirid,gliclazid,glibenclamid), maupun dengan biguanida (metformin). Jadi
kesimpulannya yaitu, pasien boleh diberikan obat antidiabetik oralnya glimepirid
dikombinasikan dengan insulin novorapid (dalilah Amani_002)

Terapi untuk diabetes pada pasien telah rasional dikarenakan pasien sedang
mengalami DM tipe 2 yang memiliki riwayat pengobatan glimepirid 10 tahun
namun kadar GDS pasien tidak terkontrol yaitu 312 mg/dl, sedangkan HbA1c 7%
setara dengan rerata GDS 154 mg/dl atau rerata HbA1c 7-7,49% setara dengan
rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dl. HbA1c >9% setara dengan rerata
glukosa darah sewaktu ≥ 212 mg dl. Maka dapat digolongkan karena pada skenario
GDS paien 312 mg/dl, jadi HbA1c pasien yaitu >9%.
Terapi DM tipe 2 dengan HbA1c >9% dibutuhkan kombinasi terapi oral
dengan insulin. Maka diskenario pasien diberikan terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral yaitu glimepirid dengan insulin novorapid. (Inas Reski
Amalia_022)

2. Apakah obat pada skenario sudah rasional?


Jawb:
Belum rasional karena pada pengobatan hipertensi pasien yang menunjukkan
TD 160/90 mmHg hanya diberikan terapi lisinopril 1 x 5mg, sedangkan
TD >140/90 mmHg termasuk hipertensi stage 2 yang membutuhkan terapi
kombinasi ACEi/ARB dengan CCB atau kombinasi ACEi/ARB dengan diuretik.
Namun untuk terapi pada pasien digunakan lini pertama pengobatan hipertensi
disertai DM yaitu ACEi dengan CCB. (Inas Reski Amalia_022)

3. Apakah ada hubungan usia dengan DM hiperglikemia


Jawab :
Terdapat hubungan usia dengan hipeglikemia, faktor usia berhubungan dengan
fisiologi usia tua, dimana semakin tua seseorang maka fungsi tubuh juga mengalami
penurunan, termasuk kerja hormon insulin sehingga tidak dapat bekerja secara
optimal, karena penuaan dapat menurunkan sensitivitas insulin sehingga dapat
mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan jumlah sel beta karena proses apoptosis melebihi replikasi dan
neogenesis. Kondisi ini menyebabkan orang yang lebih tua rentan terhadap
hiperglikemia. Hal ini di dukung dari data penelitian sebagian besar responden
mengalami kejadian hiperglikemia (57,1%). (Dyah Apriliyani Savitri. HR_036)
4. Bagaimana edukasi terhadap pasien ?
Jawab:
Edukasi yang dapat diberikan seperti promosi kesehatan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan pengelolaan DM. Diberikan pula edukasi terkait betapa
pentingnya keteraturan terhadap jenis makanan, jadwal makan, dan jumlah kalori
yang terkandung dalam makanan. Selain itu pasien diedukasi pula terkait
keteraturan minum obat, karena keteraturan dalam terapi juga mempengaruhi
penyakit yang diderita pasien (Dyah Apriliyani Savitri. HR_036)
5. Apa terapi non farmakologi?
Jawab :
Pada pasien dengan tekanan darah >120/80 mmHg diharuskan melakukan
perubahan gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dengan cara menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol serta mengurangi
konsumsi garam (< 2300 mg/hari), meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (8-
10 porsi per hari), produk dairy low-fat (2-3 porsi per hari) (Dalilah Amani_002)
Adapun terapi non farmakologi yang dapat diberikan diantaranya Nutrisi medis,
seperti anjuran makan makanan bergizi sesuai dengan kebutuhan kalori tubuh. Dan
program latihan fisik secara teratur 30-45 menit sehari dilakukan 3-5 hari dalam
seminggu (Dyah Apriliyani Savitri. HR_036)

STEP 4
1. Terapi farmakologi dan nonfarmakologi apa yang dapat diberikan kepada
pasien sehingga kadar gula darah pasien dapat menurun dan terkontrol.
2. Edukasi apa yang dapat diberikan kepada pasien pada skenario?
STEP 5
1. Untuk mengetahui terapi farmakologi dan nonfarmakologi apa yang dapat
diberikan kepada pasien sehingga kadar gula darah pasien dapat menurun dan
terkontrol.
2. Untuk mengetahui edukasi apa yang dapat diberikan kepada pasien pada
skenario?

STEP 6
Dyah Apriliyani Safitri
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua‐duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Prevalensi DM semakin
tahun semakin meningkat terutama pada kelompok yang berisiko tinggi untuk
mengalami penyakit DM diantaranya yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, dan dislipidemia.
Sasaran dengan kriteria nilai baik di antaranya adalah gula darah puasa 80‐
<100 mg/dL, 2 jam sesudah makan 80‐144 mg/dL, A1C <6,5%, kolesterol total
<200 mg/dL, trigliserida <150 mg/dL, IMT 18,5‐22,9 kg/m2 dan tekanan darah
<130/80 mmHg.
Berdasarkan guideline American Association of Clinical Endocrinologist
(AACE) 2011, Diabetes melitus dapat di tegakan salah satunya apabila didapatkan
gejala klasik hiperglikemi dan kadar gula darah sewaktu didapatkan ≥200 mg/dl.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan laboratorium yaitu gula darah sewaktu
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diabetes mellitus.
Berdasarkan pilar tatalaksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami bahwa
yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS), kemudian apabila
dengan GHS dan monoterapi glukosa darah belum terkendali maka diberikan
kombinasi 2 obat. Terapi kombinasi harus dipilih 2 obat yang cara kerja berbeda,
misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Posisi metformin sebagai terapi lini
pertama juga diperkuat oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
yang pada studinya mendapatkan pada kelompok yang diberi metformin terjadi
penurunan risiko mortalitas dan morbiditas. Menurut Ito dkk (2010), dalam
studinya menyimpulkan bahwa metformin juga efektif pada pasien yang memiliki
berat badan normal selain itu terdapat glibenclamide yang merupakan obat dari
golongan sulfonylurea. Mekanisme kerja utama dari glibenclamide untuk
menurunkan kadar gula darah adalah dengan cara meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. UKPDS juga mendapatkan efikasi metformin setara dengan
sulfonilurea dalam mengendalikan kadar glukosa darah.
Pada pasien DM yang gula darahnya tidak terkendali dengan kombinasi
modifikasi gaya hidup dan metformin, ada 4 golongan obat‐obatan yang dapat
diberikan menurut konsensus ADA‐EASD. Obat‐obatan ini terdiri dari 2 golongan
yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 yang terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta
terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion dan agonis Glucagon Like Peptide‐
1/GLP‐1. Diantara semua obat ini, sulfonilurea adalah yang paling cost‐effective,
sedangkan insulin dianggap sebagai terapi yang paling efektif dalam mencapai
target gula darah. Sulfonilurea dan insulin berhubungan dengan risiko hipoglikemia
dan peningkatan berat badan.
Berdasarkan konsensus ADA‐EASD, insulin dapat diberikan bila target
gula darah tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin.
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat‐ obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. Tujuannya
adalah gula darah dapat terkontrol dengan kadar ≤ 200 mg/dl. Sesuai dengan
rekomendasi PERKENI 2015 penderita diabetes mellitus dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat sebesar 45‐ 65% dari total asupan energi dengan
pembatas karbohidrat total < 130g/hari. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20‐25%
dan protein, dianjurkan sebesar 10‐20% dari total asupan energi. Kebutuhan kalori
tersebut dapat di aplikasikan dalam makanan sehari‐hari yang jadwalnya dietnya
dapat disusun dan dibantu dengan mengisi media leaflet. Edukasi juga memuat
tentang gaya hidup yang baik dengan dengan pengolahan latihan jasmani sesuai
dengan kondisi penyakit pasien. Untuk itu tingkat kepatuhan berdiet, berolahraga
dan minum/ injeksi obat anti diabetes harus dipantau. Salah satunya adalah dengan
melakukan penyuluhan dan penatalaksanaan secara komperhensif yang juga
melibatkan keluarga sebagai lingkungan yang mendukung.

Ema Nurfadillah Al Wahar


Diabetes Mellitus (DM) merupakan kondisi kronik yang terjadi karena
tubuh tidak dapat memproduksi insuln secara normal. Seseorang yang terkena DM
tidak dapat menggunakan glukosa secara normal dan glukosa akan tetap pada
sirkulasi darah yang akan merusak jaringan. Kerusakan ini jika berlangsung kronis
akan menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular,
nefropati, retinopati, dan neuropati. Sedangkan terapi farmakologi dilakukan
dengan pemberian obat antidiabetik, baik berupa obat antidiabetik oral maupun
insulin. Terapi farmakologi pada prinsipnya diberikan jika terapi non farmakologi
yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati
batas kadar normal. Akan tetapi pemberian terapi ini tetap tidak meninggalkan
terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya. Obat antidiabetik oral
yang sering digunakan berdasarkan mekanisme kerjanya terdiri dari golongan
pemicu sekresi insulin seperti golongan obat sulfonilurea dan glinid, golongan
peningkatan sensitivitas terhadap insulin seperti golongan obat biguanid dan
tiazolidindion, golongan penghambat glukoneogenesis seperti obat metformin,
golongan penghambat alfa glukosidase, dan golongan Dipeptidyl Peptidase-4
(DPP-IV) Inhibitor dapat menambah pilihan terapi untuk pasien DM.4
Di Indonesia, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Soewondo (2015) pada
pasien Diabetes Mellitus Tipe II Obat Antidiabetes Oral yang paling umum
digunakan adalah ADO golongan biguanid dan sulfonilurea, hal ini kemungkinan
karena tersediaannya yang luas, dan harganya yang murah. Pola yang sama
didapatkan di RSCM pada tahun 2010. Metformin dan Sulfonilurea merupakan dua
golongan ADO yang paling sering digunakan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe
II dengan masing-masing penggunannya sebesar (28%) dan (27%) dari keseluruhan
pasien Diabetes Mellitus Tipe II yang berkunjung ke RSCM. Monitor terapi
farmakologi sampai target kadar glukosa darah, yang pertama pasien dinilai HbA1c,
profil kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah 2 jam post prandial. Setelah
itu dimulai terapi farmakologi berdasarkan profil pemeriksaan pasien, terapi
dimonitor pada 2-3 bulan berikutnya sampai target kadar glukosa darah tercapai.
Jika target kadar glukosa darah tidak tercapai pada 2-3 bulan terapi, dimulai dengan
regimen yang lebih intensif dan dimonitor secara terus menerus dan titrasi terapi 2-
3 bulan berikutnya sampai target kadar glukosa darah tercapai. Pada monoterapi
atau kombinasi terapi yang tidak tercapai kadar glukosa darahnya diperlukan
peningkatan dosis.

Dalilah Amani Dahmadi


Terapi farmakologi dan nonfarmakologi apa yang dapat diberikan kepada pasien
sehingga kadar gula darah pasien dapat menurun dan terkontrol.
Terapi farmakologi

Adapun terapi farmakologi yang diberikan pada pasien yaitu :

a) Glimepiride

Glimepiride merupakan golongan obat sulfonylurea. Mekanisme kerja

utama dari sulfonilurea adalah untuk merangsang pelepasan insulin dari sel B

kreatif. Sulfonilurea digunakan pada pasien dengan tipe 2 tetapi tidak diabetes tipe

1, karena obat ini membutuhkan fungsi sel B pankreas untuk menghasilkan efeknya
pada glukosa darah. Sulfonilurea dimetabolisme oleh hati dan terpisah dari

acetohexamide, yang metabolitnya lebih aktif dari pada senyawa induknya,

metabolit dari semua sulfonilurea lainnya aktif secara lemah atau tidak aktif.

Metabolit diekskresikan oleh ginjal dan, dalam kasus yang kedua sulfonilurea

generasi kedua, sebagian diekskresikan dalam empedu.

Hipoglikemia adalah reaksi merugikan yang umum terjadi pada sulfonilurea.

Penambahan berat badan juga umum terjadi, terutama pada tahun pertama

penggunaan. Mekanisme kenaikan berat badan termasuk peningkatan kontrol

glukosa dan peningkatan makanan asupan makanan sebagai respons terhadap

hipoglikemia. Reaksi istimewa jarang terjadi, dengan ruam kulit atau toksisitas

hematologi (leukopenia, trombositopenia) terjadi pada kurang dari 0,1% pengguna.

Glimepiride memiliki durasi efek yang panjang dengan waktu paruh waktu

paruh 5 jam yang memungkinkan pemberian dosis sekali atau dua kali sehari.

Glimepiride mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis rendah dosis terendah

dari senyawa sulfonilurea. Dosis harian tunggal 1 mg / hari telah terbukti efektif,

dan dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 8 mg. Dosis maksimum yang
direkomendasikan adalah 8 mg. Ini sepenuhnya dimetabolisme oleh hati.(Koda

Kimble, 2013; 1272)

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan

berat badan. jika menggunakan obat ini harus dengan Hati-hati pada pasien dengan

risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal) (Perkeni,

2021).

b) Insulin novorapid 3 x 6 iu s.c

Novorapid merupakan tipe insulin yang bekerja cepat (rapid acting), insulin

ini memungkinkan penggantian insulin pada waktu makan secara fisiologis karena

mula kerjanya yang cepat, keuntungan lainnya yaitu karena insulin ini dapat

diberikan segera sebelum makan tanpa mengganggu kontrol glukosa. Pasien DM

tipe 2 yang tidak merespon secara maksimal terapi oral, insulin dapat dikombinasi

dengan sulfonilurea (glimepirid, gliclazid, glibenclamid), maupun dengan

biguanida (metformin) (Katzung, 2010).

Selama dirawat di RS, pasien memiliki kadar gula darah sewaktu 312 mg/dl,

sehingga mendapatkan Novorapid 3×6 ui secara sc untuk mengontrol gula darahnya.

Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman, dan identik

dengan insulin manusia. Novorapid merupakan cairan injeksi yang mengandung

insulin aspart yang termasuk dalam golongan insulin analog kerja cepat (rapid

acting) sekitar 15-30 menit, dengan puncak kerja 30-60 menit dan lama kerja 3-5

jam. Terapi dengan penggunaan insulin biasanya digunakan untuk pasien yang

memiliki kadar gula darah melebihi rentang 200 mg/dl.

c) Bioneuron 2 x1
Bioneuron untuk memperbaiki fungsi saraf perifer di kaki yang mana pasien

DM dengan foot ulcer bisa menyebabkan komplikasi gangguan persyarafan bahkan

sampai neuropati. Neurobion mengandung Vit B1, B6 dan B12. Vitamin B1

berperan dalam metabolisme karbohidrat. B6 berperan sebagai ko-enzim dalam

metabolisme karbohidrat, lemak dan asam amino sedangkan B12 berperan dalam

pertumbuhan, reproduksi sel, hematopoesis, nukleoprotein dan sintesis myelin serta

konversi asam folat menjadi THFA (Tetrahydrofolic acid).

d) Lisinopril 1 x 5 mg

Pada pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah pasien 160/90

mmHg sehingga diberikan Lisinopril 1×5 mg untuk menurunkan tekanan darahnya.

Lisinopril merupakan obat antihipertensi golongan Angiotensin-Converting

Enzyme (ACE) Inhibitors yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan

angiotensin II dengan memblokir enzim yang mengubah angiotensin I menjadi

angiotensin II. Angiotensin II adalah hormon dalam tubuh yang menyebabkan

penyempitan (vasokontriksi) pembuluh darah. Selanjutnya, angiotensin II

merangsang pelepasan hormon lain yang disebut aldosteron, yang menahan natrium

dan air dalam tubuh. Keduanya menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan

peningkatan volume (karena natrium dan air) sehingga tekanan darah meningkat.

Dengan menghambat pembentukan angiotensin II, tekanan darah turun. ACE

inhibitor telah terbukti mencegah kematian pada pasien gagal jantung setelah

serangan jantung dan pada semua pasien yang berisiko tinggi mengalami

komplikasi jantung. ACE inhibitor juga telah terbukti mengurangi proteinuria

(kelebihan protein) dalam urin pada pasien diabetes. Menurut JNC 8, ACE inhibitor

merupakan pilihan utama untuk pasien diabetes dengan hipertensi. Obat ini tidak

mempengaruhi kadar glukosa darah sehingga tepat bila digunakan pada pasien
diabetes yang mengalami hipertensi.
Terapi non farmakologi

Berdasarkan skenario, pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 49 tahun, berat

badan 59 kg, dan tinggi badan 160 cm. Adapun BMI atau Indek Massa Tubuh

pasien masuk dalam kategori overweight atau berat badan berlebih, oleh karena itu

pasien diiberikan

• Terapi Nutrisi Media (TNM)

Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan

untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pasien DM perlu

diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan

jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

• Latihan Fisik

Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang

bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)

seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. (Perkeni, 2021).

Inas Reski Amalia_022

- Terapi Farmakologi

Dalam skenario, GDS pasien yaitu 312 mg/dl, sedangkan HbA1c 7% setara
dengan rerata GDS 154 mg/dl atau rerata HbA1c 7-7,49% setara dengan rerata
glukosa darah post prandial 176 mg/dl. HbA1c >9% setara dengan rerata glukosa
darah sewaktu ≥ 212 mg dl. Maka dapat digolongkan karena pada skenario GDS
paien 312 mg/dl, jadi HbA1c pasien yaitu >9%. (Perkeni, 2021)

Maka diberikan obat antihiperglikemia oral yaitu glimepirid 1 x 5 mg yang


dikombinasikan dengan insulin. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan
insulin dimulain dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau
insulun kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan sejak sore sampai
sebelum tidur, atau diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin
kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur, atau diberikan
pada pagi hari sesuai dengan kenyamanan pasien. Pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin
yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit.
Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. (Perkeni, 2021)
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar
glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaan kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapatkan insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan
pemberian obat antihiperglikemia oral terutama golongan sulfonilurea dihentikan
dengan hati-hati. (Perkeni, 2021)

Selanjutnya untuk terapi hipertensi, TD pasien yaitu 160/90 mmHg dengan


terapi yang diberikan hanya lisinopril. Sedangkan menurut algoritma terapi
hipertensi, jika TD >140/90 mmHg maka diberikan terapi kombinasi ACEi/ARB
dengan CCB atau ACEi/ARB dengan diuretik. (Dipiro, 2020)

Tekanan darah yang tidak terkontrol berperan besar dalam hal ini
perkembangan kejadian makrovaskular serta komplikasi mikrovaskular, termasuk
retinopati dan nefropati pada pasien dengan DM. ADA merekomendasikan tujuan
tekanan untuk pasien dengan DM bersifat individual tetapiumumnya ditetapkan
kurang dari 130 mm Hg untuk sistolik dan tekanan darah diastolik untuk pasien DM
kurang dari 80 mm Hg. Selain itu, terdapat beberapa prinsip umum mengenai
pengobatan hipertensi pada pasien diabetes. Inhibitor enzim pengubah angiotensin
(ACE) atau penghambat reseptor angiotensin II direkomendasikan sebagai
pengobatan awal terapi karena efek menguntungkannya pada fungsi ginjal.
Terapi kombinasi awal dengan ACE inhibitor dan CCB telah terbukti untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dibandingkan mereka yang
menerima terapi ACE inhibitor dikombinasikan dengan diuretik thiazide. (Dipiro,
2020)
DAFTAR PUSTAKA

Hongdiyanto, A., Yamlean, P. V. Y., & Supriati, S. 2014. Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
Diabetes Mellitua Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(2): 77±87.

Wahyuni, K. I., Prayitno, A. A., dan Wibowo, Y. I. 2019. Efektivitas Edukasi Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Terhadap Pengetahuan dan Kontrol Glikemik Rawat Jalan di RS Anwar
Medika. Jurnal Pharmascience. 06(01): 1±9.

Almasdy, D., Sari, D. P., Suhatri, S., Darwin, D., & Kurniasih, N. 2015. Evaluasi Penggunaan
Obat Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah
Kota Padang ± Sumatera Barat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2(1): 104-110.

Perkeni. 2015. Kriteria Diagnostik DM Tipe 2. In Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Sihotang, C, R., R. Ramadhani, dan D, L, Tahapary.
2018. Efikasi dan Keamanan Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 5, No. 3.

Nurrahma Fitria Ramadhani, Kemal Nazaruddin Siregar, Verry Adrian, Intan Rachmita Sari,
Hardya Gustada Hikmahrachim, 2022, Hubungan Aktivitas Fisik dengan Diabetes Melitus
Pada Wanita Usia 20-25 di DKI Jakarta (Analisis Data Posbindu PTM 2019), Jurnal
BIKFOKES, Vol 2(2)

American Diabetes Association. Standar of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2014;
37(1):S14‐S80.

Eliana F. Penatalaksanaan DM sesuai konsensus PERKENI 2015 [disertasi]. Jakarta : FK Yarsi.


Garber AJ, Abrahamson MJ, Barzilay JI, Blonde L, Bloomgarden ZT, Bush, MA, et al.
Comperhensive diabetes management. AACE Comprehensive Diabetes Management
Endocr Pract. 2013;19(2):1‐ 48.

McGill JB. Selecting among ADA/EASD tier 1 and tier 2 treatment options. J Fam Pract. 2009;
58(9):S26‐S34.

Rubin R. 2022. Aspart Insulin. National Library of Medicine

Zhou, quan pemilihan obat yang optimal mengenai injeksi intravena,, intra muskular, dan
subkutan, NCBI Trerattanavong; Prasanna Tadi. 2023. Glimepirid. National Library of
Medicine

Lopez; Mayur Parmar; Venkata. 2023. Lisinopril. National Library of Medicine

tumbelaka AR 2013 , clinical Guidelines (pedoaman pelayanan klinik medis) vol 3

Katzung, G.Betram. 2010. Farmakologi dasar dan klinik , Edisi 10. Jakarta: Salemba Medika

PERKENI. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia

2021. PB. PERKENI.

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,Kradjan, W.A., 2013,

Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 10th ed.,

Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United States of America.

Anda mungkin juga menyukai