Anda di halaman 1dari 4

Terapi Farmakologi Pasien Diabetes Melitus

1. Kombinasi sulfoniliurea dan insulin serta tiazolidindion dan agonis Glucagon Like
Peptide‐1/GLP‐1
Terapi kombinasi harus dipilih 2 obat yang cara kerja berbeda, misalnya golongan

sulfonilurea dan metformin.Posisi metformin sebagai terapi lini pertama juga diperkuat
oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang pada studinya
mendapatkan pada kelompok yang diberimetformin terjadi penurunan risiko mortalitas
dan morbiditas. Menurut Ito dkk (2010), dalam studinya menyimpulkan bahwa
metformin juga efektif pada pasien yang memiliki berat badan normal, selain itu
UKPDS metformin setara dengan sulfonilurea dalam mengendalikan kadar glukosa
darah. Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan
keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan glipizid), tetapi
sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan
DM, sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa
kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia
berkepanjangan. Diantara sulfonilurea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko
hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia.
Berdasarkan konsensus ADA‐EASD, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi: Tingkat 1,
terapi utama yang telah terbukti (well validated core therapies). Intervensi ini merupakan
yang paling banyak digunakan dan paling cost‐effective untuk mencapai target gula
darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup (untuk menurunkan berat
badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin. Tingkat 2 yaitu terapi yang
belum banyak dibuktikan (less well validated therapies). Intervensi ini terdiri dari pilihan
terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke dalam tingkat 2
karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini adalah
tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide‐1/GLP‐1 agonis (exenatide).
Terapi awal dengan modifikasi gaya hidup dan metformin pada mulanya efektif, namun
hal yang terjadi secara alami pada sebagian besar pasien DM tipe 2 adalah
kecenderungan naiknya gula darah seiring dengan berjalannya waktu dengan prevalensi
juga mendapatkan efikasi.
Mekanisme utama metformin dalam mengontrol kadar gula darah adalah dengan cara
menghambat produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati. terdapat glibenclamide yang
merupakan obat dari golongan sulfonylurea. Mekanisme kerja utama dari glibenclamide
untuk menurunkan kadar gula darah adalah dengan cara meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pancreas.
Kombinasi obat golongan biguanid dan sulfonylurea juga dianjurkan karena memiliki
efek yang sinergis. Berdasarkan penelitian Henfield (2004), melalui jurnal Diabetes
Care yang terbitkan oleh American Diabetes Association juga menunjukan bahwa
kombinasi obat metformin dengan golongan sulfonylurea dapat menurunkan kadar
HbA1c yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi sulfonylurea dengan golongan
pioglitazone meskipun secara stastik tidak terdapat perbedaan bermakna.
Berdasarkan konsensus ADA‐EASD, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi: Tingkat 1,
terapi utama yang telah terbukti (well validated core therapies). Intervensi ini merupakan
yang paling banyak digunakan dan paling cost‐effective untuk mencapai target gula
darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup (untuk menurunkan berat
badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin. Tingkat 2 yaitu terapi yang
belum banyak dibuktikan (less well validated therapies). Intervensi ini terdiri dari pilihan
terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke dalam tingkat 2
karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini adalah
tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide‐1/GLP‐1 agonis (exenatide).
Tatalaksana pasien DM pada lansia yang gula darahnya tidak terkendali dengan
kombinasi modifikasi gaya hidup dan metformin, maka dapat diberikan alternatif
tatalaksana farmakologi yaitu kombinasi sulfoniliurea dan insulin serta tiazolidindion
dan agonis Glucagon Like Peptide‐1/GLP‐1. Diantara dua kombinasi jenis obat ini, yang
memiliki efek optimal adalah kombinasi dari sulfoniliurea dan insulin.

2. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Pada penelitian ini, obat anti diabetic yang digunakan adalah obat hipoglikemik oral
(OHO) dan insulin, baik secara tunggal maupun kombinasi. OHO yang digunakan adalah
Metformin, Glikazid, dan Akarbose. Sedangkan insulin yang digunakan pada umumnya
adalah Novorapid® dan Levemir®. Selain itu juga ada Humulin R®, Humulin N® dan
Novomix® pada sejumlah kecil pasien. Pemilihan obat untuk pasien DM bergantung
pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien. Penggunaan obat hipoglikemik oral
dapat dilakukan secara tunggal atau kombinasi dari dua atau tiga jenis obat. Pemilihan
obat yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi. Penentuan regimen obat yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta
kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi
yang ada. Secara umum, obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin dan hanya efektif
pada DM tipe-2 yang tidak kelebihan berat badan.
Metformin yang termasuk golongan biguanid bekerja memperbaiki
sensitivitasinsulin, menghambat pembentukan glukosa dalam hati, dapat menurunkan
kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta berdaya menekan nafsu
makan sehingga menjadi obat pilihan utama. Akarbose bekerja menghambat enzim
glucosidase dengan demikian pembentukan dan penyerapan glukosa diperlambat,
sehingga fluktuasi gula darah menjadi kecil. Ketika upaya diet dan obat hipoglikemik
oral gagal mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati normal, insulin dapat
digunakan. Penggunaan insulin ini ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan kadar
gula darah mendekati batas normal untuk mencegah dan menunda komplikasi jangka
panjang. Selain itu juga diberikan jika pasien mengalami ketoasidosis, mendapatkan
nutrisi parenteral atau memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan
energi yang meningkat, mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau
mengalami kontraindikasi atau alergi terhadap obat antidiabetik oral. Insulin yang
digunakan dapat berupa insulin dengan masa kerja cepat (rapid-acting) atau yang
mempunyai masa kerja panjang (long-acting), baik secara tunggal atau kombinasi. Selain
terapi insulin dengan dosis yang memadai, mengurangi semua faktor risiko
kardiovaskular sangat perlu pada penangan pasien DM tipe-2.
3. Oral Anti diabetes (OAD) Dan Injeksi Hormonal Insulin
Terapi Farmakologi meliputi pemberian oral anti diabetes (OAD) maupun
pemberian injeksi hormonal insulin, sangat efektif untuk menjaga normalitas
glukosa darah dan mencegah agar tidak terjadi progresifitas penyakit DM yaitu
dapat mencegah kerusakan mikrovaskular maupun makrovaskular. Pemberian OAD
kombinasi pada pasien DM tipe 2 digunakan dengan tujuan untuk menurunkan
kadar glukosa darah. Golongan OAD yang dapat menurunkan kadar glukosa darah
setelah makan adalah golongan Sulfonil urea dengan mekanisme kerja
meningkatkan sekresi insulin pada kelenjar pankreas, salah satu contohnya adalah
Glimepirid. Penggunaan golongan Thiazolidinedion dengan contoh obat Pioglitazone
dapat berfungsi menurunkan resistensi insulin tetapi dapat meningkatkan
retensi cairan tubuh, sehingga kontraindikasi pada pasien gagal jantung
Penggunaan kombinasi Glimepiride dengan Pioglitazone diberikan pada pasien DM
tipe jika pemberian monoterapi OAD selama bulan menghasilkan kadar HBA1C
tetap 6,5% - 7,0%.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi, Ferina Marinda., dkk. (2016). “Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada
Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak Terkontrol”. Jurnal Medula Unila Vol. 5
No. 2. [Online] tersedia http://repository.lppm.unila.ac.id/2636/1/Tatalaksana%20
Farmakologi%20Diabetes%20Melitus%20Tipe%202%20pada%20Wanita
%20Lansia%20dengan%20Kadar%20Gula%20Tidak%20Terkontrol.pdf

Almasdy, Dedy., dkk. (2015). “Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang - Sumatera
Barat”. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis Vol. 02 No. 01.

Mas, Ninik Ulfa. (2020). “Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi Glimepiride
Dengan Pioglitazone Pada Pasien Dibetes Mellitus Tipe 2” Journal of Pharmacy
and Science Vol. 5, No.1. [Online] tersedia http://www.ejournal.akfarsurabaya.ac.id/
index.php/jps/article/view/154/131

Anda mungkin juga menyukai