Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Perawat

Perawat ICU dapat mengalami beban kerja mental dalam beberapa

level dari yang tinggi sampai rendah (Achmad & Farihah, 2018), sama

dengan yang dikatakan dalam penelitian (Erdius & Dewi, 2017) bahwa

perawat di ruangan ICU lebih mudah merasa tertekan, akibat keadaan pasien

yang kurang baik berada pada fase kritis, harus menentukan keputusan

dalam waktu yang cepat dan tepat demi menyelamatkan nyawa pasien.

Penelitian yang dilakukan (Wulandari, 2017) menyatakan bahwa

Perawat ruang ICCU/ICU dan IGD berurusan dengan nyawa karena di

ruang ICU/ICCU intensitas kematian pasien tinggi, sedangkan perawat IGD

berurusan dengan berbagai keadaan pasien, dari pasien dehidrasi hingga

pasien kecelakaan yang kondisinya beraneka ragam. (Nasirizad Moghadam

et al., 2019) mengatakan Perawat ICU harus memiliki pikiran kritis dan

jernih karena harus menentukan keputusan dengan cepat dan tepat demi

menyelamatkan pasien, selain itu harus tanggap juga dengan kebutuhan

pasien. sama halnya dengan penelitian (Tubbs-cooley et al., 2019)

mengatakan Perawat di ruangan NICU lebih rentan mengalami beban kerja

mental dari mulai yang tinggi ataupun rendah, dikarenakan tugas di ruangan

NICU serta tekanan lebih berat, disamping itu tanggung jawab lebih berat

untuk menjaga bayi untuk tetap stabil dan melewati masa kritisnya.

26
27

Penelitian (Widiastuti et al., 2017) Perawat IGD harus siaga 24 jam

karena pasien bisa saja datang kapanpun dengan berbagi kondisi yang dapat

mengancam jiwa, oleh karena itu tekanan yang dialami perawat IGD lebih

tinggi dibanding dengan ruang perawatan yang lainnya. (Nur et al., 2020)

mengatakan perawat IGD yaitu garda pertama ketika pasien datang ke

rumah sakit dengan berbagai kondisi, bekerja dibawah tekanan lebih tinggi

dari unit lain. (Aprilia et al., 2019) mengatakan Tanggung jawab perawat

yang bertugas di pelayanan Intensif dan gawat darurat sangat besar

menyangkut keselamatan hidup pasien, kondisi pasien yang gawat harus

segera ditangani dan keadaan pasien yang kritis perlu asuhan keperawatan

yang tepat.

B. Beban Kerja

Terdapat 3 variabel yang mempengaruhi kinerja perawat yaitu

variabel individu, variabel organisasi serta variabel psikologis. Beban kerja

termasuk pada variabel organisasi (Retnaningsih & Fatmawati, 2016).

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan dan

diselesaikan disuatu unit organisasi dalam waktu yang telah ditentukan.

Beban kerja juga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja karyawan (Rusda & Dini, 2017).

Beban kerja merupakan seberapa banyak tugas yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan profesional selama satu tahun di dalam pelayanan

kesehatan. Beban kerja yaitu keadaan yang membebani pekerja dalam


28

melakukan suatu pekerjaan atau tugas, baik membebani secara fisik maupun

no fisik.(Rohmat Dwi Romadhoni, 2016)

Beban kerja perawat bisa disebut dengan besarnya tingkat kesulitan

yang dirasakan perawat dalam menjalankan tugas. Terbatasnya waktu dan

banyaknya tugas yang dijalani perawat membuat beban kerja perawat

menjadi tinggi (Achmad & Farihah, 2018).

Beban kerja perawat yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan oleh

perawat ketika bertugas di unit pelayanan perawatan. Terdapat dua beban

kerja yaitu beban kerja mental dan beban kerja fisik. (Barahama et al.,

2019). Sedangkan menurut (Rohmat Dwi Romadhoni, 2016) beban

kerjadibagi menjadi beban kerja objektif dan beban kerja subjektif. Beban

kerja objektif merupakan keadaan nyata di lapangan, dapat diketahui dari

jumlah seluruh kegiatan yang dilakukan serta waktu yang dibutuhkan untuk

melakukan tugas tersebut.

Beban kerja mental diantaranya menghafal, mencari, bekerja

dibawah tekanan waktu, serta berinteraksi dengan pasien untuk menjelaskan

mengenai perawatan ataupun tindakan kepada klien (Sandianto et al., 2017).

Sama dengan penelitian (Nur et al., 2020) Beban kerja mental yang dialami

perawat antara lain, mengambil keputusan yang tepat demi menyelamatkan

nyawa pasien, manangani pasien serta keluarga dalam berbagai latar

belakang, menyelesaikan setiap tugas yang diinstruksikan oleh dokter.

Kondisi lingkungan misalnya bisingnya orang, baunya obat-obatan serta

luka dapat memperburuk keadaan yang dialami perawat.


29

Menurut (Retnaningsih & Fatmawati, 2016) Beban kerja mental

perawat merupakan beban kerja yang ditanggung ketika perawat sedang

melakukan tugas dan tanggung jawabnya di unit keperawatan. (Widiastuti

et al., 2017) menyebutkan bahwa Aktivitas kerja mental tidak dapat di

observasi secara langsung, akan tetapi dirasakan serta dipersepsikan oleh

individu itu sendiri. Beban kerja mental bisa lebih berat dibandingkan

dengan beban kerja fisik. Penelitian (Achmad & Farihah, 2018)

menyatakan bahwa Beban Kerja mental berhubungan dengan tingkat stress

yang tinggi, dimana tugas perawat yang mempunyai berbagai level

kesulitan, keterbatasan waktu dan terlalu kompleksnya tugas yang harus

dijalani menjadi penyebab tingginya beban kerja perawat.

Perawat ICU harus mempunyai pikiran yang jernih dan kritis

karenan harus menentukan pilihan dengan cepat dan tepat demi

menyelamatkan nyawa pasien, disamping itu perawat ICU juga harus

memiliki sifat yang tanggap dan cermat untuk memenuhi kebutuhan

pasiennya (Nasirizad Moghadam et al., 2019).

Sama halnya dengan perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat yang memilki tanggung jawab menangani berbagai macam kondisi

pasien mulai dari kecelakaan hingga keadaan gawat darurat lainnya,

menangani pasien dan keluarganya dalam latar belakang yang berbeda-

beda, IGD merupakan garda terdepan untuk menangani masalah pasien,

perawat IGD bekerja dibawah tekanan yang lebih tinggi (Nur et al., 2020)
30

Dari beberapa pendapat peneliti diatas, dapat disimpulkan bahwa

beban kerja perawat merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh

perawat ketika bertugas di pelayanan kesehatan, baik kegiatan keperawatan

langsung, kegiatan keperawatan non langsung, serta kegiatan non

keperawatan. Sedangkan beban kerja mental perawat merupakan beban

yang dirasakan masing-masing perawat, aktivitas yang berhubungan dengan

beban kerja mental yaitu membuat keputusan cepat dan tepat yang dapat

diukur secara subjektif.demi menyelamatkan pasien dan kesembuhannya,

berinteraksi dengan berbagai macam keaadan pasien, sifat pasien dan

keluarganya dari latar belakang yang berbeda-beda, bekerja dibawah

tekanan waktu, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga

pasien, menyampaikan berita buruk dan lain sebagainya yang lebih

menggunakan otak dibandingkan dengan otot. Perawat ICU dan IGD juga

bekerja dibawah tekanan yang lebih tinggi yang dapat mengakibatkan beban

kerja mental perawatpun tinggi.

C. Instrument Perhitungan Beban Kerja

Analisis beban kerja merupakan cara untuk menghitung beban kerja

dengan menjumlahkan semua beban kerja kemudian membaginya dengan

kapasitas perorangan persatuan waktu (Rohmat Dwi Romadhoni, 2016).

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dengan beberapa instrument salah

satunya instrument NASA-TLX

Menurut (Erdius & Dewi, 2017) pengukuran beban kerja mental

menggunakan NASA TLX lebih mudah untuk diaplikasikan, alat ukur ini
31

lebih sensitive, sehingga metode ini sering dipakai dalam penelitian untuk

mengukur beban kerja. Terdapat 6 Indikator NASA TLX, diantaranya:

a. Mental Demand (MD)

Mental demand yaitu kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses

informasi terbatas, yang mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang

dapat dicapai. Kinerja pada tingkat rendah tidak baik apalabila tidak ada

banyak hal yang dilakukan, dimana orang akan bosan dan cenderung

tidak tertarik terhadap pekerjaannya, hal ini juga dapat dikatakan

underload. Tingkat beban kerja yang tinggi atau overload, informasi

yang penting akan hilang akibat dari pemfokusan perhatian hanya pada

satu aspek pekerjaan saja. Hasil dari penelitian (Achmad & Farihah,

2018) beban kerja mental perawat pada dimensi ini dalam kategori level

tinggi yaitu 65, sama hal nya dengan hasil penelitian (Aprilia et al.,

2019) yang menyatakan bahwa beban kerja mental perawat pada

dimensi ini terbesar dan berpengaruh dengan nilai Mean 16.72.

b. Phsysical Demand (PD)

Phsysical demand yaitu seberapa banyak aktifitas fisik yang dilakukan

seperti mendorong, menarik, memutar, menyuntik dan sebagainya.

Apakah tugas fisik tersebut masuk kedalam kategori mudah atau sulit,

cepat atau lambat, dan melelahkan atau tidak untuk dikerjakan. Hasil

penelitian yang dilakukan (Achmad & Farihah, 2018) beban kerja

mental perawat dalam dimensi ini berada pada kategori level tinggi

yaitu 69,607. Penelitian yang dilakukan (Nasirizad Moghadam et al.,


32

2019) menyatakan bahwa beban kerja mental perawat ICU pada

kebutuhan fisik menjadi dimensi yang berpengaruh dengan nilai Mean

77,73

c. Temporal Demand (TD)

Temporal demand yaitu kebutuhan waktu tergantung dari kemampuan

dan ketersidiaan menggunakan waktu untuk menjalankan aktifitas.

Merupakan metode primer untuk meanalisis waktu apakah subjek dapat

melakasanakan tugasnya sesuai waktu yang telah ditentukan. Hasil

penelitian yang dilakukan (Achmad & Farihah, 2018) beban kerja

mental perawat dalam dimensi ini berada pada kategori level sangat

tinggi yaitu 62.

d. Performance (OP)

Performance yaitu dimensi mengenai keberhasilan atau kesuksesan

pekerja dalam melakukan tugas yang diberikan oleh atasannya. Serta

seberapa puas pekerja tersebut dalam melaksanakan pekerjaan atau

tugasnya. Hasil penelitian yang dilakukan (Achmad & Farihah, 2018)

beban kerja mental perawat pada dimensi ini berada di kategori level

sangat tinggi yaitu 80,667

e. Effort (EF)

Effort yaitu dimensi mengenai seberapa besar usaha yang dilakukan

pekerja dalam melakukan tugasnya. Termasuk usaha mental dan fisik.

penelitian yang dilakukan (Achmad & Farihah, 2018) bahwa beban


33

kerja mental perawat pada dimensi ini dalam kategori tinggi yaitu

76,667.

f. Frustration (FR)

Frustration yaitu dimensi mengenai kondisi yang dapat menimbulkan

perasaan kebingungan, frustasi, ataupun ketakutan untuk melaksanakn

suatu pekerjaan, yang membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih sulit

dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan (Achmad & Farihah, 2018)

beban kerja mental perawat dalam dimensi ini beraada di kategori level

tinggi yaitu 63 penelitian dari (Nur et al., 2020) juga menyatakan bahwa

beban kerja mental perawat pada dimensi ini sedikit mempengaruhi

beban kerja mental perawat IGD, penelitian (Aprilia et al., 2019) pun

menyatakan bahwa pada dimensi ini hasilnya terkecil yaitu dengan nilai

Mean 10.17.

Langkah-langkah untuk mengukur beban kerja menggunakan NASA

TLX adalah sebagai berikut :


34

1. Menjelaskan 6 indikator yang akan diukur yaitu

Tabel 4.1

SKALA RATING KETERANGAN


Mental Seberapa besar tuntutan aktivitas mental dan
Demand Rendah, perseptual yang dibutuhkan untuk melihat,
(MD) Tinggi mengingat, berfikir, memutuskan dan mencari.
Apakah tugas yang diberikan sulit, sederhana atau
kompleks. Longgar atau ketat.
Seberapa besar aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam
Physical Rendah, pekerjaan (misalnya mendorong, menarik, memutar).
Demand Tinggi Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, pelan
(PD) atau cepat, tenang, buru-buru
Temporal Seberapa besar tekanan waktu yang dirasakan
Demand Rendah, selama pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan
(TD) Tinggi perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan
Performan Seberapa besar keberhasilan di dalam mencapai target
ce (OP) Baik, seberapa puas dengan hasil yang telah dicapai
Kurang
Seberapa besar rasa tidak aman, putus asa,
Frustation Rendah, tersinggung, terganggu, dan stress dibandingkan
Level (EF) Tinggi dengan perasaan aman, puas, cocok, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan selama melakukan
tugas
Effort (EF) Rendah, Seberapa besar usaha yang dikeluarkan secara mental
Tinggi dan fisik untuk mencapa target yang diinginkan

1. Pembobotan

Pada proses pembobotan responden/pekerja diminta untuk

membandingkan dua dimensi (deskriptor) yang berbeda dengan

metode perbandingan berpasangan, terdiri dari 15 perbandingan.

Dari dua indikator tersebut mana yang lebih dominan dirasakan


35

menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan. Dari kuesioner

itu dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling

berpengaruh. Kemudian jumlah tally ini akan menjadi bobot untuk

setiap beban kerja.

3. Pemberian Ratings

Dalam tahap ini responden diminta untuk memberikan rating pada

keenam indikator, setiap responden akan memberikan rating yang

berbeda-beda sesuai dengan beban mental yang dirasakan

perorangnya.

a. Mental Demand (MD)

Seberapa tinggi tugas anda menuntut ketahanan mental

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

b. Physical Demand (PD)

Seberapa tinggi tugas anda menuntut ketahanan fisik?

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

c. Temporal Demand (TD)

Seberapa terburu-buru anda dituntut dalam pekerjaan?

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10
36

d. Performance (OP)

Seberapa berhasilkah anda menyelesaikan pekerjaan anda?

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

e. Effort (EF)

Sekeras apa usaha anda dalam mencapai performansi anda?

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

f. Frustration Demand (FD)

Setingkat apa ketidak amanan, putus asa, jengkel, maupun

tertekan anda?

Sangat rendah sangat tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 4.1 skala rating

(Sumber: Jurnal Online Institut Teknologi Nasional dalam Jurnal

Muhammadiyah Malang)

4. Perhitungan

a. Skor akhir beban mental didapat dengan mengalikan rating setiap

bobot faktor untuk masing-masing dekskriptor. Kemudian

didapatkan 6 nilai produk untuk 6 indikator yaitu Mental


37

Demand,Phisical Demand, Temporal Demand, Own Performance,

Frustation Level dan Effort.

b. Menghitung wiighted workload (WWL), diperoleh dengan cara

menjumlahkan keenam nilai produk

WWL =  produk

c. Menghitung rata-rata WWL

Rata-rata WWL diperoleh dengan cara membagi WWL dengan

bobot total

d. Interpretasi hasil nilai skor

Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) dalam metode

NASA-TLX, skor beban kerja yang didapatkan terbagi dalam tiga

bagian yaitu > 80 menyatakan beban kerja berat, nilai 50-80

menyatakan beban kerja sedang dan nilai <50 menyatakan beban

kerja ringan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Achmad & Farihah, 2018)

yang menyatakan bahwa beban kerja mental perawat ICU Rumah Sakit

X berada dalam kategori yang tinggi (65). Sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Tubbs-cooley et al., 2019) bahwa beban

kerja perawat NICU berada pada kategori yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan (Nasirizad Moghadam et al., 2019) bahwa

dimensi kebutuhan fisik paling berpengaruh terhadap beban kerja mental,

perawat ICU di rumah sakit pusat pendidikan dan medis Universitas Ilmu

Kedokteran Guilan mempunyai beban kerja mental yang cukup tinggi.


38

Berbeda dengan Penelitian yang dilakukan (Aprilia et al., 2019) meneliti

mengenai beban kerja mental perawat ICU, PICU/NICU, ICCU di RSUD

Kota Bandung menyatakan bahwa beban kerja mental perawat yang

bertugas diruangan tersebut dalam kategori sedang, dikarenakan perawat

yang sudah terbiasa menangani pasien, serta dilatih untuk memberikan

asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien kritis sehingga perawat

merasa tidak terbebani dalam melakukan aktivitas khususnya aktivitas

mental.

Penelitian yang dilakukan (Widiastuti et al., 2017) yang meneliti

beban kerja perawat IGD sesuai dengan shift kerja menyatakan bahwa

beban kerja yang paling tinggi saat perawat melakukan Shift malam (83),

diikuti oleh sift siang dalam kategori sedang (76,7) dan sift pagi dalam

kategori sedang (69,7), hal ini dikarekan perawat yang bertugas pada

shift malam mengalami fungsi tubuh yang melemah, pada saat itu

perawat yang bekerja di shift malam merasa kurang beristirahat, harus

stand bye menjaga pasien sehingga tidak dapat tidur dengan nyenyak.

Penelitian yang dilakukuan (Nur et al., 2020) yang meneliti beban

kerja mental perawat IGD sesuai dengan lamanya bekerja pada perawat

di rumah sakit Aceh menyatakan bahwa perawat yang memiliki beban

kerja mental dalam kategori tinggi yaitu perawat pada masa kerja

pertama 0-3 tahun, karena pada tahun pertama perlu untuk menyesuaikan

dengan tugas yang harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai