DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok kelainan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia dan
kelainan pada metablisme karbohidrat, lemak, dan protein. DM muncul dari defek pada sekresi
insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Komplikasi mikrovaskular, makrovaskular kronik serta
neuropati bisa terjadi.
PATOFISIOLOGI
DM tipe I (sebelumnya disebut tergantung insulin atau diabetes juvenile) merupakan 10% dari
semua kasus diabetes. Umumnya terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa muda dan biasanya
muncul dari perusakan sel β pankreas yang dimediasi sistem imun, sehingga terjadi defisiensi
insulin absolut. Ada periode preklinis yang panjang (sampai 9-13 tahun) yang ditandai oleh
kehadiran penanda imun ketika perusakan sel β diperkirakan terjadi. Hiperglisemia terjadi ketika
80-90% sel β hancur. Ada masa remisi singkat (fase ‘bulan madu’) yang diikuti munculnya
penyakit dengan resiko yang dihubungkan dengan komplikasi dan kematian. Faktor yang
memunculkan respon autoimun tidak diketahui, tapi prosesnya dimediasi oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibodi yang tersirkulasi ke berbagai antigen sel β (seperti, antibodi islet
cell, antibodi insulin).
DM tipe II (sebelumnya disebut tidak tergantung insulin) merupakan 90% dari semua kasus DM
dan biasanya ditandai dengan resistensi terhadap insulin dan defisiensi insulin. Resistensi insulin
manifestasinya berupa peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan
produksi glukosa hepatik, dan penurunan asupan glukosa ke otot rangka. Disfungsi sel β terjadi
progresif dan memperburuk kontrol atas glukosa darah dengan berjalannya waktu. DM tipe II
terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (asupan kalori berlebih, kurang latihan fisik, dan
kegemukan) yang memperburuk genotip tertentu.
Sebab diabetes yang tidak umum (1-2% dari semua kasus) termasuk kelainan endokrin (seperti
akromegali, sindrom Cushing), gestational diabetes mellitus (GDM), penyakit pada pankreas
(seperti, pankreatitis), dan obat-obatan (seperti, glukokortikoid, pentamidine, niasin, dan α-
interferon).
Kelainan glukosa puasa dan kelainan toleransi glukosa adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pasien dengan level glukosa plasma lebih tinggi dari normal tapi tidak
didiagnosa DM (lihat bagian DIAGNOSA). Kelainan ini adalah faktor resiko untuk
berkembangnya DM dan penyakit kardiovaskular dan dihubungkan dengan sindrome resistensi
insulin.
Komplikasi mikrovaskular termasuk retinopati, neuropati, dan nefropati. Komplikasi
makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit vaskular perifer.
TAMPILAN KLINIK
DM TIPE I
Individu dengan DM tipe I umumnya kurus dan rentan terkena diabetic ketoacidosis (DKA) jika
insulin tidak diberikan atau di bawah kondisi stress parah dimana terjadi ekskresi berlebih hormon
yang kerjanya berlawanan dengan insulin.
Sekitar 20-40% pasien akan mengalami DKA setelah beberapa hari mengalami poliuria,
polidipsia, polifagia, dan berat turun.
DM TIPE II
Pasien DM tipe II seringkali asimtomatik. Tetapi, beberapa mengalami komplikasi serius, seperti
neuropati.
Diagnosa DM tipe II bisa dilakukan pada pasien obese, pasien dengan keluarga dekat yang
mengidap DM tipe II, berasal dari etnis resiko tinggi, wanita yang baru saja melahirkan bayi
dengan berat badan besar atau dengan riwayat untuk GDM, pasien dengan hipertensi, atau pasien
dengan trigliserida tinggi (> 250 mg/dl) atau high density lipoprotein cholseterol (HDL-C) rendah
(<35 mg/dl).
DIAGNOSA
Skrining untuk DM tipe II sebaiknya dilakukan tiap 3 tahun pada semua dewasa dari usia 45
tahun. Uji bisa dilakukan pada usia lebih muda dan lebih sering pada individu dengan faktor
resiko (seperti, riwayat keluarga untuk DM, obesitas, jarang melakukan aktivitas fisik).
Uji skrining yang dianjurkan umumnya adalah fasting glucose plasma, FPG (glukosa plasma
puasa). FPG normal <110 mg/dl.
Impaired fasting glucose, IFG (kelainan glukosa puasa) adalah FPG >110 mg/dl tapi <126 mg/dl.
Impaired glucose tolerance, IGT (kelainan toleransi glukosa) didiagnosa ketika sampel oral
glucose tolerance test, OGTT (uji toleransi glukosa oral) yang diambil 2 jam setelah makan >140
mg/dl tapi <200 mg/dl.
Revisi 1997 untuk kriteria diagnosa untuk DM pada Tabel 17-1.
Wanita hamil sebaiknya menjalani penilaian untuk resiko GDM pada kunjungan prenatal pertama
dan dilanjutkan dengan uji glukosa jika beresiko tinggi (seperti, obesitas, riwayat pribadi untuk
GDM, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat untuk DM). Skrining tidak diperlukan pada
pasien resiko rendah GDM (usia di bawah 25 tahun, berat badan normal, tidak ada riwayat
keluarga untuk DM, tanpa riwayat gangguan metabolisme glukosa atau kesulitan melahirkan, dan
tidak dari etnik yang beresiko tinggi untuk terkena DM).
Tabel 17-1
Tabel 17-2
HASIL YANG DIINGINKAN
Tujuan terapi pada DM mengurangi simtom hiperglisemia, mengurangi onset dan perkembangan
komplikasi mikrvaskular dan makrovaskular, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas
hidup. Level glukosa plasma dan darah lengkap serta hemoglobin terglikosilasi (HbA 1C) yang
diinginkan pada Tabel 17-2.
PERAWATAN
PRINSIP UMUM
Glisemi yang mendekati normal mengurangi resiko komplikasi penyakit mikrovaskular, tapi
diperlukan penanganan agresif pada faktor resiko kardiovaskular (yaitu, berhenti merokok,
penanganan dislipidemia, kontrol atas tekanan darah, terapi antiplatelet) untuk mengurangi resiko
penyakit makrovaskular.
Penanganan yang sesuai membutuhkan penetapan target untuk glisemia, tekanan darah, dan
tingkat lipid, pengawasan teratur untuk komplikasi; melakukan self-monitoring blood glucose,
SMBG (monitoring mandiri glukosa darah) yang sesuai; dan penilaian atas parameter
laboratorium.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Terapi nutrisi medis dianjurkan untuk semua pasien. Untuk pasien DM tipe I dengan berat badan
rendah, fokusnya pada pengaturan pemberian insulin dengan diet yang seimbang untuk mencapai
dan menjaga berat badan yang sesuai. Pada umumnya, diet tinggi karbohidrat (dalam bentuk gula
sederhana dalam hidangan campuran), rendah lemak (terutama untuk lemak jenuh), rendah
kolesterol sesuai. Kebanyakan pasien DM tipe II juga membutuhkan pembatasan kalori. Makanan
ringan sebelum tidur dan antar waktu makan biasanya tidak dibutuhkan jika penanganan
farmakologi sesuai.
Kebanyakan pasien mendapat manfaat dari peningkatan aktivitas fisik. Latihan aerobik
menurunkan resistensi insulin dan bisa memperbaiki glisemia pada beberapa pasien. Latihan fisik
sebaiknya dimulai ringan pada pasien yang sebelumnya jarang beraktivitas fisik. Pasien lansia dan
mereka dengan penyakit aterosklerotik sebaiknya menjalani evaluasi kardiovaskular sebelum
memulai porgram latihan.
TERAPI FARMAKOLOGI
Insulin
Berbagai sediaan insulin berbeda pada sumbernya (manusia atau hewan), kemurnian, mula kerja,
waktu untuk mencapai puncak efek, durasi efek, dan tampilan (Tabel 17-3).
Insulin umum mempunyai mula kerja yang relatif lambat ketika diberikan subkutan, memerlukan
injeksi 30 menit sebelum makan untuk mendapatkan kontrol glukosa post prandial yang optimal
dan mencegah hipoglisemi setelah makan yang tertunda.
Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang diproduksi dengan modifikasi pada
molekul insulin manusia. Insulin ini lebih cepat diserap dengan durasi efek lebih singkat dari
insulin normal. Insulin ini bisa diberikan segera sebelum makan, menghasilkan efek lebih baik
untuk menurunkan glukosa post prandial daripada insulin normal pada DM tipe I, dan mengurangi
hipoglisemi setelah makan yang tertunda.
NPH dan insulin Lente durasinya intermediet, dan insulin Ultralente durasinya panjang.
Variasi pada absorpsi, penggunaan oleh pasien, dan perbedaaan pada farmakokinetik bisa
menyebabkan respon gluksoa yang labil, nocturnal (malam hari) hipoglisemia, dan hiperglisemia
sewaktu puasa.
Insulin glargine adalah analog insulin manusia durasi panjang yang ‘tanpa puncak’,
dikembangkan untuk menghilangkan kerugian insulin durasi intermediet atau panjang lainnya.
Insulin ini lebih kurang menyebabkan nocturnal hipoglisemia daripada insulin NPH ketika
diberikan sebelum tidur pada pasien DM tipe I.
Tabel 17-3
Pada DM tipe I, rerata kebutuhan harian insulin adalah 0,5-0,6 unit/kg. Ini bisa turun sampai 0,1-
0,4 unit/kg pada fase bulan madu. Dosis lebih tinggi (0,5-1 unit/kg) diperlukan ketika terjadi
serangan akut atau ketosis. Pada DM tipe II, sering diperlukan dosis 0,7-2,5 unit/kg untuk pasien
dengan resistensi insulin.
Hipoglisemia merupakan efek samping paling umum dari insulin. Perawatannya adalah sebagai
berikut:
o Glukosa (10-15 g) oral adalah perawatan yang dianjurkan untuk pasien yang sadar.
o Dextrosa IV bisa diperlukan jika pasien tidak sadar.
o Glukagon, 1 g IM, adalah perawatan pilihan pada pasien yang tidak sadar ketika tidak bisa
digunakan rute IV.
Sulfunilurea (Tabel 17-4)
Glyburide, glipizide, dan sulfonilurea lainnya memberikan aksi hipoglisemia dengan
merangsang sekresi insulin pada pankreas. Semua sulfonilurea sama efektifnya untuk
menurunkan gula darah ketika diberikan dalam dosis yang setara. Umumnya, HbA 1C akan turun
1,5-2,0%.
Efek samping paling umum adalah hipoglisemia, yang lebih menjadi masalah dengan obat yang
bekerja lama (seperti,chlorpropamide). Individu dengan resiko tinggi termasuk lansia, mereka
dengan gangguan fungsi ginjal atau penyakit liver stadium lanjut, dan mereka yang tidak makan,
melakukan olahraga berlebihan, atau kehilangan berat badan dalam jumlah besar. Berat
bertambah umum terjadi; efek samping yang kurang umum termasuk kulit kemerahan,anemia
hemolitik, gangguan saluran cerna, dan cholestasis. Hiponatremia paling umum terjadi dengan
chlorpropamide tapi juga telah dilaporkan dengan tolbutamide.
Dosis awal yang dianjurkan sebaiknya dikurangi pada pasien lansia yang sudah mengalami
kompromi fungsi renal dan liver. Dosis bisa dititrasi tiap 1-2 minggu (interval lebih panjang untuk
chlorpropamide) untuk mendapatkan target glisemi.
Meglitinide
Serupa dengan sulfonilurea, meglitinide menurunkan glukosa dengan merangsang sekresi insulin
pankreas, tapi pelepasan insulin adalah tergantung glukosa dan akan hilang pada konsentrasi
glukosa darah rendah. Ini bisa mengurangi potensi untuk hipoglisemi parah. Agen in
menghasilkan pelepasan insulin fisiologis lebih banyak dan lebih hebat menurunkan glukosa post-
prandial dibandingkan dengan sulfonilurea durasi panjang. Rerata pengurangan HbA 1C adalah 0,6-
1 %. Obat-obat ini sebaiknya diberikan sebelum makan. Jika ada waktu makan yang dilewatkan,
maka obat ini juga tidak diminum. Saat ini tidak ada penyesuaian dosis yang diperlukan untuk
lansia.
Repaglinide (Prandin) dimulai pada 0,5-2 mg dengan dosis maksimum 4 mg tiap makan (sampai
4 makan per ahri atau 16 mg/hari)
Nateglinide (Starlix) diberikan 120 mg tiga kali sehari sebelum makan. Dosis bisa diturunkan
sampai 60 mg tiap makan pada pasien yang HbA1C mendekati target terapi ketika terapi dimulai.
Biguanide
Metformin adalah satu-satunya biguanida yang tersedia. Metformin mengurangi produksi
glukosa dan meningkatkan penggunaan glukosa di perifer. Metformin juga bisa menyebabkan
anoreksia ringan yang membantu kontrol glisemi dengan memperkecil bertambahnya berat atau
merangsang pengurangan berat. Insulin harus ada agar metformin bisa bekerja. Metformin sama
efektifnya dengan sulfonilurea dalam mengontrol glukosa darah. Metformin umumnya lebih
mempengaruhi lipid, mengurangi trigliserida puasa sekitar 16% dan low density lipoprotein
cholesterol (LDL-C) sekitar 8%, dan meningkatkan HDL-C sekitar 2%. Metformin tidak
menyebabkan hipoglisemia ketika digunakan sendirian.
Tabel 17-4
Efek samping paling umum adalah mual, muntah, diare, anoreksia dan rasa logam. Efek ini bisa
dikurangi dengan mentitrasi dosisnya perlahan dan menggunakannya bersama makanan. Sediaan
lepas lambat (Glucophage XR) mengurangi efek samping saluran cerna dan bisa digunakan sekali
sehari, tapi mempunyai efek yang berbahaya pada lipid dan bisa tidak mempunyai aktivitas
glisemik yang setara dengan sediaan metformin konvensional.
Metformin aksi cepat (Glucophage) diberikan 500 mg dua kali sehari dengan makanan (atau 850
mg sekali sehari) dan ditingkatkan 500 mg tiap minggu (atau 850 mg tiap 2 minggu) sampai
dicapai total 2000 mg/hari. Dosis harian maksimum yang dianjurkan adalah 2550 mg/hari.
Metformin lepas lambat (Glucophage XR) bisa dimulai dengan 500 mg dengan makanan sore
hari dan ditingkatkan 500 mg tiap minggu sampai total 2000 mg/hari. Jika kontrol suboptimal bisa
didapat dengan dosis sekali sehari pada dosis maksimum, bisa diberikan dosis 100 mg dua kali
sehari.
Thiazolidinediones (Glitazone)
Agen-agen ini mengaktifkan PPARγ, suatu faktor transkripsi nuklear yang penting pada
diferensiasi sel lemak dan metabolisme asam lemak. Agonis PPARγ mengurangi resistensi insulin
pada perifer (membuat otot dan lemak sensitif terhadap insulin) dan kemungkinan di liver. Insulin
harus ada dalam jumlah yang signifikan sehingga aksi ini bisa terjadi. Agen-agen ini umumnya
menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL-C, tapi LDL-C juga meningkat.
Pioglitazone (Actos) dimulai 15-30 mg sekali sehari. Dosis maksimum adalah 45 mg/hari.
Rosiglitazone (Avandia) dimulai 2-4 mg sekali sehari. Dosis maksimum adalah 8 mg/hari.
Respon yang sedikit lebih besar bisa muncul ketika dosis 4-8 mg/hari diberikan dalam dua dosis
terbagi.
Bisa butuh 3-4 bulan untuk melihat efek antihiperglisemi sepenuhnya. Monoterapi seringkali
tidak efektif kecuali obat diberikan di awal perjalanan penyakit ketika jumlah sel β masih cukup
dan terjadi hiperinsulinemia.
Edema dan bertambah berat bisa menjadi masalah substantial bagi pasien yang menggunakan
glitazone dengan atau tanpa insulin secretagogu. Retensi cairan bisa merangsang atau
memperburuk gagal jantung kongestif pada pasien dengan kompromi pada fungsi ventrikel kiri.
Rosiglitazone dan pioglitazone tampaknya tidak memberikan masalah toksisitas liver yang
menyebabkan troglitazone ditarik dari pasar. Tetapi, uji kerusakan liver (AST, ALT) sebaiknya
diperoleh ketika memulai terapi, selama tiap bulan pada tahun pertama, dan secara periodik
setelahnya. Kedua obat tidak boleh diberikan jika baseline AST atau ALT melebihi 2,5 kali batas
atas normal. Pemberiannya harus dihentikan jika hasil uji melebihi tiga kali batas atas normal atau
ada tanda atau simtom kerusakan liver.
Inhibitor α Glukonidase
Agen-agen ini mencegah pemecahan sukrosa dan karbohidrat kompleks di intestinal kecil,
sehingga memperlama absorpsi karbohidrat. Ini berefek langsung pada berkurangnya konsentrasi
glukosa post prandial sementara glukosa puasa relatif tidak berubah. Efek pada kontrol glisemi
cukup moderat, dengan rerata pengurangan HbA1C 0,3-1%.
Acarbose (Precose) dan miglitol (Glyset) didosiskan serupa. Terapi dimulai dengan dosis rendah
(25-50 mg dengan satu kali makan sehari) dan ditingkatkan bertahap (selama sebulan) sampai
maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk pasien <60 kg atau 100 mg tiga kali sehari untuk pasien
>60 kg.
Efek samping paling umum adalah perut kembung, diare, dan kejang abdominal, yang bisa
dikurangi dengan memperlambat titrasi dosis. Jika hipoglisemia terjadi ketika digunakan bersama
dengan agen hipoglisemi (sulfonilurea atau insulin), produk glukosa oral atau parenteral
(dextrosa) atau glukagon harus diberikan karena obat akan menginhibit pemecahan dan absrpsi
molekul gula yang lebih komplek (seperti, sukrosa).
FARMAKOTERAPI DM TIPE I
Semua pasien DM tipe I membutuhkan insulin, tapi tipe dan cara pemberiannya berbeda antar
individu dan klinisi.
Strategi terapi sebaiknya dilakukan untuk mencocokkan asupan karbohidrat dengan proses
penurunan glukosa (biasanya insulin) dan latihan fisik. Dilakukan modifikasi diet sehingga pasien
tetap bisa menjalankan aktivitasnya secara normal.
Gambar 17-1 menunjukkan hubungan konsentrasi gluksoa dan sekresi insulin sepanjang hari dan
bagaimana berbagai regimen insulin bisa diberikan.
Waktu onset insulin, puncak, dan durasi efek harus memenuhi pola makan dan jadwal latihan
untuk mendapatkan konsentrasi glukosa darah mendekati normal untuk sepanjang hari
Regimen dua injeksi harian yang bisa dengan kasar memperkirakan sekresi insulin fisiologis
adalah campuran injeksi dosis pagi insulin NPH dan insulin konvensional sebelum sarapan dan
sekali lagi sebelum makan petang (lihat Gambar 17-1 no.1). ini dengan asumsi bahwa insulin
NPH pagi memberikan basal insulin basal sepanjang hari dan menutupi kebutuhan untuk makanan
tengah hari, insulin pagi hari untuk menutupi sarapan, insulin NPH petang untuk basal insulin
untuk sisa hari, dan insulin petang untuk makan petang. Pasien bsa memulai dengan 0,6 unit/kg
per hari, dimana dua per tiga diberikan pagi hari dan sisanya untuk dosis petang. Insulin aksi
cepat (seperti, NPH) sebaiknya terdiri dari dua per tiga dosis pagi dan satu setengah dosis petang.
Tetapi, kebanyakan pasien sulit untuk dikontrol asupan glukosa dari makanan dengan pendekatan
ini. Jika glukosa puasa di pagi hari terlalu tinggi, dosis NPH petang bisa dipindahkan ke sebelum
tidur (hingga total tiga injeksi per hari). Ini bisa memberikan intensifikasi terapi yang cukup untuk
beberapa pasien.
Konsep injeksi basal-bolus mencoba untuk meniru fisiologi insulin normal dengan memberikan
insulin kerja intermediet atau kerja panjang sebagai komponen basal dan insulin kerja singkat
sebagai bagian bolus (lihat Gambar 17-1, no.2-4). Terapi intensif menggunakan pendekatan ini
dianjurkan untuk semua dewasa sewaktu diagnosa untuk memperkuat pentingnya kontrol glisemi
dari awal terapi. Karena anak-anak dan remaja menjelang pubertas relatif terlindungi dari
komplikasi mikrovaskular dan harus ditangani dengan regimen yang praktis penggunaannya,
terapi yang kurang intensif (dua injeksi per hari insulin campuran) bisa diberikan sampai mereka
mencapai pubertas.
Komponen basal insulin bisa disediakan oleh insulin NPH, Lente, atau Ultralente sekali atau
(yang lebih umum) dua kali sehari atau insulin glargine sekali sehari. Insulin glargine adalah
suplemen insulin basal yang praktis untuk kebanyakan pasien karena tidak mempunyai puncak
efek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan makanan dan aktivitas dengan insulin kerja
panjang lainnya.
Gambar 17-1
Komponen insulin bolus diberikan sebelum makan dengan insulin biasa, insulin lispro, atau
insulin aspart. Onset yang cepat dan durasi singkat dari insulin lispro dan insulin aspart lebih
dekat meniru fisiologis normal daripada insuln biasa, sehingga pasien bisa menggunakan variasi
jumlah yang berbeda berdasarkan pada level SMBG preprandial, level aktivitas yang akan
dilakukan, dan asupan karbohidrat yang akan diambil. Kebanyakan pasien mempunyai dosis
insulin preprandial yang bisa mereka variasikan berdasar algoritma (aturan pemberian) insulin.
Hitung karbohidrat adalah alat yang efektif untuk menentukan jumlah insulin yang akan
diinjeksikan preprandial.
Sebagai contoh, pasien bisa mulai dengan sekitar 0,6 unit/kg per hari insulin, dengan insulin basal
45% dari total dosis dan insulin prandial 25% dari tortal dosis sebelum sarapan, 15% sebelum
makan siang dan 15% sebelum makan malam. Kebanyakan pasien membutuhkan dosis total
harian antara 0,5-1 unit/kg per hari.
Continous subcutaneous insulin infusion, CSII, (infusi insulin subkutan berkelanjutan) adalah
bentuk terbaik untuk pengiriman insulin basal-bolus (lihat Gambar 17-1 no 5). Dosis insulin basal
bisa bervariasi, konsisten dengan perubahan kebutuhan insulin sepanjang hari. Pada pasien
terpilih, CSII bisa memberikan kontrol glisemi lebih baik. Tetapi, metode ini membutuhan
perhatian lebih besar untuk detail dan frekuensi SBMG jika dibandingkan dengan empat injeksi
tiap hari.
Semua pasien yang menerima insulin sebaiknya mendapat edukasi pada pengenalan dan
pengatasan hipoglisemi.
FARMAKOTERAPI DM TIPE II (GAMBAR 17-2)
Pasien simtomatik bisa awalnya membutuhkan insulin utnuk mengurangi toksisitas glukosa (yang
bisa mengurangi sekresi insulin sel β dan memperburuk resistensi insulin).
Pasien dengan HbA1C <7% biasanya dirawat dengan ukuran terapi gaya hidup. Mereka dengan
HbA1C >7% tapi <8% awalnya dirawat dengan agen oral tunggal. Kebanyakan pasien dengan nilai
HbA1C lebih tinggi dari 9%-10% membutuhkan dua agen atau lebih untuk mencapai target
glisemi.
Pasien obese (>120% berat badan ideal) sebaiknya memulai dengan metformin, dititrasi sampai
paling tidak 2000 mg/hari, jika tidak ada kontraindikasi. Suatu thiazolidinedione (rosiglitazone,
pioglitazone) bisa digunakan pada pasien dengan intoleransi atau dikontraindikasikan terhadap
metformin.
Gambar 17-2
Pasien dengan berat badan mendekati normal bisa dirawat dengan insulin secretagogu.
Inhibitor α glukosidase bisa digunakan pada pasien yang beresiko untuk hipoglisemi, pada pasien
dengan manifestasi terutama hiperglisemi postprandial, dan dalam kombinasi dengan hampir
semua obat lain.
Jika terapi awal gagal sebaiknya digunakan obat kedua sebagai tambahan. Penggantian obat dari
kelas lain sebaiknya disimpan untuk kasus intoleransi obat.
Terapi kombinasi awal baik untuk pasien dengan HbA 1C >9% -10%. Produk kombinasi oral yang
mengandung glyburideb dan metformin (Glucovance) telah disetujui sebagai terapi pilihan
pertama.
Setelah pasien gagal dengan dua obat, bisa ditambahkan kelas ketiga (biasanya rosiglitazone atau
pioglitazone), meski terapi seperti ini saat ini belum disetujui FDA. Suatu alternatif adalah
menambah insulin sewaktu tidur, menggunakan insulin kerja intermediet atau kerja panjang.
Hampir semua pasien pada ahirnya menjadi insulinopeni dan membutuhkan terapi insulin. Pasien
seringkali berpindah ke insulin dengan menggunakan injeksi insulin kerja intermediat atau kerja
panjang sebelum tidur dengan agen oral yang digunakan terutama untuk kontrol glisemia
sepanjang hari. Ini menyebabkan lebih kurang hiperinsulinemia sepanjang hari dan berat yang
bertambah lebih sedikit daripada menggunakan strategi pemakaian insulin tradisional. Insulin
sensitizers umum digunakan dengan insulin karena kebanyakan pasien resisten insulin.
Ketika kombinasi insulin sebelum tidur dan medikasi oral untuk sepanjang hari gagal, regimen
insulin multiple dose dengan atau tanpa insulin sensitizer bisa digunakan.
Karena variasi pada resistensi insulin, dosis insulin bisa berkisar dari 0,7-2,5 unit/kg per hari atau
lebih.
Pasien lansia yang baru saja didiagnosa DM tipe II sebaiknya target glisemi-nya lebih longgar
karena peningkatan resiko untuk hipoglisemi dan kemungkinan resiko jangka panjang terjadinya
komplikasi mikrovaskular. Pasien yang lebih kurus bisa dirawat dengan menggunakan insulin
secretagogue yang kerjanya lebih singkat. Metformin bisa menjadi masalah di usia tua, karena
resiko ketoasidosis meningkat dengan bertambahnya usia. Regime insulin sederhana bisa menjadi
pendekatan yang diinginkan untuk pasien lansia yang baru didiagnosa DM.
PENANGANAN KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
Retinopati
Pasien dengan retinopati sebaiknya diperiksa oleh optalmologis paling tidak tiap 6-12 bulan.
Retinopati tahap awal masih bisa dinormalkan dengan kontrol glisemi. Penyakit yang lebih parah
tidak bisa dibantu dengan kontrol glisemi, bahkan kondisinya bisa memburuk dengan perbaikan
glisemi jangka pendek.
Fotokoagulasi laser telah terbukti meningkatkan penglihatan pada pasien diebetes.
Neuropati
Neuropati perifer adalah komplikasi paling umum pada pasien DM tipe II rawat jalan. Parestesis,
numb, atau nyeri bisa menjadi simtom dominan. Kaki bisa lebih terserang dari tangan.
Peningkatan kontrol glisemi bisa meringankan beberapa simtom. Terapi farmakolgi adalah
simtomatik dan empirik, termasuk dosis rendah tricyclic antidepresan, anti konvulsan (fenitin,
gabapentin, carbamazepin), kapsaicin topikal, dan berbagai analgesik, termasuk NSAID.
Gastroparesis bisa sangat parah dan melemahkan pasien. Perbaikan kontrol glisemi, penghentian
pengobatan yang memperlambat motilitas lambung, dan penggunaan metoclorpramide (biasanya
hanya untuk beberapa hari) atau eritromisin bisa membantu.
Pasien dengan orthostatic hipotension (= hipotensi karena postur tubuh) bisa membutuhkan
volume expander dan agen adrenergik.
Diare Diabetic sering terjadi malam hari dan seringkali bisa sembuh dengan penggunaan
antibiotik seperti doksisiklin atau metronidasol selama 10-14 hari. Octreotide bisa berguna pada
kasus yang tidak merespon antibiotik pilihan pertama.
Disfungsi ereksi seringkali neuropati dan vasculogenic. Sildenafil efektif pada sekitar setengah
pasien diebetes dengan disfungsi ereksi.
Netropati
Kontrol glukosa dan tekanan darah adalah yang terpenting untuk pencegahan netropati, dan
kontrol tekanan darah adalah yang terpenting untuk menghambat perkembangan netropati.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor adalah terapi awal yang dianjurkan.
Angiotensin receptor blocker bisa juga mempunyai efek proteksi. Diuretik sering diperlukan
karena kondisi bertambahnya volume.
PENANGANAN KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
Penyakit Jantung Koroner
Penanganan berbagai faktor resiko (penanganan disipidemia dan hipertensi, berhenti merokok,
terapi antiplatelet) mengurangi kejadian makrovaskular.
Menurut panduan NCEP ATP III terkini (lihat bab 8), adanya DM adalah faktor resiko yang
setara dengan panyakit jantung koroner, dan target LDL-C adalah <100 mg/dl. Setelah tujuan ini
tercapai (biasanya dengan statin), penanganan trigliserida yang tinggi (>200 mg/dl) bisa dimulai.
Tujuan non-HDL untuk pasien dengan DM adalah <130 mg/dl. Niasin atau fibrate bisa
ditambahkan untuk mencapai tujuan itu jika trigliserida antara 201-499 mg/dl, atau jika pasien
memiliki HDL-C yang rendah (<40 mg/dl).
The American Diabetes Association menganjurkan target tekanan darah <130/85 mmHg pada
pasien dengan DM. the National Kidney Foundation menganjurkan target <130/80. Pada pasien
dengan proteinuria >1 g/hari dan gangguan fungsi ginjal, target <125/75 mmHg dianjurkan. ACE
inhibitor umumnya dianjurkan untuk terapi awal. Diuretik atau Ca channel blocker berguna
sebagai agen kedua atau ketiga.
Terapi β blocker memberikan perlindungan lebih hebat dari serangan ulang penyakit jantung
koroner pada pasien diabet daripada pasien non-diabet. Menghilangkan simtom hipoglisemi lebih
menjadi masalah pada pasien DM tipe I daripada pasien DM tipe II.
Penyakit Vaskular Perifer dan Ulser Kaki
Nyeri kaki dan ulser kaki yang sulit sembuh umum dijumpai pada DM tipe II.
Penghentian merokok, menangani dislipidemia, dan terapi antiplatelet merupakan strategi
perawatan yang penting.
Pentoxifylline (Trental) atau cilostazol (Pletal) bisa berguna pada pasein terpilih.
Re-vaskularisasi berhasil pada pasien terpilih.
Pengangkatan jaringan dan penggunaan alas kaki yang sesuai serta perawatan kaki sangat penting
pada penanganan awal lesi kaki. Perawatan topikal bisa bermanfaat pada lesi yang lebih parah.
EVALUASI HASIL TERAPI
HbA1C adalah standar terkini sebagai lanjutan untuk kontrol glisemi jangka panjang dari 3 bulan
sebelumnya.
Apa pun regimen insulin yang dipilih, penyesuaian kasar pada dosis total harian insulin bisa
dibuat berdasarkan pengukuran HbA1C dan simtom seperti poliuri, polidipsi (= merasa sangat
haus), serta bertambah atau berkurangnya berat. Penyesuaian insulin yang lebih baik bisa
ditentukan berdasarkan hasil dari SBMG.
Pasien yang menerima insulin sebaiknya dimonitor untuk hipoglisemi dengan menanyakan
mengenai berkeringat pada malam hari, palpitasi (= denyut jantung yang tidak teratur), dan mimpi
buruk, dan juga hasil dari SBMG.
Pasien dengan DM tipe II sebaiknya melakukan urinalisis rutin sewaktu diagnosis sebagai uji
skrining awal untuk albuminuria. Jika positif, urine 24 jam akan digunakan untuk membantu
dalam mengembangkan rencana perawatan. Jika urinalisis negatif untuk protein, bisa dilakukan
uji untuk mengevaluasi kehadiran mikroalbuminuria.
Manifestasi klinis DM tipe 1 dan DM tipe 2 berbeda. Sebagian besar pasien (75%) mengembangkan
DM tipe 1 sebelum usia 20 tahun, tetapi dapat berkembang pada usia berapa pun. Individu dengan
DM tipe 1 sering kurus dan rentan terhadap ketoasidosis jika insulin ditahan atau dalam kondisi stres
fisiologis yang parah. Gejala seperti poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, dan
kelesuan yang umum pada saat presentasi awal. Dalam pengaturan rawat jalan, beberapa pasien
datang dengan keluhan samar penurunan berat badan dan kelelahan tetapi gejala lain mungkin tidak
terlihat kecuali riwayat yang komprehensif diambil. Dua puluh sampai 40% pasien dengan DM tipe
1 datang dengan ketoasidosis diabetikum (KAD) setelah beberapa hari poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan.
Pasien dengan DM tipe 2 sering datang tanpa gejala, tetapi adanya komplikasi mikrovaskuler pada
saat diagnosis menunjukkan bahwa banyak pasien telah mengalami hiperglikemia selama bertahun-
tahun. Seringkali pasien dengan DM tipe 2 didiagnosis selama tes darah rutin atau skrining.
Pemutaran 2
Diabetes Mellitus Tipe 1
Prevalensi DM tipe 1 rendah pada populasi umum. Karena timbulnya gejala akut pada kebanyakan
individu, skrining untuk DM tipe 1 pada populasi umum tanpa gejala tidak direkomendasikan.
Skrining untuk status autoantibodi sel pada anggota keluarga berisiko tinggi mungkin tepat. Namun,
skrining tersebut paling sering direkomendasikan dalam konteks uji klinis untuk pencegahan DM
tipe 1.
Diabetes Mellitus Tipe 2
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan skrining untuk DM tipe 2 pada
orang dewasa yang kelebihan berat badan. Usia merupakan faktor risiko DM tipe 2 dan orang
dewasa tanpa faktor risiko harus diskrining mulai usia 45 tahun. Tes skrining yang
direkomendasikan adalah glukosa plasma puasa, HbAlc, atau OGTT 2 jam.
Waktu optimal antara tes skrining tidak diketahui, dan indeks kecurigaan adanya diabetes harus
memandu dokter.Pengujian berulang setiap 3 hingga 5 tahun hemat biaya
DIAGNOSIS DIABETES2,5
Diagnosis diabetes memerlukan penggunaan titik potong glikemik yang membedakan pasien dengan
hemostasis glukosa normal dari pasien dengan diabetes. Titik potong dimaksudkan untuk
mencerminkan tingkat glukosa yang di atasnya komplikasi mikrovaskular telah terbukti meningkat.
Studi cross- sectional telah menunjukkan peningkatan yang konsisten dalam risiko
mengembangkan retinopati pada tingkat glukosa puasa di atas 99 hingga 116
TABEL 74-3
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitusa
2. Glukosa plasma puasa 126 mg/dL (ÿ7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan sebagai
tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam
3. Glukosa plasma dua jam 200 mg/dL (ÿ11,1 mmol/L) selama
OGTT. Tes harus dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia,
menggunakan beban glukosa yang mengandung setara dengan 75 g glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.a
4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik,
konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dL (ÿ11,1 mmol/L).
Jika metode National Glycohemoglobin Standardization Program digunakan, HbAlc adalah tes
logis untuk diagnosis diabetes karena mengukur paparan glikemik selama 2 hingga 3 bulan terakhir,
berbeda dengan pengukuran glukosa titik tunggal dalam satu hari. Selain itu, pasien tidak perlu
berpuasa dan HbA1c mudah dipantau. Sebuah HbAlc dari 6,0% menjadi 6,4% (0,06-0,064; 42-46
mmol/mol Hb) menunjukkan peningkatan sepuluh kali lipat risiko diabetes, tetapi tidak secara
konsisten mengidentifikasi pasien dengan IFG atau gangguan toleransi glukosa. Ada sedikit
perbedaan ras dalam HbAlc . normal ingkat. Sepertiga lebih sedikit individu dengan diabetes yang
teridentifikasi menggunakan ambang batas HbA1C lebih dari atau sama dengan 6,5% (lebih dari
0,065; lebih dari 48 mmol/mol Hb) versus FPG lebih dari atau sama dengan 126 mg/dL (lebih dari
7,0 mmol/L), namun penyedia mungkin lebih cenderung mendiagnosis diabetes dari HbA1C
daripada dari tingkat FPG yang meningkat. ADA terus merekomendasikan tiga kriteria glukosa
lainnya untuk diagnosis DM pada orang dewasa yang tidak hamil.
dari waktu ke waktu harus diikuti dengan cermat karena kemungkinan besar pasien ini
akan berkembang menjadi DM. Pengukuran HbAlc dapat dipengaruhi oleh anemia dan
beberapa hemoglobinopati, yang memerlukan penggunaan salah satu kriteria glukosa
plasma pada individu ini.
Hasil yang Diinginkan14,15
Tujuan utama penatalaksanaan DM adalah untuk mengurangi risiko komplikasi penyakit
mikrovaskuler dan makrovaskuler, memperbaiki gejala, menurunkan mortalitas, dan
meningkatkan kualitas hidup.
Pendekatan Umum untuk Perawatan14
Perawatan yang tepat memerlukan penetapan tujuan untuk glikemia, tekanan darah, dan kolesterol
darah; pemantauan komplikasi; membuat pilihan makanan yang tepat dan menjaga berat badan yang
sehat; terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur; memilih dan menggunakan obat secara bijaksana;
dan melakukan swa-monitor glukosa darah (SMBG) dengan penilaian laboratorium berkala dari
parameter tersebut.5 Kontrol glukosa saja tidak cukup.15
Evaluasi Awal
Riwayat medis menyeluruh dan identifikasi jenis dan durasi diabetes tertentu, karakteristik
onset (misalnya, KAD atau asimtomatik), riwayat diet dan berat badan, riwayat sosial,
riwayat pengobatan termasuk pengobatan saat ini dan sebelumnya untuk DM, rejimen saat
ini termasuk obat , diet, aktivitas fisik, dan kepatuhan harus diperoleh. Riwayat rawat inap,
hipoglikemia (frekuensi, penyebab, dan waktu), dan komplikasi terkait diabetes harus
didokumentasikan. Evaluasi laboratorium harus mencakup, minimal, HbA1C, profil lipid,
tes fungsi hati, hormon perangsang tiroid, kreatinin serum dan elektrolit, dan analisis urin
untuk mikroalbuminuria. Pada DM tipe 1, pertimbangkan skrining untuk penyakit celiac
dengan mengukur transglutaminase jaringan atau antibodi antiendo mysial. Pemeriksaan
fisik dan data terkait harus mencakup pengukuran semua tanda vital, berat badan atau
indeks massa tubuh, tekanan darah, palpasi tiroid, auskultasi kardiovaskular dan karotis,
dan pemeriksaan kulit termasuk penilaian untuk acan thosis nigricans (DM tipe 2) atau
B
vitiligo ( tipe 1 DM). Selain itu, pemeriksaan kaki, termasuk skrining untuk deteksi
gangguan sensasi dengan monofilamen 10 gram, harus dilakukan.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi medis merupakan landasan pengobatan untuk semua pasien DM.4 Sangat
penting bahwa pasien memahami hubungan timbal balik antara asupan karbohidrat, obat-
obatan, dan kontrol glukosa. Direkomendasikan rencana makan sehat yang moderat dalam
karbohidrat dan rendah lemak jenuh (kurang dari 7% dari total kalori) dengan semua vitamin
dan mineral penting. Jumlah (gram) dan jenis karbohidrat (menggunakan indeks glikemik
kontroversial), apakah diperhitungkan dengan pertukaran atau penghitungan karbohidrat, harus
dipertimbangkan. Semua makanan dapat menjadi bagian dari rencana makan sehat. Tidak
pantas menghukum pasien karena makan manisan.
Aktivitas Fisik
Sebagian besar pasien dengan DM mendapat manfaat dari aktivitas fisik secara teratur. Latihan
aerobik meningkatkan sensitivitas insulin, sedikit meningkatkan kontrol glikemik pada
sebagian besar individu, mengurangi risiko kardiovaskular, berkontribusi pada penurunan atau
pemeliharaan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan. Pasien harus memilih aktivitas
yang mereka sukai dan kemungkinan besar akan dilakukan secara berkala. Mulailah
berolahraga secara perlahan pada pasien yang sebelumnya tidak banyak bergerak. Tidak jelas
apakah pasien tanpa gejala harus diskrining untuk CVD sebelum memulai rejimen olahraga.
ADA saat ini tidak merekomendasikan skrining individu tanpa gejala. Skrining masuk akal
pada pasien dengan penyakit lama (DM lebih dari atau sama dengan 10 tahun), risiko
kardiovaskular ganda faktor, penyakit mikrovaskuler (terutama penyakit ginjal), atau bukti
penyakit aterosklerotik. Jika pasien memiliki hipertensi yang tidak terkontrol, neuropati
otonom, kaki insensate, atau retinopati proliferatif, pembatasan aktivitas yang
direkomendasikan dianjurkan. Sasaran aktivitas fisik mencakup setidaknya 150 menit/minggu
latihan intensitas sedang (50% -70% denyut jantung maksimal) yang tersebar setidaknya 3 hari
seminggu dengan tidak lebih dari 2 hari di antara aktivitas. Selain itu, latihan ketahanan/
kekuatan dianjurkan minimal 2 kali seminggu selama pasien tidak mengalami retinopati
diabetik proliferatif (PDR).
Terapi Farmakologi
Meskipun terapi nonfarmakologis merupakan landasan pengobatan untuk semua pasien DM,
insulin diperlukan untuk DM tipe 1 dan terapi nonfarmakologis saja jarang cukup untuk DM
tipe 2. Hingga tahun 1995, hanya dua pilihan pengobatan yang tersedia—insulin dan
sulfonilurea. Sejak 1995, sejumlah terapi antidiabetik oral dan injeksi baru telah tersedia. Obat-
obatan ini sering digunakan dalam kombinasi. Memilih pendekatan pengobatan farmakologis
yang paling tepat telah menjadi semakin kompleks dan sejumlah faktor harus dipertimbangkan.
Pada DM tipe 1, regimen insulin harus disesuaikan dengan gaya hidup pasien. Ini hampir selalu
melibatkan strategi pengobatan bolus basal berdasarkan pembacaan SMBG. Hal ini dapat
dicapai dengan menggunakan beberapa suntikan harian (MDI) atau infus insulin subkutan terus
menerus (CSII), juga dikenal sebagai pompa insulin. Ketika MDI atau terapi pompa insulin
tidak sesuai dengan gaya hidup pasien atau terlalu rumit, rejimen dua kali sehari menggunakan
insulin premix dapat digunakan. Beberapa pasien mungkin memerlukan terapi supresi
glukagon, karena hormon amylin juga kurang pada pasien dengan DM tipe 1.
Perubahan gaya hidup intensif pada pasien DM tipe 2 setelah 10 tahun masa tindak lanjut gagal
meningkatkan hasil kardiovaskular dalam uji coba The Look Action for Health in Diabetes
(Look AHEAD). Selain itu, perubahan gaya hidup intensif saja gagal mencapai kontrol
glikemik yang baik pada sebagian besar pasien. Temuan ini menegaskan kembali perlunya
penggunaan awal obat antihiperglikemik dalam hubungannya dengan diet dan olahraga pada
pasien dengan DM tipe 2.
Saat ini, sembilan kelas agen oral disetujui untuk pengobatan diabetes tipe 2: inhibitor -
glucosidase, biguanides, meglitinides, reseptor agonis yang diaktifkan proliferator peroksisom
(biasa disebut thiazolidinediones [TZDs] atau glitazones), inhibitor DPP-4, inhibitor SGLT2 ,
agonis dopamin, trans sekuens asam empedu, dan sulfonilurea. Agen antidiabetik oral sering
dikelompokkan menurut mekanisme aksi penurun glukosanya. Biguanida dan TZDs sering
dikategorikan sebagai sensitizer insulin karena kemampuannya untuk mengurangi resistensi
insulin. Sulfonilurea dan meglitinida sering dikategorikan sebagai sekretagog insulin karena
meningkatkan pelepasan insulin endogen. Tiga kelas agen suntik juga tersedia untuk
pengobatan diabetes tipe 2: insulin manusia dan analog insulin, agonis reseptor GLP-1, dan
amilinomimetik.
Perawatan Obat Pilihan
DM tipe 1 harus diobati dengan insulin, meskipun pengobatan tambahan dapat meningkatkan
kontrol glikemik. Regimen optimal untuk pengobatan DM tipe 2 belum ditentukan. Sebagian
besar pasien DM tipe 2 awalnya diobati dengan metformin karena rekam jejak penggunaannya
yang panjang dalam praktik klinis, kemanjuran, netralitas berat badan, risiko hipoglikemia
rendah, dan biaya rendah. Alternatif umum untuk metformin jika intoleransi atau kontraindikasi
termasuk sulfonilurea, inhibitor DPP-4, agonis reseptor GLP-1, atau inhibitor SGLT2. Jika
HbA1c lebih dari 1% hingga 1,5% (0,01-0,015; 11-16 mmol/mol Hb) di atas target, terapi
ganda dini mungkin diperlukan. Seorang pasien dengan DM tipe 2 yang mengalami
hiperglikemia simtomatik pada saat diagnosis awalnya harus diobati dengan terapi insulin dan
dialihkan ke terapi oral atau agonis reseptor GLP-1 setelah kontrol glikemik yang baik telah
tercapai. Pasien DM tipe 2 yang menunjukkan gejala ringan (yaitu, tanpa penurunan berat
badan yang signifikan), dapat dimulai dengan terapi ganda dini. Ketika memilih pengobatan
rejimen pengobatan, beberapa faktor selain kontraindikasi dan potensi efek samping harus
dipertimbangkan. Mekanisme kerja dan kemanjuran agen untuk menurunkan glukosa darah ke
tujuan serta dampaknya terhadap glukosa darah puasa versus glukosa darah postprandial harus
dipertimbangkan. Selain itu, keamanan jangka panjang obat, kemudahan penggunaan, dan
biaya harus didiskusikan dengan pasien. Efek non-glikemik pada berat badan, lipid, hasil
kardiovaskular dan faktor risiko, dan bahkan preservasi/efek sel yang dirasakan dapat
mempengaruhi pemilihan pengobatan.
Diabetes Mellitus Tipe 118
Semua pasien DM tipe 1 membutuhkan insulin. Namun, bagaimana insulin diberikan harus
didasarkan pada preferensi pasien dan perilaku gaya hidup serta preferensi dokter dan sumber daya
yang tersedia. Secara historis, setelah penemuan insulin oleh Banting dan Best pada tahun 1921,
sering diberikan suntikan insulin reguler, satu-satunya insulin yang tersedia, untuk mengendalikan
gejala hiperglikemia.
Formulasi insulin yang dikembangkan selanjutnya, termasuk neutral protamine Hagedorn
(NPH), lente, dan ultra-lente, merupakan suspensi insulin reguler yang memiliki onset tertunda dan
durasi aksi yang lebih lama. Insulin "kerja lama" ini memungkinkan banyak pasien untuk
menggunakan hanya satu atau dua suntikan setiap hari. Sebelum tahun 1980-an, pengujian SMBG dan
HbAlc tidak tersedia. Pasien dan praktisi tidak tahu seberapa baik glukosa darah dikendalikan.
Pengobatan didasarkan pada gejala hiperglikemia dan hipoglikemia, yang mudah
disalahartikan oleh pasien, dan dengan mengukur glukosa dalam urin. Baik gejala maupun glukosa
urin tidak memberikan gambaran yang akurat tentang glikemia. Selain itu, sementara ambang ginjal
untuk glukosa relatif dapat diprediksi pada subyek muda yang sehat, sangat bervariasi pada pasien
yang lebih tua, gagal jantung, dan pasien dengan penyakit ginjal. Kadar glukosa urin akan bervariasi
dengan waktu di atas ambang ginjal, dan jeda temporal yang signifikan dalam penampilan harus
diharapkan dibandingkan nilai glukosa darah. Munculnya pengujian SMBG dan HbAlc pada 1980-an
benar-benar merevolusi pengobatan diabetes. SMBG memungkinkan pasien untuk dengan cepat
menentukan glukosa darah mereka dan membuat penyesuaian berkelanjutan dalam rejimen insulin.
HbA1c memberikan ukuran kontrol glikemik selama 3 bulan sebelumnya yang berkorelasi dengan
risiko komplikasi jangka panjang. Manajemen diabetes modern tidak akan mungkin tanpa dua alat ini.
Penatalaksanaan DM tipe 1 kontemporer mencoba untuk mencocokkan asupan karbohidrat
dengan proses penurunan glukosa, paling sering insulin, serta dengan aktivitas fisik. Tujuannya adalah
untuk memungkinkan pasien menjalani kehidupan senormal mungkin.
Selain itu, mencapai kontrol glikemik yang baik dalam semalam tanpa menyebabkan hipoglikemia
nokturnal dapat menjadi tantangan dengan menggunakan rejimen insulin split-campuran dua kali
sehari. Memindahkan dosis NPH malam hari ke waktu tidur dapat meningkatkan kontrol glikemik dan
mengurangi risiko hipoglikemia noc turnal. Ini bisa menjadi pendekatan yang berguna bagi mereka
yang Sekresi fisiologis normal insulin dapat dibagi menjadi tingkat latar belakang insulin ("basal")
yang relatif konstan selama periode puasa dan pasca-penyerapan, dengan lonjakan insulin prandial
setelah makan ("bolus" atau "prandial") (Gbr. 74-3 ). Sensitivitas insulin dan sekresi insulin tidak
konstan sepanjang hari, bagaimanapun, yang membuat konsep kebutuhan insulin basal yang stabil
menjadi tidak akurat. Upaya untuk meniru sekresi insulin normal adalah paradigm yang berguna
untuk memahami dan menerapkan pengobatan insulin untuk pengelolaan DM tipe 1. Waktu onset
insulin, puncak, dan durasi efek harus sesuai dengan pola makan dan jadwal olahraga untuk mencapai
nilai glukosa darah mendekati normal sepanjang hari.
Satu atau dua suntikan setiap hari dari salah satu formulasi insulin sama sekali tidak akan
meniru fisiologi normal, dan karena itu tidak dapat diterima.
Regimen paling sederhana yang dapat memperkirakan pelepasan insulin fisiologis
menggunakan suntikan "campuran terpisah" yang terdiri dari dosis pagi insulin kerja menengah
seperti NPH dan insulin kerja cepat "bolus" atau insulin reguler sebelum makan pagi dan sore. Dosis
insulin kerja menengah pagi hari menyediakan insulin basal di siang hari dan menyediakan cakupan
"prandial" untuk makan tengah hari. Dosis insulin kerja menengah malam hari menyediakan insulin
basal sepanjang malam dan semalaman. Jika pasien sangat kompulsif tentang waktu makan dan
asupan karbohidrat, strategi seperti itu mungkin dapat diterima. Namun, sebagian besar pasien tidak
cukup dapat diprediksi dalam jadwal atau asupan makanan mereka untuk mencapai kontrol glukosa
"ketat" dengan pendekatan ini.
Selain itu, mencapai kontrol glikemik yang baik dalam semalam tanpa menyebabkan
hipoglikemia nokturnal dapat menjadi tantangan dengan menggunakan rejimen insulin split-campuran
dua kali sehari. Memindahkan dosis NPH malam hari ke waktu tidur dapat meningkatkan kontrol
glikemik dan mengurangi risiko hipoglikemia noc turnal. Ini bisa menjadi pendekatan yang berguna
bagi mereka yang menurun atau tidak dapat menerapkan rejimen insulin yang lebih intens. Namun,
kebanyakan pasien dengan DM tipe 1 membutuhkan pendekatan yang juga memungkinkan
fleksibilitas yang lebih besar.
Rejimen "Basal-bolus" menggunakan MDI mencoba untuk meniru fisiologi insulin normal
dengan kombinasi insulin kerja menengah atau panjang untuk menyediakan komponen basal, dan
insulin kerja cepat untuk menyediakan cakupan prandial. Beberapa insulin kerja panjang dapat
digunakan untuk menyediakan komponen insulin basal, termasuk detemir insulin, glargine, atau
degludec. Analog insulin kerja panjang ini adalah cara yang paling nyaman untuk menyediakan
cakupan basal untuk sebagian besar pasien dengan DM tipe 1. Insulin bolus atau prandial dapat
diberikan oleh insulin reguler atau salah satu analog insulin kerja cepat: lispro, aspart, atau glulisine.
Onset cepat dan durasi kerja analog insulin kerja cepat lebih mirip dengan fisiologi normal daripada
insulin reguler. Pasien melaporkan kenyamanan menyuntik saat makan telah membuat insulin kerja
cepat sangat populer, meskipun percobaan membandingkan insulin biasa dengan insulin kerja cepat
hanya menemukan perbaikan sederhana dalam kontrol glikemik dan risiko hipoglikemia. Saat
menggunakan rejimen basal-bolus, pasien menentukan dosis insulin bolus yang akan diberikan
berdasarkan SMBG sebelum makan, antisipasi asupan karbohidrat dari makanan, dan aktivitas fisik
yang diantisipasi dalam 3 hingga 4 jam ke depan, karena olahraga dapat mengurangi kebutuhan
insulin. Banyak pasien memulai dengan dosis tetap insulin sebelum makan dan kemudian belajar
bagaimana menyesuaikan dosis insulin menggunakan "skala insulin yang disesuaikan" atau "faktor
koreksi" berdasarkan pembacaan glukosa sebelum makan. Pasien pada rejimen yang lebih maju
belajar untuk menyesuaikan dosis insulin bolus berdasarkan asupan karbohidrat diantisipasi dan
aktivitas fisik. Terapi pompa insulin juga dapat dipasangkan dengan pemantauan glukosa kontinu
(CGM), yang memungkinkan perhitungan dosis koreksi insulin, serta mengingatkan pasien akan
hipoglikemia dan hiperglikemia. Pasien harus tetap tahu apakah perhitungan pompa sudah benar. CSII
"loop dekat", "Faktor koreksi" adalah perkiraan efek penurunan glukosa plasma dari 1 unit insulin
kerja pendek dalam mg/dL. Untuk menghitung faktor pasien yang benar untuk insulin reguler, 1.500
dibagi dengan total dosis insulin harian dalam jumlah unit yang digunakan pasien saat ini. Untuk
analog insulin kerja cepat, 1.700 atau 1.800 digunakan saat menghitung faktor koreksi. Misalnya, jika
seorang pasien saat ini menggunakan 40 unit insulin basal dan 12 unit insulin kerja cepat sebelum tiga
kali makan, total dosis insulin harian adalah 76 unit.
Dengan menggunakan perhitungan ini, 1.700 dibagi 76 sama dengan 22. Jadi setiap unit
analog insulin kerja cepat akan menurunkan glukosa plasma sekitar 22 mg/dL (1,2 mmol/L). Agar
perhitungan dosis insulin lebih mudah ditentukan oleh pasien, ini akan dibulatkan menjadi 20 mg/dL
atau 25 mg/dL per 1 unit insulin (1,1 mmol/L atau 1,4 mmol/L per 1 unit insulin) . Tinjauan tindak
lanjut dari data glukosa darah yang sedang berlangsung memungkinkan individualisasi faktor koreksi
yang lebih tepat.
Penghitungan karbohidrat adalah alat yang efektif untuk menentukan jumlah insulin kerja
cepat yang harus disuntikkan untuk setiap kali makan. Rejimen "Basal-bolus" menggunakan MDI
mencoba untuk meniru fisiologi insulin normal dengan kombinasi insulin kerja menengah atau
panjang untuk menyediakan komponen basal, dan insulin kerja cepat untuk menyediakan cakupan
prandial. Beberapa insulin kerja panjang dapat digunakan untuk menyediakan komponen insulin
basal, termasuk detemir insulin, glargine, atau degludec. Analog insulin kerja panjang ini adalah cara
yang paling nyaman untuk menyediakan cakupan basal untuk sebagian besar pasien dengan DM tipe
1. Insulin bolus atau prandial dapat diberikan oleh insulin reguler atau salah satu analog insulin kerja
cepat: lispro, aspart, atau glulisine. Onset cepat dan durasi kerja analog insulin kerja cepat lebih mirip
dengan fisiologi normal daripada insulin reguler. Pasien melaporkan kenyamanan menyuntik saat
makan telah membuat insulin kerja cepat sangat populer, meskipun percobaan membandingkan
insulin biasa dengan insulin kerja cepat hanya menemukan perbaikan sederhana dalam kontrol
glikemik dan risiko hipoglikemia. Saat menggunakan rejimen basal-bolus, pasien menentukan dosis
insulin bolus yang akan diberikan Alih-alih menggunakan dosis tetap insulin kerja cepat sebelum
makan, pasien dapat menyesuaikan sendiri dosisnya berdasarkan perkiraan gram karbohidrat atau
"pilihan" karbohidrat yang akan dikonsumsi.
Pasien yang memperkirakan gram karbohidrat dalam makanannya biasanya menggunakan
“rasio insulin terhadap karbohidrat” untuk menentukan dosis bolusnya. Salah satu metode untuk
menghitung rasio insulin terhadap karbohidrat adalah dengan menggunakan 500 dibagi dengan dosis
total insulin harian. Untuk insulin reguler, 450 dapat digunakan dalam perhitungan ini. Misalnya, jika
total dosis insulin harian pasien adalah 76 unit, perhitungannya akan menjadi 500 dibagi 76 yang
sama dengan 7 g karbohidrat. Jadi 1 unit insulin kerja cepat akan mencakup sekitar 7 g karbohidrat.
Ini adalah titik awal, dan untuk memudahkan perhitungan oleh pasien, angkanya dapat dibulatkan.
Tinjauan data BG tindak lanjut sebelum dan 2 jam setelah makan akan memungkinkan penentuan
rasio insulin terhadap karbohidrat individu yang lebih tepat. Meskipun grafik makanan memberikan
perkiraan kasar jumlah karbohidrat dalam makanan yang berbeda, pasien sering belajar untuk
menyesuaikan dosis insulin waktu makan berdasarkan respons individu mereka sendiri terhadap item
makanan yang berbeda.
Pada DM tipe 1, sekitar 50% dari total penggantian insulin harian harus dalam bentuk insulin
basal dan 50% lainnya dalam bentuk insulin. bentuk insulin bolus, dibagi di antara waktu makan. Jika
rasio basal: bolus pasien tidak mendekati rekomendasi ini, rejimen harus dinilai ulang. Untuk pasien
DM tipe 1 yang baru memulai terapi insulin, dosis awal total harian biasanya antara 0,5 dan 0,6
unit/kg/hari. Dosis insulin basal harus 50% dari dosis total dan secara empiris dosis insulin prandial
harus 20% dari dosis total sebelum sarapan, 15% sebelum makan siang, dan 15% sebelum makan
malam, meskipun dosis ini harus disesuaikan berdasarkan kebiasaan makan pasien. Sebagian besar
pasien DM tipe 1 membutuhkan antara 0,5 dan 1 unit/kg insulin setiap hari. Jika pasien membutuhkan
jumlah insulin yang jauh lebih tinggi, ini menunjukkan bahwa pasien mungkin mengalami resistensi
insulin atau memiliki antibodi insulin.
Infus insulin subkutan terus menerus atau pompa insulin menggunakan analog insulin kerja
cepat adalah metode yang paling canggih dan tepat untuk pengiriman insulin. Pada pasien dengan
motivasi tinggi, CSII lebih mungkin untuk mencapai kontrol glikemik yang sangat baik daripada
MDI. CSII dapat menghitung dosis insulin bolus yang direkomendasikan berdasarkan asupan
karbohidrat. berdasarkan SMBG sebelum makan, antisipasi asupan karbohidrat dari makanan, dan
aktivitas fisik yang diantisipasi dalam 3 hingga 4 jam ke depan, karena olahraga dapat mengurangi
kebutuhan insulin. Banyak pasien memulai dengan dosis tetap insulin sebelum
makan dan kemudian belajar bagaimana menyesuaikan dosis insulin menggunakan "skala
insulin yang disesuaikan" atau "faktor koreksi" berdasarkan pembacaan glukosa sebelum
makan. Pasien pada rejimen yang lebih maju belajar untuk menyesuaikan dosis insulin
bolus berdasarkan asupan karbohidrat diantisipasi dan aktivitas fisik.
Terapi pompa insulin juga dapat dipasangkan dengan pemantauan glukosa kontinu (CGM),
yang memungkinkan perhitungan dosis koreksi insulin, serta mengingatkan pasien akan hipoglikemia
dan hiperglikemia. Pasien harus tetap tahu apakah perhitungan pomp sudah benar. CSII "loop dekat",
di mana pompa secara otomatis membuat keputusan dosis insulin dan menyesuaikan infus dengan
tepat untuk menjaga nilai glukosa darah tetap normal, saat ini dalam uji coba jangka panjang. Untuk
saat ini, pasien masih harus memverifikasi bahwa dosis bolus yang dihitung dan laju infus basal sudah
sesuai. Keuntungan lain dari terapi pompa adalah bahwa tingkat infus insulin basal dapat bervariasi
sepanjang hari. Fitur-fitur ini memungkinkan pemberian dosis insulin yang lebih tepat dan membantu
pasien mencapai kontrol glikemik yang lebih baik.
Terlepas dari keuntungan ini, pompa insulin membutuhkan perhatian yang lebih besar
terhadap detail dan SMGD yang lebih sering daripada rejimen MDI bolus basal.21 CSII hanyalah alat.
Jadi jika pasien tidak terkontrol dengan baik atau tidak mau secara aktif menyesuaikan dosis insulin
saat menggunakan suntikan, sangat kecil kemungkinannya pasien akan mencapai kontrol yang lebih
baik pada pompa. Inisiasi dan penyesuaian CSII harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
CSII memerlukan diskusi yang jujur dengan pasien tentang tuntutan penggunaan CSII serta
menetapkan harapan yang sesuai. Akhirnya, pasien membutuhkan pelatihan ekstensif tentang cara
menggunakan dan memelihara pompa mereka.
Semua pasien yang diobati dengan insulin harus diinstruksikan bagaimana mengenali dan
mengobati hipoglikemia. Banyak pasien yang mengalami hipoglikemia tergoda untuk mengobati
episode hipoglikemia yang mengakibatkan hiperglikemia rebound. Untuk meminimalkan masalah ini,
pasien harus disarankan untuk mengikuti "aturan 15." Jika hipoglikemia diidentifikasi, pasien harus
mengkonsumsi 15 g karbohidrat sederhana. Contohnya termasuk mengkonsumsi 8 ons (sekitar 240
mL) jus jeruk, 8 ons (sekitar 240 mL) susu, 4 tablet glukosa, atau 1 tabung gel glukosa dan kemudian
menguji ulang BG mereka 15 menit kemudian. Jika glukosa darah tetap kurang dari 70 mg/dL (3,9
mmol/L), pasien harus mengulangi aturan 15 sampai BG mereka menjadi normal.
Pada setiap kunjungan, pasien DM tipe 1 harus ditanyakan tentang hipoglikemia termasuk
frekuensi dan tingkat keparahan episode hipoglikemik.
Setiap hipoglikemia yang memerlukan bantuan orang lain, kunjungan ke fasilitas perawatan darurat
atau darurat, atau rawat inap harus didokumentasikan dan langkah-langkah untuk mencegah episode
ini di masa depan harus diambil.
Beberapa pasien dengan DM tipe 1 akan mengembangkan ketidaksadaran hipoglikemik.
Ketidaksadaran hipoglikemik dapat terjadi akibat neuropati otonom atau ketika pasien sering
mengalami episode hipoglikemia. Pasien yang kehilangan tanda-tanda peringatan hipoglikemia
tampaknya memiliki titik setel yang lebih rendah untuk pelepasan hormon kontraregulasi. Hilangnya
tanda-tanda peringatan hipoglikemia merupakan kontraindikasi relatif untuk melanjutkan terapi
intensif. Dalam situasi seperti itu, kesadaran hipoglikemik dapat dipulihkan dengan mengurangi atau
menyesuaikan dosis insulin untuk menghindari episode
hipoglikemik secara hati-hati.
Untuk anak-anak dan remaja puber, tujuan glikemik mungkin perlu
disesuaikan dengan risiko hipoglikemia. Tabel 74-6 daftar tujuan glikemik.2
a Assay harus pengukuran bersertifikat National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP)
dan standar DCCT. Kontrol glikemik yang lebih ketat mungkin tepat jika dilakukan tanpa
hipoglikemia yang signifikan atau efek samping. Tujuan HbAlc yang kurang ketat mungkin sesuai
pada pasien dengan riwayat hipoglikemia berat, harapan hidup terbatas, komplikasi mikro/
makrovaskular lanjut atau komorbiditas, lansia berisiko, demensia, atau pada anak kecil.
b.pengukuran glukosa postprandial harus dilakukan 1-2 jam setelah awal makan, umumnya waktu
kadar puncak pada pasien diabetes
c Kerentanan terhadap hipoglikemia dan risiko komplikasi yang relatif rendah sebelum pubertas
dipertimbangkan. Remaja dan dewasa muda mungkin memiliki tujuan dewasa jika tanpa masalah
perkembangan dan psikologis, dan jika tanpa hipoglikemia yang berlebihan.
^ Tujuan A1C yang lebih rendah dapat ditetapkan untuk individu jika dapat dicapai tanpa
hipoglikemia berat atau berulang atau beban pengobatan yang tidak semestinya.
Penyakit kronis yang hidup berdampingan adalah kondisi yang cukup serius untuk
memerlukan pengobatan atau manajemen gaya hidup dan mungkin termasuk radang sendi,
kanker, gagal jantung kongestif, depresi, emfisema, jatuh, hipertensi, inkontinensia, penyakit
ginjal kronis stadium 3 atau lebih buruk, infark miokard, dan stroke. Yang kami maksud
dengan "banyak", setidaknya tiga, tetapi banyak pasien mungkin memiliki lima atau lebih (6).
Adanya penyakit kronis stadium akhir tunggal, seperti gagal jantung kongestif
stadium 3-4 atau penyakit paru yang bergantung pada oksigen, penyakit ginjal kronis yang
memerlukan dialisis, atau kanker metastatik yang tidak terkontrol, dapat menyebabkan gejala
yang signifikan atau penurunan status fungsional dan secara signifikan mengurangi harapan
hidup
Alergi insulin jarang terjadi pada insulin manusia. Pada kebanyakan pasien, reaksi
lokal akan menghilang seiring waktu. Jika reaksi ringan di tempat penyuntikan terjadi, kaji
teknik penyuntikan pasien. Sering kali pasien menyuntikkan insulin dingin, yang
menyebabkan pelebaran vaso di sekitar tempat suntikan. Untuk beberapa pasien, jenis atau
sumber insulin yang berbeda dapat meringankan masalah. Jika reaksi alergi tidak membaik
atau sistemik, protokol desensitisasi insulin tersedia.
Lipohipertrofi dapat terjadi pada beberapa pasien dengan DM tipe 1 yang
berlangsung lama. Beberapa pasien memberikan suntikan insulin mereka di tempat yang sama
berulang kali untuk meminimalkan ketidaknyamanan; dari waktu ke waktu ini dapat
menyebabkan lipohipertrofi. Lipohipertrofi kadang-kadang dapat dilihat pada pemeriksaan
fisik dan dengan meraba tempat suntikan. Karena penyerapan insulin dari area lipohipertrofi
tidak dapat diprediksi, pasien harus menghindari suntikan insulin ke area ini. Lipoatrofi,
karena penghancuran adiposity lokal, jarang terjadi tetapi dapat dilihat di tempat suntikan
juga.
Ketika pasien yang menggunakan insulin berjuang untuk mencapai control glikemik
yang baik, beberapa masalah harus dieksplorasi termasuk penggunaan insulin yang
berlebihan, pemilihan tempat suntikan, dan teknik injeksi. Jawaban untuk semua pembacaan
glukosa darah tinggi belum tentu lebih banyak insulin. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh
insulin yang terlalu sedikit atau dapat juga disebabkan oleh “rebound” dari glukosa yang
rendah dan pengobatan yang berlebihan dengan jumlah karbohidrat yang berlebihan. Tes
glukosa darah yang
teliti atau penggunaan CGM tertentu dapat membantu membedakan kedua masalah tersebut.
Ada variabilitas penyerapan insulin dari injeksi ke injeksi dan dari situs ke situs yang dapat
menyebabkan perubahan glukosa yang luas. Penyerapan insulin yang paling konsisten adalah
dari dinding perut. Pasien didorong untuk mengambil semua suntikan mereka di perut. Jika
pasien tidak mampu atau tidak mau mengikuti saran ini, maka rotasi situs sistematis adalah
pilihan yang lebih disukai berikutnya. Pasien harus selalu memberikan suntikan insulin di
bagian tubuh yang sama dan pada waktu yang sama setiap hari. Jika ragu, selalu evaluasi
kembali teknik injeksi pasien termasuk dosis insulin yang tepat, dosis injeksi insulin, dan
pengujian glukosa darah. Terkadang kesalahan sederhana menghasilkan kontrol glikemik
yang tidak terduga.
Pengosongan lambung yang tidak menentu tanpa gejala dapat sangat menghambat
kemampuan untuk mencocokkan insulin dengan makanan. Sebuah studi pengosongan
lambung jika dicurigai tepat. Pasien DM tipe 1 yang terus memiliki kontrol glikemik
postprandial yang tidak menentu meskipun evaluasi yang cermat untuk penggunaan insulin
yang tepat dapat mengambil manfaat dari penambahan pramlintide amilinomimetik.
Pramlintide diambil sebelum setiap makan dan sedikit dapat meningkatkan kontrol glukosa
darah postprandial. Namun, ini bukan pengganti
insulin bolus. Selain itu, pramlintide tidak dapat dicampur dengan insulin yang mengharuskan
pasien untuk mengambil suntikan tambahan setiap kali makan. Ketika pramlintide dimulai,
dosis insulin prandial harus dikurangi 30% sampai 50%, untuk mencegah hipoglikemia.
Pramlintide kemudian dititrasi berdasarkan efek samping gastrointestinal dan tujuan
glikemik postprandial. Penyuntikan pramlintide sebelum makan dan insulin kerja cepat segera
setelah makan mungkin lebih cocok dengan peningkatan glukosa postprandial karena
pengosongan lambung yang tertunda. Pasien harus menyadari risiko hipoglikemia, efek
samping gastrointestinal, dan bagaimana meminimalkan risiko keduanya.
Transplantasi sel pulau dan seluruh pankreas kadang-kadang digunakan pada pasien
yang memerlukan terapi imunosupresif karena alasan lain, seperti transplantasi ginjal. Banyak
pasien dapat menghentikan insulin atau hanya memerlukan sulfonilurea atau agonis GLP-1
untuk mempertahankan kontrol glikemik yang baik. Namun, dalam waktu 2 tahun setelah
transplantasi pankreas, 80% atau lebih perlu memulai kembali beberapa bentuk terapi insulin.
Diabetes Mellitus Tipe 219,22-24
Farmakoterapi untuk DM tipe 2 telah berubah secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir dengan penambahan beberapa kelas obat baru dan rekomendasi untuk mencapai
kontrol glikemik individual. Gejala pasien mungkin awalnya memerlukan pengobatan dengan
insulin atau terapi kombinasi. Semua pasien dirawat dengan modifikasi gaya hidup terapeutik.
Pasien dengan HbAlc 7,5% (0,075; 58 mmol/mol Hb) atau kurang biasanya diobati dengan
agen antihiperglikemik yang tidak mungkin menyebabkan hipoglikemia. Mereka yang
memiliki HbAlc lebih dari 7,5% tetapi kurang dari 8,5% (lebih dari 0,075 tetapi kurang dari
0,085; lebih dari 58 tetapi kurang dari 69 mmol/mol Hb) awalnya dapat diobati dengan agen
tunggal, atau terapi kombinasi. Pasien dengan HbAlc awal yang lebih tinggi akan
membutuhkan dua agen atau insulin. Semua keputusan terapeutik harus mempertimbangkan
kebutuhan dan preferensi pasien, jika memungkinkan secara medis.19,23
Regimen terapi oral terbaik untuk pasien DM tipe 2 masih diperdebatkan secara luas.
Berdasarkan hasil UKPDS dan safety record, pasien obesitas tanpa kontraindikasi sering
dimulai dengan metformin yang dititrasi sampai 2.000 mg/hari. Metformin juga akan bekerja
pada pasien nonobese dengan DM tipe 2; namun, populasi ini lebih cenderung menjadi
insulinopenic, memerlukan obat-obatan yang dapat meningkatkan sekresi insulin. Di UKPDS,
penggunaan metformin pada pasien DM tipe 2 obesitas mengurangi kematian total, tetapi
penelitian ini sebelum penggunaan statin, kontrol tekanan darah yang ketat, dan rekomendasi
luas tentang
penggunaan terapi antiplatelet. Daya tahan jangka panjang dari respon glikemik yang
dihasilkan oleh metformin kurang optimal dan pasien akan sering membutuhkan terapi
tambahan dari waktu ke waktu.
Sekretagog insulin, seperti sulfonilurea, sering ditambahkan kedua. Meskipun
sulfonilurea lebih murah daripada pai terapi tambahan lainnya, sulfonilurea memiliki
beberapa kelemahan potensial termasuk penambahan berat badan dan hipoglikemia. Selain
itu, sulfonilurea tidak menghasilkan respons glikemik yang tahan lama. Pilihan yang lebih
baik termasuk inhibitor DPP-4, agonis reseptor GLP-1 dan inhibitor SGLT2 tetapi masing-
masing memiliki keterbatasan terapeutik dan keamanan juga. TZD menghasilkan respons
glikemik yang lebih tahan lama dan tidak mungkin menyebabkan hipoglikemia, tetapi
penambahan berat badan, retensi cairan dan risiko gagal jantung onset baru serta masalah
keamanan jangka panjang lainnya telah membatasi penggunaannya oleh banyak dokter dalam
beberapa tahun terakhir. Terapi berorientasi tujuan glikemik yang berarti intervensi harus
cukup untuk mencapai tujuan glikemik.
Gambar 74-4 adalah algoritma konsensus oleh ADA dan Euro pean Association for
the Study of Diabetes.23 Algoritme pengobatan DM tipe 2 lain yang sering dikutip
diterbitkan oleh Ameri can Association of Clinical Endocrinologists/American College of
Endocrinologists (AACE/ACE ) (Lihat: www.aace.com/publica tions). Kedua pedoman
pengobatan merekomendasikan individualisasi farmakoterapi; namun, algoritme AACE/ACE
mengarahkan klinisi ke obat tertentu berdasarkan tingkat bukti, penurunan glikemik, risiko
hipoglikemia, efek samping, dan efek pada berat badan.Algoritma ADA tidak
merekomendasikan satu obat di atas yang lain, tetapi daftar atribut ini di sebelah mediasi
untuk dipertimbangkan oleh dokter. Satu perbedaan yang dicatat adalah bahwa sulfonilurea
ditempatkan sebagai pilihan "terakhir" dalam
algoritma AACE/ACE, sedangkan ADA menempatkan sulfonilurea sebagai agen lini
kedua yang potensial.
Tabel 74-6 memberikan kerangka kerja untuk tujuan individualisasi HbAlc.
Pemilihan pengobatan harus didasarkan pada beberapa faktor.
Pertimbangkan beberapa pertanyaan sederhana untuk memandu terapi: (1) Berapa
lama pasien menderita diabetes? Jika pasien telah menderita diabetes selama beberapa tahun,
karena kemajuan kegagalan fungsi sel , pasien lebih mungkin untuk memerlukan terapi
insulin. (2) Penyakit penyerta? Jika pasien memiliki beberapa penyakit penyerta, CVD,
demensia, harapan hidup, depresi, osteoporosis, gagal jantung, infeksi urogenital (GU)
berulang, beberapa obat mungkin merupakan pilihan yang buruk berdasarkan potensi efek
sampingnya. Selain itu, komorbiditas tertentu harus "mengurangi" tujuan HbAlc.22 (3)
Berapa jumlah penurunan glukosa yang diperlukan untuk mencapai tujuan? Setiap agen oral
dan agonis reseptor GLP-1 memiliki batas pengurangan HbAlc, meskipun sebagian besar obat
menghasilkan pengurangan yang lebih kuat dengan HbAlc awal yang lebih tinggi. (4) Apakah
masalah utama peningkatan pembacaan BG post-prandial? Bacaan BG Puasa? Atau
keduanya? Jika BG postprandial pasien adalah alasan utama untuk control yang buruk, pilih
obat yang menangani darah postprandial kunjungan glukosa. Sebaliknya, jika pembacaan BG
puasa pasien meningkat secara konsisten, obat yang menangani BG puasa akan menjadi
pilihan yang lebih baik. (5) Profil efek samping? Kontraindikasi, potensi hipoglikemia, dan
tolerabilitas didasarkan pada status pasien saat ini; (6) Motivasi, sumber daya, dan potensi
kesulitan dengan kepatuhan juga harus mempengaruhi pemilihan pengobatan. (7) Umur?
Jika pasien adalah orang dewasa yang lebih tua, risiko hipoglikemia dan efek
samping lainnya meningkat dan harapan hidup berkurang. Faktor-faktor ini harus
mempengaruhi pilihan pengobatan dan tujuan HbA1c . (8) Efek non glikemik? Pengurangan
CVD dengan obat-obatan, efek lipid, efek tekanan darah, berat badan, dan daya tahan
pengurangan HbA1c semuanya dapat mempengaruhi keputusan. Lihat Tabel 74-6 untuk
kerangka kerja individualisasi tujuan HbAlc
Fungsi sel sangat berkurang (sebesar 50%-80%) pada saat DM tipe 2 didiagnosis.
Mempertahankan fungsi sel dan menahan sifat progresif DM tipe 2 akan menjadi pendekatan
yang mengubah paradigma pengobatan. Namun,obat-obatan yang tersedia saat ini lambat,
tetapi tidak menghentikan perkembangan. Tampaknya tidak mungkin satu kelas obat akan
menghentikan kegagalan sel , yang memerlukan terapi kombinasi.
Kombinasi agonis reseptor TZD dan GLP-1 adalah logis karena TZD mengurangi
apoptosis sel dan agonis reseptor GLP-1 meningkatkan fungsi pankreas. Data dua tahun pada
pasien yang baru didiagnosis yang diberi metformin, pioglitazone, dan exenatide
menunjukkan nilai HbA1c mendekati normal.25
Hampir semua pasien dengan DM tipe 2 akhirnya menjadi relative insulinopenik
sehingga memerlukan terapi insulin. Pasien dengan DM tipe 2 sering beralih ke insulin
dengan menggunakan injeksi insulin basal kerja menengah atau kerja panjang sebelum tidur
sambil terus menggunakan agen oral atau agonis reseptor GLP-1 untuk kontrol di siang hari.
Strategi ini dikaitkan dengan penambahan berat badan yang lebih sedikit, kemanjuran yang
sama, dan risiko hipoglikemia yang lebih rendah bila dibandingkan dengan memulai insulin
prandial atau rejimen insulin split-mix dua kali sehari.26 Pasien yang menggunakan insulin
basal insulin harus dipantau untuk hipoglikemia dengan menanyakan tentang keringat malam,
kurang tidur, mimpi buruk, palpitasi, dan tremor serta SMBG. Kontrol yang tidak memadai
dengan insulin basal atau waktu tidur sering muncul dengan HbA1c di atas target meskipun
FPG mendekati target. Hal ini sering disebabkan oleh peningkatan glikemia postprandial
sepanjang hari. Menggunakan strategi "basal plus", di mana dosis insulin bolus diberikan
sebelum makan terbesar hari itu atau makan dengan perjalanan glukosa terbesar, mungkin
lebih mudah diterapkan daripada MDI. Ketika insulin prandial ditambahkan ke makan malam,
pengurangan dosis insulin basal sebelum tidur mungkin diperlukan.27 Alternatif untuk
memulai insulin prandial adalah dengan menambahkan agonis reseptor GLP-1. Jika insulin
campuran bifasik digunakan, seperti 70/30 NPH/
Insulin campuran reguler, Humalog Mix 75/25 atau Mix 50/50 atau Novolog Mix
70/30, harus diberikan dua kali sehari sebelum makan pertama dan ketiga. Jika kontrol yang
memadai tidak tercapai, dosis ketiga insulin campuran dapat diberikan dengan makan siang.
Ini tidak hanya memungkinkan cakupan prandial yang lebih baik tetapi juga meningkatkan
risiko hipoglikemia. Insulin pracampuran tidak sefleksibel karena dosis kedua jenis insulin
tidak dapat diubah secara independen.
Pasien biasanya menyesuaikan dosis insulin yang salah ketika ditemukan nilai SMGD
yang tinggi atau rendah. Untuk rejimen insulin premix 2-suntikan yang khas, jika glukosa
makan malam sebelum makan di luar kisaran, dosis insulin pagi harus disesuaikan. Demikian
pula, jika glukosa puasa pagi di luar kisaran, dosis malam harus disesuaikan.
Mengingat bahwa resistensi insulin biasa terjadi pada pasien dengan DM tipe 2, dosis
insulin yang diperlukan untuk mencapai kontrol glikemik yang baik biasanya antara 0,7 dan
2,5 unit/kg dan beberapa kali lebih banyak. Algoritma untuk terapi insulin pada pasien dengan
diabetes tipe 2 telah dikembangkan
oleh Texas Diabetes Council (Lihat: www.tdctoolkit.org/algorithms-guidelines), ADA23, dan
AACE (Lihat: www.aace.com/publications) (Gbr. 74-5). GAMBAR 74-5 Algoritme Insulin
Sederhana untuk DM tipe 2 pada anak dan dewasa. Lihat: www.texasdiabetescouncil.org
untuk algoritma
terkini. (Dicetak ulang dari Dewan Diabetes Texas.)
Setara SI untuk A1C dari gambar adalah: 4% (0,04; 20 mmol/mol Hb), 6% (0,06; 42 mmol/mol
Hb), 7% (0,07; 53 mmol/mol Hb), 8% (0,08 ; 64 mmol/mol Hb), 10% (0,10; 86 mmol/mol Hb),
dan 1% perubahan (0,01; 11 mmol/mol Hb).
Setara SI untuk glukosa dari gambar adalah: 80 mg/dL (4,4 mmol/L), 99 mg/dL (5,5 mmol/L),
100 mg/dL (5,6 mmol/L), 110 mg/dL (6,1 mmol /L), 120, dan 121 mg/dL (6,7 mmol/L), 130
mg/dL (7,2 mmol/L), 140 dan 141 mg/dL (7,8 mmol/L), 180 mg/dL (10 mmol/ L).
Catatan kaki:
Untuk pendekatan lengkap untuk inisiasi insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2, lihat Algoritma
Insulin untuk Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Anak dan Dewasa. B
Intensifkan manajemen jika: Penyakit kardiovaskular tidak ada/stabil, komplikasi mikrovaskular
ringan-sedang, kesadaran hipoglikemia utuh, episode hipoglikemik jarang, diabetes yang baru
didiagnosis.
Penatalaksanaan kurang intensif jika: Bukti komplikasi kardiovaskular dan/atau mikrovaskular
lanjut atau tidak terkontrol, ketidaksadaran hipoglikemia, rentan pasien (yaitu, gangguan kognisi,
demensia, riwayat jatuh). Lihat strategi pengobatan “A1C Goal” untuk penjelasan lebih lanjut. A1C
dirujuk ke kisaran nondiabetes 4% -6% menggunakan uji berbasis DCCT. (Rekomendasi praktik
klinis ADA. Diabetes Care 2009;32(suppl 1):S19-S20 .)
Pengukur glukosa saat ini memberikan nilai yang dikoreksi menjadi glukosa plasma.
Biasanya dengan insulin secretagogue (sulfonylurea, repaglinide, atau nateglinide) dan sensitizer
(metformin, atau thiazolidinedione). Lihat Algoritma Kontrol Glikemik. Profil farmakokinetik NPH
dibandingkan dengan glargine atau detemir kurang dapat diprediksi, sehingga dapat mengakibatkan
variasi gula darah dan peningkatan hipoglikemia nokturnal. Biaya glargine atau detemir adalah 1,5-2
kali itu NPH. Lispro 75/25 atau Aspart 70/30 dapat dipertimbangkan pada penyesuaian dosis sebelum
makan malam menurut HS dan SMBG puasa.
Penting: Lihat sisipan paket untuk dosis. g Jika hipoglikemia siang hari berkembang, hubungi
profesional kesehatan. 2 dari 6— Inisiasi Terapi Insulin Sekali Sehari untuk Diabetes Mellitus Tipe 2
pada Anak dan Dewasa—Revisi 28/10/10.
Populasi Khusus
Anak-anak dan Remaja dengan DM Tipe 2 meningkat pada masa remaja. Obesitas dan
aktivitas fisik tampaknya menjadi penyebab khusus dalam patogenesis penyakit ini. Mengingat
bertahun-tahun pasien harus hidup dengan diabetes, dan bukti terbaru bahwa garis waktu untuk
komplikasi mikrovaskular mungkin mirip dengan orang dewasa yang lebih tua, upaya luar biasa harus
dikeluarkan pada langkah-langkah modifikasi gaya hidup dalam upaya untuk menormalkan kadar
glukosa. Gagal strategi itu, satu-satunya agen oral yang disetujui FDA untuk digunakan pada anak-
anak (10-16 tahun) adalah metformin. Sayangnya, daya tahan respons terhadap monoterapi metformin
buruk pada banyak remaja. Sulfonilurea juga umum digunakan. TZD meningkatkan kontrol glikemik
ketika ditambahkan ke terapi metformin tetapi saat ini tidak disetujui FDA untuk digunakan pada
anak-anak. Penghambat DPP-4 dan agonis reseptor GLP-1, sementara pilihan yang menarik, belum
dipelajari secara memadai pada anak-anak. Terapi insulin terus menjadi standar perawatan ketika
tujuan glikemik tidak dapat dicapai atau dipertahankan dengan metformin dan sulfonilurea. Pada
wanita remaja, kemungkinan kehamilan di masa depan harus dipertimbangkan. Skrining dan
rekomendasi untuk pengobatan hipertensi, dislipidemia, nefropati, retinopati, hipotiroidisme, dan
penyakit celiac tersedia.
Lansia dengan DM, Pasien lanjut usia yang baru didiagnosis dengan DM
menghadirkan tantangan terapeutik yang berbeda. Pertimbangan risiko hipoglikemia,
tingkat komorbiditas termasuk penyakit mikrovaskular yang parah, CVD, ketangkasan,
perawatan diri, status gizi, dukungan sosial, risiko jatuh, status mental, dan harapan
hidup semua harus mempengaruhi tujuan glikemik dan pemilihan pengobatan (lihat
Tabel 74-6). Pasien lanjut usia mungkin mengalami perubahan presentasi hipoglikemia
karena mereka kehilangan gejala adrenergik karena hilangnya fungsi saraf otonom
seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat menyebabkan gejala neuroglikopenik muncul
segera setelah mengidentifikasi hipoglikemia. Inhibitor DPP-4, sekretagog insulin
kerja pendek, sulfonilurea dosis rendah, atau inhibitor -glukosidase dapat digunakan.
Penurunan fungsi ginjal terkait usia dapat menghalangi terapi metformin, tetapi dosis
yang lebih rendah dapat digunakan jika perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR)
secara konsisten di atas 30 mL/menit/1,73 m2.
Kemanjuran inhibitor SGLT2 menurun seiring dengan penurunan fungsi ginjal,
sehingga sebagian besar pasien lanjut usia mungkin tidak memiliki respons yang
sama dengan orang dewasa yang lebih muda. Inhibitor SGLT2 juga dapat
meningkatkan frekuensi berkemih, menyebabkan kemungkinan perubahan ortostatik
dan meningkatkan risiko jatuh. Risiko yang lebih tinggi dari fraktur ekstremitas distal
dari jatuh dengan orang dewasa yang lebih tua telah didokumentasikan dengan
canagliflozin. Risiko jatuh dan patah tulang harus dipertimbangkan dengan TZDs
yang juga cenderung patah tulang ekstremitas karena jatuh. Penghambat DPP-4
atau penghambat -glukosidase adalah obat oral, yang mungkin bermanfaat pada
orang dewasa yang lebih tua karena risiko hipoglikemia yang rendah. Regimen insulin
sederhana dengan insulin basal harian mungkin sesuai untuk kontrol glikemik pada
pasien usia lanjut, terutama jika kontrol glikemik yang ketat bukanlah tujuannya.
Kontroversi Klinis . . .
Agen oral dalam Kehamilan, Penggunaan agen antidiabetes oral untuk pengelolaan diabetes
gestasional atau DM tipe 2 selama kehamilan terus menjadi kontroversi. Bagi pasien yang gagal
mempertahankan kontrol glikemik yang optimal selama kehamilan dengan modifikasi diet dan gaya
hidup, langkah selanjutnya secara tradisional adalah menggunakan terapi insulin.
Baru-baru ini, bagaimanapun, beberapa dokter telah mulai menggunakan
agen oral termasuk sulfonilurea dan metformin pada pasien dengan GDM
atau DM tipe 2 selama kehamilan. Sebuah studi kohort retrospektif terhadap 10.682 wanita dengan
GDM yang membutuhkan terapi medis, bagaimanapun, mengungkapkan bahwa bayi yang lahir dari
wanita dengan GDM yang dikelola dengan glyburide lebih mungkin mengalami makrosomia dan
dirawat di unit perawatan intensif dibandingkan dengan mereka yang diobati dengan terapi insulin.
Pasien yang diobati dengan glyburide secara signifikan lebih banyak masuk ke NICU, gangguan
pernapasan, dan makrosomia. Sebuah penelitian terhadap 751 wanita dengan GDM secara acak
menetapkan subjek pada usia kehamilan 20 hingga 33 minggu untuk membuka pengobatan dengan
metformin dan insulin tambahan, jika diperlukan, atau terapi insulin. Studi ini tidak menemukan
peningkatan angka preeklamsia atau komplikasi perinatal lainnya dengan penggunaan metformin
dibandingkan dengan insulin. Akhirnya, meta-analisis 2015 membandingkan metformin dengan
glyburide menemukan bahwa metformin dikaitkan dengan lebih sedikit kenaikan berat badan ibu,
berat lahir rendah, makrosomia lebih sedikit, dan lebih sedikit besar untuk bayi usia kehamilan.
Tingkat kegagalan lebih tinggi dengan metformin daripada glibenclamide.
Pedoman American Diabetes Association saat ini terus merekomendasikan terapi insulin
sebagai pengobatan pilihan untuk mengelola wanita dengan diabetes gestasional atau DM tipe 2 pada
kehamilan yang gagal mencapai kontrol optimal dengan diet dan modifikasi gaya hidup saja.39 Baik
metformin maupun glyburide tidak memiliki FDA resmi. Hipoglikemia berat harus dihindari pada
populasi ini, karena telah dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi 1 tahun setelah kejadian.
Selain itu, perilaku perawatan diri yang buruk, ketajaman visual, dan ketangkasan mungkin menjadi
perhatian.
Metformin dan glyburide telah dipelajari sebagai alternatif terapi insulin.
Glyburide tidak terdeteksi dalam serum tali pusat bayi mana pun dalam satu penelitian,
sedangkan metformin melintasi plasenta. Studi lebih lanjut diperlukan sebelum
merekomendasikannya secara rutin pada GDM, tetapi pada pasien yang kompleksitas
insulinnya terlalu sulit atau menolak penggunaan insulin, glyburide atau metformin dibenarkan.
Pasien dengan DM gestasional harus dievaluasi sekitar 6 minggu setelah melahirkan
untuk memastikan bahwa toleransi glukosa normal telah kembali. Risiko seumur
hidup untuk pengembangan DM tipe 2 adalah 30% hingga 50%, sehingga
penilaian ulang berkala terhadap pasien GDM sebelumnya diperlukan.
Perawatan Prakonsepsi untuk Wanita, Peningkatan prevalensi DM telah dicatat pada wanita usia
reproduksi. Perencanaan sebelum hamil adalah wajib. Organogenesis sebagian besar selesai dalam 8
minggu pertama kehamilan—jauh sebelum kontrol glikemik yang baik dapat dicapai tanpa adanya
perencanaan prakonsepsi. Sayangnya, malformasi kongenital mayor akibat kontrol glukosa yang
buruk pada trimester pertama kehamilan tetap menjadi penyebab utama kematian dan morbiditas
serius pada bayi dari ibu dengan DM tipe 1 atau tipe 2. Untuk wanita dengan DM yang dikendalikan
oleh gaya hidup saja, konversi ke insulin segera setelah kehamilan dikonfirmasi adalah tepat. Pasien
yang sebelumnya diobati dengan insulin mungkin memerlukan
intensifikasi regimen mereka untuk mencapai tujuan terapeutik. Kehamilan normal dikaitkan dengan
penurunan konsentrasi BG karena glukosa dialihkan ke janin. Selama perencanaan prakontrasepsi,
semua obat harus ditinjau keamanannya. Obat dengan teratogenisitas yang diketahui, seperti ACE
inhibitor dan statin, harus dihentikan atau diganti.
Hari Sakit Penyakit self-limited akut jarang menimbulkan masalah besar bagi
pasien dengan DM tipe 2, meskipun mengikuti rencana hari sakit yang wajar
pada penyakit parah dapat menghindari kunjungan perawatan darurat dari
dehidrasi. Pasien DM tipe 2 harus melakukan SMG lebih sering, terutama jika
obat yang dapat menyebabkan hipoglikemia diberikan. Manajemen hari sakit
untuk pasien dengan DM tipe 1 lebih menantang. Sementara asupan kalori
umumnya menurun, sensitivitas insulin juga menurun. Oleh karena itu sering
membutuhkan jumlah insulin yang lebih besar untuk mengontrol BG selama
periode penyakit akut. Pasien perlu meningkatkan frekuensi SMBG, memeriksa
keton urin, penggunaan insulin kerja pendek, dan harus mengonsumsi 120
hingga 150 g karbohidrat per hari. Pasien harus melanjutkan rejimen insulin
mereka yang biasa dan menggunakan insulin kerja cepat tambahan berdasarkan
hasil SMGD.
Ketoasidosis Diabetik dan Keadaan Hiperglikemik Hiperosmolar, adalah keadaan darurat yang
sebenarnya. Pada pasien dengan diabetes tipe 1, ketoasidosis biasanya dicetuskan oleh pasien yang
mengabaikan insulin, atau penyakit akut yang diikuti dengan peningkatan hormon kontra regulasi
seperti kortisol, katekolamin, glukagon, dan hormon pertumbuhan.
Infeksi adalah penyebab umum DKA dan harus ditangani secara menyeluruh cukup dieksplorasi.
Banyak protokol untuk infus insulin IV saat ini tersedia dan klinisi harus menggunakan protokol yang
sudah ada. Akurasi glukosa plasma point of care (POC), terutama di ICU, telah menjadi kontroversi.
FDA telah meminta akurasi yang lebih baik dari pengukur glukosa POC agar disetujui untuk
digunakan di rumah sakit. Perencanaan pemulangan juga penting. Kira-kira sepertiga pasien yang
mengalami hiperglikemia selama rawat inap akan didiagnosis diabetes baru dan sepertiga lainnya
kemungkinan akan menderita pradiabetes. Mendapatkan HbA1C
saat masuk atau sebelum pulang dapat membantu menentukan siapa yang membutuhkan
perawatan lanjutan.
Penatalaksanaan Perioperatif, Pasien yang memerlukan pembedahan mungkin mengalami
perburukan glikemia yang serupa dengan yang dirawat di rumah sakit karena penyakit medis. Stres
akut meningkatkan hormon kontraregulasi. Terapi harus individual berdasarkan jenis DM, sifat
prosedur pembedahan, terapi sebelumnya, dan kontrol metabolik sebelum prosedur. Pasien yang
menggunakan obat oral mungkin perlu dialihkan sementara ke insulin untuk mengontrol glukosa
darah. Pada pasien yang membutuhkan insulin, dosis insulin terjadwal atau infus insulin kontinu
lebih disukai. Untuk pasien yang dapat makan segera setelah operasi, kelanjutan insulin basal
diperlukan. Pasien yang menerima terapi insulin basal-bolus dapat terus menerima dosis insulin kerja
lama mereka yang biasa sambil menahan dosis bolus sebelum makan sampai pasien makan. Untuk
pasien yang membutuhkan periode yang lebih lama tanpa nutrisi oral setelah operasi besar, seperti
pencangkokan bypass arteri koroner dan operasi perut besar, insulin infus IV kontinu lebih disukai.
Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Diabetes, Pasien yang hidup dengan HIV
memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembangnya DM tipe 2. Risiko ini mungkin terkait dengan
infeksi HIV, infeksi penyerta seperti hepatitis C, dan obat-obatan yang sering digunakan untuk
mengobati HIV dan penyakit penyertanya. Pentamidine, umumnya digunakan untuk infeksi
pneumonia Pneumocystis Carinii, adalah toksin sel dan dapat menyebabkan beberapa pasien
mengalami hipoglikemia akibat pelepasan insulin yang diikuti oleh hiperglikemia. Megestrol,
digunakan sebagai perangsang nafsu makan, dapat memiliki efek seperti glukokortikoid dan
menyebabkan hiperglikemia pada beberapa pasien. Inhibitor protease, yang digunakan untuk
mengelola HIV, dapat memperburuk sensitivitas insulin, menurunkan kemampuan sel untuk
mensekresi insulin, dan memperburuk lipotoksisitas. Penggunaan stavudine jangka panjang juga
meningkatkan risiko terkena diabetes. Redistribusi lemak dari subkutan ke kompartemen visceral dari
pengobatan atau infeksi HIV yang disebabkan oleh obat-obatan atau infeksi HIV, juga meningkatkan
risiko terkena diabetes. Metformin adalah obat pilihan untuk pasien HIV karena penambahan berat
badan dapat diminimalkan. Stavudine, zidovu dine, dan didanosine dapat menyebabkan laktemia,
terutama pada penggunaan jangka panjang. Mungkin disarankan untuk memeriksa kadar laktat pada
pasien yang menggunakan obat ini sebelum penggunaan metformin.
Pencegahan Diabetes Mellitus Upaya pencegahan DM tipe 1 dengan niacinamide, insulin suntik,
atau terapi insulin oral adalah semua tidak berhasil. Antibodi monoklonal anti-CD3 dan anti-CD20
dan vaksin GAD tertunda, tetapi tidak menghentikan penghancuran sel pada DM tipe 1. “4 pilar gaya
hidup” untuk pencegahan diabetes tipe 2 adalah dengan menurunkan berat badan, meningkatkan
latihan aerobik, meningkatkan serat, dan mengurangi asupan lemak.
Sekitar 15% sampai 20% metabolisme insulin terjadi di ginjal. Ini mungkin menjelaskan persyaratan
dosis insulin yang lebih rendah dan lebih lama durasi dari aktivitas diamati di pasien dengan tahap
akhir ginjal penyakit.
Efek samping yang paling umum dilaporkan dengan insulin adalah hipoglikemia .
Hipoglikemia adalah lagi umum di pasien pada intensif insulin terapi rejimen.
pasien dengan Tipe 1 DM pengalaman lagi hipoglikemik acara Kapan dibandingkan ke Tipe 2 DM
pasien WHO menggunakan insulin.
Meminimalkan risiko hipoglikemia untuk pasien yang menggunakan insulin harus mencakup
pendidikan tentang tanda dan gejala hipo- glikemia (takikardia, gemetar, dan sering, berkeringat),
sesuai perlakuan dari hipoglikemia, dan darah glukosa pemantauan.
Pasien dengan gejala neuroglikopenik mungkin mengalami kebingungan, agitasi tion, dan pada
akhirnya sebuah kehilangan dari kesadaran yang boleh kemajuan ke koma.
SMBG sangat penting bagi mereka yang menggunakan insulin, dan terutama penting pada pasien
dengan ketidaksadaran hipoglikemia.
Kit glukagon harus diresepkan dan tersedia untuk semua pasien dengan insulin yang memiliki
riwayat hipoglikemia berat atau berisiko tinggi untuk kejadian tersebut. Diperlukan waktu 10 hingga
15 menit untuk injeksi untuk mulai meningkatkan kadar glukosa dan pasien sering muntah.
.
Pertambahan berat badan sebagian besar terjadi pada lemak tubuh dan merupakan dosis bergantung.
Berat memperoleh adalah tidak diinginkan di paling Tipe 2 DM pasien, tetapi mungkin bermanfaat
pada pasien kurus dengan DM tipe 1. gerbang berat memperoleh atau memajukan berat kehilangan
(misalnya, metformin dan GLP-1 reseptor agonis).
Efek samping paru yang paling umum pada pasien yang menerima insulin inhalasi technosphere
adalah batuk dan pernapasan bagian atas infeksi tori.
Penggunaan insulin technosphere pada COPD dan asma adalah kontraindikasi karena risiko
bronkospasme.
insulin teknosfer penggunaan telah dikaitkan dengan penurunan kecil dalam fungsi paru-paru tion.
Secara khusus, itu dipaksa ekspirasi volume di 1 kedua ditolak sekitar 40 mL dalam uji klinis. Efek
ini tampaknya reversibel setelah penghentian obat. Pasien insulin technosphere Sebaiknya memiliki
spirometri tes dilakukan pada dasar, 6 bulan, dan setiap tahun setelahnya. Jika pengurangan 20% atau
lebih pada ekspirasi paksa volume tory dalam 1 detik diamati, insulin technosphere harus menjadi
dihentikan.
.
Itu dosis dari insulin harus menjadi individual. Di Tipe 1 DM, itu kebutuhan harian rata-rata untuk
insulin adalah 0,5 hingga 0,6 unit/kg, dengan sekitar 50% dikirim sebagai insulin basal, dan sisanya
ing 50% berdedikasi ke makanan cakupan. Selama itu bulan madu fase, dia boleh jatuh ke 0.1 ke 0.4
satuan/kg. Selama akut penyakit atau dengan ketosis atau menyatakan dari relatif insulin perlawanan,
itu membutuhkan untuk lebih tinggi dosis
adalah umum. Pada DM tipe 2, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mereka yang pasien dengan
resistensi insulin yang signifikan.
insulin reguler U-500 dicadangkan untuk digunakan pada pasien dengan ekstrim insulin perlawanan.
Dia adalah paling sering diberikan dua atau tiga waktu satu hari.
meresepkan dan mengeluarkan U-500 reguler dalam botol. Resep U-500 harus ditulis untuk
memasukkan jumlah unit dan volume um (mL). Untuk alasan keamanan, dosis harus diberikan
menggunakan spuit tuberkulin. Dalam individu yang ditentukan 120 unit tiga kali sehari sebelum
makan, resep ini akan ditulis sebagai berikut:
“insulin reguler U-500 menyuntikkan 120 unit (0,24 mL) sub- kulit tiga kali sehari sebelum makan.
Tanda-tanda satu satuan dari sebuah U-100 insulin jarum suntik sama dengan 5 unit dari U-500
reguler. Jika sebuah insulin jarum suntik harus menjadi digunakan, itu sama resep sebagai dijelaskan
di atas akan ditulis sebagai berikut: "insulin reguler U-500: suntik 120" unit (24 unit yang diukur
dengan penandaan unit jarum suntik U-100) secara subkutan tiga waktu sehari-hari sebelum
makanan.”
Tabel 74-7 menguraikan kedaluwarsa yang direkomendasikan produsen kurma untuk produk insulin
bila disimpan pada suhu kamar (59-86°F [15-30 °C]). tanda-tanda dari penggumpalan, mengendap,
dan perubahan warna di itu insulin botol kecil atau pena peluru.
Metformin adalah meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan ke sebuah lebih rendah derajat di
periferal (otot) tisu.
. Metformin tidak memiliki efek langsung pada sel , tetapi konsentrasi insulin tion adalah dikurangi
jatuh tempo ke ditingkatkan insulin kepekaan.
Metformin sering menjadi obat pilihan pada pasien dengan DM tipe 2.
. metformin secara konsisten mengurangi HbA lc level oleh 1,5% ke 2.0% (0,015-0,02; 16-22
mmol/mol Hb) dan FPG tingkat-dengan 60 hingga 80 mg/dL (3,3-4,4 mmol/L) pada pasien naif obat
dengan A 1C nilai-nilai sekitar 9% (sekitar 0,09; sekitar 75 mmol/mol Hb), dan bisa mengurangi FPG
level Kapan mereka adalah sangat tinggi (lebih dari 300 mg/dL [lebih dari 16,7 mmol/L]).
Metformin mungkin berguna pada pasien kelebihan berat badan atau obesitas, menyebabkan
sederhana (2-3 kg) berat kehilangan. metformin juga memiliki positif efek pada beberapa komponen
dari itu insulin perlawanan sindroma.
metformin menurunkan trigliserida plasma dan kolesterol lipoprotein densitas rendah. terol (LDL-C)
oleh sekitar 8% ke 15%, dan dengan rendah hati meningkat kepadatan tinggi lipoprotein kolesterol
(HDL-C) (2%).
metformin menurunkan kadar PAI-1. Meta-analisis telah menunjukkan bahwa metformin juga dapat
menurunkan risiko kanker pankreas, usus besar, dan payudara pada Tipe 2 DM pasien.
. Metformin menyebabkan efek samping gastrointestinal, termasuk: perut tidak nyaman, perut
gundah, dan/atau diare di kira-kira- mately 30% dari pasien. Ini samping efek adalah biasanya lembut
di alam dan dapat diminimalkan dengan titrasi dosis lambat.
Sisi gastrointestinal efek cenderung sementara, mengurangi keparahan selama beberapa minggu.
Pasien harus mengonsumsi metformin dengan atau segera setelah makan. Saat memulai terapi,
penting untuk menggunakan dosis yang tidak mungkin menyebabkan gejala gastrointestinal, biasanya
500 mg diberikan dengan terbesar makanan. Itu dosis adalah kemudian ditingkatkan di 500 mg
kenaikan lebih beberapa minggu.
dosis untuk metformin adalah 1.000 mg PENAWARAN atau 2.000 mg setiap hari jika produk
pelepasan diperpanjang digunakan. minimal efektif dosis dari metformin adalah 1.000 mg/hari ( Tabel
74-10 ). Sekitar 80% dari itu penurun glikemik memengaruhi boleh menjadi terlihat pada 1.500 mg
sehari-hari.
Metformin dapat kekurangan dan B12 kadar atau metilma- lonik asam harus diukur jika diduga terjadi
defisiensi.
Periferal
Metformin diekskresikan dan disekresikan melalui ginjal dan terakumulasi dalam pasien dengan
ginjal ketidakcukupan.. Ketika eGFR <60 pantau ginjal berfungsi setiap 3 hingga 6 bulan, <45 tetapi
30 batasi dosis hingga 50% dari maksimal dosis dan memantau ginjal fungsi rapat, dan Kapan eGFR
< 30 mL/mnt/1,73 m 2 hentikan metformin. 54 Karena risiko akut gagal ginjal ketika pewarna kontras
IV digunakan selama proses pencitraan paksa, terapi metformin harus dihentikan mulai hari
prosedur dan dilanjutkan 2 sampai 3 hari kemudian, jika fungsi ginjal normal memiliki pernah
didokumentasikan. Dia membutuhkan bukan menjadi ditahan untuk hari sebelumnya ke itu prosedur.
Seperti Glukagon Peptida Semua GLP-1 reseptor agonis (GLP1-RA) menambah insulin sekresi di
cara yang bergantung pada glukosa, menekan post- sekresi glukagon prandial yang mengakibatkan
penurunan glukosa hepatik produksi, meningkatkan rasa kenyang, memperlambat pengosongan
lambung, dan meningkatkan berat kehilangan. Semua GLP1-RA hasil di farmakologis level dari GLP-
1 aktivitas, yang menghasilkan efek pengosongan lambung, penurunan berat badan, dan tambahan
insulin/glukagon memengaruhi.
glutida. 58 Exenatide dua kali sehari secara signifikan mengurangi postprandial perjalanan glukosa,
tetapi hanya memiliki efek sederhana pada plasma puasa nilai glukosa. GLP1-RA yang bekerja lebih
lama menurunkan puasa dan pasca- kadar glukosa plasma prandial sama. Karena paruh mereka yang
lebih panjang hidup, mereka menekan glukagon dalam semalam, yang meningkatkan puasa plasma
glukosa.
sebagai gantinya dari dr dasarnya insulin jika itu A 1C adalah lebih sedikit dibandingkan 9% (0,09; 75
mmol/mol Hb), pasien kelebihan berat badan atau obesitas, dan tidak bergejala dari hiperglikemia.
.
Lixisenatide, disetujui di Eropa, melaporkan tidak ada penyakit kardiovaskular manfaat dalam
percobaan pencegahan sekunder kardiovaskular. tidak ada penting pengurangan di miokard infark,
stroke, jantung kegagalan, atau kematian.
MEJA 74- Lisan Agen untuk itu Perlakuan dari Jenis 2 Diabetes Mellitus
10
Obat Nama Dosis Awal yang Maksi
(Umum Versi: Biasa Direkomendas mal
kapan Merek Dosis ikan Dosis Farmakokinetik/Obat Interaksi Besar merugikan Acara
Tersedia? Nama (mg) (mg/hari) (mg/ha
kamu = Ya, n = Lansia _ ri)
tidak)
Sulfonilurea
asetoheksamida Dymelor 250 125-250 1.500 Dimetabolisme di hati; metabolit Hipoglikemia: setengah hidup secara
(Y) potensi setara ke langsung terkait ke mempertaruhkan dari
induk menggabungkan; secara hipoglikemia. Lebih lama setengah hidup
ginjal dihilangkan memberi lebih tinggi mempertaruhkan
Generasi pertama sulfonilurea, yang Hipoglikemia boleh menjadi
mengikat ke berkepanjangan oleh alkohol pemasukan
protein secara ionik, adalah lagi ginjal ketidakcukupan, hati gangguan, atau
mungkin ke menyebabkan lansia—mulai
obat-obat interaksi dibandingkan rendah dosis
generasi kedua
orang sulfonilurea, yang mengikat secara Klorpropamida Sebaiknya bukan menjadi
diabet nonionik. Narkoba digunakan di ginjal ketidakcukupan
es itu adalah penginduksi atau atau itu tua
Tolina penghambat dari CYP450 2C9
se harus dipantau dengan hati-hati bila Hiponatremia—klorpropamid dan
orinas digunakan dengan tolbutamid—
e sulfonilurea 50 khususnya pada tinggi dosis
Glukot Mempertaruhkan faktor: >60 bertahun-
rol tahun tua, Perempuan, pada tiazid diuretik
Berat memperoleh: 1-2 kg
Disulfiram reaksi: dilaporkan dengan
tolbutamid dan
Glukotro
klorpropamida di pasien mengkonsumsi
l XL
alkohol
DiaBeta
Klorpropamida 250/hari 250 100 500 Dimetabolisme di hati; juga
Mikro
(Y) dikeluarkan tidak berubah
nase
secara ginjal
Glinase
Tolazamid (Y) amaryl 250/hari 100-250 100 1.000 Dimetabolisme di hati; metabolit
lebih sedikit aktif dibandingkan
induk menggabungkan; secara
ginjal dihilangkan
Tolbutamid (Y) 500- 1.000-2.000 500-1.000 3.000 Dimetabolisme di hati ke tidak aktif
1.000 metabolisme itu adalah secara ginjal
PENA dikeluarkan
WARA
N
Glipizid (Y) 5-10/ 5 2.5-5 40 Dimetabolisme di hati ke tidak aktif Hipoglikemia: setengah hidup secara
hari metabolisme. SEMUA: langsung terkait ke mempertaruhkan dari
CYP2C9 kuat penghambat hipoglikemia. Lebih lama setengah hidup
memberi lebih tinggi mempertaruhkan
ginjal ketidakcukupan, hati gangguan, atau
lansia—mulai
rendah dosis
Berat memperoleh: 1-2 kg
Mengerjakan Bukan menggunakan di
LADA pasien, boleh mempercepat
membutuhkan untuk insulin
terapi
Glipizid (Y) 5-10/ 5 2.5-5 20 Rilis lambat membentuk; melakukan
hari bukan memotong tablet
Gliburida (Y) 5-10/ 5 1,25-2,5 20 Dimetabolisme di hati; eliminasi 1/2
hari ginjal,
1/2 kotoran. Dua aktif metabolisme.
Rendah dosis di
ginjal ketidakcukupan
Gliburida, 6/hari 3 1,5-3 12 Lebih baik penyerapan dari
dimikronisa dimikronisasi persiapan
si (Y)
glimepirida (Y) 4/hari 1-2 0,5-1 8 Dimetabolisme di hati ke tidak
aktif metabolisme. Awal lebih
rendah dosis di ginjal
ketidakcukupan
MEJA 74- Lisan Agen untuk itu Perlakuan dari Jenis 2 Diabetes Mellitus ( Lanjutan )
10
Obat Nama Direkomendasikan mulai Dosis
(Umum Versi: Biasa
Merek Dosis Farmakokinetik/Obat Interaksi Besar merugikan Acara
kapan Maksimal (mg/hari)
Tersedia? Nama (mg)
Dosis
kamu = Ya, n =
Lansia Lansia
tidak)
(mg/hari)
Glinida
Nateglinida (Y) Starlix 120 120 dengan makanan 120 Cepat diserap dan waktu paruh Dosis 120 mg dengan makanan yang
den dengan makanan 120 mg pendek (1-1,5 jam) Nateglinida signifikan. (0-30 menit sebelumnya). 60
gan 3 adalah dominan dimetabolisme mg dosis memiliki kecil kemanjuran
mak kali oleh Berat memperoleh dari 2-3 kg memiliki
ana sebu CYP2C9 (70%) dan CYP3A4 pernah dicatat dengan repaglinida,
n ah (30%) menjadi kurang aktif sedangkan penambahan berat badan
repaglinida (Y) Prandi hari metabolisme. glukuronida dengan nateglinide tampaknya menjadi
konjugasi kemudian <1 kg
memungkinkan eliminasi ginjal
yang cepat. Tanpa dosis
2-4 penyesuaian diperlukan pada ginjal Repaglinide—dapat menyesuaikan
0,5-1 dengan makanan 0,5-1
den sedang hingga berat dosis berdasarkan ukuran karbohidrat
dengan makanan 16
gan ketidakcukupan dalam makanan. Hipoglikemia adalah
mak Hati-hati dengan gemfibrozil dengan sisi utama memengaruhi.
ana trimetoprim— Ditingkatkan dan Mempertimbangkan mulai sebuah lebih
n berkepanjangan hipoglikemik rendah dosis dari repaglinida
reaksi adalah mungkin dan
memiliki pernah
didokumentasikan
repaglinida adalah sangat protein
melompat, dan adalah terutama
dimetabolisme oleh metabolisme
oksidatif dan glukuronidasi. Itu
CYP3A4 dan 2C8 sistem adalah
terlibat dengan metabolisme
Insufisiensi ginjal sedang hingga
berat tidak memengaruhi
repaglinida, tetapi sedang ke
berat
hati gangguan boleh
Biguanida
metformin (Y) glukofag 2 500 mg dua kali Menilai ginjal metformin adalah bukan
g/hari 2,550 sebuah fungsi hari dimetabolisme dan melakukan
bukan mengikat ke protein
plasma. metformin dieliminasi oleh
ginjal sekresi tubulus dan filtrasi
glomerulus. Setengah- kehidupan
metformin plasma adalah 6 jam,
tetapi darah merah sel adalah
sebuah kedua kompartemen dari
metformin ER glukofag ,000 mg Menilai ginjal
500-1 distribusi untuk metformin, Mengambil penuh dosis dengan malam
(Y) XR sama 2,550 dengan fungsi memberikan waktu paruh yang makanan atau boleh membelah dosis;
sebag malam efektif 17 jam. Depot utama boleh mempertimbangkan uji coba
ai makanan metformin ada di splanknik jika intoleran ke segera melepaskan
metformin Riomet di atas 500 mg penilaian harian jaringan, secara khusus itu besar
larutan usus metformin adalah ditunjukkan di >10
ginjal 2.000
Sama Simetidin bersaing untuk sekresi bertahun-tahun tua
fungsi
den tubulus ginjal Boleh meningkat
gan metformin level
di
atas
Thiazolidinediones
Pioglitazone bertindak 15-30/ 15 15 45 Pioglitazone adalah terutama Cairan penyimpanan efek:
(Y) hari dimetabolisme oleh CYP2C8, Edema perifer, kelebihan cairan, anemia
tingkat yang lebih rendah oleh pengenceran, memburuk makula busung,
CYP3A4 (17%), dan oleh menyumbang ke berat memperoleh
hidroksilasi/oksidasi. Sebagian Berat memperoleh: bisa menjadi besar di
besar dari pioglitazone beberapa pasien—rata-rata adalah 1-4
dieliminasi dalam tinja dengan kg- secara umum adalah cairan, tetapi
15%-30% muncul di air seni setengah lainnya meningkat di gemuk
sebagai metabolisme. Kontraindikasi di New York Heart
Dua metabolit aktif (M-III dan M- Association Kelas 3 dan 4 jantung
IV) adalah hadir yang memiliki kegagalan
waktu paruh lebih lama dari Fraktur ekstremitas distal pada
induknya menggabungkan pascamenopause wanita—patah tulang
Tidak ada penyesuaian dosis pada dari pergelangan tangan, jari,
avandia 2-4 2 8 mg/hari atau ginjal sedang hingga berat pergelangan kaki dan jari kaki boleh
Rosiglitazone 2-4/hari 4 mg penyakit, meskipun busung harus terjadi
(N) dua kali menjadi dipantau Kandung kemih kanker: kelebihan dari 3
sebuah Pioglitazone dosis adalah di 10.000 pasien-tahun (dari 7 ke 10 di
hari direkomendasikan ke menjadi 10.000) mempertaruhkan dari kandung
terbatas ke 15 mg sehari-hari di kemih kanker dengan pioglitazone pada
kombinasi dengan gemfibrozil 5 bertahun-tahun. Delapan dan sepuluh
tahun data menunjukkan tidak asosiasi
anovulasi perempuan boleh lanjut ovulasi
jika menyebabkan oleh insulin resistensi
Rosiglitazone adalah
dimetabolisme oleh CYP2C8,
dan ke sebuah lebih rendah
cakupan oleh CYP2C9, dan
juga oleh
N -demetilasi dan hidroksilasi. Dua
pertiganya adalah ditemukan di air
seni dan sepertiga di kotoran
Sangat (>99%) melompat ke
albumin
Tidak ada penyesuaian dosis pada
ginjal sedang hingga berat
penyakit, meskipun busung harus
menjadi dipantau
Inhibitor -glukosidase
acarbose (Y) Precose 50 25 mg 1-3 kali 25 mg 1-3 kali 25- Metabolit Acarbose terserap dan Awal 25 mg pada satu makan—lebih
den 100 mg sebuah hari _ hari dihilangkan di empedu. Lambat disukai sebuah rendah karbohidrat
gan ke 3 waktu sebuah titrasi kunci untuk tolerabilitas. makanan, meningkat dosis sebagai
mak hari Dengan makanan ditoleransi
ana Miglitol—Dihilangkan secara ginjal Hanya efektif dalam diet
n setelah penyerapan karbohidrat kompleks Berdasarkan
pada dini, reversibel ALT
ketinggian, acarbose
maksimum dosis dari 50 mg 3 waktu
sebuah hari untuk pasien
Miglitol (Y) Glyset
60 kg atau 100 mg 3 kali sehari
25 mg 1-3 kali 25 mg 1-3 kali 25- untuk pasien >60 kg Gastrointenstinal-
100 mg sebuah hari _ hari urgensi, diare, perut kembung, kembung,
ke 3 waktu sebuah ketidaknyamanan perut
50 hari Jika hipoglikemia di dalam 2 jam dari
den menelan—penggunaan glukosa fruktosa
gan dalam jumlah tinggi —karbohidrat
mak kompleks penyerapan akan menjadi
ana terlambat
n
8
66
MEJA 74-10 Lisan Agen untuk itu Perlakuan dari Jenis 2 Diabetes Mellitus ( Lanjutan )
saxagliptin (N) Onglyza 5/hari 5 mg 2,5-5 mg 5 mg 2,5 mg setiap hari jika klirens
sehari-hari setiap sehari- kreatinin <50 mL/ min (<0.83
hari hari mL/dtk) atau jika pada kuat
berdasar penghambat dari CYP3A4/5
kan 1 aktif metabolit 5 hidroksi
ginjal saxagliptin—½ sebagai ampuh
fungsi sebagai saxagliptin
Metabolisme oleh CYP3A4
dan kuat penghambat/
penginduksi akan
Linagliptin (N) Trajenta 5/hari
memengaruhi level
5 mg
Saxagliptin adalah substrat untuk p-
sehari-hari 5 mg
glikoprotein substrat, tetapi adalah
sehari-
juga tidak sebuah penghambat
hari
5 mg juga bukan penginduksi.
sehari-hari Rifampisin, penginduksi, dapat
alogliptin (N) Nesina 25
menurunkan tingkat aktif oleh
mg/hari
50%
25 mg
sehari-hari Tidak secara substansial
25 mg dihilangkan oleh ginjal,
ditemukan dalam kotoran.
25 mg Jangan gunakan dengan
penginduksi yang kuat dari
CYP3A4/p-glikoprotein
Diekskresikan tidak berubah,
kebanyakan melalui empedu.
ginjal pengeluaran lebih sedikit
dibandingkan 5%
Linagliptin adalah inhibitor lemah
sampai sedang dari CYP3A4,
dan sebuah substrat untuk p-
glikoprotein
12.5 mg CrCl <60 mL/menit (<1
mL/dtk), 6.25 mg
<30 mL-15 mL/menit (<0,5-
0,25 mL/dtk) ~75%
dihilangkan tidak berubah di
air seni
Tidak penting obat-obat interaksi
Empedu AC id Sequestrant
Colesevelam Welchol 3.75 6 tablet 6 tablet 3.75 Colesevelam mengikat empedu di itu Dosis enam tablet 625 mg setiap hari
(N) g/hari sehari- sehari-hari g/hari usus (dosis total/hari = 3,75 g), dapat dibagi
hari atau 3 atau 3 Penyerapan obat-obat interaksi: menjadi 3 tablet 2 kali sehari jika
tablet tablet levotiroksin, gliburida, dan lisan diinginkan atau Paket suspensi oral
PENAW PENA kontrasepsi 3,75-g, dosis harian, atau 1,875-g lisan
ARAN WARA Fenitoin, warfarin, digoxin, dan penangguhan paket dosis dua kali
1,875 G N larut dalam lemak vitamin (A, E, sehari-hari
PENAWA 1,875 G D, K) memiliki pasca pemasaran Bukan direkomendasikan jika
RAN atau PENAW laporan dari absorpsi yang trigliserida adalah ? 300 mg/dL
3.75 GARAN berubah. Setiap obat yang larut (3.39 mmol/L)
sehari-hari atau dalam lemak dapat menjadi
3.75 G terpengaruh
sehari-hari Obat-obatan yang diduga
berinteraksi harus dipindahkan
setidaknya 4 jam sebelum
pemberian dosis colesvelam
MEJA 74- Lisan Agen untuk itu Perlakuan dari Jenis 2 Diabetes Mellitus ( Lanjutan )
10
Obat Nama Direkomendasikan mulai Dosis
(Umum Versi: Biasa
Merek Dosis Farmakokinetik/Obat Jurusan Interaksi merugikan Acara
kapan Maksimal (mg/hari)
Tersedia? Nama (mg)
Dosis
kamu = Ya, n =
Lansia Lansia
tidak)
(mg/hari)
dopamin agonis
Bromokri lemari 3,2-4 / 1.6-4.8 mg setiap hari 1.6-4.8 mg Bromokriptin adalah sebuah cepat melepaskan formulasi Bromokriptin adalah
ptin sepeda hari sehari-hari 4.8 mg sehari-hari tertutup dengan 0,8-mg tablet diberikan Ketersediaan hayati mungkin
mesilat meningkat ~50% jika diberikan dalam 2 jam dari bangun dari tidur
(N) sehari-hari dengan makanan.
dengan sebuah makanan. Puncak plasma konsentrasi adalah tentang
Dari 0.8 mg sehari-hari, itu dosis boleh menjadi ditingkatkan mingguan
1 jam jika diambil tanpa makanan, tetapi dengan makanan dia didasarkan
pada respons dan efek samping dengan tablet 0,8 mg 90-120
peningkatan menit , ke sebuah maksimum dari 4.8 mg
sehari-hari (0,8 mg ×
Hanya ~7% mencapai yang sistemik sirkulasi karena ke 6 tablet)
berbasis gastrointestinal metabolisme dan first-pass Jika melewatkan
jendela untuk diberikan di AM, lewati dosis. metabolisme Mual,
muntah, kelelahan, sakit kepala, dan pusing,
Bromokriptin adalah secara ekstensif dimetabolisme oleh asthenia ,
pusing, sembelit, dan sembelit adalah CYP3A4 jalan, dan itu mayoritas
(~95%) adalah semua efek samping yang umum. 24%
pasien akhirnya dikeluarkan di itu empedu. Itu setengah hidup adalah kira -kira
berhenti terapi—sebagian besar samping efek "muncul lagi" untuk sebuah
sedikit 6 jam. Plasma paparan adalah ditingkatkan di hari perempuan
Kapan itu dosis adalah ditingkatkan
oleh sekitar 18% -30%, tetapi tidak dosis Risiko hipotensi ortostatik:
tekanan darah dan pengaturan adalah saat ini gejala yang direkomendasikan
dari ortostasis Sebaiknya menjadi
rapat dipantau
Obat-obat interaksi: Bromokriptin adalah mengantuk bisa terjadi di
tentang 5% dari pasien sebagai dengan baik- secara ekstensif
dimetabolisme oleh CYP3A4 dan kehati-hatian yang kuat
dengan kegiatan/mengemudi
penghambat atau penginduksi
boleh mengubah bromokriptin
tingkat. Sebagai bromokriptin
adalah sangat terikat protein, itu
dapat meningkatkan fraksi tidak
terikat lainnya sangat protein
melompat narkoba
Interaksi obat-penyakit:
Antipsikotik dan gila gangguan
sebagai mereka mengurangi
dopamin aktivitas, antipsikotik
atipikal, karena mungkin
menurunkan efektivitas
bromokriptin, dan terapi berbasis
ergot untuk migrain sebagai
bromokriptin boleh meningkat
migrain dan ergot terkait mual
dan muntah
Obat simpatomimetik: laporan kasus
hipertensi dan takikardia Kapan
diberikan bersama
Thiazolidinediones
Pioglitazon bertind 15- 15 15 45 8 Pioglitazone terutama Efek retensi cairan: Edema perifer,
(Y) ak 30/hari mg/hari dimetabolisme oleh CYP2C8, kelebihan cairan, anemia pengenceran,
atau 4 tingkat lebih rendah oleh CYP3A4 edema makula yang memburuk,
mg dua (17%), dan oleh berkontribusi pada penambahan berat
kali hidroksilasi/oksidasi. Mayoritas badan Pertambahan berat badan: dapat
sehari pioglitazone dieliminasi dalam menjadi substansial pada beberapa
tinja dengan 15% -30% muncul pasien—rata-rata 1-4 kg- secara umum
dalam urin sebagai metabolit. Dua adalah cairan, tetapi separuh lainnya
metabolit aktif (M-III dan M-IV) adalah peningkatan lemak
hadir yang memiliki waktu paruh Kontraindikasi pada gagal jantung
lebih lama dari senyawa induk Kelas 3 dan 4 Asosiasi Jantung New
Tidak ada penyesuaian dosis pada YorkFraktur ekstremitas distal pada
penyakit ginjal sedang hingga wanita pascamenopause—fraktur
berat, meskipun edema harus pergelangan tangan, jari tangan,
dipantau Dosis pioglitazone pergelangan kaki, dan jari kaki dapat
dianjurkan untuk dibatasi hingga terjadi Kanker kandung kemih: lebih
15 mg setiap hari dalam kombinasi dari 3 dalam 10.000 pasien-tahun (dari
dengan gemfibrozil 7 hingga 10 dalam 10.000) risiko
Rosiglitazo avandi 2-4/h 2-4 2 Rosiglitazone dimetabolisme oleh kanker kandung kemih dengan
n (N) a ari CYP2C8, dan pada tingkat lebih pioglitazone pada 5 tahun. Data delapan
rendah oleh CYP2C9, dan juga dan sepuluh tahun menunjukkan tidak
oleh n -demetilasi dan hidroksilasi ada hubungan Wanita anovulasi dapat
Dua pertiga ditemukan dalam urin melanjutkan ovulasi jika disebabkan
dan sepertiga dalam tinja Sangat oleh resistensi insulin
(>99%) terikat pada albumin Tidak
ada penyesuaian dosis pada
penyakit ginjal sedang hingga
berat, meskipun edema harus
dipantau
Inhibitor -glukosidase
Acarbose Precose Glyset 50 25 mg 1-3 25 mg 1- 25-100 Acarbose-Metabolit diserap dan Mulai 25 mg pada satu kali makan —
(Y) Miglitol dengan kali sehari 3 kali mg 3 dieliminasi dalam empedu. Kunci sebaiknya makanan rendah karbohidrat,
(Y) makanan 25 mg 1-3 sehari 25 kali titrasi lambat untuk toleransi. tingkatkan dosis sesuai toleransi Hanya
50 kali sehari mg 1-3 sehari25- Dengan makanan Miglitol— efektif pada diet karbohidrat kompleks
dengan kali sehari 100 mg Dihilangkan melalui ginjal setelah Berdasarkan peningkatan ALT dini
makanan 3 kali penyerapan yang dapat dibalik, acarbose dosis
sehari maksimum 50 mg 3 kali sehari untuk
pasien 60 kg atau 100 mg 3 kali sehari
untuk pasien >60 kg Gastrointenstinal-
urgency, diare, perut kembung,
kembung, ketidaknyamanan perut Jika
hipoglikemia dalam waktu 2 jam
konsumsi—gunakan glukosa fruktosa
dalam jumlah tinggi—absorbsi
karbohidrat kompleks akan tertunda
TABEL Agen Oral untuk Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2 ( Lanjutan )
74-10
Nama Obat Dosis Awal yang Dosis
(Tersedia Dosis Direkomendasikan Maksimal
Versi Biasa (mg/hari) Lansia (mg/hari)
Generik? Y = Nama (mg)
ya, N = tidak) merk Farmakokinetik/Interaksi Obat Peristiwa Merugikan Utama
Natrium Glukosa Cotransporter-2 inhibitor
Kanagliflozin Ivokana 300/h 100-300 mg 100 mg 300 mg Dosis ginjal—lihat teks Efek Samping Berlaku untuk Kelas:
(N) Farxiga ari sehari setiap hari 2,5-5 setiap hari Glukuronidasi menjadi dua metabolit Infeksi saluran kemih genital—lebih
Dapagliflozin Jardiance 5/hari mg setiap hari 2,5 mg 5 mg tidak aktif Paparan sistemik terhadap sering terjadi pada wanita dan pria Wanita
(N) 25/hari setiap hari 10-25 mg setiap hari canagliflozin meningkat pada pasien dengan riwayat berulang dengan risiko
Empagliflozin setiap hari 10 mg setiap 25 mg dengan gangguan ginjal; Namun, tertinggi Hipotensi postural dapat terjadi
(N) hari setiap hari kemanjurannya berkurang pada karena potensi diuresis dan hipovolemia
pasien dengan penyakit ginjal yang diinduksi glukosa Jika pasien
gangguan karena berkurangnya menggunakan diuretik loop, pengurangan
beban glukosa yang disaring ataupenghentian akan diperlukan. Diuretik
Canagliflozin—inhibitor P- tiazid biasanya tidak memerlukan
glikoprotein lemah—kadar digoksin penyesuaian kecuali pada dosis tinggi
mungkin perlu dipantau.Rifampisin untuk diuresis. Pengurangan
—penginduksi UGT—secara antihipertensi, jika tekanan darah normal,
signifikan mengurangi kadar mungkin diperlukan Kasus yang jarang
canagliflozin. Gunakan obat dari ketoasidosis diabetik euglikemik telah
alternatif Dosis ginjal—lihat teks dilaporkan. Perhatian pada penyakit akut
Dapagliflozin sangat terikat dengan yang parah, dalam 2 minggu pertama
protein (>90%) dan hanya 2% yang terapi, dan pada penggunaan LADA atau
dibersihkan oleh ginjal. Sebagian DM tipe 1, yang saat ini tidak diberi label
besar diglukuronidasi oleh UGT di
hati menjadi metabolit tidak aktif
(mayoritas) dan aktif (<1%).
Metabolit aktif tidak diproduksi
dalam dosis dapagliflozin di bawah
50 mg Dosis ginjal—lihat teks
Empagliflozin sebagian besar adalah
glukuronidasi Rifampisin—
penginduksi UGT secara signifikan
mengurangi tingkat empagliflozin —
gunakan obat alternatif 59
Dipeptidyl Peptidase-4 inhibitor
Sitagliptin (N) Januvia 100/h 100 mg setiap hari 25- 100 mg 50 mg setiap hari jika diperkirakan Secara keseluruhan obat yang dapat
ari 100 mg setiap hari setiap hari klirens kreatinin >30 hingga <50 ditoleransi dengan baik Efek samping
Saxagliptin Onglyz 5/har 5 mg 2,5-5 mg 5 mg 2,5 mg setiap hari jika klirens
(N) a Trajenta i 5/hari setiap hari setiap hari setiap kreatinin <50 mL/ menit (<0,83
Linagliptin Nesina 25 5 mg setiap berdasarkan hari 5 mL/s) atau jika menggunakan
(N) mg/hari hari 25 mg fungsi mg penghambat kuat CYP3A4/5
Alogliptin setiap hari ginjal 5 mg setiap metabolit aktif 5 hidroksi
(N) setiap hari hari 25 saxagliptin—½ sekuat saxagliptin
25 mg mg Metabolisme oleh CYP3A4 dan
inhibitor/induser kuat akan
mempengaruhi level Saxagliptin
adalah substrat untuk substrat p-
glikoprotein, tetapi bukan
merupakan inhibitor atau
penginduksi. Rifampisin,
penginduksi, dapat menurunkan
kadar aktif hingga 50% Tidak
secara substansial dieliminasi oleh
ginjal, ditemukan dalam tinja.
Jangan gunakan dengan
penginduksi kuat CYP3A4/p-
glikoprotein Diekskresikan tidak
berubah, sebagian besar melalui
empedu. Ekskresi ginjal kurang dari
5% Linagliptin adalah penghambat
CYP3A4 lemah hingga sedang, dan
substrat untuk p-glikoprotein 12,5
mg CrCl <60 mL/mnt (<1 mL/s),
6,25 mg <30 mL-15 mL/min (<0,5-
0,25 mL/s) ~75% dieliminasi tidak
berubah dalam urin Tidak ada
interaksi obat-obat yang signifikan
Sequestrant Asam Empedu
Colesevela Welchol 3,75 6 tablet 6 tablet 3,75 Colesevelam mengikat empedu di Dosis-enam tablet 625-mg setiap hari
m (N) g/hari setiap hari setiap hari g/hari usus Interaksi obat-obat (dosis total/hari = 3,75 g), dapat dibagi
atau 3 atau 3 penyerapan: levothyroxine, menjadi 3 tablet 2 kali sehari jika
tablet BID tablet BID glyburide, dan kontrasepsi oral diinginkan atau paket suspensi oral 3,75-
1,875 g 1,875 g Fenitoin, warfarin, digoxin, dan g, dosis harian, atau dosis paket suspensi
BID atau BID vitamin yang larut dalam lemak (A, oral 1,875-g dua kali sehari Tidak
3,75 gram atau3,75 E, D, K) memiliki laporan pasca dianjurkan jika trigliserida ? 300 mg/dL
setiap hari gram setiap pemasaran tentang perubahan (3,39 mmol/L)
hari penyerapan. Setiap obat yang larut
dalam lemak dapat terpengaruh
Obat-obatan yang diduga
berinteraksi harus dipindahkan
setidaknya 4 jam sebelum
pemberian colesvelam
2. Sulfonilurea
Sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin dengan mengikat reseptor sulfonilurea
spesifik (SUR1) pada sel pankreas. Pengikatan menutup K+ . yang bergantung pada
adenosin trifosfat
saluran, menyebabkan penurunan penghabisan kalium dan depolarisasi membran
berikutnya. Saluran Ca+2 yang bergantung pada tegangan terbuka dan memungkinkan
masuknya fluks Ca+2. Peningkatan Ca+2 . intraseluler
berikatan dengan calmodulin pada granula sekretori insulin, menyebabkan translokasi
granula sekretori insulin ke permukaan sel dan mengakibatkan eksositosis granula
insulin. Peningkatan sekresi insulin dari pankreas berjalan melalui vena portal dan
selanjutnya menekan produksi glukosa hepatik.
Sulfonilurea adalah obat oral kedua yang paling banyak diresepkan untuk pengobatan
DM tipe 2. Namun, tempat mereka dalam terapi kontroversial. Berdasarkan rekam jejak
keamanan dan efektivitasnya yang luas, banyak dokter merasa nyaman
menggunakannya pada pasien dengan DM tipe 2. Ahli diabetes sering menghindari
penggunaan sulfonilurea dan sebagai gantinya menggunakan inhibitor DPP-4 atau inhibitor
SGLT2. ADA23 dan
AACE/ACE54 memiliki sikap yang sangat berbeda dalam penggunaan sulfonilurea.
Algoritme ADA merekomendasikan penggunaan sulfonilurea sama dengan pengobatan
lini kedua lainnya. Algoritme AACE/ACE mencantumkan sulfonilurea sebagai pilihan,
tetapi hanya setelah obat lain dengan risiko hipoglikemia rendah. Segera setelah
sulfonilurea diambil, penurunan HbA1c yang kuat terlihat, tetapi daya tahan jangka
panjangnya buruk pada kebanyakan pasien.
Sulfonilurea menyebabkan takifilaksis pada efek sekresi insulinnya pada sel . Pengujian
sel secara in vitro telah melaporkan depolarisasi sel, yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk mensekresi insulin. Apakah efek ini reversibel tidak jelas.
Secara klinis hal ini dikenali dengan penurunan kadar HbA1c. Sulfonilurea adalah obat
murah.
TABEL 74- Agonis dan Amylinomimetik Reseptor GLP-1 yang tersedia
11
Suhu
Nama B
Opsi kamar Farmakokinetik/Interaks Peristiwa Merugikan
Umum sebuah
Administrasi kedaluwarsa i Obat Utama
Glukagon seperti peptide-1 agonis
Exenatide 5 mcg dan 10 30 hari Farmakokinetik: 53% Mual >35%
(Byetta) mcg pena, 60 (≤77°F homologi dengan GLP-1, t Muntah/diare 10%,
dosis/pen Dosis [≤25°C]) maksimal ~2 jam, dan durasi aksi masing-masing Mulai
dua kali sehari 4-6 jam Interaksi obat: dengan 5 mcg BID
pada atau Perhatian dengan warfarin: Harapkan kekambuhan GI
sebelum makan Dapat meningkatkan INR dengan peningkatan dosis
Tertunda Pengosongan menjadi 10 mcg BID.
Lambung dapat menunda Suntikkan lebih dekat ke
penyerapan obat. Bergerak 1 waktu makan untuk
jam sebelum atau setidaknya membatasi mual, tetapi
3 jam setelah injeksi rasa kenyang maksimal
dapat dicapai dengan
menyuntikkan 1-2 jam
sebelum asupan
makananPeringatan Kelas
Narkoba: -Pankreatitis
Exenatide Perangkat pena 30 hari Farmakokinetik: Exenatide Mual dan muntah
(Bydureon) sekali pakai 2 (≤77°F yang tertanam dalam sedikit lebih sedikit
mg, botol 2 mg [≤25°C]) mikrosfer perlahan-lahan dibandingkan exenatide
dengan dilepaskan selama 10 minggu dua kali sehari Peringatan
pengencer setelah injeksi. Tingkat secara Kelas Narkoba: -
terpisah, sistem bertahap meningkat dengan Pankreatitis -Agonist
sekali pakai setiap injeksi mingguan. 6-8 GLP-1 kerja panjang-
Dosis mingguan minggu ke kondisi mapan jangan gunakan pada CA
Mencapai tingkat terapeutik tiroid meduler, MEN2
pada minggu 2 Interaksi Obat:
Lihat exenatide
Liraglutide Pena 3-mL, 30 hari Farmakokinetik: 97% Mual: 1,2 mg—10% -
(Victoza) Menghasilkan 0,6 homologi dengan GLP-1 30% Mual: 1,8 mg—15%
mg, 1,2 mg, atau Asam lemak C-16 (asam -40% Muntah: 5% Diare:
1,8 mg dosis palmitat) bergabung sendiri 8% -15% Tetap pada
Dosis harian menjadi heptamer, dosis titrasi 0,6 mg (dosis
memperpanjang waktu paruh nonterapeutik) setiap hari
hingga 13 jam T maksimal sampai efek samping GI
tercapai 8-12 jam setelah hilang. Kemudian
injeksi dengan kondisi mapan tingkatkan dosis menjadi
dalam 3 hariInteraksi obat: 1,2 mg setiap hari
Keterlambatan pengosongan Peringatan Kelas
lambung dapat mempengaruhi Narkoba: -Pankreatitis -
penyerapan obat lain Agonist GLP-1 kerja
panjang- jangan gunakan
pada CA tiroid meduler,
MEN2
Albiglutid 30 mg dan 50 4 minggu Farmakokinetik: Protein Mual 9%-15% Muntah
a mg pena sekali (≤86°F fusi rekombinan terdiri dari 5%-12% Diare
(Tanzeum) pakai Dosis [≤30°C]) dua salinan dari 30 urutan 12%Peringatan Kelas
mingguan asam amino dari GLP-1 Narkoba: -Pankreatitis -
manusia yang dimodifikasi Agonist GLP-1 kerja
(fragmen) 7-36) yang panjang- jangan gunakan
menyatu dengan albumin pada CA tiroid meduler,
manusia. Fragmentasi 97% MEN2
homologi ke GLP-1, Waktu
3. Dipeptidyl Peptidase 4 Inhibitor (DPP-4 Inhibitor)
Beberapa inhibitor DPP-4 disetujui oleh FDA termasuk sita gliptin, saxagliptin,
linagliptin, dan alogliptin. Penghambat DPP-4 memperpanjang waktu paruh GLP-1 dan
GIP yang diproduksi secara endogen.
Kadar GIP normal pada pasien DM tipe 2 dan mungkin berperan dalam merangsang
sekresi insulin. GIP tidak berpengaruh pada glukagon.
Namun, kadar GLP-1 kurang pada pasien dengan DM tipe 2.
Karena agen ini memblokir hampir 100% aktivitas enzim DPP-4 selama setidaknya 12 jam,
kadar GLP-1 nondiabetes fisiologis normal tercapai. Inhibitor DPP-4 secara signifikan
mengurangi peningkatan glukagon postprandial yang tidak tepat dan meningkatkan
respons sel terhadap hiperglikemia. Hal ini menyebabkan penurunan kadar glukosa
tanpa peningkatan hipoglikemia bila digunakan sebagai monoterapi. Obat ini tidak
mengubah pengosongan lambung dan tidak menyebabkan mual atau memiliki efek yang
signifikan pada rasa kenyang. Inhibitor DPP-4 memiliki dampak netral pada berat
badan.
Studi hasil kardiovaskular jangka panjang baru-baru ini tidak menemukan peningkatan
risiko kematian, infark miokard, atau kejadian CV utama lainnya dengan alogliptin,
saxagliptin, atau sitagliptin.62-64 Namun, risiko rawat inap untuk gagal jantung
meningkat dengan saxagliptin dan samar-samar dengan alogliptin. Sebuah meta-analisis
menunjukkan tidak ada peningkatan risiko kematian, MI, atau kejadian serebrovaskular;
namun, risiko gagal jantung meningkat pada pasien yang diobati jangka panjang dengan
inhibitor DPP-4.65 Pada bulan April 2015, komite penasihat FDA AS
merekomendasikan untuk membuat perubahan pada pelabelan untuk saxa gliptin dan
alogliptin, untuk memasukkan informasi tentang peningkatan risiko rawat inap karena
gagal jantung. Lihat Tabel 74-10 untuk informasi tentang dosis inhibitor DPP-4.
Kontroversi Klinis.
Obat Diabetes dan Persetujuan Peraturan:
Diabetes mellitus (DM) merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (CVD) dengan 65%
penderita DM meninggal karena CVD. 67 Sebagian besar obat dikembangkan dan disetujui hanya
berdasarkan kemampuannya menurunkan glukosa. HbA1c telah digunakan sebagai penanda
pengganti utama efektivitas pengobatan DM. 77 Derajat hiperglikemia yang dicerminkan oleh HbA1c
berkorelasi dengan kejadian dan prevalensi kardiovaskular komplikasi dan kematian. .78 Namun,
meskipun menurunkan HbA1c, rosiglitazone dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard dan
kematian dalam meta-analisis 2007.
Thiazolidinediones19,23,53,54
Thiazolidinediones juga disebut sebagai TZDs atau glitazones. Pioglitazone dan rosiglitazone
adalah dua TZD yang saat ini disetujui FDA untuk pengobatan DM tipe 2 (lihat Tabel 74-10). TZD
bekerja dengan mengikat reseptor aktivator proliferator peroksisom-ÿ (PPARÿ), yang terutama
terletak pada sel lemak dan sel vaskular.
Sel lemak kecil lebih sensitif terhadap insulin dan lebih mampu menyimpan FFA. Hal ini
memungkinkan fluks 1172 FFA keluar dari plasma, lemak visceral, dan hati menjadi lemak subkutan,
jaringan penyimpanan yang kurang resisten terhadap insulin.
Pioglitazone dan rosiglitazone menurunkan nilai HbAlc sekitar 1,0% hingga 1,5% (11-16
mmol/mol Hb) dan menurunkan kadar FPG sebesar 60 hingga 70 mg/dL (3,3-3,9 mmol/L) pada dosis
maksimal. Onset penurunan glikemik lambat dan efek maksimal mungkin tidak terlihat sampai 3
sampai 4 bulan terapi.
Algoritma ADA merekomendasikan TZDs sebagai pilihan pengobatan lini kedua untuk DM
tipe 2. Algoritme AACE/ACE mencantumkannya sebagai pilihan baris kelima.
Glucosidase Inhibitors19,23,53,54
Saat ini, ada dua -glucosidase inhibitor yang disetujui oleh FDA, acarbose dan migli tol.
Inhibitor -glukosidase secara kompetitif menghambat maltase, isomalt ase, sukrase, dan glukoamilase
di usus kecil, menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat kompleks. Tidak ada mal penyerapan
nutrisi ini, tetapi hanya penundaan penyerapannya. Efek bersih dari tindakan ini adalah untuk
mengurangi kenaikan glukosa darah postprandial. Degradasi usus distal dari karbohidrat yang tidak
tercerna oleh flora usus menghasilkan gas, CO2 dan metana, serta produksi asam lemak rantai pendek,
yang dapat merangsang pelepasan glukagon seperti peptida-1 dari sel-L usus
Konsentrasi glukosa postprandial berkurang 40 sampai 50 mg/dL (2,2-2,8 mmol/ L)
sementara kadar glukosa puasa relatif tidak berubah. Efek penurunan glukosa keseluruhan dari
penghambat -glukosidase dalam hal HbAlc adalah 0,3% hingga 1% (0,003-0,01; 3-11 mmol/