Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

LANDASAN TEORI MEDIS DIABETES MELITUS

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu penyakit turunan gangguan
metabolisme ditandai dengan adanya hiperglikemia yang berhubungan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang terjadi karena kerusakan sel beta
pankreas sehingga menyebabkan insulin tidak bekerja secara efektif ditandai
dengan tingginya gula di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang
berperan dalam pengaturan glukosa darah. (5)
a. Klasifikasi Diabetes Melitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe-1 juga disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus). DM-1 disebabkan oleh rusaknya sel beta pulau langerhans
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan insulin. Disebabkan oleh
autoimun. DM tipe ini dapat menyerang semua golongan, namun
lebih banyak terjadi pada anak-anak. Suntikan insulin setiap hari
dibutuhkan untuk penderita DM-1 dalam proses mengontrol glokasa
darah.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe-2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Tipe DM yang paling umum dijumpai, disebabkan oleh obesitas dan
keturunan. DM ini mucul saat dewasa. Jika tidak dikendalikan atau
tidak diperhatikan makan akan dapat mengakibatkan komplilasi.
Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin. Resistensi insulin
yaitu jaringan tidak mampu menerima insulin.
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes tipe ini muncul pada masa kehamilan. Gejala yang
ditunjukkan tidak jauh berbeda dengan DM pada umumya. DM ini
disebabkan adanya riwayat DM keluarga, usia pada saat ibu hamil,
obesitas, riwayat melahirkan bayi besar. Jika tidak ditangani dini
dapat menimbulkan risiko komplikasi pada saat persalinan hingga
bayi meninggal dalam kandungan.
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini dapat terjadi karena kelainan kromosom dan
mitokondria DNA. Obat atau zat kimia (misalnya penggunaan
glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ) juga dapat memicu terjadi DM ini. (3)

B. Etiologi
Diabetes mellitus dibagi menjadi 2, yaitu diabetes mellitus primer dan diabetes
mellitus sekunder.
a. Diabetes Mellitus primer disebabkan oleh faktor herediter, obesitas,
kelainan pancreas dan pertambahan usia.
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau diabetes mellitus
tergantung insulin disebabkan oleh rusaknya sel beta pulau langerhens
akibat proses auto imun.
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau diabetes
mellitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel beta
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya atau terjadi
defisiasi relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama dengan bahan terangsang sekresi insulin
lain.
b. Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal, karena
obat, kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga terdapat faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus :
1) Usia. Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun.
2) Obesitas dan genetik. Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang
belum teridentifikasi yang menyebabkan pancreas mengeluarkan
insulin yang berbeda, atau reseptor insulin tidak dapat merespon
secara adekuat terhadap insulin. Hal ini diperkirakan ada kaitannya
antara genetik dan rangsangan berkepanjangan reseptor–respektor
insulin
3) Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga zat sianida
yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber
karbohidrat di beberapa kawasan asia dan afrika berperan dalam
patogenisnya.
4) Riwayat keluarga. Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam
diabetes mellitus, bila kedua orang tua menderita penyakit ini, maka
semua anaknya juga menderita penyakit yang sama. (5)
C. Management Medis
1. Diet
Jumlah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan zat gizi pada pasien DM
adalah :
a. Protein American Diabetes Association (ADA), merekomendasikan
protein yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus sebesar 10-20%.
b. Lemak. Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien
dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan untuk diet
dyslipidemia tahap II yaitu < 7% energy total dari lemak jenuh, tidak
lebih dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
c. Karbohidrat. Rekomendasi jumlah karbohidrat untuk penderita DM
adalah 60-70% kalori.
d. Serat. Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah serat
larut dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-30% dari berbagai
sumber makanan.
e. Natrium. Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang tidak
menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan pasien
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natriun perhari.
f. Alkohol. Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada saat
makan karena mengakibatkan hipoglikemia. Tapi jika penggunaan
alkohol dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak akan mempengaruhi
kadar gula darah jika gula darah terkontrol.

2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga.
Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme istirahat (resting metabolic rate).
Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes
mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit
kardiovaskuler pada diabetes.

3. Terapi Insulin
Jarum suntik insulin premixed atau predrawn digunakan untuk
menentukan dosis insulin secara tepat dalam terapi insulin. Dosis, lama
kerja insulin, jenis insulin, frekuensi penyuntikan akan berbeda antar
individu tergantung pada keparahan penyakit yang diderita dan sesuai
dengan resep dokter.
Macam-macam insulin:
1) Insulin reguler atau short-acting (Kerja pendek) :
Digunakan pada waktu makan, mulai bekerja dalam waktu 30 menit,
bekerja maksimal dalam waktu 2 hingga 3 jam dan efek
mempertahankan kadar gula darah dapat bertahan hingga 6 jam.
Contoh : Humulin R.
2) Insulin kerja-cepat:
Digunakan pada waktu makan, mulai bekerja dalam waktu 15 menit,
bekerja maksimal dalam waktu sekitar 1 jam, dan efek mempertahankan
kadar gula darah dapat bertahan hingga 4 jam.
Contoh : glulisine (apidra), lispro (humalog), dan aspart (novorapid).
3) Insulin kerja-sedang :
Digunakan sehari sekali, bekerja maksimal 4 hingga 8 jam setelah injeksi,
efeknya bertahan hingga 18 jam, jika diinjeksikan sebelum tidur, insulin
akan bekerja maksimal pada dini hari.
Contoh : Humulin N dan Novolin N.
4) Insulin kerja-panjang :
Menurunkan kadar glukosa secara bertahap, efeknya dapat bertahan
hingga 24 jam
Contoh : detemir (Levemir) dan glargine (Lantus).
5) Ultralong-acting insulin :
Digunakan sehari sekali, efeknya dapat bertahan lebih dari 24 jam.
Contoh : degludec (Tresiba) (1)

4. Obat Antidiabetik Oral


1) Sulfonilurea
Obat yang tersedia meliputi sulfonilurea generasi pertama
(asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid, tolazamid), generasi
kedua (glipizid, glikazid, glibenklamid, glikuidon, gliklopiramid),
dan generasi ketiga (glimepiride).
2) Golongan Biguanid Metformin
Metformin merupakan obat antihiperglikemik yang banyak
digunakan saat ini. Metformin tidak menyebabkan rangsangan sekresi
insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Klien
dengan fungsi ginjal yang terganggu engan LFG ≤ 30 mL/min/1.73 m
tidak dianjurkan mengonsumsi obat ini.
3) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Cara kerjanya dengan menghambat absorpsi glukosa. Efek
sampingnya berupa gejala gastroinstestinal, seperti meteorismus,
flatulence dan diare. A
4) Golongan Tiazolidinedion
Tiazolidinedion menurunkan produksi glukosa di hepar dan
menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma. Tiazolidinedion
dapat menurunkan kadar HbA1c (1-1.5 %), meningkatkan HDL. Efek
samping dapat menimbulkan edema.
LANDASAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas
DM bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Pada DM-1 banyak
terjadi pada usia anak-anak, sedangkan pada DM-2 banyak terjadi pada
usia 30 tahun - >65 tahun. Pendidikan rata-rata SMP hingga SMA. (4)
II. Keluhan Utama
Pada pasien DM bervariasi namun biasanya merasa kesemutan, pusing,
nyeri, dan lelah.
III. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya klien masuk ke RS dengan keluhan kesemutan
pada ekstremitas, nyeri, luka yang tidak kunjung sembuh, sakit
kepala, menyatakan seperti lelah, bingung, kelemahan otot, dan
ingin muntah.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien DM biasanya mempunyai Riwayat hipertensi dan
penyakit jantung seperti Infark miokard.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan DM biasanya terdapat juga anggota keluarga
yang juga menderita DM (genetik)
IV. Pola-Pola Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan diabetes terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak diabetes,
sehingga klien kurang berhati-hati.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
makan banyak, minum banyak, berat badan menurun, muntah, dan
mudah lelah. Keadaan tersebut berakibat terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme.
c. Pola eliminasi
Hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik sehingga
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/ takipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Jika terdapat luka
gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah membuat
klien tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada saat istirahat sering terbangun karena adanya poliuri, nyeri pada kaki
yang luka, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kongnitif persepsi
Klien yang terdapat luka gangren cenderung mati rasa pada luka sehingga
tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Klien DM biasanya mengalami gangguan pada gambaran diri karena
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh. Luka yang sukar sembuh
menyebabkan klien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga.
h. Pola hubungan
Jika terdapat luka gangren yang sulit sembuh dan berbau membuat klien
malu dan menarik diri dari pergaulan.
V. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien DM bisa tinggi atau normal,
Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pada umumnya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar
getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Tidak terdapat gangguan
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Klien akan sering buang air kecil (BAK)
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal.
Sering merasa lelah dalam melakukan aktivitas, sering merasa kesemutan.
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, ataupun
juga mati rasa.
j. Pemeriksaan Neurologi
Biasannya penderita DM mengalami disorientasi, mengantuk,
stupor/koma , gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon
menurun dan aktivitas kejang.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
1) gula darah sewaktu/random >200 mg/dl
2) gula darah puasa > 140 mg
3) gula darah 2 jam PP > 200 mg/dl
2. Aseton plasma – hasil ( +) mencolok
3. Aseton lemak bebas – peningkatan lipid dan kolestrol
4. Osmolaritas serum ( >330 osm/l)
5. Urinalisis – proteinuria, ketonuria, glukosuria. Tes Laboratorium
DM (2)
VII. Terapi yang sedang berjalan
Pada orang dengan DM terapi yang dilakukan yaitu diet, terapi insulin
levomir dan novorapid.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
2. Ketidakstabilan kadar gula darah (D.0027) berhubungan dengan
resistensi insulin.
3. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme.
4. Gangguan integritas jaringan (D.0129) berhubungan dengan Neuropati
perifer.
5. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen cedera fisik.

C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar gula darah (D.0027) berhubungan dengan
resistensi insulin.

Tujuan & Rencana Keperawatan


Kriteria Hasil

Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemi (I.03115)


tindakan selama
Observasi
3x24 jam,
diharapkan 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Kestabilan kadar
Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya kadar
glukosa darah
glukosa darah yang tinggi
membaik dengan
kriteria hasil : 2. Monitor kadar glukosa darah
L.03022/
Rasional: Mengantisipasi terjadinya hiperglikemia
a. Kondisi atau hipoglikemia
membaik
3. Monitor tanda gejala hiperglikemia
b. Kadar glukosa
darah Rasional: Menghindari terjadinya hiperglikemia
membaik
4. Monitor intake dan output cairan
c. Lelah
menurun Rasional: Menjaga intake dan output agar stabil

Terapeutik

5. Berikan asupan cairan oral

Rasional: Menambah intake cairan dalam tubuh.

Edukasi

6. Anjurkan hindari olahraga saat kadar glukosa


darah lebih dari 250 mg/dl

Rasional: Kadar glukosa tinggi dapat menyebabkan


lemas.

7. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara


mandiri

Rasional: Mengetahui kondisi dan memantau gejala


yang dialami.

8. Mengajarkan pengelolaan diabetes dengan cara


merencanakan makanan yang sesuai program
Kolaborasi

Rasional: Menginformasikan cara pengelolaan


diabetes

9. Kolaborasi Pemberian insulin

Rasional: Mengatur kadar glukosa dalam tubuh

10. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika diperlukan

Rasional: Menambah intake cairan dalam tubuh agar


tidak kekurangan cairan.
2. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan & Rencana Keperawatan


Kriteria Hasil

Setelah Manajemen Hipovolemia (I.03116)


dilakukan Observasi :
tindakan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
keperawatan Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
selama 3 x 24 tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
jam maka turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
diharapkan volume urin menurun, hematocrit meningkat, haus,
status cairan lemah).
membaik (SLKI
Rasional: Dengan mengetahui tanda dan gejala maka
L.03028) dengan
dapat digunakan untuk menentukan pengobatan
kriteria hasil :
selanjutnya dengan tepat.
a. turgor kulit
meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
b. membrane Rasional: Menjaga intake dan output cairan agar tetap
mukosa stabil
membaik Terapeutik :
c. keluhan haus 3. Hitung kebutuhan cairan
menurun
Rasional: Untuk menentukan jumlah terapi cairan agar
d. Intake cairan
sesuai kebutuhan klien
membaik
4. Berikan posisi modified Trendelenburg

Rasional: untuk memprediksi perbaikan hemodinamik


pasien dalam pemberian resusitasi cairan
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi : Mempertahankan keseimbangan cairan
dalam tubuh.
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

Rasional: Memperbaiki turgor kulit dan mencegah


dehidrasi

7. Anjurkan menghindari perubahan posisi


mendadak.
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
Albumin, Plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk darah

3. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


metabolisme.

Tujuan & Rencana Keperawatan


Kriteria Hasil

Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)


Tindakan
Observasi
keperawatan
selama 3x24 jam, 1. Identifikasi status nutrisi meliputi ABCD
maka diharapkan
Rasional: Mengetahui status nutrisi terbaru pasien
status nutrisi
membaik dengan 2. Identifikasi makanan yang disukai
kriteria hasil :
Rasional: Menambah nafsu makan klien dan untuk
L.03030
perencanaan diet makanan
a. Porsi makan
3. Monitor berat badan
bertambah
b. Makan habis Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan
c. IMT membaik Terapeutik
d. Nafsu makan
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
membaik
3x sehari serta snack seperti buah dan sayur

Rasional: Mencukupi kalori dan protein untuk tubuh


dan sesuai dengan diet pada klien diabetes

Edukasi

5. Ajarkan pasien dan keluarga diet yang


diprogramkan

Rasional: Membantu pasien melaksanakan diet yang


sudah diprogramkan

Kolaborasi

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan


jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan

Rasional: Agar nutrisi pasien terpenuhi dengan tepat

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan. Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat berdasarkan tindakan yang telah di rencanakan di
tahap intervensi sebelumnya, implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang diberikan merupakan suatu tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi
keperawatan. Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk
melakukan intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan
keperawatan dan respons klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
(Siregar, 2020).

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan juga terdiri dari berbagai macam yaitu :
1. Evaluasi Proses :
Evaluasi dilakukan setiap selesai tindakan,berorientasi pada etiologi,
dilakukan secara terus-menerus samapi tujun yang telah ditentukan
tercapai.
2. Evaluasi Hasil :
Evaluasi dilakukan setelah akhir dari tindakan keperawatan,
berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan /
ketidakberhasilan, mengumpulkan dan kesimpulan status kesehatan
pasien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP
yaitu S (Subjektif) dimana perawatan menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah
data yang berdasarkan hasil pengukuranatau observasi perawat secara
langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila
pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada
tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah P
(Planing) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan
telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana apabila belum
tercapai, perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan
rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
(Dinarti dkk, 2013).
PATHWAY

Autoimun Obesitas, genetik

DM tipe 1 DM tipe 2

Sel beta pancreas rusak

Defisiensi Insulin

penurunan Metabolisme Anabolisme Resistensi


pemakaian protein protein Insulin
glukosa oleh menurun menurun
sel Ketidakstabilan
Merangsang Kerusakan Kadar Gula
Hiperglikemia hipotalamus antibodi Darah

Diuresis Polidipsi & Kekebalan Risiko


osmotik polifagi Menurun Infeksi

Glukosuria Defisit Nutrisi Neuropati


(glukosa sensori
dalam urin) perifer

Polidipsia Luka tidak


terasa sakit

Hipovolemia
Gaangguan
integritas
jaringan
PEMBAHASAN

Dari pengkajian Tn. H 49 tahun dengan diagnosa Diabetes Melitus + CKD +


epididimis dextra di Ruang Multazam-7 RSU Haji Surabaya selama priode
praktik, didapatkan hasil seperti yang dijabarkan berikut ini.

Pada pengkajian yang dilakukan pada Tn. H, didapatkan Tn. H 49 tahun memiliki
diabetes Melitus tipe 2 sudah 5 tahun yang lalu. Diabetes melitus ini didapatkan
melalui faktor keturunan genetik dari ayahnya. Saat ini Tn. H mengeluh merasa
lelah, nyeri pada bagian luka, dan bengkak pada kaki. Pada pola kesehatan, Tn. H
menyatakan jika di rumah, beliau tidak menjalankan diitnya. Tn. H memakan apa
saja yang disukainya dengan porsi besar dan dalam keadaan hangat. Untuk minum
klien hanya 5-6 gelas dikarenakan adanya penyakit komorbid yaitu CKD yang
membuatnya tidak memungkinkan asupan minum dalam jumlah besar.

Pada pengkajian fisik didapatkan luka pada ekstremitas bawah sinistra (kaki kiri)
dengan diameter ± 3 cm yang didapat karena gatal dan kemudian Tn. H
menggaruknya. Luka terasa nyeri. TD: 167/102 mmHg, nadi: 104x/menit, RR:
24x/menit, SpO2: 99%, skala nyeri 5, dan suhu: 36,1. Mata terlihat sedikit sayu
dan lesu. Tampak meringis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDA stik
195 mg/dl, BSN (puasa) 84 mg/dl, 2 JPP 77 mg/dl, glukosa HBA1C (Tinea) 7,6%,
glukosa urin 50 mg/dl (+1), protein urin 500 mg/dl (+4), BUN 52 mg/dl, dan
creatinin serum 7.9 mg/dl.

Pada Tn. H didapatkan 4 prioritas diagnosa keperawatan antara lain:

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi


insulin ditandai dengan GDA stik: 195 mg/dl (D.0027)

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (tergaruk) ditandai


dengan klien mengeluh nyeri (D.0077)

3. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan faktor mekanisme


(gesekan) ditandai dengan luka di ekstremitas kiri bagian bawah (kaki kiri)
(D.0129)

4. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis diabetes melitus (D.0143)

Intervensi keperawatan utama yang dilakukan pada masing-masing diagnosa


keperawatan yaitu:
1. Intervensi utama pada ketidakstabilan kadar glukosa darah (hiperglikemi)
berhubungan dengan resistensi insulin ditandai dengan GDA stik: 195
mg/dl (D.0027) dilakukan pemantauan gula darah GDA stik secara rutin,
edukasi olahraga dan diit, edukasi pengelolaan diabetes (penggunaan
insulin pen dan obat oral), dan kolaborasi penggunaan insulin.

2. Intervensi utama pada nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera


fisik (tergaruk) ditandai dengan klien mengeluh nyeri (D.0077) dilakukan
identifikasi pqrst, skala nyeri, pemantauan tanda-tanda vital (TTV)
khususnya pada nadi dan tekanan darah, pemberian teknik napas dalam,
dan kolaborasi pemberian analgesik yaitu santagesik 1 ampul (metamizole
sodium 500 mg @2 ml).

3. Intervensi utama pada gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan


dengan faktor mekanisme (gesekan) ditandai dengan luka di ekstremitas
kiri bagian bawah (kaki kiri) (D.0129) dilakukan dengan perawatan luka,
namun dalam kasus ini perawatan luka masih dapat dilakukan oleh
keluarga Tn. H. Sehingga diberikan edukasi agar selalu menjaga
kebersihan luka, terhindar dari gesekan, dan tidak menggaruk bagian yang
gatal karena dapat mengakibatkan luka baru.

4. Intervensi utama pada risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis


diabetes melitus (D.0143) dilakukan dengan pemantauan tanda-tanda
infeksi, mengajarkan keluarganya untuk selalu menjaga kebersihan, cuci
tangan dengan benar, mengajarkan tanda-tanda infeksi.

Pada beberapa literatur penderita DM tipe 2 terjadi pada usia 40-60 tahun (01).
Penatalaksanaan diabetes melitus terkait 4 diagnosa keperawatan yang penulis
ambil berdasarkan jurnal diantaranya:

Pada ketidakstabilan kadar gula (hiperglikemi) salah satunya dilakukan dengan


aktivitas olahraga senam kaki. Senam kaki terbukti dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada DM tipe 2. Namun, pada beberapa individu senam kaki dapat
menaikkan kadar glukosa darah. Hal demikian dapat terjadi disebabkan individu
baru pertama kali melakukan senam kaki dan sering mengonsumsi karbohidrat
dalam jumlah tinggi (9).

Nyeri yang terjadi pada penderita DM dapat diturunkan dengan teknik


nonfarmakologi yang sama, yaitu senam kaki. Setidaknya latihan fisik dengan
senam kaki dilakukan 3x dalam seminggu dengan intensitas waktu tidak terbatas.
Senam kaki diabetic yang dilakukan secara rutin dapat merangsang aliran darah,
membuat otot lebih lembut dan flexibel dengan peningkatan aliran darah perifer
(10).

Mencuci tangan dan menggunakan sabun antibakteri untuk menghindari adanya


risiko infeksi. CHG efektif membunuh bakteri dengan cara mengikat dinding sel
bakteri. Dinding sel bakteri bermuatan negatif sedangkan chlorhexidine
bermuatan positif sehngga CHG dapat mengikat dengan kuat dinding sel bakteri
yang bermuatan negatif. Secara umum sabun antibakteri mampu menghilangkan
bakteri dan biofilm, dan efektifitasnya semakin baik ketika di kombinasikan
dengan bahan lain seperti antimikrobial lain atau terapi lain yang menggunakan
alat seperti ozon dan electronic apex locator (EAL), selain efektif dalam
mereduksi biofilm, sabun juga mudah didapat dan murah. (11)

Untuk itu jika terdapat riwayat penyakit diabetes melitus maka perlu diperhatikan
pola makan, pola aktivitas dan latihan, patuh pengobatan, dan rutin insulin. Agar
tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang tidak diharapkan, seperti CKD atau
gagal ginjal.

PENERAPAN SENAM KAKI UNTUK MENGATASI MASALAH


KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE II
https://journal.bundadelima.ac.id/index.php/jkbd/article/download/32/10

Novitasari1363Pengaruh Senam Kaki Diabetes dalam Menurunkan Intensitas


Nyeri pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/830/40

Efektivitas sabun antibakteri terhadap penurunan biofilm pada luka kaki diabetik:
Literature review.
https://pdfs.semanticscholar.org/8cb0/494be6464f049b6788569ce6e4fc12afc8b8.
pdf
DAFTAR PUSTAKA

1. Afifah Mengenal jenis-jenis insulin terbaru untuk pengobatan diabetes.


Majalah farmatika. Bandung. 2016; 1(4):2-3. Available at
http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/article/view/10367/4993
2. Bhatt H, Saklani S, Upadhayay K. Anti-oxidant and anti-diabetic activities
of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indones J Pharm.
2016;27(2):74–9.
3. Decroli E. Diabetes melitus tipe 2. Kam A, Efendi y, Decroli G, Rahmadi A,
editor. Padang: 2019;4-8.
4. Mukhammad R. Karya tulis ilmiah asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus dengan masalah defisit pengetahuan di desa mojorejo
kabupaten pasuruan. 2021;
5. Lestari L, Zulkarnain Z, Sijid SA. Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan
cara pencegahan. Pros Semin Nas Biol [Internet]. 2021;7(1):237–41.
Available from:
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb/article/view/24229
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart diagnosa keperawatan indonesia:
definisi dan indikator diagnosa. I. Tim pokja SDKI DPP PPNI, editor.
Jakarta selatan: DPP PPNI; 2018.
7. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. I. PPNI TPSD, editor. Jakarta
Selatan: DPP PPNI; 2018.
8. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standart luaran keperawatan indonesia:
definisi dan kriteria hasil keperawatan. I. Tim pokja SLKI DPP PPNI,
editor. Jakarta selatan: DPP PPNI; 2018.

9. PENERAPAN SENAM KAKI UNTUK MENGATASI MASALAH


KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE II
https://journal.bundadelima.ac.id/index.php/jkbd/article/download/32/10

10. Novitasari1363. Pengaruh Senam Kaki Diabetes dalam Menurunkan


Intensitas Nyeri pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/830/40

11. Efektivitas sabun antibakteri terhadap penurunan biofilm pada luka kaki
diabetik: Literature review.
https://pdfs.semanticscholar.org/8cb0/494be6464f049b6788569ce6e4fc12
afc8b8.pdf

Anda mungkin juga menyukai