Anda di halaman 1dari 6

TERAPI NON FARMAKOLOGIS PASIEN DM

1. Konsumsi Buah Naga


Salah satu buah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan diet penderita diabetes
melitus adalah buah naga yang memiliki keunggulan yaitu kaya serat dan antioksidan.
Buah naga dapat menjadi penyeimbang kadar gula darah karena buah ini mengandung
berbagai macam antioksidan yaitu flavonoid, vitamin E, vitamin C, dan betakaroten
yang memiliki kemampuan untuk menurunkan stress oksidatif dan mengurangi ROS
(Reaktive Oxygen Species) sehingga dapat menimbulkan efek protektif terhadap sel β
pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin (Lianiwati, 2011).
Sesuai dengan penelitian Ana Roiffatul Hidayati pada tahun 2017 dengan judul
“Pengaruh Buah Naga Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe
II Di Puskesmas Temon 1 Kulon Progo Yogyakarta” terbukti bahwa ada pengaruh
pemberian buah naga terhadap kadar glukosa dalam darah penderita diabetes melitus
tipe II.
Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis diabetes melitus
tipe II yang memeriksakan diri di Puskesmas Temon 1 dengan kadar glukosa darah
puasa ≥126 mg/dl. Responden dalam penelitian ini sebanyak 30 responden yang
didistribusikan dalam 2 kelompok yaitu 15 responden sebagai kelompok intervensi
dan 15 responden lainnya sebagai kelompok kontrol. Responden kelompok intervensi
pada penelitan ini diberikan buah naga merah seberat 200 gram selama 10 hari.
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke 0 dan hari ke 11 pada
kelompok kontrol maupun intervensi. Sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa
darah puasa responden diminta untuk berpuasa 12 jam.
Penurunan kadar glukosa darah ini dimungkinkan karena buah naga merah
memiliki komponen yang dapat memberikan efek hipoglikemik yang berfungsi untuk
menyeimbangkan kadar glukosa darah seperti serat dan antioksidan (Ide, 2009). Jenis
antioksidan yang paling berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah
flavonoid. Kandungan flavonoid pada daging buah naga merah sebanyak 7,21±0,02
mg CE/100 gram. Kemampuan flavonoid terutama quercetin adalah dengan
menghambat Glucose Transporters 2 (GLUT 2) mukosa usus sehingga dapat
menurunkan absorbsi glukosa. Hal ini menyebabkan pengurangan penyerapan
glukosa dan fruktosa dari usus sehingga kadar glukosa darah turun. Glucose
Transporters 2 (GLUT 2) diduga merupakan transporter mayor glukosa di usus pada
kondisi normal.
Flavonoid dapat menghambat penyerapan glukosa. Ketika quercetin yang tertelan
dengan glukosa, hiperglikemia secara signifikan menurun. Hal ini menunjukan bahwa
quercetin dapat menghambat penyerapan glukosa melalui GLUT 2. Flavonoid juga
memiliki mekanisme dalam penghambatan fosfodiesterase sehingga kadar cAMP
dalam sel β pankreas meninggi. Peningkatan kadar cAMP ini akan menyebabkan

+
penutupan kanal K ATP dalam membran plasma sel β. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya depolarisasi membran dan membukanya saluran Ca tergantung voltasi
sehingga mempercepat masuknya ion Ca ke dalam sel. Peningkatan ion Ca dalam
sitoplasma sel β ini akan menyebabkan sekresi insulin oleh sel β pankreas
(Panjuantingingrum, 2009).
Selain antioksidan buah naga merah juga mengandung serat yang tinggi yaitu 0,7-
0,9 gram/100 gram buah tersebut. Serat yang terdapat pada buah naga merah ini
adalah serat larut air yang dapat digunakan sebagai terapi hipoglikemik. Peran serat
larut air sebagai terapi hipoglikemik adalah dengan memperbaiki sensitivitas insulin
dan menurunkan kebutuhan insulin dengan cara meningkatkan waktu transit makanan
di usus, menunda pengosongan lambung dan memperlambat absorpsi glukosa
(Hartono, 2010).
2. Senam Diabetes
Latihan jasmani merupakan upaya awal dalam mencegah, mengontrol, dan
mengatasi diabetes. Ilyas dalam Soegondo (2007) menjelaskan latihan jasmani
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah, jala-jala kapiler lebih banyak
terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih
aktif yang akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah pada pasien diabetes.
Senam Diabetes Indonesia merupakan senam aerobic low impact dan ritmis yang
telah dilaksanakan sejak tahun 1997 di klub-klub diabetes di Indonesia (Santoso,
2006). Senam direkomendasikan dilakukan dengan intensitas moderat (60-70
maksimum heart rate), durasi 30- 60 menit dengan frekuensi 3-5 kali/ minggu dan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tidak melakukan senam (American Diabetes
Association, 2006; Ilyas dalam Soegondo, 2007).
Sesuai dengan penelitian Lina Erlina tahun 2010 dengan judul “Pengaruh Senam
Diabetes Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Dm Tipe 2 Di Rsu Unit Swadana
Daerah Kabupaten Sumedang” terbukti bahwa adanya berpengaruh terhadap
penurunan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Pada penelitian ini Responden diberikan intervensi senam diabetes 3 kali
perminggu selama 8 minggu. Alat yang digunakan adalah glukotest untuk mengukur
kadar glukosa darah, kuesioner data responden untuk mendapatkan data karakteristik,
kuesioner Holmes & Rahe Stress Scale untuk mendapatkan data stress, microtoice
untuk mengukur tinggi badan, dan timbangan badan untuk mengukur berat badan.
Latihan jasmani secara langsung dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
pemakaian glukosa oleh otot yang aktif. Latihan jasmani yang teratur menyebabkan
permeabilitas membran meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga saat latihan
resistensi insulin berkurang dan sensitivitas insulin meningkat (Ilyas dalam Soegondo,
2006; Santoso, 2006). Kegiatan fisik dinamik yang melibatkan otot-otot utama akan
menyebabkan permeabilitas meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga saat
latihan reseptor insulin akan lebih banyak dan lebih peka. Kepekaan reseptor insulin
dapat berlangsung 12-24 jam setelah senam, yang menyebabkan glukosa darah dapat
kembali normal (Ilyas dalam Soegondo, 2006).
Latihan atau senam diabetes selain bermanfaat secara fisik juga menguntungkan
secara psikologis. Santoso (2006) menjelaskan bahwa latihan atau senam diabetes
yang teratur dapat mengurangi rasa cemas, timbul perasaan senang dan rasa percaya
diri, sehingga dengan melakukan latihan maka stres pasien akan berkurang.
3. Relaksasi Otot Progresif
Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional dan non-konvensional yang
bukan dari negara yang bersangkutan yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai
pendamping terapi konvensional/ medis. Salah satu contoh terapi komplemeter adalah
relaksasi, karena relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam
terapi komplementer dan alternatif Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan
dengan terapi medis (Moyad & Hawks, 2011). Relaksasi merupakan kegiatan untuk
pembebasan diri dari segala ketegangan, pertama-tama terhadap ketegangan
jasmaniah yang kemudian akan berdampak pada penurunan ketegangan jiwa.
Sesuai dengan penelitian Heni Siswanti dan Ummi Kulsum tahun 2019 dengan
judul “Progresive Muscle RelaxationTerhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada
Pasien Deabetes Melitus” terbukti bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan
kadar gula darah pada pasien diabetes melitus.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM di Puskesmas Kalinyamatan
Kabupaten Jepara, dengan jumlah pasien hipertensi ratarata tiap tahun sebanyak 143
pasien. Progressive Muscle Relaxtation (PMR) yang diberikan pada klien DM tipe 2
di puskesmas Kalinyamatan dilakukan selama 2 minggu yang dimulai pada tanggal 15
Mei sampai dengan 28 Mei 2016 yang dilakukan pada pagi dan sore di wilayah kerja
puskesmas Kalinyamatan.
PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada
pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan
ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas,
sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer & Bare, 2012).
Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD pada pasien DM Type2 erat kaitannya
dengan stres yang dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stres,
hormone hormon yang mengarah pada peningkatan KGD seperti epineprin, kortisol,
glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa
kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada
penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan (Smeltzer
& Bare, 2008; Price & Wilson, 2010).
Stres fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem
saraf simpatis melalui hipotalamuspituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; Smeltzer,
2002; DiNardo, 2009). Relaksasi PMR merupakan salah satu bentuk mindbody
therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer (Moyad &
Hawks, 2009). Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa
respon stres merupakan bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot
dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang
mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan
menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis
dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap
positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang.
4. Konsumsi Bubuk Kayu Manis
Kayu manis dikenal sebagai tanaman berkhasiat obat. Hampir semua bagian
tanaman berkhasiat sebagai obat, seperti kulit batang, akar dan daun. Kayu manis juga
memiliki aktivitas hipoglikemik, sehingga sangat bermanfaat untuk mengendalikan
kadar gula darah.(Handayani FW dan Ahmad M., 2006).
Sesuai dengan penelitian Putri Dafriani, Feni Rahayu Gusti dan Asep Mardani
tahun 2018 dengan judul “ Pengaruh Bubuk Kulit Manis (Cinnamomun Burmani)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus” terbukti bahwa adanya
pengaruh penurunan glukosa darah pada pasien diabetes melitus.
Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 10 orang
kelompok kontrol dan 10 orang kelompok intervensi. Kelompok kontrol merupakan
kelompok yang mendapatkan obat dan perlakuan/pemberian bubuk kulit manis yang
sudah dimasukkan kedalam kapsul dengan dosis 4gram/hari selama 7 hari. Kulit
manis ini di diberikan dengan frekuensi 2x sehari, dimana dosis 1x pemakaian untuk 1
kapsul adalah 2 gram. Kelompok kontrol adalah kelompok yang hanya mendapatkan
obat DM dan tidak mendapatkan bubuk kayu manis. Sebelum penelitian (pretest)
dilakukukan pemeriksaan kadar gula darah pada kelompok kontrol dan intervensi dan
setelah penelitian (posttest) atau pemberian bubuk kulit manis pada kelompok
perlakuan dilakukan kembali pengukuran kadar gula darah pada kedua kelompok.
Pemberian ekstrak etanol kulit batang kayu manis memberikan presentasi
penurunan yang berbeda nyata dengan efek penurunan Glibenklamid sebagai obat
hipoglikemik oral (Gabriela, Alusinsing, 2014). Ekstrak kayu manis juga memberikan
kontribusi penurunan kadar gula darah sebesar 0.450 atau 45% artinya sebanyak 45%
penurunan kadar gula darah responden dipengaruhi oleh ekstrak kayu
manis(Verawati, 2017).
Komponen bioaktif tanaman yang memiliki efek hipoglikemik adalah flavonoid,
alkaloid, glikosida, polisakarida, peptidoglikan, steroid, dan terpenoid. Skrining
fitokimia yang dilakukan sebelumnya melaporkan bahwa kayu manis mengandung
kadar alkaloid dan tanin yang tinggi, kadar flavonoid yang sedang, dan tidak
mengandung saponin. Flavonoid adalah substansi terbanyak dan terpenting pada
kelompok polifenol di dalam tanaman. Kandungan polifenol yang terdapat pada
kandungan kayu manis adalah quercetin, kaempferol, isorhamnetin, dancathecin.
Polifenol dalam kayu manis yang memiliki aktivitas mirip dengan insulin (insulun
mimetic) adalah doubly-linked procyanidintyp- A polymeres yang merupakan bagian
dari catechin/ epicatechin yang selanjutnya disebut sebagai MHCP atau
cinnamaldehyde B1. Selain itu kayu manis juga memiliki komponenbioaktif berupa
cinnamaldehyde, cinnamic acid, cinnamate, dan essential oil (Emilda, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Roiffatul, Ana Hidayanti. (2017). “Pengaruh Buah Naga Terhadap Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Temon 1 Kulon Progo
Yogyakarta”. [Online] tersedia http://digilib2.unisayogya.ac.id/bitstream/handle
/123456789/1509/NASKAH%20PUBLIKASI_ANA%20ROIFFATUL
%20HIDAYATI.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Erlina, Lina. (2010). “Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pasien Dm Tipe 2 Di Rsu Unit Swadana Daerah Kabupaten Sumedang”. Jurnal
Keperawatan Politeknik Kesehatan Bandung. [Online] tersedia http://stikes
ayani.ac.id/publikasi/e-journal/filesx/2010/201008/201008-001.pdf

Siswanti, Heni, dkk. (2019). “Progresive Muscle RelaxationTerhadap Perubahan


Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus”. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 206-212. [Online] tersedia
https://ejr.stikes muhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/view/640/393

Defriani, Putri, dkk. (2018). “ Pengaruh Bubuk Kulit Manis (Cinnamomun Burmani)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus”. Jurnal Kesehatan
Medika Saintika Vol. 9 No. 2. [Online] tersedia
http://www.jurnal.syedzasaintika .ac.id/index.php/medika/article/view/205/pdf

Anda mungkin juga menyukai