Anda di halaman 1dari 3

Rasionalisasi Penggunaan Vildagliptin dengan Metformin pada

Pasien DM tipe II Yang Tidak Terkontrol


(Lydia Hapsari- FK Unissula)

Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolik dimana termasuk
dalam penyakit yang kompleks dan kronis. DM ditandai dengan hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Berdasarkan
International Diabetes Federation (IDF, proporso kejadian DM tipe II sebesar 95% dari
populasi dunia. Dan prevalensi DM tipe II sebesar 85-90%. Pada penderita DM yang
tidak terkendali dapat terjadi komplikasi.
DM tipe II merupakan penyakit progresif yang ditandai penurunan sel beta
pankreas, dimana sel tersebut berfungsi untuk mensintesis dan sekresi insulin. Dalam
pemberian insulin secara dini dan agresif akan menunjukkan hasil klinis dan perbaikan
sel beta pankreas yang lebih baik. Dalam pemberian terapi awal pada pasien DM tipe
II, diberikan obat anti diabetes secara oral, jika tidak mencapai target diberi obat anti
diabetes oral dan insulin basal, dan tahap akhir diberi insulin bolus.
Tatalaksana DM Tipe II
Berdasarkan Konsensus Perkeni 2015, dalam pemberian tatalaksana DM tipe II
dilakukan secara individual.
Pada pasien dengan HbA1C <7.5%, tidak berikan obat tetapi modifikasi dari
gaya hidup yang lebih sehat, dan evaluasi HbA1C 3 bulan, jika HbA1C tidak mencapai
hasil <7% maka diberikan monoterapi secara oral.
Pada pasien dengan HbA1C ≥7.5%, diberikan modifikasi gaya hidup sehat dan
monoterapi oral dan evaluasi HbA1C 3 bulan, jika hasil >7% diberikan 2 obat
kombinasi yang terdiri dari obat lini pertama dan obat lainnya,
Sedangkan pasien dengan HbA1C ≥ 9%, maka langsung diberikan 2 obat
kombinasi. Namun jika tidak mencapai target, maka diberikan 3 obat kombinasi.Akan
tetapi masih belum mencapai target maka diberikan inuslin basal atau bolus atau
premix.
Selain itu pasien dengan HbA1C ≥10% atau GDS ≥300mg/dL disertai gejala
metabolik maka langsung diberi metformin, insulin basal dengan insulin prandial atau
GLP-1 RA.
Di Indonesia pasien dengan DM tipe II yang gagal dalam pengontrolan
glikemia, didapatkan hasil HbA1C diatas target yaitu 67.9%. Dalam penatalaksanaan
DM tipe II menurut Perkeni 2015 disesuaikan dengan kondisi individu. Obat-obatan
yang digunakan seperti reseptor agonis GLP-1, biguanid, Sulfonilurea, glinidis,
penghambat DPP-4, thiazolidinedion, penghambat SGLT-4, dan penghambat alfa-
flukosidase.
Pada penelitian yang membandingan antara obat Vildagliptin dan Sitagliptin
selama 3 bulan, didapatkan hasil bahwa Vildagliptin lebih dapat meningkatkan fungsi
kerja dari GLP-1 di plasma, dibandingkan dengan Sitagliptin.
Vildagliptin merupakan obat yang absorbsi cepat setelah diminum secara oral,
dengan t-max 0.5 jam – 1.5 jam. Tidak terpengaruh dengan makanan dan
bioavailabilitasnya >80%. Pengikatan terhadap protein sangat lemah yaitu 9%. Tidak
ada interaksi antar obat. Dalam metabolisme secara hidrolisis, tidak menghambat P450.
Pengeluaran obat melalui urin 85% dan feses 15%.
Hipoglikemia sebagai faktor dibalik klinikal inesia seperti meningkatnya
klinikal inersia atau kegagalan dalam terapi yang tidak terkontrol sehingga tidak
mencapai target kadar glikemi, hipoglikemi menyebabkan kesejahteraan buruk,
hipoglikemi dan berat bdan dapat meningkatkan risiko terjadinya CVD karena kadar
katekolamin yang meningkat pada episode hipoglikemia, hipoglikemia meningkatkan
kebutuhan dalam segi ekonomi.
Penelitian yang meneliti kombinasi Vildagliptin dan Metformin, dalam
menurunkan kadar HbA1C yaitu kelompok yang diberikan Vildagliptin 50mg 2 kali
sehari ditambah dengan metformin 2.1 gram perhari lebih cepat menurunkan kadar
HbA1C, dibandingkan dengan kelompok yang diberi Vildagliptin 1 kali sehari dan
metformin serta kelompok yang diberikan placebo dan metformin. Selain itu kelompok
yang diberi Vildagliptin 2 kali sehari dan metformin juga memberikan efek baik dalam
penurunan FPG.
Pada penelitian didapatkan hasil yang sama pada kadar HbA1C antara
Vildagliptin dan Glimepirid pada minggu ke 52. Sedangkan efek terhadap berat badan,
Vildagliptin tidak memberikan efek peningkatan berat badan dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan Glimepirid.
Ada penelitian lain, pada kelompok monoterapi Vildagliptin dan kelompok
kombinasi antara Vildagliptin dan Metformin, didapatkan nilai rata-rata secara berurut-
urut yaitu -3.06 dan -3.30. Dan efek terhadap peningkatan berat badan lebih signifikan
pada kelompok monoterapi.

Kesimpulan
Pemberian terapi pada DM tipe II yang diberi Vildagliptin dapat menurunkan
kada HbA1C lebih cepat dibandingkan yang diberikan Glimepirid. Selain itu,
pemberian terapi kombinasi antara Vildagliptin dapat menurunkan kadar HbA1C lebih
efektif secara bermakna dan efek terhadap peningkatan berat badan tidak signifikan,
dibandingkan dengan yang hanya diberikan monoterapi.

Daftar Pustaka
Bo Ahren, 2013. Vascular Health and Risk Management. Departement of Clinical
Sciences, Lund, Faculty of Medicine, Sweden.
Ferrannini E, et al. 2009. Diaetes Obesity Metabolism.
Konsensus Perkeni, 2015.
Mafauzy M, et al. 2011. Majority of T2DM Patient in Asia Pasific Fail to Achieve
Glycaemic Control.
Rosales, et al. 2015. Clinical Effectiveness and Safety of Vildagliptin >19.000 patients
with T2DM. GUARD Study. Diabetes Obesity Metabolism.

Anda mungkin juga menyukai