Anda di halaman 1dari 14

plcindonesia.

com

DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh Irianti Bahana M.R., MSi., Apt. dan Prof. I Ketut Adnyana, PhD., Apt.

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan
oleh kelainan sekresi insulin atau ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin
yang ditandai dengan hiperglikemia3. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin
terhadap reseptornya. Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan keempat
jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah India, Cina, dan Amerika Serikat
dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Laporan tersebut menunjukkan peningkatan
jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. International Diabetes
Foundation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 9,1 juta pada tahun
2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 20307. Terapi DM tipe 2 dapat diklasifikasikan
menjadi terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi mencakup
pengaturan nutrisi, aktivitas fisik, dan edukasi. Sedangkan, terapi farmakologi untuk DM
tipe 2 adalah menggunakan golongan Biguanida, Sulfonilurea, Thiazolidindion, Inhibitor
Alfa Glukosidase, Glinid, Inhibitor DPP-IV, Agonis GLP-1, Inhibitor SGLT-2, dan Insulin.

TUJUAN

Untuk mengedukasi Apoteker tentang penyakit DM tipe 2 dan tatalaksana terapinya,


serta menginformasikan aspek keamanan yang melingkupi efek samping obat yang
digunakan untuk indikasi DM tipe 2.

1. Pendahuluan

Penyakit diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global. Indonesia menempati


urutan keempat jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah India, Cina, dan
Amerika Serikat. WHO memprediksi peningkatan jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia sekitar 2-3 kali lipat dari tahun 2000 hingga 2030.

1
plcindonesia.com

2. Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme dan berhubungan dengan
abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak, atau protein yang dapat disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, atau keduanya. DM tipe 2 disebabkan
karena resistensi insulin5

3. Klasifikasi dan Etiologi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes melitus


diklasifikasikan berdasarkan etiologi/penyebabnya yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

Tipe Etiologi

Tipe 1 Destruksi sel beta pankreas, umumnya menyebabkan defisiensi


insulin yang absolut.
Tipe 2 Gangguan sekresi insulin progresif yang disebabkan karena
resistensi insulin.

Tipe lain Diabetes karena penyebab lain seperti sindrom diabetes


monogenik (diabetes neonatal atau maturity-onset diabetes of
the young [MODY]), penyakit eksokrin pankreas (contohnya
cystic fibrosis), dan diabetes yang diinduksi oleh obat atau zat
kimia (contohnya pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
DM gestasional Jenis diabetes yang terjadi selama kehamilan

4. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya penyakit DM tipe 2 diantaranya yaitu riwayat

keluarga menderita DM tipe 2, obesitas (nilai BMI>25 kg/ ), aktivitas fisik yang

2
plcindonesia.com

rendah, diet yang tidak sehat, riwayat toleransi glukosa terganggu atau glukosa darah
puasa terganggu, hipertensi, dislipidemia, riwayat diabetes gestasional, dan sindrom
polisistik ovari5,6.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala Utama dari DM tipe 2 adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia.
Sedangkan, tanda dan gejala lainnya adalah rasa lemas pada badan, kesemutan, gatal,
dan penurunan fungsi penglihatan7 .Komplikasi yang dapat terjadi pada DM tipe 2 dapat
dibedakan menjadi komplikasi makrovaskular (penyakit vaskular perifer, CVD, dan stroke)
dan komplikasi mikrovaskular (retinopati, neuropati, nefropati)6.

6. Patofisiologi

DM tipe 2 dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti gangguan sekresi insulin,


resistensi insulin pada otot, hati, dan adiposa, sekresi glukagon yang berlebih, serta
defisiensi GLP-1. Resistensi insulin dapat terjadi pada hati, otot, dan adiposa. Setelah
glukosa dicerna, insulin disekresikan ke vena portal lalu dibawa ke hati dan menyebabkan
penurunan keluaran glukosa hepatik. Pada penderita DM tipe 2, glukagon juga gagal
untuk ditekan dalam respon terhadap makanan. Dengan demikian, terjadi resistensi
insulin dan hiperglukagonemia sehingga glukosa diproduksi terus-menerus oleh hati.
Oleh karena itu, penderita DM tipe 2 memiliki dua sumber glukosa dalam keadaan post-
prandial yaitu dari makanan dan dari produksi terus-menerus oleh hati. Hal tersebut
menyebabkan kondisi hiperglikemia5. Sekitar 80% dari total penyerapan glukosa tubuh
terjadi di otot rangka. Pada penderita DM tipe 2, terdapat gangguan kinerja insulin di
intramioselular akibat gangguan fosforilasi tirosin. Sehingga, terjadi gangguan transpor
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa7.

3
plcindonesia.com

7. Diagnosis

Berdasarkan Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2015), penderita dapat


didiagnosis DM jika memiliki salah satu atau lebih kriteria berikut :

i. Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi penderita tidak
mendapat asupan kalori minimal 8 jam.

ii. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dL setelah tes toleransi glukosa oral.

iii. Kadar glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL disertai gejala klasik DM.

iv. Nilai HbA1c ≥6,5% (Pemeriksaan dilakukan pada laboratorium yang telah
terstandardisasi).

8. Penatalaksanaan Terapi

Tujuan penatalaksanaan Diabetes Melitus secara umum adalah meningkatkan kualitas


hidup penderita diabetes meliputi7 :

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi


makrovaskular dan mikrovaskular.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

4
plcindonesia.com

Gambar 1. Guideline DM Tipe 22

5
plcindonesia.com

Gambar 2. Guideline DM Tipe 27

Pada pasien DM tipe 2, terapi awal yang direkomendasikan adalah intervensi pola hidup/
modifikasi gaya hidup , setelah itu apabila target terapi belum tercapai, pasien diberikan
terapi antidiabetik oral. Lini pertama terapi antihiperglikemik oral pada pasien DM tipe 2
adalah Metformin karena memiliki efikasi yang baik, efek samping yang relatif rendah,
dan menguntungkan dari sisi farmakoekonomi2. Pada pasien DM tipe 2 yang sudah tidak
bisa dikontrol melalui penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk
penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal.

Terapi non-farmakologi untuk pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah

! Edukasi

DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk.
Pemberdayaan pasien diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

6
plcindonesia.com

masyarakat. Dalam mendampingi pasien DM dalam menuju perubahan perilaku,


dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan
tentang pemantauan kadar glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien DM. Pemantauan kadar glukosa darah
dapat dilakukan secara mandiri setelah pasien DM atau pihak keluarga mendapat
pelatihan khusus7.

! Terapi nutrisi medis (TNM)

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM tipe 2 secara
komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori serta zat gizi masing-masing individu. Komponen bahan makanan yang
diutamakan adalah karbohidrat kompleks dan rendah lemak jenuh (<7% dari total kalori),
dengan fokus pada makanan seimbang dengan memberikan komponen vitamin dan
mineral yang dibutuhkan5,7 .

! Aktivitas Fisik

Secara umum, pasien DM dapat memperoleh manfaat dari peningkatan aktivitas fisik.
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas terhadap
insulin, sehingga akan membantu mengendalikan kadar glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan dengan intensitas sedang seperti aerobik, jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani harus dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali/minggu selama sekitar 30-45 menit dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari dua hari berturut-turut. Pasien DM
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL, maka penderita DM harus mengonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila kadar gula darah >250 mg/dL maka disarankan
untuk menunda latihan jasmani5,7.

7
plcindonesia.com

Terapi farmakologi untuk DM tipe 2 berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu

1) Meningkatkan Sekresi Insulin : Sulfonilurea, Glinid , Inhibitor DPP-IV, Agonis GLP-1

! Sulfonilurea

-Klorpropamid -Glikuidon

-Gliklazid -Glimepirid

-Glibenklamid -Tolbutamid

-Glipizid

Sulfonilurea merupakan antidiabetika oral yang bekerja merangsang sekresi insulin pada
pankreas dengan cara menutup kanal K-ATP pada membran sel β pankreas. Kelebihan
golongan ini adalah memiliki risiko yang rendah dalam komplikasi mikrovaskular serta
memberikan efek penurunan glukosa darah yang besar (hipoglikemia). Obat pada
golongan ini dikonsumsi sebelum makan. Namun, golongan sulfonilurea dapat
menyebabkan efek samping hipoglikemia dan peningkatan berat badan.

! Glinid

-Repaglinid

-Nateglinid

Glinid bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas dengan cara menutup kanal
Katp pada membran sel β pankreas. Efek samping yang dapat timbul akibat penggunaan
obat ini adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan3. Golongan ini terdiri dari dua
macam obat yaitu Repaglinid yang merupakan derivat asam benzoat dan Nateglinid yang
merupakan derivat fenilalanin. Kelebihan golongan ini adalah dapat menurunkan kadar
glukosa post prandial. Golongan obat ini diabsorpsi secara cepat setelah pemberian oral
dan dieksresi secara cepat melalui hati7 .

8
plcindonesia.com

! Inhibitor DPP-IV

-Sitagliptin -Saxagliptin

-Vildagliptin -Linagliptin

Inhibitor DPP-4 bekerja dengan menghambat enzim DPP-4, sehingga kadar GLP-1
meningkat. Maka, efek yang ditimbulkan adalah peningkatan sekresi insulin dan
penurunan sekresi glukagon7. Efek samping yang umum terjadi dari penggunaan inhibitor
DPP-IV adalah sakit kepala dan nasofaringitis. Hipoglikemia bukan merupakan efek
samping yang umum dari inhibitor DPP-IV karena sekresi insulin merupakan hasil aktivasi
GLP-1 yang disebabkan karena deteksi glukosa yang berhubungan dengan adanya
makanan dan bukan dari stimulasi langsung sel β pankreas4.

! Analog GLP-1

-Liraglutide

Analog GLP-1 meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon dengan
cara mengaktivasi reseptor GLP-1. Kelebihan golongan ini adalah tidak menyebabkan
hipoglikemia, dapat membantu menurunkan berat badan, serta menurunkan beberapa
faktor risiko penyakit kardiovaskular. Namun, analog GLP-1 memiliki efek samping pada
gastrointestinal (mual, muntah, diare), meningkatkan denyut jantung, serta hanya
tersedia dalam bentuk sediaan injeksi3 .

2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Biguanida dan Tiazolidindion (TZD)

i. Biguanida

-Metformin

Biguanida merupakan antidiabetika oral yang bekerja meningkatkan sensitivitas insulin di


hati dan jaringan perifer, sehingga terjadi peningkatan serapan glukosa ke jaringan yang
sensitif terhadap insulin tersebut serta mengurangi produksi glukosa oleh hati7.
Kelebihan golongan biguanida adalah tidak memiliki efek samping hipoglikemia, dapat

9
plcindonesia.com

digunakan pada pasien obesitas, serta menguntungkan dari segi farmakoekonomi (biaya
rendah). Namun, Metformin dikontraindikasikan penggunaannya pada pasien dengan
kreatinin serum ≥ 1,5 mg/dL (pria) atau 1,4 mg/dL (wanita)1. Obat pada golongan ini
dapat dikonsumsi bersama makanan atau sesudah makan.

ii. Tiazolidindion (TZD)

-Pioglitazon

Tiazolidindion merupakan agonis PPAR- γ yang merupakan suatu reseptor pada sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan serapan
glukosa di jaringan perifer Kelebihan golongan ini adalah tidak menyebabkan
hipoglikemia serta memiliki efek pada peningkatan HDL-C dan penurunan trigliserida.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat kondisi edema
atau retensi cairan4,7.

3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Inhibitor Alfa Glukosidase.

-Akarbosa

-Miglitol

Inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim α-glukosidase sehingga


memperlambat penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus.
Golongan ini juga bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa pada usus halus,
sehingga memiliki efek penurunan kadar glukosa darah setelah makan dan
direkomendasikan dikonsumsi pada suapan pertama makanan7. Kelebihan golongan ini
adalah tidak menyebabkan hipoglikemia, namun efek terhadap HbA1C rendah serta
memiliki efek samping pada gastrointestinal yaitu perut kembung dan diare3.

10
plcindonesia.com

4) Meningkatkan eksresi glukosa : Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter


2)

-Dapagliflozin

Inhibitor SGLT-2 bekerja dengan cara menghambat SGLT-2 pada tubulus proksimal,
sehingga terjadi peningkatan ekskresi glukosa melalui urin dengan cara menghambat
reabsorpsi glukosa. Kelebihan golongan ini adalah tidak menyebabkan hipoglikemia,
dapat menurunkan berat badan, serta memiliki efek penurunan tekanan darah. Namun,
inhibitor SGLT-2 memiliki efek samping infeksi saluran kemih, poliuria, hipotensi, dan
peningkatan kreatinin serum3,4.

Antidiabetik oral diberikan untuk penderita DM tipe 2. Prinsip pemberian antidiabetik oral

1. Untuk terapi awal DM tipe 2, pasien diberikan monoterapi metformin setelah


diagnosis, jika tidak dikontraindikasikan dan dapat ditoleransi.

2. Ketika pasien dikontraindikasikan atau intoleransi terhadap metformin,


pertimbangkan obat antihipoglikemik lain.

3. Ketika target A1C tidak tercapai setelah 3 bulan pengobatan, pertimbangkan


kombinasi metformin dan golongan lain.

4. Tambahkan insulin, ketika tidak ada obat lain yang dapat mengatasi gejala
hiperglikemia yang parah terutama ketika gejala masih dirasakan dan gejala
katabolik terjadi (berat badan berkurang dan ketosis). Insulin dikombinasikan ketika
gula darah > 300-350 mg/dL dan A1C> 10-12% .

11
plcindonesia.com

Prinsip pemberian insulin pada pasien DM Tipe 2 terdapat pada gambar 3 :

Gambar 3. Prinsip Pemberian Insulin pada Pasien DM Tipe 24

Gambar 3 menunjukkan prinsip pemberian insulin pada pasien DM tipe 2. Contoh insulin
kerja cepat adalah insulin Lispro, aspart, dan glulisin. Insulin kerja cepat memiliki onset
kerja 15-30 menit. Contoh insulin kerja sedang adalah NPH, dan insulin kerja panjang
adalah insulin Glargin dan Detemir. Insulin kerja panjang memberikan konsentrasi insulin
yang relatif konstan selama 24 jam4

12
plcindonesia.com

9. Monitoring

Berdasarkan rekomendasi ADA, parameter yang harus dimonitoring selama terapi DM


Tipe 2 adalah:

! Hba1C : < 7%. Evaluasi setiap 3 bulan sampai target terapi tercapai, kemudian
setiap 6 bulan.

! Kadar glukosa darah puasa : 80-130 mg/dL

! Kadar glukosa darah postprandial : < 180 mg/dL

! eAg : < 154 mg/dL

! Tekanan darah : < 140/90 mmHg. Evaluasi setiap kunjungan

! Profil lipid : Evaluasi pada diagnosis atau pada usia 40 tahun, kemudian 1-2 tahun
setelahnya

! Monitoring komplikasi :

• Mata : Setiap tahun

• Kaki : Pada setiap kunjungan

• Urin (mikroalbumin) : Setiap tahun

13
plcindonesia.com

10. Daftar Pustaka

5. AHFS. AHFS Drug Information. Bethesda. American Society of Health System


Pharmacists. 2011

6. American Diabetes Association. Standars of Medical Care in Diabetes. Diabetes


Care. 2018: 1: 41

7. American Diabetes Association. Standars of Medical Care in Diabetes. Diabetes


Care. 2018: 1: 38

8. Burns, M.A.C, Schwinghammer TL, Wells B.G, Malone P.M, Kolesar J.M., Dipiro J.T. .
Pharmacotherapy Principles & Practices 4th edition. McGraw Hill Company. United
States of America. 2016: 651-678

9. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Welss BG, Posey LM. Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, 9th Ed. McGraw Hill Company. United States of
America. 2014: 2546-2646.

10. Alldredge BK., Corelli RL, Ernst ME, Guglielmo BJ, Jacobson PA, Kradjan WA,
Williams BR. Koda-Kimble & Young’s Applied therapeutics: the clinical use of drugs
10th ed. Philadelphia. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins
2013:1224-1300

11. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. 2015:6-48

14

Anda mungkin juga menyukai