PENDAHULUAN
hiperglikemi dan ganggan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang terjadi
karena kekurangan kerja dan sekresi insulin. Gejala awal yang timbul pada
impotensi pada pria, pruritus vulva pada wanita dan penurunan berat badan yang
gangguan fungsi sel β pankreas dan resistensi insulin di jaringan perifer seperti
jaringan otot dan jaringan lemak, serta resistensi insulin dihati. Hal ini
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017 184 kronik dan dalam jangka panjang, dapat
terjadi komplikasi yang serius. Resistensi insulin dianggap sebagai salah satu
Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah bisa
dikendalikan melalui diet, olahraga dan obat-obatan. Kriteria nilai gula darah
dikatakan baik, jika gula darah puasa 80-<100 mg/dL, gula darah 2 jam setelah
makan 80-144 mg/dL, AIC<6,5%, kolesterol total <200 mg/dL, trigliserida <150
1
mg/dL, IMT 18,5-22,9 kg/m2 dan tekanan darah <130/80 mmHg3. Penderita
mellitus sudah mencapai sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar
sebagai negara yang jumlah penderita diabetes melitusnya terbanyak setelah india,
china, jepang, uni soviet dan brasil. Pada tahun 2016 diperkirakan 422 juta orang
menderita DM lebih tinggi dibandingkan pada tahun 1980an sekitar 108 juta
183 juta orang tidak tahu jika menderita diabetes mellitus dan menyebutkan
sedangkan pada tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus di dunia sebanyak
Evaluasi penggunaan obat merupakan suatu proses jaminan mutu yang terstruktur
dan dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat yang
2
Mengingat diabetes melitus merupakan salah satu gangguan metabolik
dimana pada keadaan gawat darurat dapat menimbulkan komplikasi yang angka
kematiannya masih tinggi yaitu 8,4 juta pada tahun 2000 dan 21,3 juta pada tahun
pengobatan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah
tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu pemberian, tepat
lama pemberian, obat harus efektif aman dengan mutu terjamin serta
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat tindak lanjut dan
3
1.4 Manfaat Penelitian
Melitus.
Grandmed Jalan Raya Medan KM 25 No. 66, Perdamaian, Lubuk Pakam, Tj.
Mulia, Tj. Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20514 dimulai pada
tanggal 13 Januari sampai 22 Februari 2020, jam praktek dimulai dari jam 09.00 –
15.00 WIB.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun
karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada
sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau
keduanya (Kemenkes RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa
Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia
penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ
5
lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi
organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting
tipe 2
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
6
Gambar 2.1 The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam
Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the Treatment of Type
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
2) Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
3) Otot
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
4) Sel lemak
7
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses
juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
tiazolidindion.
5) Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat.
8
signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi
7) Ginjal
puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah
8) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.
9
2.1.3 Faktor Risiko
d. Kurang gizi
meningkat setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta
penderita pada tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun
1980 yang hanya 180 juta penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di
wilayah South-East Asia dan Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah
dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian
berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk
penderita DM terbanyak pada tahun 2014. Indonesia pada tahun 2013 berada
10
diperingkat ke7 penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 7,6
Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe 1
disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan diabetes rentan ketosis
usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan lansia
yang kurus juga dapat mengalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin mengalami
defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali). Dengan
pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan mudah
progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma.
Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah.
Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140
11
diabetes, pada kenyataannya, harus diobati dengan insulin; bedanya mereka tidak
tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup
DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau lebih
memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis ini
dikelompokkan menjadi dua : (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes.
Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan
bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun
berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada kasus-kasus berat. Namun,
ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada kasus yang disertai stress atau
infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin
Pengendaliannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada
2011).
3) DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe lain.
12
a) Penyakit pada pankreas yang merusak sel β, seperti hemokromatosis,
d) Kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin;
dan
yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang derajat
intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap
selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan trimester
kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil
DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman, 2011).
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
13
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
b) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak
14
a) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100 mg/dl
Tabel 2.2 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan
prediabetes
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh ≥23 kg/m2) yang
15
b) First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
hipertensi).
h) Riwayat prediabetes.
Catatan:
diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil
pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti
16
Tabel 2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja
secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena
kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia,
virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur
kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat
pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
17
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
18
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita.
DM tersebut telah dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani,
2015).
menimbulkan gejala akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.
jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, penglihatan
memburuk (buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi
mudah goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan
pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. DM tipe 2 disebabkan oleh
perpaduan antara gangguan aksi insulin (resistensi insulin) dan defisiensi insulin
yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat
(IDAI, 2015).
19
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama
DM tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga
yang paling umum diderita oleh penduduk di Indonesia. Kombinasi faktor risiko,
Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan sel beta pankreas
sel beta pada DM tipe 2 diketahui terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
sebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak
tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan jumlah insulin dalam tubuh
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal (Fitriyani, 2012).
berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel-sel beta langerhans seperti pada
tipe 2. Sel-sel beta langerhans akan menunjukkan gangguan sekresi insulin fase
20
kerusakan sel-sel beta langerhans pada tahap selanjutnya. Kerusakan sel-sel beta
pemeriksaan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar
glukosa darah ≥ 200 mg/dl pada pemeriksaan glukosa 2 jam post prandial dan
kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik DM adalah
dibuat oleh oleh WHO dan Perkeni. Pemeriksaan kadar glukosa darah dan
2009).
risiko sosiodemografi, perilaku dan gaya hidup dan keadaan klinis dan mental
(Irawan, 2010). Faktor risiko sosiodemografi diabetes melitus tipe 2 adalah umur,
jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Aktifitas fisik, konsumsi sayur dan buah,
asap rokok dan alkoholisme termasuk ke dalam faktor risiko pola hidup pada
21
diabetes melitus tipe 2. Indeks massa tubuh, lingkar perut, tekanan darah, kadar
kolesterol dan stress adalah faktor risiko kondisi klinis dan mental diabetes
melitus tipe 2. Selain itu, ada juga faktor risiko riwayat kesehatan keluarga
sebagai berikut :
memiliki risiko 15 % menderita DM tipe 2 jika kedua salah satu dari kedua
orang tuanya menderita DM tipe 2. Anak dengan kedua orang tua menderita
b. Berat lahir
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram atau keadaan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko lebih tinggi menderita
DM tipe 2 pada saat dewasa. Hal ini terjadi karena bayi dengan BBLR
insulin terganggu.
c. Stress
tertentu. Sakit, cedera dan masalah dalam kehidupan dapat memicu terjadinya
22
energi (glukosa dan lemak) tersimpan d dalami sel. Insulin tidak membiarkan
d. Umur
peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah sel beta
pankreas yang produktif memproduksi insulin akan berkurang. Hal ini terjadi
e. Jenis kelamin
daripada pria karena adanya perbedaan anatomo dan fisiologi. Secara fisik
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
h. Penghasilan
i. Pola makan
23
Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian
diabetes melitus tipe 2. Pola makan yang jelek atau buruk merupakan faktor
risiko yang paling berperan dalam kejadian diabetes melitus tipe 2. Pengaturan
diet yang sehat dan teratur sangat perlu diperhatikan terutama pada wanita.
Pola makan yang buruk dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan
j. Aktivitas fisik
yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat banyak dan yang paling utama
adalah mengatur berat badan dan memperkuat sistem dan kerja jantung.
melitus tipe 2. Sebaliknya, jika tidak melakukan aktivitas fisik maka risiko
k. Merokok
lemak dan protein dan tidak melakukan aktivitas fisik merupakan faktor risiko
dari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting dalam
insulin di jaringan otot dan adipose. Semakin tinggi angka obesitas maka akan
24
semakin tinggi risiko untuk menderita diabetes melitus tipe 2 (Garnita, 2012).
berfungsi secara optimal. Hal ini dapat memicu terjadinya defisiensi insulin
makanan yang bergizi dan seimbang, ataupun biasa diet, membatasi diri
25
memeriksa diri dan aksebilitas yang rendah (pelayanan yang tersedia
atau komplikasi.
lebih berat.
saja. Bila seluruh usaha di atas telah dijalankan dengan baik tetapi kadar gula
darah masih belum berada pada batas normal, barulah penderita memerlukan obat.
Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau
obat penurun kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai,
penggunaan obat ini harus sesuai dosis atau berdasarkan petunjuk dokter. Bila
26
dosis terlalu rendah komplikasi kronis akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang
pengobatan dengan disiplin kedokteran. Obat medis dapat dibagi dalam beberapa
golongan :
a. Insulin
insulin adalah pilihan dalam pengobatan ini. Insulin lispro dan aspart tidak
DM tipe 2 atau GDM yang gula darahnya tidak dapat terkontrol dengan baik
dan tokolitik harus dibatasi agar tidak terjadi toleransi karbohidrat, disamping
diberikan.
27
Glukosidase
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5-1,4 % Pioglitazone
sensitifitas
terhadapa insulin
Penghambat Modulator Sebah, muntah 0,5-0,8 % Vidagliptin,
DPP-IV inkreatin, sitagliptin,
meningkatkan sexagliptin
sekresi insulin
yang diperlukan
saat makan
Penghambat Menghambat Dehidrasi, 0,8-1.0 % Dapagliflozi
SGLT-2 penyerapan infeksi saluran n
kembali glukosa kemih propanediol
ditubuli distal
ginjal
GLIMEPIRIDE
sulfonilurea generasi kedua yang diberikan secara oral dan berfungsi menurunkan
gula darah dengan cara meningkatkan kerja insulin dalam proses pengambilan
dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea sehingga obat ini
mempunyai potensi hipoglikemik 100 x lebih besar dari pada obat anti diabetes
dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya
waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk
diabetes melitus type 2 dengan hiperglikemia yang tidak dapat dikontrol dengan
diet dan latihan tersendiri. Glimepiride digunakan sebagai penunjang dalam diet
28
dan latihan untuk menurunkan gula darah. Glimepiride dapat digunakan sebagai
terapi tunggal atau dikombinasi dengan metformin atau insulin, tetapi kombinasi
terhadap glimepiride dan golongan sulfonil urea yang lain, dan pasien dengan
pasien dan HbA1c harus diukur secara berkala untuk menetapkan dosis minimum
yang efektif bagi pasien tersebut dengan tujuan: 2 Farmakoterapi dan Terminologi
Medik - Untuk mendeteksi kegagalan primer yaitu tidak adanya penurunan berarti
dari gula darah pada pemberian dosis maksimum yang diperbolehkan. – Untuk
Dosis awal 1-2 mg satu kali sehari, diberikan bersamaan makan pagi
atau makanan utama yang pertama. Untuk pasien yang lebih sensitif terhadap
satu kali sehari, kemudian boleh dinaikkan (dititrasi) dengan hati-hati. Dosis
satu kali sehari. Pada saat pemberian telah mencapai dosis 2 mg maka kenaikan
dosis tidak boleh melebihi 2 mg dengan interval 1-2 minggu tergantung dari
respon gula darah pasien. Efikasi jangka panjang harus dimonitor dengan
29
Farmakokinetik
pencernaan. Penelitian pada pasien normal yang mendapat dosis tunggal per oral
dan pada pasien NIDDM yang mendapat dosis berulang menunjukkan hasil yang
bermakna pada absorpsi glimepiride yaitu dapat dicapai dalam 1 jam setelah
pemberian dan kadar puncak obat (C max) dapat dicapai pada 2 hingga 3 jam.
Bila glimepiride diberikan pada saat makan, T max rata-rata (waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai C max) sedikit meningkat (12%) dan C max rata-
rata dan AUC (area under curve) sedikit menurun (berturut-turut 8% dan 9%).
setelah pemberian dosis oral. Metabolit utama adalah turunan cyclohexyl hydroxy
methyl (M1) dan turunan carboxyl (M2). Sitokrom P450 II C9 ikut terlibat
menjadi M2 oleh satu atau beberapa enzim sitosolik, M1, tetapi tidak M2,
Farmakodinamik
Efek penurunan kadar glukosa ringan nampak setelah pemberian dosis oral
tunggal pada dosis rendah 0.5 – 0.6 mg. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
METOKLOPRAMIDE
esofagitis refluks.
30
Metoklopramide dikontraindikasi pada penderita hipersensitif terhadap
pheochromocytoma.
atau menjalankan mesin. Hati-hati bila diberikan pada ibu hamil dan menyusui.
obat golongan antikolinergik dan analgetik narkotik. Menambah efek sedasi bila
Penderita yang mendapat pengobatan MAO inhibitor. Dosis dewasa 1 tablet salut
selaput 3 x sehari.
SUKRALFAT
31
ranitidine, tetracycline dan theophylline, sehingga obat tersebut harus diberikan
dalam waktu 2 jam sebelum sukralfate. Dosis 1 g 4x sehari selama 4-8 minggu.
GABAPENTIN
dengan obat lain harus dilakukan bertahap selama min 1 minggu. Dapat
Efek samping dari gabapentin yaitu somnolen, pusing, ataksia, lemah lesu,
Dosis dewasa dan anak>12 thn: sehari 900-1800 mg. hari ke-1: sehari 1x
300 mg. hari-ke2: sehari 2x 300 mg. hari ke-3: sehari 3x 300 mg. selanjutnya
dosis dapat ditingkatkan sampai dengan sehari 1200 mg, diberikan dalam 3 dosis
RANITIDINE
hipersensitif terhadap obat ini. Perhatian pada penderita yang memberikan respon
32
lambung. Dosis ranitidine harus disesuaikan pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal. Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati, pada wanita
dibutuhkan.
Dosis oral: dewasa: tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis
sehari 2x 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam hari selama 4-
ONDANCETRON
karena pasca operasi dan akibat kemoterapi dan radioterapi. Kontraindikasi pada
rifampisin.
Dosis mual dan muntah pasca operasi: 4 mg IM sebagai dosis tunggal atau
jam atau 2 inj 8 mg secara IV lambat atau 15 menit infuse tiap 4 jam. Atau bisa
33
juga diikuti dengan pemberian oral sehari 2x8mg selama 5 hari. Kemoterapi yang
sebelum kemoterapi, diikuti dengan sehari 2x8 mg secara oral selama 5 hari; anak
dengan 1 x 4.
OMEPRAZOLE
samping omeprazole dapat ditoleransi, nausea, sakit kepala, diare, konstipasi dan
KETOROLAC
prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena
Farmakokinetik
sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh
terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia
rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang
34
intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma
dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang
dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya
nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac
tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan
asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena
belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui
sirkulasi fetus.
dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang. Pasien yang
menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-
inflamasi nonsteroid lain. Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif. Penyakit
angioedema atau bronkospasme. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
35
Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. Gangguan ginjal derajat sedang
sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi
dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan
atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal
15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai
menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median
keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian
multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih
dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka
diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan
dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang
dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien
yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2
hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat
mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi
tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan
36
Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20
dosis dalam 5 hari. Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia,
mengantuk, berkeringat.
gastrointestinal dengan atau tanpa gejala sebelumnya dan harus diberikan dengan
inkompatibilitas: Ketorolac ampul tidak boleh dicampur dalam volume kecil (mis.
Ketorolac tromethamine.
oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika benar-benar
37
PIONIX
derajat I-IV), gangguan hati, ketoasidosis, pasien dalam terapi insulin. Perhatian
retensi cairan dan gagal jantung. Efek samping dari pionix yaitu peningkatan BB,
anemia, sakit kepala, flatulence. Interaksi obat dengan insulin dan oral
antidiabetik lain.
metformin atau sulfonylurea saat ini boleh diteruskan dapat diberikan dengan atau
tanpa makanan.
CETIRIZINE
menyebabkan kantuk, hindari pemakaian pada ibu hamil dan menyusui. Efek
samping sakit kepala, pusing, kantuk mulut kering dan mual. Interaksi obat
VITAMIN C
sakit, penderita dengan gejala pendarahan gusi dan sariawan. Dosis anak-anak;
38
HYDROCORTISONE
GENTAMISIN
maupun sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang peka. Kontra indikasi
hipersensitif, infeksi virus, dan jamur. Dosis oleskan pada kulit sehari 3-4 kali.
ASAM SALISILAT
keringat.
NATRIUM DICLOFENAC
Natrium diclofenac diindikasikan untuk inflamasi dan bentuk reumatik
ulkus peptikum. Perhatian riwayat penyakit GI, asma; gangguan fungsi hepatic,
ekstraseluler. Monitor fungsi liver dan jumlah darah selama penggunaan lama.
39
akan menurunkan konsentrasi plasma dan AUC diklofenak. Meningkatkan
LANSOPRAZOLE
wanita menyusui, bila obat dianggap perlu diberikan maka menyusui harus
dihentikan. Efek samping sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dyspepsia, mulut
kering, sembelit, urtikaria, pruiritus, mual, muntah, kembung, pusing dan lelah,
eosinofilia, leokopenia. Dapat terjadi kenaikan nilai-nilai tes fungsi hati sementara
30 mg selama 4 minggu.
40
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
yang meliputi:
a. Riwayat Penyakit
c. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
41
f. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
hiperglikemia, hipoglikemia).
urogenital.
endokrin lain).
2. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan funduskopi.
e. Pemeriksaan jantung.
42
h. Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
insulin).
3. Evaluasi Laboratorium
4. Penapisan Komplikasi
g. Elektrokardiogram.
kongestif).
Tersier.
43
3.3. Data Pasien Diabetes Mellitus dan Dispepsia diRumah Sakit Grandmed
Lubuk Pakam
1. Identitas pasien
Nama : Tn. P
Nomor RM : 01.13.xx
Umur : 59 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Berat Badan : 58 Kg
a. Keluhan Utama
44
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tidak ada
d. Riwayat Alergi
Tidak ada
Menengah
Normal
Tidak ada
1. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
45
Tabel 3.1. Hasil Pemeriksaan Subjektif
Tanggal Lemas Mual Perut Nyeri
Pemeriksaan Kembung
20-01-2020 + + - +
21-01-2020 + + - +
22-01-2020 + + - +
23-01-2020 + + - +
24-01-2020 - - - +
25-01-2020 + - - +
26-01-2020 + - - +
27-01-2020 + - - +
Keterangan: (+) Ya
(-) Tidak
46
36,8
130/80 80 20
25-01-2020 130/90 80 36,6 22
120/80 80 36,6 20
110/80 80 36,6 21
26-01-2020 130/80 80 36,7 20
130/80 80 36,7 20
120/80 81 37 20
27-01-2020 140/90 80 36,6 20
47
Glukosa darah sewaktu
FAAL GINJAL 323 mg/dL <200 H
Ureum darah
Creatinin darah 18.0 mg/dL 16.6-48.5 N
0.77 mg/Dl 0.67-1.17 N
21-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 12.45 173 mg/dL <200 N
Glukosa jam 22.00 128 mg/dL <200 N
22-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 06.00 101 mg/dL <200 N
Glukosa jam 22.00 161 mg/dL <200 N
23-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 06.00 193 mg/dL <200 N
Glukosa jam 22.00 237 mg/dL <200 H
24-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 06.00 76 mg/dL <200 N
25-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 22.00 161 mg/dL <200 N
26-01-2020 DIABETES
Glukosa jam 22.00 123 mg/dL <200 N
48
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Ketorolac Injeksi 30 mg/ekstra 30 mg
Ranitidine Injeksi 50 mg/12 jam 50 mg
Ondansetron Injeksi 40 mg/8 jam 40 mg
Nacl 0,9% Injeksi - -
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
22-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
Metoklopramid Tablet 3x1 30 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
Nacl 0,9% Injeksi - -
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
Metoklopramid Injeksi 10 mg/8 jam 10 mg
23-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
Pioglitazone Tablet 1x1 30 mg
Nacl 0,9% Injeksi - -
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
Metoklopramid Injeksi 10 mg/8 jam 10 mg
24-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
Pioglitazone Tablet 1x1 30 mg
Nacl 0,9% Injeksi - -
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
Metoklopramid Injeksi 10 mg/8 jam 10 mg
25-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
49
Pioglitazone Tablet 1x1 30 mg
Na.diklofenak Tablet 1x1 25 mg
Nacl 0,9% Injeksi - -
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
Metoklopramid Injeksi 10 mg/8 jam 10 mg
26-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
Pioglitazone Tablet 1x1 30 mg
Na.diklofenak Tablet 1x1 25 mg
Omeprazole Injeksi 40 mg/12 jam 40 mg
Metoklopramid Injeksi 10 mg/8 jam 10 mg
27-01-2020 Glimepiride Tablet 1x1 2 mg
metoklopramid Tablet 3x1 30 mg
Sukralfat sirup Tablet 4x1C
Gabapetin Tablet 1x1 300 mg
Cetrizine Tablet 1x1
Vitamin C Tablet 3x1
Ondansetron Tablet 3x1 8 mg
Pioglitazone Tablet 1x1 30 mg
Na.diklofenak Tablet 1x1 25 mg
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Gawat Darurat) dan kemudian dipindah ke ruangan poli bedah pada tanggal 20
januari 2020 dengan keluhan pasien nyeri perut di ulu hati lebih kurang 1 minggu.
scapula. Pasien dimasukan ke ruangan rawat inap lalu keluarga pasien mengisi
januari 2020 menunjukan bahwa kedua ginjal ukurannya normal, tidak tampak
tampak batu atau mass didalamnya. Prostate ukurannya normal permukaan rata
tidak tampak focal mass. Pasien juga menjalani pemeriksaan foto thorax pada
tanggal 20 januari 2020 menunjukan bahwa jantung dalam batas normal. Sinus
dan diafragma kanan dan kiri biasa, lapangan paru-paru bersih, tidak tampak
51
Penulis melakukan pemantauan terapi obat, konseling pasien untuk
meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan waspada efek
samping obat. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat
mengenai obat dan kepada tenaga kesehatan lainnya terkait dengan efektifitas obat
dan stabilitas obat dalam bentuk rekomendasi kepada dokter dan perawat.
menerima obat yang tepat ntuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi
kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau
kesehatan, yang meliputi ketepatan penilaian kondisi pasien, tepat indikasi, tepat
dosis, tepat obat, tepat cara dan lama pemberian, dan waspada efek samping obat.
Oleh karena itu, penggunaan obat rasional meliputi dua aspek pelayanan yaitu
pelayanan medic oleh dokter dan pelayanan farmasi klinik oleh apoteker. Untuk
itu perlu sekali adanya kolaborasi yang sinergis antara dokter dan apoteker untuk
52
WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia
diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari
yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Secara praktis, penggunaan obat
1. Tepat Pasien
ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan
dan nomor RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan
nama yang tertera pada etiket, dan pasien tidak ada penyakit penyerta seperti
2. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnose dokter.
Misalnya antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit
akibat bakteri.
53
Glimepiride merupakan suatu obat anti diabetes mellitus golongan
sulfonilurea generasi kedua yang diberikan secara oral dan berfungsi menurunkan
gula darah dengan cara meningkatkan kerja insulin dalam proses pengambilan
dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea sehingga obat ini
mempunyai potensi hipoglikemik 100 x lebih besar dari pada obat anti diabetes
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus type 2 dengan
hiperglikemia yang tidak dapat dikontrol dengan diet dan latihan tersendiri.
menurunkan gula darah. Glimepiride dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau
dan usus, seperti rasa panas di perut (heartburn), asam lambung, dan maag yang
muncul setelah makan atau di siang hari. Metoclopramide juga digunakan pada
54
Sukralfat adalah kompleks antara alumunium hidroksida dan sukrosa
asam (pH<4). Mekanisme kerja sukralfat adalah sukralfat bereaksi dengan asam
konsistensi kental seperti bahan perekat yang mampu bereaksi sebagai buffer
asam untuk waktu yang lama, yaitu 6-8 jam setelah diminum dalam dosis tunggal.
Sukralfat sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kosong untuk mencegah ikatan
dengan protein dan fosfat. Penggunaan sukralfat sudah tepat indikasi karena
untuk terapi nyeri kronik, penanganan nyeri akut periode perioperatif, pencegahan
nyeri kronik pasca operasi. Penggunaan gabapentin sudah tepat indikasi karena
ranitidine sudah tepat indikasi untuk karena pasien mengalami nyeri perut di ulu
hati.
55
Ondancetron suatu antagonis reseptor 5-HT3 (serotonin) merupakan obat
yang paling disukai untuk mencegah dan mengobati mual muntah pasca bedah
karena obat ini bekerja di sentral dan perifer tanpa menyebabkan rasa mengantuk,
yang paling sering digunakan sebagai anti mual dan muntah dibandingkan dengan
yang lain karena efektivitas dan keamanannya, tetapi biaya ondancetron yang
relative rendah namun efektivitasnya kurang baik bila digunakan sendiri serta
tepat indikasi karena pasien mengalami mual dan muntah (Hill et al, 2000).
tempat kerja dan bekerja langsung pada pompa asam (H +K+ ATPase) yang
merupakan tahap akhir proses sekresi asam lambung dari sel-sel parietal. Dalam
proses ini, ion H dipompa dari sel parietal ke dalam lumen dan terjadi proses
cara menghambat H+K+ ATPase pump dalam membran sel parietal. Penggunaan
omeprazole sudah tepat indikasi karena pasien mengalami nyeri perut di ulu hati
(Anonim, 2009).
56
demam dan sebagai penghilang rasa nyeri perifer. Penggunaan ketorolac sudah
pionix sudah tepat indikasi karena pasien mengalami diabetes mellitus tipe II.
sudah tepat indikasi karena pasien mengalami muka merah dan bersin-bersin.
sebagai analgesic dan antipiretik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat
57
jangka lama pada arthritis rheumatoid, osteoastritis, dan spondilitas ankilosa.
Senyawa ini mungkin juga berguna untuk penanganan jangka pendek cedera otot
rangka akut, bahu nyeri akut. Penggunaan natrium diklofenak sudah tepat karena
pada sel parietal mukosa lambung secara spesifik sehingga produksi asam
yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi
dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti
4. Tepat Dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat
mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus
disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi, bobot badan, maupun kelainan
tertentu. Dosis merupakan salah satu penentu efikasi suatu obat. Dosis yang
sedangkan dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keracunan obat pada
kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat
58
pemberian obat. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang
harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan
dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi, agar terapi
berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus
tepat.
59
Cetirizine Tablet 1 x 1 tab / 1 x 10 mg / 6 Hari Tepat
hari hari Dosis
Dosis obat yang dimaksud adalah jumlah obat yang diberikan kepada
penderita, kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat
adalah sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa,
juga disebut 7 dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik (Joenoes,
2001). Dosis lazim merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan
tetapi ini dianggap tidak lazim karena hanya dengan 3x sehari 1 tablet sudah dapat
mencapai efek terapi yang optimal (Syamsunib , 2006). Dosis toksik merupakan
takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan keracunan pada
penderita sedangkan dosis letalis merupakan takaran obat dalam keadaan biasa
yang dapat menyebabkan kematian pada penderita. Dosis letalis terdiri atas: L.D.
kematian pada 50% hewan percobaan dan L.D. 100 adalah takaran yang
Menurut tabel di atas kesesuain dosis sudah benar menurut literature yang
60
kami lihat tidak ada yang tidak sesuai atau dosis berlebih atau dosis rendah
obat memiliki efek samping obat dan interaksi obat yang tidak diinginkan
dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping obat dan interaksi obat
terapi pasien. Dari daftar efek samping obat-obat yang didapat pasien, tidak
ditemukan adanya efek samping terjadi. Efek samping dan interaksi obat dari obat
yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada tabel di baawah ini:
61
5. Gabapentin somnolen, pusing, ataksia, - Tidak Ada Efek
lemah lesu, nistagmus, Samping Obat
sakit kepala, tremor,
diplopia, mual, muntah,
rhinitis, ambliopia
6. Ranitidine sakit kepala, gangguan - Tidak Ada Efek
kardiovaskuler, gangguan Samping Obat
gastrointestinal, gangguan
musculoskeletal,
gangguan hematologic,
gangguan endokrin
7. Ondancentron Sakit kepala, sensasi - Tidak Ada Efek
hangat atau kemerahan, Samping Obat
konstipasi, reaksi local
injeksi, kejang, gangguan
gerakan, aritmia, nyeri
dada
8. Omeprazole omeprazole dapat - Tidak Ada Efek
ditoleransi, nausea, sakit Samping Obat
kepala, diare, konstipasi
dan flatulence jarang
terjadi
9. Ketorolac edema, kenaikan BB, - Tidak Ada Efek
demam, infeksi, asthenia. Samping Obat
Hipertensi, palpitasi,
pucat, sinkop. Pruritus,
ruam, urtikaria. Mual,
dyspepsia, nyeri
gastrointestinal, diare,
konstipasi, kembung,
perasaan penuh pada saat
sendawa, anoreksia,
peningkatkan nafsu
makan. Purpura,
epsitaksis, anemia,
eosinofilia. Sakit kepala,
mengantuk, pusing,
berkeringat, gemetar,
mimpi abnormal,
halusinasi, euphoria,
gejala ekstrapiramidal,
vertigo, parestesia,
depresi, insomnia, gelisah,
rasa haus yang berlebihan,
mulut kering, pikiran
terganggu, tidak mampu
berkonsentrasi,
hiperkinesis, pingsan.
Sesak napas, edema paru,
rhinitis, batuk. Gangguan
pada indera perasa,
gangguan daya
62
penglihatan, telinga
berdenging, kehilangan
pendengaran. Hematuria,
proteinuria, oliguria,
retensi urin, poliuria,
peningkatan frekuensi
BAK. Nyeri pada tempat
injeksi
10. Pioglitazone peningkatan BB, - Tidak Ada Efek
gangguan penglihatan, Samping Obat
hipoestesia, hipoglikemia,
peningkatan nafsu makan,
anemia, sakit kepala,
flatulence
11. Cetirizine sakit kepala, pusing, - Tidak Ada Efek
kantuk mulut kering dan Samping Obat
mual
12. Vitamin C Diare, mual, muntah, - Tidak Ada Efek
nyeri ulu hati, kram dan Samping Obat
sakit perut
13. Natrium gangguan GI dan - Tidak Ada Efek
diklofenak pendarahan, tukak peptic, Samping Obat
sakit kepala, pusing,
gelisah, ruam kulit,
pruritus, tinnitus, edema,
depresi, mengantuk,
insomnia, penglihatan
kabur, reaksi hipersensitif,
gangguan hepatic, dan
ginjal, agranulossitosis,
trombositopenia
14. Lansoprazole sakit kepala, diare, nyeri - Tidak Ada Efek
abdomen, dyspepsia, Samping Obat
mulut kering, sembelit,
urtikaria, pruiritus, mual,
muntah, kembung, pusing
dan lelah, atralgia, edema
perifer dan depresi.
Pernah dilaporkan
trombositopenia,
eosinofilia, leokopenia.
Dapat terjadi kenaikan
nilai-nilai tes fungsi hati
sementara dan akan
normal kembali
6. SOAP FARMASI
63
O TD : 110 / 80
T : 37°C
A Tidak ada interaksi antar obat
P Lanjutkan terapi pada pasien
S = Subjektif
Data tentang apa yang dirasakan pasien atau apa yang dapat diamati tentang
pasien merupakan gambaran apa adanya mengenai pasien diperoleh dengan cara
O = Objektif
Riwayat pasien yang terdokumentasi pada catatan medik dan hasil berbagai uji
dan evaluasi klinik tanda-tanda vital, hasil test lab, hasil uji fisik, hasil radiografi,
CT scan, ECG, dll. Obat yang digunakan sekarang termasuk dalam data obyektif
A = Assesment
e) Amati apakah terapi obat memang dibutuhkan atau cukup dengan nondrug
therapy
64
Apakah semua macam obat memang dibutuhkan?
Apakah obat tersebut merupakan pilihan obat yang tepat (drug of choice)
bagi kondisi pasien? (usia, fungsi hati dan ginjal, alergi, factor resiko, dll)
harus diatasi
P = Planing / Perencanaan
65
Diagnosa Masuk : Nyeri ulu hati sejak 1 minggu
Diagnosa Utama : DM
mg
mayor meningkat 4 kali lipat. Berikut ini adalah materi inti untuk pendidikan yang
b) Terapi nutrisi
c) Aktivitas fisik
d) Penggunaan obat
kronis
66
g) Target untuk mencapai hidup sehat
solving)
menerima diagnosis.
obat dan non-obat untuk diabetes dapat digunakan untuk pendidikan kepada
67
penatalaksanaan diabetes sangat penting sebab diabetes merupakan penyakit yang
Secara umum, tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan
penyuluhan atau konseling kepada penderita diabetes dan keluarganya antara lain:
1. Agar penderita DM memiliki harapan hidup lebih lama dengan kualitas hidup
komplikasi yang mungkin timbul dapat diminimalkan, selain itu juga agar
68
Segala informasi yang dianggap perlu untuk meningkatkan kepatuhan dan
kondisi fisik, maupun kondisi psikologisnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
obat, tepat dosis, tepat indikasi, tepat cara dan lama pemberian obat,
dilakukan
69
5.2 Saran
sakit dapat lebih ditingkatkan lagi dengan melakukan visite ke ruangan secara
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik . 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus
70
Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
hal. v.
Mayasari, E., 2015, Analisis Potensi Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin
Pada Peresepan Pasien Rawat Jalan Peserta Askes Rumah Sakit
Dokter Soedarso Pontianak Periode April-Juni 2013, Naskah Publikasi,
hal. 3.
Medscape, 2015, Drug Interaction Checker,
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses tanggal 21
Oktober 2015.
Susilowati, S., Rahayu, W.P., 2012, Identifikasi Drug Related Problems
(DRPs)
Yang Potensial Mempengaruhi Efektivitas Terapi Pada Pasien Diabetes
ellitus Tipe II Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Periode 2007-
2008, Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim, Semarang, hal. 1-7.
Syamsudin, 2011, Interaksi Obat Konsep Dasar dan Klinis, Penerbit Universitas
Indonesia Press, Jakarta, hal. 38.
Tjokroprawiro, A., 1996, Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi,
Edisi III, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta hal. 30-46.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A., and Isley, W.L., 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Dalam: Dipiro, J.T.,
Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. and Posey, L.M.,
McGraw-
Hills Companies, USA, pp. 1230-1235.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2003, Obat-Obat Penting, Edisi V, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta, hal. 693.
71
72