Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperglikemi adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar

glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu

tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan

beberapa pada keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan

adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM Tipe-2

diberbagai penjuru dunia. Badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi adanya

peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan

global.(1)

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ

tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.(2)

Kasus diabetes melitus yang banyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe-

2, yang ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin.

Penyebab terjadinya DM Tipe-2 ini dipengaruhi oleh gaya hidup, genetik, dan

setres psikososial. Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan

nonfarmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi

1
nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat

badan lebih atau obesitas.(3)

Bila dengan langkah nonfarmakologis belum mencapai pengendalian DM,

maka dilanjutkan dengan perlu penambahan terapi medikamentosa atau intervensi

farmakologis disamping tetap melakukan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.

Pada pasien yang telah positif DM diberikan edukasi yang bertujuan sebagai

pencegahan sekunder yaitu mencegah timbulnya komplikasi pada pasien yang

sudah diketahui positif DM dan sudah mendapatkan terapi medikamentosa.(4)

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum Diabetes Melitus Tipe-2.

Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan karena defek

sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Adanya perubahan

status sosioekonomi dan nutrisi menyebabkan peningkatan jumlah penderita

diabetes mellitus tipe-2 yang berhubungan dengan gaya hidup penduduk.

Menurut Federasi Diabetes Internasional, jumlah penderita diabetes mellitus

tipe-2 terus meningkat.(5)

Diabetes melitus tipe-2 merupakan penyakit hiperglikemia akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta

pankreas, maka diabetes melitus tipe-2 dianggap sebagai non insulin dependent

diabetes melitus. Diabetes melitus tipe-2 ditandai dengan adanya kenaikan gula

darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau

gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).(6)

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit global. Menurut P.

Zimmet sudah merupakan suatu epidemi, banyak penelitian dilakukan untuk

mencoba mengatasinya. Saat ini terdapat berbagai penelitian yang bertujuan

untuk memperbaiki kehidupan orang dengan diabetes melitus, ada yang

3
berusaha untuk mencari obat untuk menyembuhkannya dan ada pula yang

mempelajari dampak diabetes melitus pada beberapa populasi dunia.(2)

Klasifikasi diabetes melitus :

2.2. Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe-2

Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan

datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan

umat manusia dimasa akan datang. WHO membuat perkiraan bahwa pada

tahun 2025 penderita diabetes melitus menjadi 300 juta orang dengan rata-rata

usia diatas 20 tahun.(2)

Prevalensi diabetes melitus tipe-2 pada bangsa kulit putih berkisar

antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk

4
membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik tertentu

dengan kelompok etnik kulit putih pada umumnya.(2)

Tabel 1 : Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada


penduduk dewasa diseluruh dunia 1995 dan 2025

Urutan Negara 1995 Urutan Negara 2025


(juta) (juta)
1 India 19.4 1 India 57.2

2 China 16.0 2 China 37.6

3 Amerika 13.9 3 Amerika 21.9


serikat serikat
4 Russia 8.9 4 Paskistan 14.5

5 Jepang 6.3 5 Indonesia 12.4

6 Brazil 4.9 6 Russia 12.2

7 Indonesia 4.5 7 Meksiko 11.7

8 Pakistan 4.3 8 Brazil 11.6

9 Meksiko 3.8 9 Mesir 8.8

10 Ukraina 3.6 10 Jepang 8.5

Semua 49.7 103.6


negara lain
Jumlah 135.3 300

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di

Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%

kecuali didua tempat yaitu di pekajangan, suatu desa dekat semarang, 2,3% dan

di manado 6%.(2)

5
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-

laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset

Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia

membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus

didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes

melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus

dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe-1.(6)

Di pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan karena daerah itu

banyak perkawinan antar kerabat. Sedangkan di manado, Waspadji

menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya

terdiri dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif.(2)

Gambar 1 : Prevalensi DM di Indonesia

6
2.3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-2

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal

(omnius octet) berikut :

2.3.1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat

berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah

sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.(1)

2.3.2. Liver

Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui

jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.(1)

2.3.3. Otot

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga

timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis

glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini

adalah metformin, dan tiazolidindion.(1)

2.3.4. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang

7
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot.

FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan

oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini

adalah tiazolidindion.(1)

2.3.5. Usus

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat

melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi

monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat

meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk

menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.(1)

2.3.6. Sel alpha pankreas

Sel alpha pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam

hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam

sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma

akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal

meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang

menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi

GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.(1)

2.3.7. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM

tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh

persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-

2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus

8
proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1

pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa

dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2.

Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan

kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat

urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin

adalah salah satu contoh obatnya.(1)

2.3.8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang

obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin

dan bromokriptin.(1)

2.4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe-2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel B pancreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon

insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”.

Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas

fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi

9
produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-

sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi

fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan

tidak absolut.(6)

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan

gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal

mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada

perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.

Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan

menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan

insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya

ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi

insulin.(6)

2.5. Manifestasi Klinik Diabetes

2.5.1. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria (pengeluaran urin yang

sering), polidipsia (timbul rasa haus yang berlebihan), polifagia (timbul

rasa lapar yang berlebihan), dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya.(1)

2.5.2. Keluhan lain diabetes melitus : lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada

wanita.(1)

10
2.5.3. Manifestasi klinik diabetes melitus pada rongga mulut berupa

xerostomia, gingivitis, periodontitis, karies gigi, stomatitis, kegoyangan

gigi, resorpsi tulang alveolar, dan gigi mengalami avulsi.(7)

2.6. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya

glukosuria.(1)

Tabel 2 : kriteria diagnosis diabetes melitus

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria

DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi

glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

(konsensus perkeni, 2015).

a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa

plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa

plasma 2-jam <140 mg/dl;

11
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2

jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100

mg/dl;

c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tabel 3 : kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan


prediabetes

Tabel 4 : cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1994) :

1 Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan


karbohidrat yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti
kebiasaan sehari-hari.
2 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan .
3 Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

4 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB


(anakanak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5
menit.
5 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6 Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah
beban glukosa.
7 Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

12
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis

Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi

yang tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23

kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:

a. Aktivitas fisik yang kurang.

b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam

keluarga).

c. Kelompok ras/etnis tertentu.

d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg

atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).

e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk

hipertensi).

f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.

g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.

h. Riwayat prediabetes.

i. Obesitas berat, akantosis nigrikan

j. Riwayat penyakit kardiovaskular.(1)

2. Usia >45 tahun tanpa faktor resiko diatas

Catatan : Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa

plasmanormal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok

prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.(1)

13
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas

pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis

DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan

glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-6 di

bawah ini.(1)

Tabel 5 : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)

2.7.Penatalaksanaan Diabetes Melitus

2.7.1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan

sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat

penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari

materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.(1)

2.7.2. Terapi nutrisi medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara

komprehensif Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh

dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien

14
dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan

sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya

keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama

pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin

atau terapi insulin itu sendiri.(1)

2.7.3. Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2

apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan

latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu

selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar

latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa

darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu

dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan

sehari-hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk dalam latihan jasmani

meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani

15
yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung

maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.(1)

2.7.4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan.

A. Obat antihiperglikemia oral

Terbagi atas lima golongan :

a. Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)

- Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan

sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang

tua, gangguan faal hati, dan ginjal).(1)

- Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat

16
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang

mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

- Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di

jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada

sebagian besar kasus DM Tipe-2.(1)

- Tiazolidindion (TLZ)

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti

yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.(1)

c. Penghambat absorpsi glukosa disaluran pencernaan

- Penghambat alfa glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam

usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa

darah sesudah makan.(1)

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi

17
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan

sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar

glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah

Sitagliptin dan Linagliptin.(1)

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral

jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli

distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa

SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.(1)

Tabel 6 : profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia

18
B. Obat antihiperglikemia suntik

a. Insulin

Insulin dipergunakan dalam keadaan :

- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Krisis Hiperglikemia

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,

stroke)

- Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi(1)

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

- Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

- Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

- Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)

- Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

- Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)

- Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja


cepat dengan menengah (Premixed insulin)

19
Efek samping insulin dapat berupa hipoglikemia dan berupa reaksi

alergi terhadap insulin.(1)

b. Agonis GLP-1/incretin mimetik

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan

baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta

sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek

menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan

menghambat nafsu makan.

Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di

Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis

awal 0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu

minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa

dinaikkan sampai dengan 1.8 mg.(1)

20
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.1.1. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.

3.1.2. Terdapat 3 jenis klasifikasi diabetes melitus, yaitu tipe-1, tipe-2, dan tipe

lain.

3.1.3. Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif tidak menular yang

akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan datang. WHO membuat

perkiraan bahwa tahun 2025 penderita diabetes melitus menjadi 300

juta orang.

3.1.4. Secara garis besar penyebab diabetes melitus terdiri atas kegagalan sel

pankreas, liver, otot, sel lemak, usus, sel alpha pankreas, ginjal, dan

otak.

3.1.5. Dalam patofisiologi diabetes melitus tipe-2 terdapat beberapa keadaan

yang berperan, yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.

3.1.6. Manifestasi klinik diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polidipsia

dan penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.

Sedangkan manifestasi klinik pada rongga mulut berupa xerostomia,

21
gingivitis, periodontitis, karies gigi, stomatitis, kegoyangan gigi,

resorpsi tulang alveolar dan gigi mengalai avulsi.

3.1.7. penatalaksanaan diabetes melitus terdiri atas edukasi, terapi nutrisi

medis, jasmani, serta terapi farmakologis.

22

Anda mungkin juga menyukai