BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang heterogen, baik
secara genetis maupun klinis dengan gejala berupa kurangnya daya kesanggupan
(toleransi) karbohidrat. Penggolongan (Klasifikasi) DM menurut WHO yaitu DM
tipe 1, tipe 2, diabetes gestasional, diabetes tipe khusus lain. Diabetes tipe 2 juga
dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe non independen insulin.(Josten, 2018)
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu
polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.(Fatimah, 2015)
Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakanpenyakit kronik dan kompleks
yangmelibatkan berbagai defek patofisiologis. Manifestasi komplikasi kronik dapat
terjadipada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) dan pembuluh darah
besar (makrovaskular) yaitu pembuluh darah serebral, pembuluh darah koroner,
dan pembuluh darah perifer.(Simatupang, 2013)
Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM diIndonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 jutapada tahun 2030.(PERKENI, 2015)
Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap
kualitas sumberdaya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan
yang cukup besar. Oleh karenanya semua pihak, baik masyarakat maupun
pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan glukosa
pada DM, khususnya dalam upaya pencegahan.(PERKENI, 2015)
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan selbeta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel betaterjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang
diperkirakansebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:jaringan
5
a. Nutrisi (diet)
Penekanan tujuan terapi gizi pada diabetes tipe 2 pada pengendalian
glukosa, lipid dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada
penderita yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan
mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Diet dengan
kalori sangat rendah, pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat
badan jangka lama, dalam hal ini perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah
pengendalian glukosa dan lipid. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak
20-25%.
b. Latihan
Pada diabetes melitus tipe 2, latihan fisik berguna untuk pengaturan kadar
glukosa darah dan menurunkan berat badan serta lemak tubuh. Pada saat latihan
resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini
menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respon ini
10
hanya terjadi setiap kali latihan, tidak merupakan efek yang menetap atau
berlangsung lama, oleh karena itu latihan harus dilakukan terus menerus dan teratur.
Melakukan kegiatan fisik seperti pekerjaan mengepel, mencuci mobil,
berjalan kaki ke tempat kerja secara teratur selama 3-5 kali seminggu dengan waktu
30 menit setiap kalinya dapat memperbaiki sensitifitas insulin dan kendali glukosa
darah.
Manfaat latihan yaitu menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin,
memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu
meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida. Semua manfaat ini penting bagi penyandang diabetes mengingat
adanya peningkatan rasio untuk terkena penyakit kardiovaskular pada diabetes.
c. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau Self-Monitoring Blood
Glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia atau
hipoglikemia, serta berperan dalam memelihara normalisasi glukosa darah, pada
akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang.
d. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial. Efek samping yang mungkin terjadiadalah hipoglikemia.
- Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
ActivatedReceptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi
cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal
hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
12
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
13
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selaludimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
14
glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah
ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan
kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin.
e. Pendidikan
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan yang khusus seumur hidup. Karena terapi nutrisi, aktifitas fisik, dan
stress fisik serta emosional dapat memperngaruhi pengendalian diabetes, maka
penderita harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor.
Penderitatidak hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna
menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus
memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi
2.1.6 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler kronis seperti nefropati, retinopati, dan neuropati. Diabetes melitus
juga mengakibatkan peningkatan komplikasi penyakit makrovaskuler seperti infark
miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.Komplikasi diabetes melitus menjadi
2 (dua) kelompok, yaitu komplikasi akut dan kronis.(Noor, 2013)
kaki, neuropati sensorik dan neuropati otonom yang akan menimbulkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot.(Noor, 2013)
Kondisi ini selanjutnya menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada
telapak kakiyang akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang
kurang akan menambah kesulitan pengelolaan kaki diabetik.
Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya
gesekanatau tekanan pada kaki.18
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.(Hariani, 2012)
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
Orang yang lebih paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari. (Noor, 2013)
20
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.(Noor, 2013)
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.(Noor, 2013)
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan
yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja, dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi
dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerja.(Noor, 2013)
c. Usia
Bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya. Daya pikir seseorang akan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain misalnya kosa kata dan
pengetahuan umum. (Noor, 2013& Rina, 2015)
media massaseperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
c. Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.(Noor, 2013)
1. Kuku jari: periksa adanya kuku tumbuh di bawah kulit (ingrown nail),
robekan atau retakan pada kuku
2. Kulit: periksa kulit di sela-sela jari (dari ujung hingga pangkal jari),
apakah ada kulit retak, melepuh, luka, atau perdarahan
3. Telapak kaki: Periksa kemungkinan adanya luka pada telapak kaki,
apakah terdapat kalus (kapalan), palantar warts, atau kulit telapak kaki
yang retak (fisura)
4. Kelembaban kulit: periksa kelembaban kulit dan cek kemungkinan
adanya kulit berkerak dan kekeringan kulit akibat luka
5. Bau: periksa kemungkinan adanya bau dari beberapa sumber pada
daerah kaki
Cara lain dalam melakukan perawatan kaki, antara lain sebagai berikut:
(Anas, 2014)
1. Jangan berjalan tanpa alas kaki, baik di dalam maupun di luar rumah.
2. Usahakan kaki selalu dalam keadaan hangat dan kering. Untuk itu
gunakan kaos kaki atau stocking dari bahan katun dan sepatu dengan
bahan kulit. Jangan lupa untuk mengganti kaos kaki atau stocking setiap
hari.
3. Jangan memakai sepatu atau kaos kaki yang kekecilan (terlalu sempit)
dan periksa sepatu setiap hari sebelum dipakai, pastikan tidak ada
kerikil atau benda kecil lain di dalam sepatu yang dapat melukai kaki.
4. Saat kaki terasa dingin, gunakan kaos kaki. Jangan merendam atau
mengompres kaki dengan panas, dan jangan gunakan botol panas atau
peralatan listrik karena respon kaki terhadap rasa panas sudah
berkurang sehingga tidak terasa bila kaki sampai melepuh.
5. Jangan menggunakan pisau atau silet untuk mengurangi kapalan.
6. Jangan menggunakan obat-obat tanpa anjuran dokter untuk
menghilangkan mata ikan.
25
7. Jangan membiarkan luka sekecil apapun pada kaki, segera obati dan
periksakan kedokter.
26
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
HIPOTESIS
1. Pemantauan glukosa
Terkontrol darah Tidak Terkontrol
2. Penyesuaian diet
3. Keteraturan Olahraga
4. Keteraturan kunjungan
berobat Komplikas
i
Pengetahuan Perawatan
Kaki Diabetik
Kaki
Infeksi Diabetik Penyembuhan Luka Praktik Perawatan Kaki
Kurang Diabetik Kurang Baik
Ulkus
Amputasi
Usia
Status Pernikahan
Jenis kelamin
Pendidikan
Penghasilan Tingkat Pengetahuan
Lama menderita Perawatan Kaki
Riwayat Penggunaan Diabetik
Obat
Riwayat Keluarga
Riwayat kaki diabetik
Pekerjaan
Penjelasan penyuluhan
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.3.1 Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
penghasilan, lama menderita diabetes mellitus, pekerjaan, riwayat
penggunaan obat, riwayat keluarga DM, riwayat kaki diabetik, dan
penyuluhan perawatan kaki dengan tingkat pengetahuan perawatan kaki
pada penderita DM tipe 2 di Puskesmas Amplas Medan.
28
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel pada penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus
yang berobatdi Puskesmas Amplas Medan, Sumatera Utara. Besar sampel
penderita 50 orang.
Adapun kriteria inklusi responden yang dijadikan sampel adalah;
a. Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan/tanpa komplikasi ulkus
diabetik
b. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
c. Mampu membaca dan menulis.
d. Berkomunikasi dengan baik sehingga dapat diberikan penjelasan
mengenai pelaksanaan penelitian.
29
a. Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan nilai ketepatan dari alat ukur
sehinggamenggambarkan suatu instrumen telah benar-benar mengukur apa yang
diukur.(NotoadmodjoS, 2010)
31
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi dari alat ukur yang digunakan, apabila
digunakanuntuk yang kedua kalinya atau lebih terhadap gejala yang sama maka
akanmendapatkan hasil yang sama.(NotoadmodjoS, 2010)
b. Analisis bivariat
Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dulu dilakukan uji kenormalan
databaik pada variabel independen, variabel dependen dengan menggunakan uji
Kolmogorv-Smirnov. Hasil yang diperoleh untuk semuavariabel berdistribusi tidak
normal dengan nilai p value < 0,05 sehingga analisisbivariat variabel independen
menggunakan uji statistik nonparametrik.
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel, selanjutnya
dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel
independen dan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen (umur,
status perkawinan, jenis kelamin, lama menderita diabetes, pendidikan,
penghasilan, penyuluhan, riwayat keluarga, riwayat keluarga DM, riwayat
penggunaan obat), dengan variabel dependen (tingkat pengetahuan pasien tentang
perawatan kaki) berbentuk kategorik maka uji statistik yang digunakan adalah
uji Chi Square. Tujuan Uji Chi Square adalah untuk menguji
perbedaan proporsi/presentase antara beberapa kelompok data. Uji Chi Square
dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan
variabel katagorik (Hastono, 2007). Analisis bivariat dilakukan dengan bantuan
komputer.
34
c. Analisis multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel
bebas(lebih dari satu) dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya
satuvariabel) (Hastono, 2007). Karena variabel dependen pada penelitian ini
berbentukkategorik maka analisis multivariat yang digunakan pada penelitian
adalah ujistatistik regresi logistik ganda. Dengan analisis ini dapat diketahui faktor
yangpaling berhubungan dengan tingkat pengetahuan kaki diabetic pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Amplas. Tahapan dari uji statistik regresi
logistik gandameliputi:
1. Seleksi kandidat
35
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
pengetahuan perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas
Amplas. Pengambilan data dilaksanakan di poliklinik puskesmas. Adapun hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
Jenis Kelamin
Laki-laki 26 52
Perempuan 24 48
Riwayat Pernikahan
Sudah menikah 47 94
39
Belum menikah 3 6
Status Pekerjaan
Bekerja 22 44
Tidak bekerja 28 56
Pendidikan Terakhir
Tinggi (> SMA) 14 28
Rendah (≤ SMA) 36 72
Lama Menderita DM
< 5 tahun 17 34
≥ 5 tahun 33 66
Riwayat Keluarga DM
Ada 27 54
Tidak ada 23 46
Penyuluhan
Pernah 10 20
Tidak pernah 40 80
a. Usia
Berdasarkan tabel 5.1, lebih banyak responden yang berusia lebih dari 55
tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 penderita diabetes melitus tipe
2 yang menjadi responden lebih banyak berusia lebih dari 55 tahun pada rentang
usia 32 – 74 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yangdilakukan oleh Desalu et al. (2011) pada 352 penderita diabetes melitus, rata-
ratamempunyai usia 50 tahun. Hasil yang sama juga dijelaskan oleh Bijoy et al
(2012) dalam penelitiannya mengatakan dari 150 penderita diabetes melitus rata-
40
rata usia penderita 57 tahun. Sama hal nya dengan penelitian Ekore et al. (2010)
dari 137 penderita diabetes melitus berusia antara 37-75 tahun.
Proporsi penderita DM meningkat seiring meningkatnya usia. Proporsi TGT
meningkat seiring usia hingga tertinggi pada kelompok usia 65-74 tahun kemudian
sedikit menurun. Sedangkan proporsi GDP terganggu meningkat seiring usia
hingga tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun kemudian sedikit menurun pada
kelompok usia selanjutnya. (Riskesdas, 2013)
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Almasdy dkk, Rata-rata usia
pasien adalah 49,5 ± 18,7 tahun, dengan rentang usia 27-72 tahun, sedangkan
jumlah pasien terbanyak pada rentang umur 50- 59 tahun. Temuan ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa penyakit diabetes cenderung timbul pada usia
lanjut. Hal ini disebabkan karena penurunan kondisi fisiologis manusia, yaitu
berupa proses penuaan yang diiringi oleh perubahan komposisi tubuh, perubahan
neuro-hormonal khususnya penurunan Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan
dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma. Penurunan IGF-1 akan mengakibatkan
penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor dan aksi
insulin. Sedangkan penurunan konsentrasi DHEAS ada kaitannya dengan kenaikan
lemak tubuh serta turunnya aktivitas fisik. Kondisi ini diperparah oleh perubahan
gaya hidup pasien. (Almasdy, 2015)
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan
bahwa seseorang yang berusia diatas 30 tahun beresiko terjadinya diabetes melitus
tipe 2. Hal ini sejalan dengan sumber yang menjelaskan bahwa diabetes melitus tipe
2 sering terjadi pada penderita setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi
setelah usia 40 tahun (Smeltzer et al., 2010). Seiring dengan bertambahnya usia
penderita, maka akan terjadi proses degeneratif yang akan mengakibatkan
penurunan fungsi organ-organ vital tubuh. Pada penderita diabetes melitus proses
degeneratif ini ditambah sindrome resisten insulin yang semakin menambah resiko
terjadinya komplikasi. Hal ini terjadi karena proses menua mengakibatkan adanya
perubahan fisiologis dalam tubuh yang dapat mempengaruhi homeostasis. Salah
satu organ yang dapat mengalami perubahan fungsi akibat adanya proses menua
adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin. Jika terjadi gangguan
41
sekresi hormon ini atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel
maka akan berdampak terhadap peningkatan kadar gula darah. (Noor, 2013)
b. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan responden lebih banyak laki-laki
dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Riskesdas,
2013) bahwa menurut jenis kelamin proporsi penderita diabetes melitus dan TGT
lebih tinggi pada wanita, sedangkan GDP terganggu lebih tinggi pada laki-laki.
c. Riwayat Pernikahan
Pada penelitian ini didapatkan responden lebih banyak sudah menikah
dibandingkan belum menikah. Pernikahan adalah jenis hubungan sosial yang unik
di mana pasangan berbagi ruang dan sumber daya, berinvestasi, dan pengaruhi
perilaku kesehatan satu sama lain. Penilaian subjektif dari hubungan pernikahan
termasuk kepuasaan, kebahagiaan, dan konflik sebagai pengaruh yang besar pada
masing-masing pasangan dalam konteks kehidupan dan kesehatannya. Kualitas
pernikahan mempengaruhi cara orang mengelola kesehatannya dan sangat penting
untuk penyakit yang bergantung pada manajemen diri, diabetes merupakan
penyakit semacam itu, membutuhkan rejimen perawatan diri sehari-hari. Dukungan
dari perkawinan atau konflik yang berkualitas baik dari perkawinan yang
berkualitas burluk dapat meningkatkan atau mengganggu kepatuhan regimen
perawatan diabetes. (Liu, 2016)
d. Status Pekerjaan
Pada penelitian ini didapatkan banyak responden yang tidak bekerja.
Adapun yang lebih banyak adalah pensiunan maupun ibu rumah tangga. Jika
pekerjaan dikaitkan dengan aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas merupakan salah
satu dari lima pilar manajemen diabetes melitus yang dapat berkontribusi dalam
pengelolaan diabetes melitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus.
Menurut pekerjaan, proporsi penderita diabetes mellitus terendah adalah
pada pegawai diikuti petani/nelayan/buruh, wiraswasta, dan tidak bekerja. Proporsi
tertinggi pada pekerjaan lainnya. (Riskesdas, 2013)
42
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin
(2011) berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan hasil sebagian besar responden
tidak bekerja. Pada penelitian yang sama Arifin (2011) juga mengatakan responden
yang tidak bekerja beresiko 1,6 kali mengalami komplikasi dibanding responden
yang bekerja. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan penderita dalam
kehidupan sehari-hari seperti pekerjaan. Bagi penyandang diabetes melitus
olahraga/ latihan jasmani yang mana pun dapat dianjurkan dan dikerjakan. Tidak
harus olahraga seperti sepakbola, tenis tetapi kegiatan jasmani apapun yang
memadai seperti bekerja, berkebun dan lain-lain asalkan dikerjakan dengan teratur
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani
dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut.(Perkeni, 2015) Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan
diabetes, karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskular. Manfaat latihan yaitu menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar
lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total serta trigliserida. (Adib,2011).
e. Pendidikan Terakhir
Pada penelitian ini didapatkan lebih banyak responden memiliki latar
belakang pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Desalu et
al.(2011) penderita yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak. Hal ini berbeda
dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) dalam penelitiannya didapatkan
responden lebih besar memiliki pendidikan tinggi. Hal yang sama terdapat juga
pada penelitian Bijoy et al. (2012) yakni rata-rata responden memilikipendidikan
yang tinggi.
43
f. Penghasilan Perbulan
Pada penelitian ini didapatkan banyak responden berpenghasilan di atas
nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) yang telah ditetapkan oleh Gubernur
Sumatera Utara dalam SK Gubsu Nomor 188.44/575/KPTS/2017 (UMR) yaitu
Rp.2.132.188.-. dasar penetapan UMP 2018 sudah mengacu pada Peraturan
Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan Hal ini sejalan dengan penelitian
Waluyo (2008) didapatkan lebih banyak status ekonomi tinggi.
Meskipun rata-rata penghasilan perbulan responden diatas nilai UMP akan
tetapi nilai tersebut tidak sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan
oleh penderita diabetes melitus dalam mengelola penyakitnya karena perawatan
penyakit diabetes melitus membutuhkan biaya yang besar. Penghasilan yang rendah
memungkinkan penderita sulit untuk mengakses sarana atau pelayanan kesehatan
karena tidak adanya biaya untuk berobat.
i. Riwayat Keluarga DM
Pada penelitian ini didapatkan responden lebih banyak yang memiliki
riwayat keluarga DM dibandingkan yang tidak memiliki riwayat keluarga DM.
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan John Kekenusa dkk bahwa
orang yang memiliki riwayat keluarga DM beresiko 5 kali lebih besar terkena DM
Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita
DM. (John, 2014)
k. Penyuluhan
Pada penelitian ini didapatkan responden yang tidak pernah
mendapatkanpenyuluhan tentang perawatan kaki lebih banyak dibandingkan
responden yangpernah mendapatkan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan penelitian
yangdilakukan oleh penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa
kurangnyapendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan.
Penyuluhan berkaitan dengan pemberian informasi tentang pengelolaan
diabetes melitus terutama masalah perawatan kaki harus diberikan sedini mungkin
atau sejak pertama penderita terdiagnosa diabetes melitus (Smeltzer et al., 2010).
Penyuluhan merupakan salah satu pilar manajemen diabetes melitus yang sangat
berpengaruh dalam penatalaksanaan perawatan kaki pada penderita diabetes
melitus dan pencegahan terjadinya komplikasi kaki diabetik.
Pengetahuan
Baik 19 38
Kurang 31 62
Kaki merupakan bagian paling bawah dari tubuh. Mungkin karena itu pula,
banyak yang jarang memperhatikan kulit kaki. Bahkan sedikit yang mau melakukan
perawatan kaki sebagaimana merawat kulit muka. Kaki adalah penyangga pada
tubuh manusia, karena itu sudah seharusnya dijaga dan dirawat senantiasa agar
berfungsi dengan baik dan sehat. Selain itu pada kaki terdapat berbagai syaraf yang
menghubungkan berbagai anggota tubuh. Jadi jika tidak dirawat dengan baik,
tentunya dapat menimbulkan berbagai keluhan pada tubuh.
Tabel 5.3 Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan Perawatan Kaki pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Amplas(n=50)
Tingkat Pengetahuan
Total
Usia Baik Kurang OR p-value
(95% CI)
n % n % n %
< 55 tahun 11 47,8 12 52,2 23 100 2,177; 0,186
48
Tingkat Pengetahuan
Total
Jenis Kelamin Baik Kurang OR p-value
(95% CI)
n % n % n %
Laki-laki 9 34,6 17 65,4 26 100 0,74; 0,608
Perempuan 10 41,7 14 58,3 24 100 (0,24-2,33)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Tabel 5.4 menggambarkan bahwa dari 26 responden laki- laki dan memiliki
pengetahuan perawatan kaki yang baik sebesar 34,6%. Hasil persentase
menunjukkan bahwa antara responden laki-laki memiliki pengetahuan perawatan
kaki lebih buruk dibandingkan dengan responden perempuan.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,608, pada alpha 5%, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan pengetahuan perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Analisis kekuatan hubungan antara dua variabel didapatkan nilai OR = 0,74 (95%
CI : 0,24-2,33) artinya pasien diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-
laki berpeluang 0,74 kali untuk memiliki tingkat pengetahuan perawatan kaki baik
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Menurut Diani (2013), perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara
lain dalam hal melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan.
Perbedaan ini karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian
tugas. Perempuan seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang
laki-laki cenderung berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Laki-
laki adalah pencari nafkah sehingga cenderung tidak memiliki banyak waktu untuk
mendapatkan edukasi.
50
Tingkat Pengetahuan
Total
Pernikahan Baik Kurang OR p-value
(95% CI)
n % n % n %
Menikah 17 36,2 30 63,8 47 100 0,283; 0,291
Belum menikah 2 66,7 1 33,3 3 100 (0,02-3,36)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Tingkat Pengetahuan
Status Total
Baik Kurang OR p-value
Pekerjaan (95% CI)
n % n % n %
Bekerja 6 27,3 16 72,7 22 100 0,433; 0,166
Tidak Bekerja 13 46,4 15 53,6 28 100 (0,13-1,43)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diani (2013)
mengatakan bahwa faktor pekerjaan tidak ada hubungan yang signifikan dengan
pemahaman penderita diabetes melitus. Pekerjaan merupakan faktor penentu
penting dari kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja yang dilakukan
akan mempengaruhi kesehatan seseorang (Marmot, 2010).
Tingkat Pengetahuan
Total
Pendidikan Baik Kurang OR p-value
(95% CI)
n % N % n %
Tinggi (>SMA) 8 57,1 6 42,9 14 100 3,03; 0,082
Rendah (≤SMA) 11 30,6 25 69,4 36 100 (0,85-10,83)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Hal ini sejalandengan hasil penelitian Desalu et al. (2011) bahwa penderita
yang memiliki pendidikan rendah secara signifikan memiliki tingkat pengetahuan
yang rendah.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,082, pada alpha 5%, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
53
pendidikan dengan pengetahuan perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe
2. Analisis kekuatan hubungan antara dua variabel didapatkan nilai OR = 3,03 (95%
CI = 0,85-10,83) artinya pasien diabetes melitus tipe 2 yang berpendidikan tinggi
berpeluang 3,03 kali untuk memiliki tingkat pengetahuan perawatan kaki baik
dibandingkan dengan pasien berpendidikan rendah.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) yang
mengatakan bahwa peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik
yangsignifikan dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki.
Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif dipengaruhi
oleh pendidikan penderita sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi
padakaki. Bijoy et al. (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa
pendidikan secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
pengetahuan penderita tentang perawatan kaki.
Dalam penelitian ini kurangnya responden yang berpendidikan tingkat
SMA dan perguruan tinggi. Ditemukan masih rendahnya pendidikan responden
dengan tingkat pendidikan sekolah dasar dan ini berpengaruh padasaat pengisian
kuesioner yang belum mengerti maksud dari isi pertanyaan.Pendidikan umumnya
akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalammemahami suatu informasi.
Pendidikan adalah sebuah proses sosialisasi ilmudan nilai untuk mempengaruhi
orang lain secara individu atau kelompok agar mau mengikuti ilmu dan nilai yang
diajarkan seorang pendidik kesehatan. Melalui pendidikan, individu diajarkan
untuk berperilaku sehat. Menurut kesimpulan Diani (2013) pendidikan merupakan
aspek status sosial yang sangat berhubungan dengan status kesehatan karena
pendidikan penting dalam membentuk pengetahuan dan pola perilaku seseorang.
Tingkat Pengetahuan
Total
Penghasilan Baik Kurang OR p-value
(95% CI)
n % n % n %
≥Rp2.132.188,- 11 40,7 16 59,3 27 100 1,29; 0,665
<Rp 2.132.188,- 8 34,8 15 65,2 23 100 (0,41-4,08)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Tingkat Pengetahuan
Lama Total
Baik Kurang OR p-value
Menderita DM (95% CI)
n % n % n %
≥ 5 tahun 12 36,4 21 63,6 33 100 0,82; 0,740
< 5 tahun 7 41,2 10 58,8 17 100 (0,25-2,71)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Peneliti setuju dengan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya bahwa lama
menderita diabetes melitus berhubungan dengan baik tidaknya pengetahuan
perawatan kaki diabetik. Perbedaan hasil pada penelitian ini mungkin disebabkan
karena penderita walaupun sudah lama menderita namun masih kurang peduli
terhadap penyakitnya dan kurang aktif dalam mencari informasi dan berpartisipasi
dalam kegiatan yang berhubungan dengan diabetes.
Tingkat Pengetahuan
Keluarga Total
Baik Kurang OR p-value
Menderita DM (95% CI)
n % N % n %
Ada 9 33,3 18 66,7 27 100 0,65; 0,461
Tidak ada 10 43,5 13 56,5 23 100 (0,21-2,05)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Tabel 5.11 Hubungan Riwayat Kaki Diabetik dan Tingkat Pengetahuan Perawatan
Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Amplas(n=50)
58
Tingkat Pengetahuan
Riwayat Kaki Total
Baik Kurang OR p-value
Diabetik (95% CI)
n % n % n %
Ada 1 25 3 75 4 100 0,52; 0,577
Tidak ada 18 39,1 28 60,9 46 100 (0,05-5,38)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi
secara deskriptif menunjukkan bahwa penderita yang memiliki riwayat kaki
diabetik memiliki tingkat pengetahuan perawatan kaki yang baik.
Sesuai dengan penelitian Putri dkk dari 9 pasien DM dengan luka kaki
diabetic, hanya 1 orang yang memiliki pengetahuan yang baik dari 15 orang yang
mempunyai pengetahuan yang baik. (Putri, 2016)
Tingkat Pengetahuan
Total OR
Penyuluhan Baik Kurang p-value
(95% CI)
n % n % n %
Pernah 4 40 6 60 10 100 1,11; 0,884
Tidak pernah 15 37,5 25 62,5 40 100 (0,27-4,59)
Jumlah 19 38,0 31 62,0 50 100
Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi
secara deskriptif menunjukkan bahwa penderita yang pernah mendapatkan
penyuluhan akan memiliki tingkat pengetahuan perawatan kaki yang baik. Merujuk
pada penelitian ini, terlihat bahwa masih banyak responden yang belum
mendapatkan penyuluhan. Hal ini sama dengan penelitian Ekore et al. (2010)
60
menarik, dan pendengar yang kondusif yang mana faktor-faktor tersebut sering
tidak diperhatikan.
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian mencakup
simpulan hasil pembahasan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan dan
hipotesis penelitian. Serta beberapa saran peneliti berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan.
6.1 Simpulan
a. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan
perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Amplas
Medan.
b. Penelitian yang dilakukan memberikan gambaran bahwa klien Diabetes
Melitus tipe 2 di Puskesmas Amplas Medan dengan fokus masalah
pengetahuan tentang perawatan kaki sebagian besar baik. Penderita mayoritas
berusia lebih dari 55 tahun berjenis kelamin terbanyak laki-laki, lamanya
menderita diabetes melitus yang lebih dari 5 tahun sebagian besar sudah
menikah, berpendidikan rendah. Sebagian besar klien bekerja dengan
berpenghasilan lebih dari Rp. 2.132.188,-.Sedangkan kebanyakan klien tidak
pernah mendapatkan penyuluhan.
c. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat
pengetahuan perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas
Amplas.
d. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat pernikahan dengan
tingkat pengetahuan perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Amplas.
e. Tidak ada hubungan Pekerjaan dengan tingkat pengetahuan perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Amplas.
f. Tidak ada hubungan pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Amplas.
g. Tidak ada hubungan penghasilan dengan tingkat pengetahuan perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Amplas.
64
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan perlu
ditingkatkan upaya pengetahuan perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2
yang bersifat preventif, sebagai berikut :
1. Dilaksanakan program kegiatan pendidikan kesehatan (Health Education)
yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan yang ditujukan kepada
klien diabetes melitus atau keluarganya khususnya mengenai pengetahuan
ulkus diabetik selain itu juga tentang diet diabetes melitus, aktivitas atau
latihan, obat hipoglikemik oral, pemberian insulin, dan lain sebagainya.
2. Disediakan tempat dan jadwal khusus untuk memberikan kesempatan
kepada klien diabetes melitus atau keluarga untuk berkonsultasi mengenai
perawatan kaki di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Dilakukan pemeriksaan kaki melalui visual inspection setiap kali kunjungan
berobat atau pemeriksaan lengkap setiap tahun untuk mendeteksi adanya
neuropati atau faktor resiko terjadinya ulkus diabetik.
4. Klien supaya selalu mematuhi apa yang disarankan oleh oleh tenaga
kesehatan dalam merawat kesehatan dirinya terutama tentang perawatan
kaki selain memonitor kadar glukosanya secara rutin, penyesuaian diet,
keteraturan aktivitas dan kunjungan berobat.
65
DAFTAR PUSTAKA
1. Adib, M, 2011, Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang
Paling Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru.
2. Almasdy, D, Sari, DP, Suharti, Darwin, D, Kurniasih,N, 2015, ‘Evaluasi
Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu
Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang – Sumatera Barat’, Jurnal Sains
Farmasi & Klinis, Vol. 2, No. 1, hh. 104-10
3. Amelia, Y, Dian, L, Epit, M, Muiroh, M, Udiono, A, 2018, ‘Hubungan
pengetahuan, Dukungan Keluarga serta Perilaku Penderita DM Tipe 2
terhadap kejadian Ulkus Diabetik’, Jurnal Kesehatan Masyarakan (E-
Journal), Vol 6, No. 1, hh 349-59.
4. Anas R 2014,’Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Militus Di
Rumah,’Jurnal Permata Indonesia, Vol 5, No 2, hh. 49-54.
5. Bijoy C.V., Feba B., Vikas R.C., Dhandapani C., Geetha K., Vijayakumar A.,
2012, ‘Knowledge Assessment and Patient Counseling on Diabetic Foot Care’,
Indian Journal of Pharmacy Practice, Vol. 5 No.2, hh. 11-5.
6. Diani, N 2013,‘Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kalimantan Selatan,’ Universitas Indonesia.
7. Dora S, 2012, ‘Gambaran Perawatan Kaki Dan Sensasi Sensorik Kaki Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Dm RSUD,’Skripsi,Universitas
Padjadjaran, Badung, Program Studi Ilmu Keperawatan.
8. Fajriyah, NN, Aktifa, N, Faradisi, F, 2017, ‘Hubungan Lama Sakit Diabetes
Melitus dengan Pengetahuan Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus
Non Ulkus’, Universitas Muhammadiyah Magelang, URECOL, hh. 15-20
9. Fatimah, RN 2015, ‘Diabetes Melitus Tipe 2’, Majority Journal, vol. 4, no. 5,
hh. 93-101.
10. Hariani L, Perdanakusuma D 2012,‘Perawatan Ulkus Diabetes’. Thesis.
Universitas Airlangga, Surabaya. Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Bedah Plastik.
11. Hidayah A 2012,’Tingkat Pengetahuan pasien Diabetes Melitus tentang resiko
terjadinya Ulkus Kaki Diabetes di Poli Klinik Penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan,’ Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan, Program Studi Pendidikan Dokter.
12. Josten, S, Mutmainnah, Hardjoeno 2018, ‘Profil Lipid penderita Diabetes
Melitus Tipe 2’,Indonesianjournal of clinical pathology and medical
laboratory, vol. 13. no. 1, hh. 20-22.
13. Kekenusa, JS, Ratag, B, Wuwungan, G, 2013, ‘ Analisis Hubungan antara
Umur dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadan Penyakit DM
Tipe 2 pada pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof.
Dr. R.D Kandou Manado’, Skripsi, Universitas Sam Ratulangi Manado,
Manado, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
67
Petunjuk Pengisian : Isilah pertanyaan berikut dan berikan tanda check list (√) pada
jawaban yang sesuai.
A. Karakteristik responden
1. Inisial :
2. Usia : tahun
3. Status pernikahan :
4. Jenis Kelamin : L/P
5. Lama menderita Diabetes Melitus : tahun
6. Riwayat penggunaan obat :
7. Riwayat keluarga menderita DM :
8. Riwayat menderita kaki diabetik sebelumnya :
9. . Pendidikan :
Tidak Sekolah SMA/MA
SD/ MI Akademi/PT
SMP/MTs
10. Pekerjaan :
Tidak Bekerja Swasta, sebutkan…………
Buruh PNS/TNI/POLRI
Petani Lain-lain………….............
Pedagang
Petunjuk : Berilah tanda check list (√) pada kolom Benar atau Slah sesuai dengan
pilihan Bapak/Ibu/Saudara(i) ketahui berkaitan dengan perawatan kaki.