Anda di halaman 1dari 13

JMH e-ISSN.

2715-9728
p-ISSN. 2715-8039
Jurnal Medika Hutama
Vol 04 No 02, Januari 2023
http://jurnalmedikahutama.com

Open Acces
HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN GLAUKOMA
Layus Iranna Umayya1, Indah Sapta Wardani2
1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram
2 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram

Corresponding Author: Layus Iranna Umayya, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram
E-Mail: layusirannaumayya2421@gmail.com

Received 08 Desember 2022; Accepted 11 Januari 2022; Online Published 17 Januari 2023

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit menahun yang disebabkan karena adanya gangguan metabolik dengan
tanda klinis terjadi peningkatan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penatalaksanaan DM harus dilakukan
dengan cepat, tepat, dan berkelanjutan. Apabila hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan berbagai komplikasi
salah satunya adalah glaucoma. Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang kronis dan berjalan progresif
dengan kerusakan pada diskus optikus dan defek lapang pandang yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular
akibat adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata (Humour Aqueous). Terdapat beberapa hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara DM dengan kejadian glaucoma. Jika pasien DM sudah
memiliki komplikasi glaucoma maka tatalaksana yang diberikan harus kombinasi antara tatalaksana DM dan glaucoma
untuk menghasilkan prognosis yang baik.

Keywords: diabetes melitus, glaucoma, humour aqueous

PENDAHULUAN organ tubuh seperti pada mata, pembuluh darah, saraf,


Penyakit degeneratif merupakan penyakit penyakit jantung dan gagal ginjal (3)
kronik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup Salah satu gangguan pada mata dan saraf yang
seseorang dan semakin berkembang karena adanya sering terjadi akibat DM adalah glaukoma. Glaukoma
perubahan aktivitas fisik, gaya hidup dan pola makan. merupakan suatu kondisi rusaknya saraf mata yang
Penyakit degeneratif juga memiliki tingkat morbiditas mengakibatkan hilangnya fungsi penglihatan pada
dan mortalitas yang tinggi sehingga akan menurunkan sebagian atau seluruh lapang pandang disertai dengan
produktivitas seseorang. Salah satu contoh penyakit tanda tekanan intraokular diatas normal (4). Glaukoma
degeneratif yaitu Diabetes Melitus (DM) (1). DM biasanya tidak memiliki gejala yang jelas tetapi jika
merupakan gangguan metabolisme yang disebabkan tidak segera ditangani dapat menyebabkan penurunan
oleh ketidakefektifan tubuh menggunakan hormon penglihatan irreversible yang mengarah pada kebutaan
insulin yang di produksi sehingga mengakibatkan kadar (5).
gula darah meningkat diatas normal (hiperglikemia) (2). Beberapa studi epidemiologi telah meneliti
Hiperglikemia kronis pada penderita DM apabila tidak mengenai hubungan antara DM dan resiko glaukoma
terkontrol atau tidak diterapi dengan baik akan terus merusak dengan hasil yang beragam. Sebuah metaanalisis
sel – sel organ tubuh sehingga nantinya menyebabkan terbaru oleh Zhao et.al. mendapatkan hasil bahwa risiko
kerusakan jangka panjang dan gangguan fungsi beberapa glaukoma pada penderita DM lebih tinggi dibandingkan
3280
dengan yang tidak menderita DM. Sebagian besar DM tipe 2 atau biasa disebut Non
penelitian menunjukkan bahwa prevalensi glaukoma Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
pada penderita DM dapat terjadi dua sampai tiga kali merupakan tipe DM yang paling sering ditemui
lebih tinggi di bandingkan dengan yang tidak menderita dengan kelompok umur tertinggi berada pada
diabetes melitus (6). rentang 40 tahun keatas. Keadaan hiperglikemik
pada penyakit ini terjadi karena adanya resistensi
DIABETES MELITUS insulin dan/atau dapat disertai dengan defisiensi
Definisi Diabetes Melitus insulin relatif (8).
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu 3. Diabetes Melitus Gestasional
penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan DM gestasional merupakan DM yang
keadaan hiperglikemia akibat abnormalitas kelenjar terjadi pada wanita hamil dengan tidak ada riwayat
pankreas dalam menghasilkan hormon insulin ataupun DM sebelumnya. DM tipe ini biasanya diketahui
tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik pada usia kehamilan memasuki trimester kedua
(retensi insulin). Penyakit ini dapat ditegakkan dengan ataupun ketiga (8).
pengukuran kadar glukosa di dalam darah (7). 4. Diabetes Melitus Tipe Lainnya
Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan DM tipe lainnya adalah semua jenis
kerusakan jangka panjang, disfungsi beberapa organ DM yang tidak termasuk ke dalam kategori DM
terutama mata, saraf, pembuluh darah, dan ginjal (8). tipe 1, DM tipe 2, dan DM tipe gestasional. DM
Klasifikasi Diabetes Melitus tipe lainnya ini meliputi (8):
Menurut American Diabetes Association - Diabetes yang diinduksi bahan
(ADA) tahun 2020, DM dapat diklasifikasikan menjadi kimia (pemakaian glukokortikoid
beberapa jenis, antara lain DM tipe 1, DM tipe 2, DM pada pengobatan HIV/AIDS atau
gestasional, dan DM tipe lainnya (8). serelah transplantasi organ)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 - Sindrom diabetes monogenik
DM tipe 1 merupakan tipe DM yang (Diabetes neonatal)
terjadi akibat adanya proses autoimun atau - Penyakit eksorin pankreas
idiopatik yang dapat menyerang semua kalangan (fibrosis kistik)
masyarakat. Meskipun dapat menyerang semua Patofisiologi Diabetes Melitus
kalangan, DM tipe 1 ini lebih banyak ditemui pada Patofisiologi kerusakan sentral dari diabetes
anak-anak. DM tipe ini disebut juga Insulin melitus tipe 2 yaitu resistensi insulin pada sel hati, sel
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) yang otot dan sel lemak, serta disfungsi sel beta pankreas.
berhubungan dengan antibodi berupa Islet Cell Pada kondisi normal insulin yang dihasilkan oleh sel
Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), beta pankreas akan berikatan pada reseptor sel target.
dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies Hal ini mengakibatkan terjadinya translokasi
(GADA). Berdasarkan hal tersebut penderita DM transporter glukosa (GLUT-4) menuju membran sel
tipe 1 ini membutuhkan suntikan insulin setiap hari sebagai tempat masuknya glukosa dari darah menuju sel
untuk mengontrol kadar glukosa di dalam darah target. Glukosa yang masuk ke sel otot dan sel lemak
(7). akan diubah menjadi ATP sebagai sumber energi,
2. Diabetes Melitus Tipe 2 sedangkan pada sel hati glukosa tersebut akan disimpan

3281
menjadi bentuk glikogen. Saat seseorang mengalami a. Gejala klasik : poliuria, polidipsia,
DM tipe 2, terjadi resistensi insulin yang merupakan polifagia, dan penurunan berat badan
keadaan dimana reseptor pada sel-sel target gagal atau yang tidak dapat dijelaskan secara
tidak mampu merespon insulin secara normal (9). pasti mekanismenya.
Penyakit DM tipe 2 terjadi dalam beberapa b. Gejala lain : lemas, kesemutan, gatal,
tahap. Pada tahap pertama penyakit ini, sel beta gangguan penglihatan, disfungsi
pankreas masih dapat mengompensasi terjadinya retensi ereksi pada pria dan pruritus vulva
insulin dengan cara meningkatkan insulin output pada wanita.
sehingga toleransi glukosa masih mendekati batas Penegakkan diagnosis DM dapat ditegakkan
normal. Seiring berkembangnya penyakit ini, sel beta apabila ditemukan gejala klasik DM dan pemeriksaan
pankreas tidak lagi dapat mempertahankan kondisi glukosa darah abnormal satu kali. Sedangkan jika tidak
hiperinsulinemia. Hal ini mengakibatkan terjadinya ditemukan gejala klasik maka diperlukan dua kali
gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan pemeriksaan glukosa darah abnormal (8). Diagnosis
peningkatan glukosa postprandial. Pada tahap DM secara pasti dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
selanjutnya penurunan sekresi insulin dan peningkatan sebagai berikut.
produksi glukosa hati terjadi secara terus menerus Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM
hingga timbulnya penyakit DM tipe 2 yang diikuti Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa
dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa. adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Akhirnya akan terjadi kegagalan sel beta pankreas (10). Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Secara umum, patogenesis hiperglikemia Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram.
disebabkan oleh sebelas hal yang saat ini dikenal Atau
dengan istilah egregious eleven. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% dengan menggunakan metode
yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi


kriteria normal maupun kriteria DM dapat digolongkan

Gambar 1. The egregious eleven ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi

Diagnosis Diabetes Melitus glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa

Diagnosis DM dapat ditegakkan atas dasar terganggu (GDPT) (9).

pemeriksaan kadar glukosa dalam darah menggunakan • Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT):

alat ukur glukometer. Pemeriksaan kadar glukosa dalam Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa

darah yang disarankan adalah pemeriksaan glukosa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan

secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl.

Keadaan glukosuria tidak dapat menjadi acuan dalam • Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil

menentukan DM melainkan harus terdapat beberapa pemeriksaan glukosa plasma 2-jam setelah

gejala klinis yang dapat mengarah ke diagnosis DM TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa

yakni (9) : plasma puasa <100 mg/dl.

3282
• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.  Obat Antihiperglikemia Oral
• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan Berdasarkan mekanisme
berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang kerja obat, golongan
menunjukkan angka 5,7-6,4%. antihiperglikemia oral dapat
Tabel 2. Kadar Tes Laboratorium Darah Untuk dikelompokkan menjadi 5
Didiagnosis Diabetes dan Prediabetes kelompok antara lain
Kategori HbA1c Glukosa darah Glukosa plasma 2 Tabel 3. Golongan Obat DM Oral
(%) puasa (mg/dl) jam setelah TTGO
(mg/dl) Golong Cara Kerja Efek Penuru
an Obat Utama Sampin nan
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
g HbA1c
Prediabet 5,7-6,4 100-125 140-199
Utama
es
Metfor Menurunk Dispeps 1,0 –
Normal < 5,7 70 – 99 70 – 139
min an ia, 1,3%
produksi diare,
Tatalaksana Diabetes Melitus glukosa asidosis
hati dan laktat
Tatalaksana pada pasien DM dapat dilakukan meningkat
dengan pendekatan non farmakologi maupun kan
sensitifitas
farmakologi (9) : terhadap
a. Tatalaksana Non Farmakologi insulin
Thiazol Meningkat Edema 0,5 –
Prinsip dasar terapi non farmakologi
idi kan 1,4%
pada pasien DM adalah perubahan gaya hidup nedione sensitifitas
terhadap
yang mencakup terapi nutrisi medis, latihan insulin
fisik dan edukasi berbagai masalah yang Sulfonil Meningkat BB 0,4 –
urea kan naik, 1,2%
terkait tentang penyakit DM. Terapi nutrisi
sensitifitas hipogli
medis yang dimaksud yakni melakukan sekresi kemia
insulin
pengaturan pola makan yang menitikberatkan
Glinid Meningkat BB 0,5 –
pada status gizi, kebiasaan makan, dan kondisi kan sekresi naik, 1,0%
insulin hipogli
atau komplikasi yang telah ada. Sedangkan
kemia
latihan fisik dapat dilakukan dengan kegiatan Pengha Mengham Flatule 0,5 –
fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur mbat bat n, tinja 0,8%
Alfa- absorpsi lembek
3-5 kali seminggu sekitar 30-45 menit dengan Glukosi glukosa
total 150 menit per minggu dengan jeda antar dase
Pengha Meningkat Sebah, 0,5 –
latihan dan tidak lebih dari 2 hari berturut- mbat kan sekresi muntah 0,9%
turut (9). DPP-4 insulin dan
menghamb
at sekresi
b. Tatalaksana Farmakologi glucagon
Pengha Mengham Infeksi 0,5 –
Terapi farmakologi diberikan mbat bat saluran 0,9%
bersamaan dengan terapi non farmakologi. SGLT- reabsorpsi kemih
2 glukosa di dan
Terapi farmakologi ini dapat diberikan secara tubulus genital
oral maupun injeksi tergantung kondisi dan distal

kesediaan pasien.

3283
 Obat Antihiperglikemia Injeksi pada pasien DM dengan
Obat-obatan injeksi obesitas. Obat yang
antihiperglikemia terdiri dari termasuk golongan ini
insulin, agonis GLP-1 dan adalah: Liraglutide,
kombinasi insulin serta agonis Exenatide, Albiglutide,
GLP-1 (9). dan Lixisenatide.
o Insulin o Kombinasi Insulin Basal
Berdasarkan lama dengan Agonis GLP-1
kerja, insulin terbagi Kombinasi antar
menjadi 5 jenis, yaitu : kedua obat ini dinilai
Insulin kerja cepat (Rapid- efektif untuk
acting insulin), Insulin menanggulangi penyakit
kerja pendek (Short-acting DM. Insulin basal
insulin), Insulin kerja bermanfaat menurunkan
menengah glukosa darah puasa
(Intermediateacting sedangkan agonis GLP-1
insulin), Insulin kerja dapat menurunkan glukosa
panjang (Long-acting darah setelah makan
insulin), Insulin kerja ultra dengan target akhir yakni
panjang (Ultra longacting penurunan kadar HbA1c.
insulin). Disamping itu, kombinasi
o Agonis GLP-1 kedua obat ini juga dapat
Pengobatan menurunkan risiko
dengan dasar peningkatan hipoglikemia dan potensi
GLP-1 merupakan obesitas.
pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis Komplikasi Diabetes Melitus
GLP-1 dapat bekerja pada Berdasarkan International Classification of
sel-beta sehingga terjadi Diseases (ICD) 10 th Coding for Diabetes menyebutkan
peningkatan pelepasan bahwa DM dapat menimbulkan kerusakan pada
insulin, mempunyai efek berbagai sistem organ diantaranya hiperosmoralitas,
menurunkan berat badan, ginjal, pembuluh darah perifer, hipoglikemia,
menghambat pelepasan hiperglikemia, saraf, mata, sendi, dan kulit (11).
glukagon, dan Berbanding lurus dengan hasil penelitian oleh Dugan
menghambat nafsu makan. dan Shubrook, studi terbaru dari LeMone et.al. (2016)
Efek penurunan berat juga mendapatkan hasil bahwa terdapat beberapa
badan agonis GLP-1 juga komplikasi yang ditimbulkan akibat DM yang tidak
digunakan untuk indikasi terkontrol, antara lain (12) :
menurunkan berat badan

3284
A. Komplikasi akut : hipoglikemia dan Glaukoma sudut terbuka primer
hiperglikemia merupakan galukoma yang memiliki
B. Komplikasi neurologis : neuropati kecenderungan familial yang kuat.
somatik, neuropati visera, retinopati Gambaran patologi utamanya yakni
diabetik, katarak, dan glukoma. adanya proses degeneratif trabekular
C. Komplikasi kardiovaskular : hipotensi meshwork sehingga dapat menyebabkan
ortostasik, percepatan aterosklerosis, penurunan drainase humor Aqueous yang
penyakit stroke, penyakit arteri koroner mengakibatkan peningkatan takanan
(MI), penyakit vaskuler perifer, gangguan intraokuler. Sebagian besar penderita
viskositas darah dan trombosit. glaukoma primer sudut terbuka mengalami
D. Komplikasi ginjal : hipertensi, hambatan pengeluaran humor Aqueous
albuminuria, edema, dan gagal ginjal pada sistem trabekulum dan kanalis
kronik. schlemm.
E. Komplikasi musculoskeletal : kontraktur  Glaukoma Sudut Tertutup Primer
sendi. Glaukoma sudut tertutup primer
F. Komplikasi integumen : ulkus, gangren, terjadi pada mata dengan predisposisi
dan perubahan atrofik. anatomis tanpa ada kelainan lainnya.
Adanya peningkatan tekanan intraokuler
GLAUKOMA karena sumbatan aliran keluar humor
Definisi Glaukoma Aqueous akibat oklusi trabekular
Glaukoma berasal dari kata Yunani yakni meshwork oleh iris perifer.
“glaukos” yang berarti hijau kebiruan, dimana warna ini B. Glaukoma Sekunder
biasanya ditemui pada pupil penderita glaukoma (13) Glaukoma sekunder merupakan
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
kronis dan berjalan progresif dengan kerusakan pada seperti peradangan mata yang berulang,
diskus optikus dan defek lapang pandang yang komplikasi dari penyakit katarak dan/atau
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular akibat trauma pada mata. Glaukoma skunder juga
adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata dapat terjadi akibat komplikasi dari penderita
(Humour Aqueous) (3). DM dan hipertensi atau akibat pengunaan obat
Klasifikasi Glaukoma golongan kortikosteroid dalam jangka panjang
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi tanpa pengawasan dokter (5). Studi terbaru juga
glaukoma primer dan sekunder, Glaukoma primer mendapatkan hasil bahwa glaukoma sekunder
adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan dapat terjadi karena intervensi bedah misalnya
kelainan pada mata lainnya atau sistemik sedangkan pada kasus setelah pembedahan katarak yang
glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi mengakibatkan bilik mata depan yang tidak
akibat adanya kelainan pada mata atau sistemik lainnya terbentuk dengan cepat, kelainan uvea, dan
(5). kelainan lensa, (4).
A. Glaukoma Primer
 Glaukoma Sudut Terbuka Primer

3285
C. Glaukoma Kongenital bagian dalam retina serta berkurangnya akson di saraf
Glaukoma kongenital biasanya sudah optikus. Selain itu, iris dan korpus siliar juga mengalami
ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan atrofi serta prosesus siliaris menunjukkan terjadinya
perkembangan pada saluran humor Aqueous. degenerasi hialin (15).
Glaukoma jenis ini seringkali diturunkan. Pada Diskus optikus mengalami atrofi dan
glaukoma kongenital sering dijumpai adanya pembesaran cekungan optikus dikaitkan dengan
epifora berupa fotofobia serta peningkatan gangguan perdarahan pada papil yang mengakibatkan
tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital degenerasi berkas serabut saraf pada nervus optikus.
terbagi atas glaukoma kongenital primer Hal ini te rjadi karena peninggian tekanan intraocular.
(kelainan pada sudut kamera okuli anterior), Tekanan intraocular yang terlalu tinggi secara mekanik
anomali perkembangan segmen anterior, dan dapat menekan papil nervus optikus, dimana bagian tepi
kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom papil nervus optikus relatif lebih kuat dibandingkan
Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela bagian tengah sehingga akan menyebabkan cekungan
kongenital) (14). pada papil nervus optikus. Jika tekanan intraocular terus
Patofisiologi Glaukoma mengalami peningkatan maka akan menyebabkan
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi kerusakan semakin parah hingga hilangnya penglihatan
karena adanya apoptosis sel ganglion retina yang secara menetap (14).
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan Diagnosis Glaukoma
inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus Penegakkan diagnosis glaukoma dapat
optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik (khusus
pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf dapat mata), dan pemeriksaan penunjang. Pada saat
dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. anamnesis biasanya pasien akan mengeluhkan mata
Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar terasa sangat berat, kepala pusing, melihat gambaran
kerusakan saraf pada bola mata (15). seperti pelangi saat pasien melihat cahaya, dan gejala
Pada keadaan normal tekanan intraocular gejala kelainan pada mata lainnya. Pada saat anamnesis
berkisar antara 10-20 mmHg. Nilai tersebut bergantung juga perlu digali mengenai Riwayat DM dan hipertensi.
oleh kecepatan produksi cairan mata oleh epitel badan Setelah melakukan anamnesis dapat dilanjutkan ke
siliar serta hambatan pada proses pengeluaran cairan pemeriksaan fisik dan penunjang pada mata diantaranya
mata dari bola mata. Pada kasus glaukoma, tekanan pemeriksaan visus mata, pemeriksaan tekanan
intraocular sangat berpengaruh dalam perjalanan klinis intraocular (menggunakan palpasi/ tonometry Schiotz/
penyakitnya. Adapun dinamika tekanan intraocular tonometry aplanasi goldmann/ tonometry non kontak),
dipengaruhi pada 3 faktor antara lain tekanan, regangan, pemeriksaan genioskopi untuk melihat lebar sempitnya
dan tegangan. Tekanan intraocular dikatakan meningkat sudut mata depan, pemeriksaan lapang pandang
jika melebihi 20 mmHg pada pemeriksaan dengan (menggunakan perimetri goldmann/ perimetri
tonometry aplanasi (15). humphrey), pemeriksaan oftalmoskopi untuk menilai
Mekanisme utama yang berperan dalam kondisi papil nervus optikus, pemeriksaan Optical
terjadinya penurunan fungsi penglihatan pada glaukoma Coherence Tomography (OCT) (14).
adalah adanya atrofi sel ganglion difus yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti

3286
sehingga terjadi penurunan
tekanan intraokular. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar
diabsorpsi dengan baik oleh usus
secara peroral sehingga
bioavaibilitas rendah serta
memiliki kadar puncak dalam
plasma mencapai 1 sampa 3 jam.
 Golongan α2-adrenergik Agonis
Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Oftalmoskopi
Golongan α2-adrenergik
agonis dapat kembali dibagi
menjadi 2 yaitu selektif dan tidak
selektif. Salah satu contoh obat
golongan α2-adrenergic agonis
selektif adalah apraklonidin. Obat
ini memiliki efek menurunkan
produksi humor Aqueous,
meningkatkan aliran keluar humor
Aqueous melalui trabekula

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Glaukoma meshwork dengan cara

Tatalaksana menurunkan tekanan vena

Penatalaksanaan glaukoma dapat dilakukan episklera serta dapat juga

dengan terapi medikamentosa dan/atau non meningkatkan aliran keluar

medikamentosa. Pemilihan modalitas terapi bergantung uveosklera.

pada kondisi dan kebutuhan pasien (16).  Penghambat Karbonat Anhidrase

A. Terapi Medikamentosa Golongan jenis obat ini

1. Supresi Pembentukan Humor Aqueous dapat berupa oral maupun topical.

 Golongan 𝛽-adrenergik Bloker Obat yang dikonsumsi secara oral

Obat golongan 𝛽- contohnya adalah asetasolamid

adrenergik bloker dapat digunakan oral. Obat ini merupakan obat yang

sebagai monoterapi atau kombinasi sering di gunakan karena dapat

dengan obat lain. Salah satu contoh menekan pembentukan humor

obat golongan ini adalah timolol Aqueous sebanyak 40-60%.

maleat 0,25% dan 0.5%, Asetasolamid bekerja efektif

levobunolol, betaxolol 0,25% dan dalam menurunkan tekanan

0,5%, dan lain-lain. intraokuler apabila konsentrasi

Farmakodinamik golongan β- obat bebas dalam plasma ±2,5 µM.

adrenergic bloker yakni menekan Apabila diberikan secara oral,

pembentukan humor Aqueous konsentrasi puncak pada plasma


3287
dapat diperoleh dalam 2 jam sistemik. Cara kerja obat ini yakni
setelah pemberian dapat bertahan meningkatkan aliran keluarnya
selama 4-6 jam dan menurun humor Aqueous melalui
dengan cepat karena ekskresi pada uveosklera.
urin. Sedangkan contoh obat yang 3. Penurunan Volume Vitreus
digunakan secara topical adalah Obat yang digunakan dalam
dorsolamid. Obat ini bersifat larut menurunkan volume vitreus dapat
lemak sehingga bila digunakan menggunakan obat hiperosmotik dengan
secara topikal akan menghasilkan cara mengubah darah menjadi hipertonik
daya penetrasi ke kornea relatif sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan
rendah. Pemberian dorsolamid menyebabkan pengecilan vitreus sehingga
topikal akan terjadi penetrasi terjadi penurunan produksi humor aquos.
melalui kornea dan sklera ke epitel Penurunan volume vitreus bermanfaat
tak berpigmen prosesus siliaris dalam pengobatan glaukoma sudut
sehingga dapat menurunkan tertutup akut dan maligna yang
produksi humor aqueous dan menyebabkan pergeseran lensa kristalina
HCO3- dengan cara menekan ke anterior yang menyebabkan penutupan
enzim karbonik anhidrase II. sudut ( glaukoma sudut tertutup sekunder )
2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous B. Terapi Non Medikamentosa
 Parasimpatomimetik Tatalaksana ini dilakukan jika terapi
Golongan obat medikamentosa tidak mendapatkan hasil yang
parasimpatomimetik dapat diharapkan atau kondisi pasien sangat buruk.
menimbulkan efek miosis pada Terapi non medikamentosa yang biasa
mata dan bersifat sekresi pada dilakukan yakni terapi bedah. Adapun prinsip
mata, sehingga menimbulkan intervensi bedah pada glaukoma adalah fistulasi
kontraksi muskulus ciliaris dan dan membuat jalan baru agar humor aqueous
mengakibatkan iris membuka dapat keluar dengan lancer. Terdapat beberapa
sehingga aliran humor aquos dapat pilihan intervensi bedah yang dapat dilakukan
keluar. antara lain trabekulektomi,
iridoplasti/iridektomi/iridotomy perifer, dan
 Analog Prostaglandin siklodestruksi.
Analog prostaglandin Komplikasi
merupakan obat lini pertama yang Penyakit Glaukoma dapat menyebabkan
efektif digunakan dalam terapi beberapa komplikasi jika tidak ditangani dengan baik.
glaukoma misalnya, latanopros. Adapun komplikasi yang dapat terjadi diantaranya
Latanopros merupakan obat baru sinekia anterior posterior dimana iris perifer melekat
yang efektif karena dapat pada jalinan trabekel dan dapat menghambat aliran
ditoleransi dengan baik dan tidak cairan mata keluar, katarak, dan atrofi retina serta
menimbulkan efek samping nervus optikus (15).

3288
menyebabkan perlengkatan iris ke jaringan trabekula
HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS sehingga mengakibatkan sinekia anterior perifer dan
DENGAN KEJADIAN GLAUKOMA mengakibatkan glaukoma sudut tertutup (22,23).
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu Kerusakan saraf optik secara progresif akan
penyakit kronik yang memerlukan tatalaksana yang menyebabkan kehilangan penglihatan permanen,
cepat, tepat, dan berkelanjutan. DM dapat menimbulkan dimulai dengan bintik-bintik buta yang tidak terlalu
berbagai jenis komplikasi yang memperburuk kondisi mencolok di tepi bidang penglihatan, berlanjut ke
pasien jika tidak mendapatkan tatalaksana yang sesuai. penglihatan terowongan dan kemudian menjadi
Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan yakni kebutaan (18,19). DM tipe II juga diketahui dapat
glaukoma. Secara patofisiologi, glaukoma yang terjadi menyebabkan penipisan RNFL (Renal Nerve Fibre
pada pasien dengan DM dikarenakan terjadinya iskemik Layer) lebih cepat daripada orang yang tidak menderita
retina yang mencetuskan terjadinya peningkatan DM sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya
ekspresi VEGF oleh mikroglia yang semakin meningkat glaukoma (20,21).
pada saat hipoksia (18,19). Hipoksia pada pasien DM Terdapat beberapa penelitian mengenai
biasanya terjadi akibat neurodegenerasi yang hubungan antara DM dengan kejadian glaukoma. Suatu
menyebabkan peningkatan stress oksidatif pada sel studi metaanalisis dari Zhao et.al. didapatkan data
mata yang nantinya akan menyebabkan vaskularisasi bahwa risiko glaukoma pada penderita DM meningkat
dan difusi oksigen sel – sel mata mengalami gangguaan. 1,48% dibandingkan dengan yang tidak menderita DM
Hal tersebut menyebabkan kerusakan sel glial dan sel (24). Kemudian penelitian sejalan juga dilakukan oleh
endotel mata sehingga menyebabkan perubahan pada Goldacre et.al. dimana ditemukan data bahwa penderita
anatomi dan fungsi saraf mata (20,21). Akibat DM yang mengalami glaukoma sebanyak 2,47% dari
peningkatan VEGF secara progresif maka dapat total sampel (6). Di Indonesia sendiri juga telah
memicu terjadinya neovaskularisasi di retina sehingga dilakukan beberaoa penelitian diantaranya penelitian
terbentuk pembuluh darah baru yang lemah terutama oleh Esther Wijaya (2017) di Palembang menyebutkan
pada bagian lapisan endotel, membran basalis dan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
ikatan selulernya sehingga pembuluh darah ini akan statistic antara DM dengan kejadian glaukoma dengan
bersifat fragile atau mudah rusak dan menyebabkan p value = 0,007 (17). Hasil serupa juga ditemukan oleh
terjadinya kebocoran protein dan perdarahan di retina Risnandya dan Permata (2016) yang mendapatkan hasil
(vitreous hemorrhage). Tingkat ekspresi VEGF melalui uji chi-square hubungan antara DM dengan
bergantung pada hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1α) kejadian glaukoma p value = 0,000. Pada penelitian
yang ditemukan meningkat pada sel ganglion setelah tersebut juga didapatkan data bahwa risiko glaukoma
peningkatan TIO. Setelah VEGF dibebaskan, VEGF meningkat sekitar 1,6-4,7 kali lebih tinggi pada individu
akan berdifusi ke dalam cairan humor aqueous dan bilik dengan diabetes dibandingkan pada individu non-
mata depan sehingga mengakibatkan neovaskularisasi diabetes. Hal ini juga didukung oleh studi Blue
di iris dan sekitar pupil serta terbentuk membran Mountains and Beaver Dam Eye yang menyatakan
fibrovaskular. Membran fibrovaskular ini secara bahwa responden yang menderita DM memiliki
progresif akan menyumbat trabekular meshwork kerentanan dua kali lipat terkena glaukoma
sehingga mengakibatkan glaukoma sudut terbuka. dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita DM
Dalam perjalanannya membran fibrovaskuler ini akan (3).

3289
Dan Kesehatan: 2016;3(4), 1–10.
KESIMPULAN 4. Efifta Pratama, A. Hubungan Pengetahuan,
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu Lama Sakit Dan Tekanan Intraokuler
penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan Terhadap Kualitas Hidup Penderita
keadaan hiperglikemia akibat abnormalitas kelenjar Glaukoma. Jurnal Berkala Epidemiologi:
pankreas dalam menghasilkan hormon insulin ataupun 2016;4(2), 288–300.
tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik 5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(resistensi insulin). Apabila tidak didiagnosis dan Situasi Glaukoma di Indonesia. 2019.
diberikan terapi dengan tepat maka penyakit ini dapat 6. Song, B. J., Aiello, L. P., Pasquale, L. R., &
menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya Infirmary, E. HHS Public Access.
adalah glaukoma. Glaukoma merupakan salah satu 2017;16(12).
penyakit mata yang kronis dan berjalan progresif 7. International Diabetes Federation. IDF
dengan kerusakan pada diskus optikus dan defek lapang Diabetes Atlas 9th Edition. 2019. [Online].
pandang yang disebabkan oleh peningkatan tekanan Available at: www.diabetesatlas.org: 45-59.
intraokular akibat adanya hambatan pengeluaran cairan [Diakses pada 1 Desember 2022].
bola mata (Humour Aqueous). Terdapat beberapa studi 8. American Diabetes Association.
yang menyatakan adanya hubungan antara kejadian Classification and Diagnosis o Diabetes :
glaukoma dengan DM. Glaukoma akibat DM dapat Standards of Medikal Care in Diabetes.
terjadi karena adanya mikroaneurisma pada pembuluh 2020. [Online]. Available at:
darah retina yang selanjutnya akan menurunkan https://care.diabetesjournals.org/content/43/S
pasokan darah, terjadinya oklusi kapiler, angiogenesis, upplement_1/S14. [Diakses pada 71
pendarahan, dan pembentukan jaringan fibrotik. Desember 2022]
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Pengelolaan dan pencegahan diabetes
1. Septi Fandinata, S., & Ernawati, I. melitus tipe 2 di indonesia 2021. Pengurus
Management terapi pada penyakit Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
degeneratif. Mengenal, Mencegah, Dan (PB Perkeni). 2021. [Online]. Available at:
Mengatasi Penyakit Degeneratif (Diabetes https://pbperkeni.or.id/wp-
Melitus Dan Hipertensi). Akademi Farmasi content/uploads/2021/11/22-10-21-Website-
Surabaya: 2020;1–134. Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-
2. Erdana Putra, S., Agusti Sholikah, T., & DMT2-Ebook.pdf
Gunawan, H. BUKU SAKU DIABETES 10. Longo, D. L., Kasper, D. L., Jameson, J. L.,
MELITUS UNTUK AWAM Related papers Fauci, A. S., Hauser, S. L., & Joseph, L.
PC-DM. November. Universitas Sebelas Harrison’s principle on internal medicine.
Maret: 2020. New York: 2012. Ed 18.
3. Tyas, P. A., & Primanagara, R. Hubungan 11. Dugan, Joy., & Shubrook, Jay. International
antara Prevalensi Glaukoma dan Riwayat classification of diseases-10 coding for
Diabetes Melitus di RSUD Waled Kabupaten diabetes. Clinical Diabetes. 2017;35(4), 232-
Cirebon. Tunas Medika Jurnal Kedokteran 238.

3290
12. LeMone, Priscilla., Burke, Karen, M., & https://doi.org/10.1016/j.ajo.2019.06.019.
Bauldoff, Gerene. Buku ajar keperawatan 19. Masini E, Sgambellone S, Lucarini L.
medikal bedah. 2016. Ed 5. Carbonic anhydrase inhibitors as
13. Poliklinik, D. I., Rsup, M., Kandou, P. R. D., ophthalmologic drugs for the treatment of
Diabetes, P., Papua, P., Rsup, B. L. U., & glaukoma [Internet]. Carbonic Anhydrases:
Kandou, P. R. D. PREVALENSI Biochemistry and Pharmacology of an
GLAUKOMA AKIBAT DIABETES MELITUS Evergreen Pharmaceutical Target. Elsevier
ditandai oleh neuropati optik yang khas , Inc.; 2019. 269–285 p. Available from:
intraokuli yang sangat tinggi adalah salah http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-816476-
satu faktor resiko primer . 2 Penyebab utama 1.00013-7.
penyakit local pada mata . Kondisi kelainan 20. Wong VHY, Bui BV, Vingrys AJ. Clinical
glaukoma salah satunya adalah diabete. and Experimental Links Between Diabetes
2015;3, 3–6. and Glaukoma. Clinical and Experimental
14. Bowling, B. Kanski’s Clinical Optometry. 2011; 94(1):4-23.
th
Opthalmology: Glaukoma. Elsevier, 8 Ed.=: 21. . Press Dove. Follow-up of The Retinal
2016; 305-394. Nerve Fiber Layer Thickness of Diabetic
15. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Patients Type 2, as A Presdiposising Factor
Oftalmologi Umum. Penerbit buku for Glaukoma Compared to Normal Subjects.
kedokteran EGC: 2013. Ed 17; 212-229 Clinical Opthamology. 2017; 1135-1141.
16. Barton K, Jonas J, Chodosh J. The 22. Lauhon S, Stem MS, Fort PE. Ocular
Terminology and Guidelines by Europe manifestations associated with diabetes
Glaukoma Society Foundation. Chapter 3: [Internet]. Vol. 1, Encyclopedia of Endocrine
Treatment Principles and Options. British Diseases. Elsevier Ltd.; 2018. 199–201 p.
Journal of Ophtalmology; 2017;101(6):130- Available from:
164 http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-
17. Wijaya, Ester. HUBUNGAN ANTARA 3.95797-0.
DIABETES MILITUS DAN HIPERTENSI 23. Sahoo NK, Balijepalli P, Singh SR, Jhingan
TERHADAP TERJADINYA GLAUKOMA M, Senthil S, Chhablani J. Retina and
DI RS.DR.AK.GANI PALEMBANG glaukoma : surgical complications. Int J
TAHUN 2017. Universitas Kader Bangsa. Retin Vitr [Internet]. 2018;1–15. Available
2017. from: https://doi.org/10.1186/s40942-018-
18. Kim JH, Rabiolo A, Morales E, Yu F, Afifi 0135-x.
AA, Nouri-Mahdavi K, et al. Risk Factors for 24. Zhao D, Cho J, Kim MH, Friedman DS,
Fast Visual Field Progression in Glaukoma. Guallar E. Diabetes, Fasting Glucose and
Am J Ophthalmol [Internet]. 2019;207:268– The Risk of Glaucoma: A meta-analysis.
78. Available from: Opthamology. 2015; 122(1):72-8.

3291
110

Anda mungkin juga menyukai