Disusun Oleh:
CHAYRUNISA
N 111 22 145
Pembimbing:
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M, M.kes
Nama : CHAYRUNISA
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTALA..........................................................................................3
2.1 DEFENISI GLAUKOMA AKUT................................................................3
2.2 KLASIFIKASI.............................................................................................4
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI.....................................................................5
2.4 FAKTOR PREDISPOSISI...........................................................................6
2.5 INSIDENSI..................................................................................................7
2.6 PATOGENESIS...........................................................................................7
2.7 MANIFESTASI KLINIS.............................................................................9
2.8 PEMERIKSAAN.........................................................................................9
2.9 DIAGNOSIS BANDING...........................................................................12
2.10 PENCEGAHAN.......................................................................................13
2.11 PENATALAKSANAAN.........................................................................14
2.12 PROKNOSIS............................................................................................24
BAB III PENUTUP............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................iv
III
BAB I
PENDAHULUAN
1
Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 15-15% kasus pada orang
Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama diantara orang
Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada glaukoma akut penderitanya lebih
didominasi oleh wanita dikarenakan mereka memiliki bilik mata depan yang lebih
sempit dan juga resiko yang lebih besar terjadi pada usia dekade keenam atau
ketujuh.3
Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar 0,20%.
Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah
glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka
0,48% dan glaukoma sekunder 0,16% atau keseluruhannya 2,53%.3
Glaukoma sekunder ditemukan 19,70% dari seluruh penderita glaukoma,
20% diantaranya disebabkan oleh trauma, 30% disebabkan inflamasi, 27,5%
disebabkan oleh lensa (lens induced glaucoma), 7,5% disebabkan oleh
neovaskularisasi dan 15 % ditemukan glaukoma pseudoeksfoliasi. Temba
Glaucoma Study mendapatkan prevalensi glaukoma sekunder 2,0% dengan 45%
diantaranya adalah glaukoma eksfoliasi dan 20% karena trauma (angle recess).
Berdasarkan data pasien Glaukoma Sekunder akibat katarak senilis di RSUP
Prof.DR.R.D.Kandou Manado periode Januari – Desember 2011 adalah
Glaukoma Sekunder akibat katarak senilis paling sering terjadi pada stadium
Imatur Glaukoma Fakomorfik 13 kasus (54,17%) dan Glaukoma Fakolitik enam
kasus (25,00%), Kelompok umur yang paling banyak menderita Glaukoma
Sekunder akibat katarak senilis adalah 50-59 tahun dengan jumlah kasus 10
(41,67%). 3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.1.1 Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan glaukoma ditandai dengan meningkatnya Tekanan
Intraokular (TIO), atrofi papil saraf optik dan menyempitnya lapang
pandang.3
Pada glaukoma akan melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta
degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma sekunder berhubungan dengan penyakit atau sistemik yang
berperan dalam penurunan akuos outflow. Penyakit yang menyebabkan
glaukoma sekunder sering asimetris atau unilateral. Pada glaukoma
sekunder biasanya terjadi akibat adanya perubahan lensa, kelainan uvea,
trauma atau akibat penggunaan obat-obatan seperti steroid. 2,4
2.1.2 Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan
Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
terjadi akibat kedua-duanya. 8
2.2 EPIDEMIOLOGI
Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia. Insiden
glaukoma pada berbagai bagian negeri ini berkisar dari 0.4% sampai 1.6%.
Data ini diambil dari Survei Nasional Mengenai Kebutaan dan Morbiditas
3
Mata pada tahun 1996 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
insiden glaukoma adalah 1,8% di antara orang-orang berusia 40 tahun atau
lebih tua. Glaukoma Primer Sudut Tertutup (PACG) paling sering ditemukan
dan sebagian besar dengan gejala-gejala dan keluhan akut. Tampilan
kliniknya memperlihatkan adanya beberapa perbedaan dibandingkan dengan
yang dilaporkan untuk orang Kaukasia. Usia penderita relatif lebih muda.
Pasien datang ke rumah sakit pada tahap lanjut atau menerima terapi yang
terlambat. Operasi filtrasi telah dilakukan pada 74 (88%) dari 84 mata PACG
akut, tetapi suatu penelitian retrospektif yang dilaporkan pada tahun 2001
menunjukkan bahwa jumlah operasi filtrasi dapat dikurangi bila iridektomi
laser dilakukan.10
Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk
Indonesia mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma
sebesar 0,20%. Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study
tahun 2008 adalah glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, glaukoma
primer sudut terbuka 0,48% dan glaukoma sekunder 0,16% atau
keseluruhannya 2,53%.3
Glaukoma sekunder ditemukan 19,70% dari seluruh penderita
glaukoma, 20% diantaranya disebabkan oleh trauma, 30% disebabkan
inflamasi, 27,5% disebabkan oleh lensa (lens induced glaucoma), 7,5%
disebabkan oleh neovaskularisasi dan 15 % ditemukan glaukoma
pseudoeksfoliasi. Temba Glaucoma Study mendapatkan prevalensi glaukoma
sekunder 2,0% dengan 45% diantaranya adalah glaukoma eksfoliasi dan 20%
karena trauma (angle recess). Berdasarkan data pasien Glaukoma Sekunder
akibat katarak senilis di RSUP Prof.DR.R.D.Kandou Manado periode Januari
– Desember 2011 adalah Glaukoma Sekunder akibat katarak senilis paling
sering terjadi pada stadium Imatur Glaukoma Fakomorfik 13 kasus (54,17%)
dan Glaukoma Fakolitik enam kasus (25,00%), Kelompok umur yang paling
banyak menderita Glaukoma Sekunder akibat katarak senilis adalah 50-59
tahun dengan jumlah kasus 10 (41,67%). 3,4
4
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.3.1 Humor Aquous
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 pL, dan kecepatan
pembentukannya yang memiliki variasi diurnal adalah 2,5 pL/mnt.
Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma.
Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan
ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi;
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. 1
Yang termasuk dalam aqueous humor termasuk antara lain : 5
1. Trabecular meshwork merupakan struktur seperti saringan di mana
aqueous humor disaring ke dalam kanal Schlemm.
2. Kanal Schlemm merupakan saluran oval berjajar endotel yang ada di
dikelilingi oleh sulkus skleral.
3. Vena aqueous yang berjumlah sekitar 25-35. Mereka meninggalkan
kanal Schlemm pada sudut obliq untuk berakhir ke vena episkleral.
4. Vena episkleral adalah cabang vena siliaris anterior. Ada perbedaan
tekanan sekitar 5 mm Hg antara ruang anterior dan vena episkleral
sehingga air mengalir terus menerus di dalamnya.
Faktor-faktor yang mempertahankan tekanan intraokular normal, yaitu :
1. Pembentukan Aqueous Humor
Aqueous Humor adalah cairan encer yang mengisi ruang anterior
(0,25 ml) dan ruang posterior (0,06 ml) bola mata. Selain berperan
dalam mempertahankan tekanan intraokular normal, ia juga
berperan
peran penting dalam menyediakan nutrisi dan menghilangkan
metabolit dari kornea dan lensa avaskular. 5
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat
plasma yang dihasilkan di stroma processus ciliares dimodifikasi
oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah
masuk ke bilik mata depan, aqueous humor mengalir melalui pupil
5
ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabekular di sudut bilik mata
depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-
komponen aqueous dengan darah di iris. 1
2. Aliran Aqueous Humor
Aliran normal terjadi oleh dua rute, yaitu :
a. Sudut ruang anterior (rute konvensional) 5
Terjadi sekitar 80%. Air terbentuk oleh epitel siliaris
kemudian mengalir dari daerah siliaris ke ruang posterior.
Kemudian mengalir melalui pupil ke ruang anterior dan lolos
melalui saluran drainase pada sudut ke vena episkleral. 4
6
b. Aliran Uveoscleral
Terjadi sekitar 20%. Aliran ini adalah aksesori kedua yang
melewati corpus ciliariaris ke ruang suprachoroidal dan koroid.
Kemudian masuk ke jaringan episcleral. Jalur ini sangat penting
terutama di buphthalmos.5
7
Gambar 4. Mekanisme pembentukan Aquous, aliran dan
jalur keluar di mata normal. 5
2.3.2 Lensa Mata
Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada
kondisi normalnya berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Lensa
adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular,
transparan, terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh
Zonula Zinii yang melekat ke korpus siliaris. Lensa terdiri dari 64% air,
35% protein, dan 1% lipid, karbohidrat, dan trace elemen. Metabolisme
lensa bersifat anaerob. Glikolisis bertanggung jawab atas 85%
pemanfaatan glukosa yang dihasilkan dalam pembentukan laktat. 1,5,6
1. Struktur 5
i. Kapsul Lentikular, memiliki struktur yang halus, homogen
dan aseluler. Kapsul lensa hialindisekresikan oleh sel-sel
epitel yang mendasarinya.
ii. Epitel Lentikular adalah lapisan tunggal sel-sel kuboid persis
di dalam kapsul anterior.
iii. Serat Lentikular. Sel-sel kuboid anterior secara bertahap
menjadi kolumnar dan memanjang (lensa serat) menuju
garis katulistiwa. Garis jahitan berbentuk Y anterior dan
posterior terbentuk dipersimpangan serat lensa.
8
iv. Ligamen suspensorium atau zonule Zinn, daerah ini
transparan, lurus, dan tidak dapat dipertahankan serat.
a b
Gambar 3. Struktur Lensa (a) dilihat dari frontal. (b) dilihat dari ekuator.
(c) dilihat dari oblik anterior. 12
2. Bagian-bagian Lensa 5
i. Kapsul Lensa, memiliki membran transparan dan tipis yang
lebih tebal di bagian depan.
ii. Korteks. Berada di antara kapsul lensa dan nukleus. Ini terdiri
dari serat lensa.
9
iii. Nukleus. Lensa memiliki empat nukleus yang dibentuk pada
berbagai tahap kehidupan hingga remaja akhir yaitu inti
embrionik (1-3 bulan kehamilan), inti janin (dari 3 bulan
kehamilan sampai saat lahir), kanak-kanakan nukleus (dari
lahir hingga pubertas) dan dewasa nukleus (kehidupan dewasa
awal).
9
Gambar 4. Komponen Utama Lensa Pada Orang Dewasa. 5
2.3 PATOFISIOLOGI
2.3.1 Glaukoma 6
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat
saraf dan lapisan inti-dalam retina serta berkurangnya akson di nervus
optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan
optik.8
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan
waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut
tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan
kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan
intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan
sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa
tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin
rentan mengalami kerusakan akibat tekanan intraokular dalam kisaran
normal, atau mekanisme kerusakarannya yang utama mungkin iskemia
caput nervi optici. 8
Kerusakan glaukoma disebabkan oleh kombinasi faktor yang
mempengaruhi perfusi optik kepala saraf. 5
10
1. Perubahan mekanis. Lapisan mata dapat menahan tekanan
intraokular yang meningkat kecuali pada lamina cribrosa yang
didorong mundur. Ini memeras serat saraf di dalam jeratnya untuk
mengganggu aliran axoplasmik. 5
2. Faktor vaskular. Perfusi kepala saraf optik dapat dipengaruhi karena
penurunan darah mengalir di kapiler dan di anulus Zinn yang
memasok nutrisi ke laminar dan post laminar kepala saraf optik. 5
2.3.2 Katarak 8
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun
demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-
agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan
mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel
dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang
diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan
oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi.
Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat
atau membalikkan perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari
pembentukan katarak. Beberapa penelitian baru-baru ini mengisyaratkan
suatu efek protektif dari karotenoid dalam makanan (lutein); namun,
penelitian-penelitian yang mengevaluasi efek protektif multivitamin
memberi hasil yang berbeda
10
Lensa ini kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan
menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut. Akibatnya lensa
yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut
bilik mata akan sempit atau tertutup, sehingga timbul glaukoma
sekunder yang dinamakan glaukoma fakamorfik. 1,3
2.4 KLASIFIKASI
2.4.1 Glaukoma
Klasifikasi glaukoma menurut Vaughen: 8
1. Glaukoma Primer
a. Sudut Terbuka
b. Sudut Tertutup
2. Glaukoma Kongenital
a. Primer
b. Menyertai Kelainan Kongenital Lainnya
3. Glaukoma Sekunder, merupakan glaukoma akibat keadaan
kesehatan lainnya.
a. Tergantung pada mekanisme kenaikan TIO 9
i. Glaukoma sudut terbuka sekunder di mana aliran air dapat
diblokir oleh pra membran trabecular, penyumbatan
trabecular, edema dan jaringan parut atau peningkatan
tekanan vena episkleral.
ii. Glaukoma sudut tertutup sekunder yang mungkin atau tidak
mungkin dikaitkan dengan blok pupil.
b. Tergantung pada penyakit primer penyebabnya
i. Glaukoma (fakogenik) yang diinduksi lensa.
Pada katarak imatur, Lensa yang degeneratif mulai
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa
menjadi cembung. Kemudian terjadi pembengkakan lensa
yang disebut sebagai katarak intumesen. Akibat lensa yang
bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan
11
sudut bilik mata akan sempit atau tertutup, sehingga timbul
glaukoma sekunder yang dinamakan glaukoma fakomorfik.
Katarak hipermatur mengakibatkan glaukoma akibat lensa
yang terlalu matang bahan lensa yang degeneratif akan
keluar dari kapsul (bungkusnya) dan menutup jalan keluar
cairan mata pada sudut bilik mata (glaukoma fakolitik).10
12
4. Glaukoma Absolut
2.4.2 Katarak
Klasifikasi Berdasarkan Usia, yaitu : 8
1. Katarak Kongenital, merupakan katarak yang sudah dapat terlihat
sejak usia < 1 tahun.
2. Katarak Juvenil, yang terjadi setelah usia 1 tahun
3. Katarak Senil/senilis, secara klinik memiliki 4 stadium yaitu :
i. Insipien
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan
lensa masih ringan visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut
bilik mata normal, serta shadow test negatif. 6
ii. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah
akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal,
sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi glaukoma. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test positif. 6
iii. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan
visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan
didapatkan shadow test negatif. 6
iv. Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan
lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh
seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai
0, dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan glaukoma.
Pada
13
pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam,
sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu. 6
2.5.1 Katarak 8
Pasien dengan katarak mengeluh gangguan penglihatan dapat berupa :
1. Merasa silau
14
2. Berkabut, berasap
3. Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup
4. Melihat ganda
5. Melihat warna terganggu
6. Melihat halo sekitar sinar
7. Penglihatan Menurun
15
akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering
disertai mual muntah.8
Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti
trauma, operasi-operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan,
steroid, penyakit-penyakit sistemik seperti kelainan kardiovaskular,
penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.8
16
Gambar 8. Perkiraan tekanan intraokular dengan palpasi. 11
17
Gambar 10. Pemeriksaan TIO dengan Tonometer Goldman. 11
2. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut
bilik mata dengan goniolens. Prinsip gonioskopi yang paling penting
adalah memahami mengapa refleksi internal total cahaya terjadi di
kompartemen anterior mata.
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer
dengan iris, yang di antaranya terdapat anyaman trabekular.
Konfigurasi sudut ini-yakni lebar (terbuka), sempit, atau tertutup-
memberi dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. Lebar
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik
bilik mata depan, menggunakan sebuah senter. atau dengan
pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer menggunakan
slitlamp. Akan tetapi, sudut bilik mata depan sebaiknya ditentukan
dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung
struktur-struktur sudut Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji
sklera, dan processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
18
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman
trabekularyang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis
Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup. 8
19
2.7 PENATALAKSANAAN
2.7.1 Glaukoma 8
Golongan obat diberikan dengan tujuan mengatasi kemungkinan
penyebabnya:
1. Mengurangkan masuknya akuos humor kedalam mata
Beta blockers
Beta1
> Betaxolol larutan 0.5%, suspension 0.25%, 2/hari, 12-18 jam
20
Lipid-receptor agonis
> Latanoprost, 0.005%, 1 X/hari, 24-36 jam
> Travoprost, 0.004%, 1 X/hari, 24-36 jam
> Bimatoprost, 0.03%, 1 X/hari, 24-36 jam
> Unoprostone, 0.15%,1 X/hari, 12-18 jam
5. Gabungan tetap
> Timolol/dorzolamide, 0.5%/2%, 2lhari, 12 jam
> Timolol/latanoprost, 0.5%/0.005%, 1X/hari, 24 jam
6. Neuroprotektor.
Obat neuroprotektif dimasukkan kedalam kelompok berikut:
> Anti radikal bebas.
> Obat anti eksitotoksik.
> Anti apoptosis.
> Obat anti radang
> Faktor neurotrofik
> Metal ion chelators
> Ion channel modulators
> Terapi gen.
21
7. Obat lainnya untuk glaukoma
> Hyperosmotik gliserin dan manitol
Bila sudah dibuat diagnosis glaukoma dimana tekanan mata diatas 21
mmHg dan terdapat kelainan pada lapang pandang dan papil maka berikan
pilokarpin 2% 3 kali sehari. Bila pada kohtrol tidak terdapat perbaikan,
ditambahkan timolol 0.25% 1-2 dd sampai 0.5%, asetazolamida 3 kali 250
mg atau epinefrin 1-2%, 2 dd. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk
kombinasi untuk mendapatkan hasil yang efektif. Bila tidak berhasil maka
dilakukan trabekulektomi laser atau pembedahan.
2.7.2 Katarak
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat
padat sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena
dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma.
6
22
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya
vitreus di kamera okuli anterior. 6
23
konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara
utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di Negara
berkembang karena tidak membutuhkan peralatan
fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi
topikal, dan bias dipakai pada kasus nukleus yang padat.
Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nucleus derajat II dan
III, katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal. 6
3. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nucleus lensa dan selanjutnya pecahan nucleus
dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil.
Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti
penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik,
dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik
fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli
anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif
vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini
menjadi pilihan utama di negara-negara maju. 6
24
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien Laki-laki berusia 60 tahun datang ke klinik mata
SMEC dengan keluhan utama penurunan penglihatan pada mata bagian kiri yang
dirasakan secara tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu. Hal ini disertai dengan mata
merah pada mata kiri dan mata berair pada kedua mata, sakit kepala sebelah kiri
yang dirasakan semakin memberat terutama bila mata berair, disertai mual (+)
muntah (-). Keluhan pasien ini sangat mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
Pasien juga memiliki riwayat pandangan kabur yang dirasakan sejak lama dan
dirasakan semakin memberat. Riwayat Diabetes Melitus (+).
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada anamnesis
kasus glaukoma di dapatkan :
25
3. Rasa sakit pada penderita glaukoma mempunyai derajat yang berbeda-beda.
Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata
dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar
yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual dan
muntah.8
26
Menurut teori pada pasien glaukoma akan di dapatkan pada pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan inspeksi didapatkan inflamasi mata, kornea keruh
26
dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Pemeriksaan palpasi
untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras
dibandingkan mata yang lain. Pemeriksaan lapang pandang penurunan lapang
pandang yang cepat dan menurun secara signifikan.
Terapi Farmakologis pada pasien diberikan obat tetes mata mata cendo
tonor 0,5% yang mengandung betaxolol 5 mg 2 dd GTT OS, dimana digunakan
untuk mengobati tekanan tinggi di dalam mata karena glaukoma, dan untuk
menurunkan tekanan tinggi di dalam mata. Aturan pakainnya teteskan 1 tetes
cendo tonor pada mata yang sakit, sebanyak 2 kali sehari atau sesuai anjuran
dokter. Kontaindikasi pada pasien glaukoma sebaiknya tidak digunakan pada
pasien yang hipersensitif terhadap kandungan obat.
Pasien direncanakan untuk kontrol 1 minggu dan balik kembali ke klinik
mata untuk diperiksa perkembangan pada mata bila pasien bertambah kataraknya
maka melakukan tindakan operasi katarak.
Glaukoma sekunder berhubungan dengan penyakit atau sistemik yang
berperan dalam penurunan akuos outflow. Penyakit yang menyebabkan glaukoma
sekunder sering asimetris atau unilateral. 3
27
BAB IV
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
iv