GLAUKOMA KRONIS
Oleh :
MALANG
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................................3
BAB II..............................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................5
2.1 Definisi Glaukoma...............................................................................................................5
2.2 Klasifikasi Glaukoma..........................................................................................................5
2.3 Epidemiologi Glaukoma......................................................................................................6
2.4 Faktor risiko Glaukoma......................................................................................................7
2.5 Etiologi Glaukoma.............................................................................................................11
2.6 Patofisiologi Glaukoma.....................................................................................................13
2.7 Kriteria Diagnosis Glaukoma...........................................................................................16
2.8 Pemeriksaan Penunjang Glaukoma.................................................................................17
2.9 Diagnosis Banding Glaukoma..........................................................................................21
2.10 Tatalaksana Glaukoma.....................................................................................................21
2.11 Komplikasi Glaukoma......................................................................................................27
2.12 Prognosis Glaukoma.........................................................................................................27
BAB III...........................................................................................................................................28
LAPORAN KASUS.......................................................................................................................28
BAB IV...........................................................................................................................................34
PEMBAHASAN............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi
pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi
protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya Biasanya mengenai kedua mata
dan berjalan progresif. Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah
salah satu bentuk glaukoma sekunder yang dibangkitkan lensa. Glaukoma dan katarak
yang ditemukan pada orang berusia lanjut yaitu sekitar 40 tahun ke atas. Proses
kekaburan lensa mata biasanya dimulai pada mata yang satu kemudian diikuti mata
sebelahnya. Terjadinya keadaan ini karena suatu perubahan degenerasi dari pada lensa
yang menyebabkan berkurangnya transparansi substansi lensa. Katarak senilis ada jenis
katarak yang paling banyak ditemukan (±90%) dibandingkan dengan katarak-katarak
lain. Secara klinik dikenal empat stadium katarak senilis, yaitu Insipien, Imatur, Matur,
dan Hipermatur. Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis ini terjadi
bersama-sama dengan kelainan lensa. Pada stadium immatur, lensa yang degeneratif
mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Kemudian
terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Akibat lensa yang
bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit
atau tertutup, sehingga timbul glaukoma sekunder yang dinamakan glaukoma fakamorfik.
Sedangkan pada stadium katarak hipermatur, terjadi proses degenersi lanjut lensa dan
korteks lensa (Katarak Morgagni). Terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan
lensa ataupun korteks lensa yang cair akan keluar dan masuk kedalam bilik mata depan.
Akibat bahan lensa yang keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi peradangan pada
jaringan uvea menjadi uveitis, yang dapat menimbulkan glaukoma fokotoksik. Bahan
lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma
fakolitik. Banyak penderita katarak senilis yang dengan alasan takut ataupun kurang
biaya tidak mau dioperasi. Hal ini akhirnya dapat menyebabkan penderita katarak senilis
tersebut menderita glaukoma sekunder, dan bila dibiarkan terus berlangsungannya maka
akan terjadi kebutaan (Thayeb, et al).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Glaukoma primer
- glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
- glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- primer atau infantil
- menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- perubahan lensa
- kelainan uvea
- trauma
- bedah
- rubeosis
- steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut
1. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan blokade pupil atau tanpa
blokade pupil)
2. Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder,
3. Kelainan pertumbuhan, primer (kongenital, infantil, juvenil), sekunder kelainan
pertumbuhan lain pada mata.
Klasifikasi Glaukoma
(Richard, 2010)
2.3 Epidemiologi Glaukoma
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan permanen di dunia. Secara global,
diperkirakan sekitar 60 juta orang mengalami kerusakan glaukoma dan 8,4 juta
orang menjadi buta akibat glaukoma. Prevalensi glaukoma diproyeksikan
meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan penuaan populasi, dan
diperkirakan pada tahun 2020 bahwa jumlah orang yang terkena dampak akan
meningkat menjadi 80 juta. Bahkan di negara maju, hanya setengah dari orang
dengan kerusakan glaukoma yang mengetahui diagnosisnya (Dimitriou, 2013).
Populasi Afrika memiliki prevalensi tipe sudut terbuka tertinggi. Kemungkinan
kebutaan dari glaukoma sudut terbuka hingga 15 kali lebih besar pada orang-orang
keturunan Afrika dibandingkan dengan kelompok populasi lainnya. Prevalensi
tertinggi untuk penutupan sudut adalah pada populasi Inuit dan juga telah terbukti
mempengaruhi tingkat yang lebih tinggi pada wanita daripada pria, dan pada orang
Asia, dengan kelompok ini umumnya memiliki bilik mata depan yang lebih
dangkal. Jenis glaukoma tegangan normal paling banyak terjadi pada populasi
Jepang. Di semua jenis, usia merupakan faktor risiko utama dalam hilangnya sel
ganglion retina (Dietze, 2022).
Glaukoma sudut tertutup dapat muncul sebagai keadaan darurat medis pada
fase akut. Hal ini terjadi Ketika sistem drainase mata tersumbat tiba-tiba karena
terjadi penutupan sudut yang terbentuk antara kornea dan iris. Biasanya ini terjadi
karena penebalan lensa yang berkaitan dengan usia, menyebabkan peningkatan
bertahap dalam blok pupil relatif yang kemudian mendorong iris ke anterior. Iris
yang bergeser ke anterior ini menyebabkan penyumbatan aliran keluar aqueous.
Blok pupil dianggap sebagai penyebab lebih dari 90%. Ketika terjadi pelebaran
pupil secara tiba-tiba karena stimulus atau obat-obatan, iris menjadi cukup tebal
atau iris yang tergeser ke anterior akibat pupil blok menyebabkan drainase cairan
melalui trabekula meshwork terganggu sehingga mengakibatkan peningkatan TIO
yang cepat. Perubahan TIO yang cepat inilah yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan terjadi dalam satu hari setelah onset tanpa intervensi karena oklusi
vascular retina, neuropati optic iskemik, atau kerusakan saraf optic. Namun hanya
sekitar 10% kasus glaukoma tipe sudut tertutup (Dietze, 2022).
Glaukoma sudut tertutup dapat terjadi sekunder akibat penyebab lain. Salah
satu penyebabnya adalah subluksasi lensa pada sindrom Marfan. Lensa dapat
berpindah ke pupil atau ruang anterior, menyebabkan blok pupil akut. Iris juga
dapat menyebabkan blok pupil akut, dan penutupan sudut kronis, karena proses
silia memanjang atau posisi anterior yang mendorong tepi iris ke depan. Pada
sindrom endotel iridokorneal, endotel kornea tidak teratur dan dapat bermigrasi ke
trabecular meshwork dan iris perifer. Hal Ini menciptakan kontraksi yang
menyebabkan sinekia anterior perifer tinggi yang dapat menutup sudut, mencegah
aliran keluar. Neovaskularisasi dapat menyebabkan penutupan sudut dengan
menciptakan membran fibrovaskular yang meratakan iris dan memindahkannya ke
anterior dan menyebabkan penutupan sinekia total pada sudut tersebut. Sudut
tertutup dapat terjadi setelah operasi mata karena edema badan siliar, penempatan
scleral buckle, deposisi fibrin, gas, atau minyak silikon seperti yang digunakan
dalam operasi retina. Obat sulfa seperti topiramate dapat menginduksi sudut
tertutup karena efusi ciliochoroidal yang menekan diafragma lensa-iris,
menggesernya ke anterior, sehingga menutup sudut
Glaukoma tipe sudut terbuka sekunder disebabkan oleh cedera, penyakit
mata, dan jarang operasi mata yang menyebabkan peningkatan tekanan intraocular,
dan karenanya kerusakan saraf optik seperti bentuk glaukoma sudut terbuka. Salah
satu mekanisme glaukoma sudut terbuka sekunder adalah dari operasi laser, yang
dapat menyebabkan pelepasan pigmen, sel-sel inflamasi, puing-puing, dan
deformasi mekanis yang mengakibatkan penyumbatan trabecular meshwork yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mekanisme paling umum untuk
tipe sudut terbuka sekunder adalah dari penyakit yang menyebabkan
neovaskularisasi. Neovaskularisasi dapat secara fisik memblokir saluran keluar.
Jenis pseudoexfoliative adalah ketika bahan serpihan terkelupas dari kapsul lensa
luar dan terkumpul di sudut, menyumbat jalinan trabekula, yang menyebabkan
peningkatan tekanan mata. Jenis pigmen mirip dengan eksfoliatif kecuali puing-
puingnya adalah butiran pigmen dari bagian belakang iris yang putus dan
menyumbat jalinan trabekula karena kontak dengan kapsul lensa perifer dan zonula
pada mata yang biasanya rabun, atau rabun jauh. Steroid dapat menginduksi
glaukoma sekunder karena peningkatan resistensi aliran keluar dengan peningkatan
regulasi reseptor glukokortikoid pada sel-sel di dalam jalinan trabekula dan
akumulasi glikosaminoglikan dalam pori-pori jalinan. Steroid juga menekan
aktivitas fagositik, yang menurunkan pembuangan deposisi debris dari meshwork
serta merangsang ekspresi protein matriks ekstraseluler. Fistula karotid-kavernosa
menyebabkan komunikasi abnormal antara sinus kavernosus dan arteri karotis. Hal
ini menyebabkan aliran arteri dan pembengkakan vena yang menyebabkan
peningkatan tekanan vena episklera. Hal ini juga menyebabkan pelebaran vena
retina dan pembengkakan diskus optikus yang secara bersamaan dapat merusak
serabut saraf optik. Krisis glaukomatosiklitis bermanifestasi sebagai serangan akut
berulang dari peningkatan tekanan intraokular yang sembuh tanpa pengobatan
tetapi dengan serangan berulang, telah dilaporkan menyebabkan kerusakan
glaukoma pada saraf optik dari waktu ke waktu (Dietze, 2022).
Gambar 2.2. Aliran Humor Akuos pada Mata Sehat dan POAG
Dukutip dari: Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA3
Jalinan trabekular pada pasien glaukoma memiliki sel endotel yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan mata normal, meskipun laju penurunannya sama.
Hilangnya sel endotel akan mengganggu beberapa fungsi penting trabekular
termasuk fagositosis, sintesis dan degradasi makromolekul. Kerapatan dan ukuran
pori-pori pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm mengalami
penurunan pada POAG. Selain itu dapat ditemukan menurunnya jumlah dan
ukuran giant vacuoles pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm yang
berfungsi pada perpindahan cairan dari jalinan trabekular menuju lumen canalis
schlemm sehingga terjadi peningkatan resistensi aliran humor akueus (Shields,
Dkk., 2011; Stamper, Dkk., 2009).
Myocilin merupakan salah satu gen yang pertama kali diidentifikasi
mengalami mutasi pada POAG dan diproduksi dalam jumlah besar pada saat sel-
sel tubuh yang mengalami stress. Stress-induced protein lain yang diteliti adalah
heat-shock protein seperti αβ-cristallin. Pada penelitian yang dilakukan, terdapat
perbedaan pada stress-response markers yaitu αβ-crystallin dan myocilin pada
jalinan trabekular pasien POAG bila dibandingkan dengan kontrol. Protein-protein
ini terlokalisasi pada lebih banyak area pada jalinan trabekular dengan jumlah yang
lebih banyak pada POAG bila dibandingkan dengan mata yang sehat(Shields,
Dkk., 2011; Joos, Dkk., 2008; Doucette, Dkk., 2015).
Penyempitan kanalis schlemm akan meningkatkan resistensi aliran akueus
dan merupakan salah satu mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya
obstruksi aliran akueus pada POAG. Penyempitan ini dapat berupa penonjolan
jalinan trabekular kedalam kanalis schlemm sehingga menyumbat lumen dan
menghambat aliran akueus. Hal ini mungkin disebabkan oleh melemahnya jalinan
trabekular atau relaksasi otot siliaris. Argumentasi terhadap teori ini menyatakan
bahwa kanalis schlem hanya dapat kolaps pada tekanan intraokular yang sangat
tinggi dan belum pernah ditemukan bukti terjadinya sumbatan pada kanalis
schlemm dengan rentang tekanan intraokular 25-35 mmHg yang merupakan
rentang tekanan intraokular yang paling umum terjadi pada POAG. Dari beberapa
penelitian histopatologis didapatkan terjadi penyempitan disertai adhesi antara
dinding dalam dan luar kanalis Schlemm (Shields, Dkk., 2011; Stamper, Dkk.,
2009; Khouri, Dkk., 2015).
Perubahan intrascleral collector channels merupakan salah satu mekanisme
yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran akueus pada
POAG. Tinjauan histopatologis menyatakan perubahan ini disebabkan oleh
akumulasi glycosaminoglycans pada sklera yang berdekatan sehingga terjadi
intrascleral blockage (Shields, Dkk., 2011; Stamper, Dkk., 2009).
Beberapa peneliti menjelaskan bahwa gangguan aliran humor akueus pada
POAG disebabkan oleh respon imun yang abnormal. Pada jalinan trabekular pasien
dengan POAG didapatkan peningkatan kadar γ-globulin dan sel plasma. Hipotesis
lain yang masih diteliti sampai saat ini menyatakan bahwa terjadi kerusakan jalinan
trabekular yang disebabkan oleh stres oksidatif (Stamper, Dkk., 2009; Weinreb,
Dkk., 2014; Greco, Dkk., 2016).
Gambar 1 . Distribusi tekanan intra ocular pada pasien dengan usia di atas 40 tahun
(Vaughan, 2018)
Tekanan intra ocular (TIO) pada orang normal dengan kisaran untuk orang dewasa
adalah kurang dari 21 mmHg pada pengukuran menggunakan tonometri aplanasi.
Beberapa individu dapat mengalami glaucoma dengan TIO kurang dari 21 mmHg
tetapi pada individu lainnya peningkatan TIO yang melebihi 21 mmHg masih
belum menimbulkan gejala (Kanski, 2020). Pada orang tua, tekanan intraokular
rata-rata lebih tinggi, dengan batas atas 24 mm Hg. Tekanan intraokular biasanya
tergantung pada fluktuasi diurnal. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32 - 50%
individu akan memiliki tekanan intraokular normal saat pertama kali diukur
(Vaughan,2018).
b. Gonoscopy
Chamber anterior sudut terbuka dibentuk dari junction dari kornea perifer dan
iris, diantaranya terdapat trabecular meshwork. Penampakan dari sudut ini, apakah
itu sudut yang lebar (terbuka), sempit, atau tertutup, memiliki pengaruh penting
pada aliran keluar air (Humor aquous). Lebar sudut ruang anterior dapat
diperkirakan dengan pemeriksaan iluminasi menggunakan penlight atau
menggunakan slitlamp dengan menentukan kedalaman dari peripheral antrerior
chamber, tetapi pemeriksaan paling baik dan sensitive untuk menilai chamber
anterior adalah gonioscopy, dimana pemeriksaan ini dapat menunjukan visualisasi
dari stuktur sudut tersebut (Vaughan, 2018). Pada pasien dengan glaucoma yang
disebabkan oleh drug induce kebanyakan dapat ditemukan sudut terbuka pada
chambernya hal ini biasanya banyak diinduksi oleh kortikosteroid
(Boonyaleephan,2010). Pemeriksaan genoskopi pada pasien dengan sudut terbuka
ini dapat memvisualisasikan trabecular meshwork, scleral spur, dan iris processes
(Vaughan, 2018).
d. Perimetri
Pemeriksaan lapang pandang secara berkala merupakan faktor yang sangat
penting pada diagnosis dan follow up dari penderita glaucoma. Kehilangan lapang
pandang pada pasien glaukoma merupakan hal yang tidak spesifik karena beberapa
penyakit yang menyerang serabut saraf optic juga menunjukan penurunan dari
lapang pandang. Pada pasien glaukoma kehilangan lapang pandang terjadi secara
progresif.. Biasanya pada pasien dengan glaukoma melibatkan 30 dreajat central
dari lapang pandang (Vaughan, 2018).
Perubahan awal termasuk peningkatan variabilitas respons di area yang
kemudian berkembang menjadi cacat dan sedikit asimetri antara kedua mata.
Modalitas khusus seperti teknologi penggandaan frekuensi (FDT) dan perimetri
otomatis panjang gelombang pendek (SWAP) dapat menunjukkan cacat pada tahap
awal. Depresi paracentral kecil dapat terbentuk pada tahap yang relatif awal,
seringkali superonasal. Mereka lebih sering terlihat di NTG. Langkah hidung
mewakili perbedaan sensitivitas di atas dan di bawah garis tengah horizontal di
bidang hidung. Cacat dibatasi oleh garis tengah horizontal, sesuai dengan raphe
horizontal lapisan serat saraf retina. Disk optik inferior dan perubahan OCT dengan
langkah hidung superior yang sesuai. Perubahan tahap akhir ditandai dengan pulau
kecil penglihatan sentral, biasanya disertai dengan pulau temporal. Pola perimetri
memfasilitasi pemantauan bidang pusat residual (Kanski, 2020).
Gambar 6. perubahan lapang pandang yang terjadi setelah 30 bulan (kanski, 2020)
2. Sudut Tertutup
Jika etiologi glaukoma sudut tertutup adalah obat yang mengandung sulfa,
peningkatan TIO umumnya akan hilang setelah penghentian agen. Namun, kasus
parah dari penutupan sudut yang diinduksi sulfonamid (yaitu TIO >45 mm Hg)
mungkin tidak berespons terhadap penghentian agen penyebab. Mereka mungkin
berespon dengan pemberian manitol intravena. Etiologi lain dari glaucoma sudut
tertutup yang diinduksi obat diperlakukan serupa dengan glaukoma sudut tertutup
akut primer, yaitu dengan beta bloker topikal, analog prostaglandin, agonis
kolinergik dan seringkali asetazolamid oral (Rath, 2011).
Medikamentosa
d. Cholinergic agonist
Meskipun agonis reseptor prostaglandin adalah agen yang paling kuat dalam
mengurangi TIO, beta blocker dianggap sebagai pilihan pertama dalam
mengobati glaukoma sudut terbuka. Agen individu berbeda dalam kemampuan
mereka untuk menurunkan TIO, dengan betaxolol mencapai penurunan 15%,
dibandingkan dengan 20-25% dengan timolol dan levobunolol masing-masing.
Betaxolol, bagaimanapun, lebih kardioselektif (β1) dan karena itu memiliki efek
samping paru yang lebih sedikit dibandingkan dengan timolol dan levobunolol
(yang merupakan antagonis non-selektif pada reseptor 1 dan 2). Mekanismenya
melibatkan pengurangan produksi aqueous humor dan tidak menyebabkan miosis
atau gangguan akomodasi dibandingkan dengan agen kolinergik. Efek samping
yang paling umum adalah iritasi mata dan mata kering. Semua blocker (termasuk
agen kardioselektif) dikontraindikasikan pada pasien dengan asma, PPOK dan
bradikardia, kecuali pengobatan alternatif tidak tersedia (Marais dan Osuch,
2017).
f. Kombinasi
(Rath, 2011).
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sugianto
Usia : 73 tahun
Alamat : Giripurno RT 06 RW 11, Bumiaji
Pekerjaan : Tidak bekerja
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pandangan mata kanan terasa lebih kabur sejak 2 bulan lalu
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):
Pasien datang ke Poli Mata RS Karsa Husada Batu pada tanggal 23 November
2022 dengan keluhan pandangan mata kanan dan kiri kabur tetapi mata kanan lebih
kabur disbanding mata kiri. Pasien juga merasakan mata kanan terasa gatal, silau,
kadang berair dan merasakan adanya sensasi benda asing.
Mual muntah (-), silau (+), nyeri (-), gatal (+), merah (-), berair (+), riwayat trauma
pada mata (-). Riwayat penggunaan kacamata lensa cembung.
RPD: Asma (-), DM (-), HT (+) terkontrol, Stroke(+)
RPK: Asma (-), DM (-), HT (-), Stroke (-)
RPO: Aspilet 80mg 1x1, Amlodipin 5mg 1x1, Vit B complex 3x1, Neurodex 2x1
Riwayat Alergi: makanan (-), obat (-)
Riwayat Kebiasaan: Pasien tinggal bersama dengan anaknya. Pekerjaan pasien
dahulu yaitu pekerja di bengkel, tetapi semenjak tahun 2020 terkena stroke pasien
berhenti bekerja dan tinggal dirumah.
Keruh, batas jelas, iris shadow Lensa Keruh, batas jelas, iris shadow
(+) (+)
- Nodus pre -
aurikular
PEMBAHASAN
Seorang pria berusia 73 tahun datang ke RSKH pada tanggal 23 November 2022
dengan keluhan mata kanan dan kiri kabur. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Mata kanan lebih kabur dibanding mata kiri. Pasien merasa mata kanan terasa gatal, silau,
berair dan merasa ada sensasi benda asing. Mual muntah (-), silau (+), nyeri (-), gatal (+),
merah (-), berair (+), riwayat trauma pada mata (-).
Pemeriksaan yang lebih lanjut masih perlu dilakukan pada kontrol selanjutnya di
minggu depan. Dan memberikan tatalaksana lanjut antara lain: Lyteers 4x1 tetes OD,
Timolol 2x1 tetes OD, Citicolin 1x1 tab yang diharapkan dapat terus menstabilkan
tekanan okular pada mata pasien guna memberikan perbaikan terhadap keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Awasthi N, Guo S, Wagner BJ. Posterior capsular opacification: A Problem reduced but
not yet eradicated. Arch Ophthalmol. 2009;127(4):555-62. 19. Hamer CA,
Buckhurst PJ, Buckhurst H. Surgically Induced Astigmatism. 2017.
Boonyaleephan, Sumalee. 2010. Drug-Induced Secondary Glaucoma. Nakhon Nayok:
Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Srinakharinwirot University,
Nakhon Nayok, Thailand.
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2015.
Dian, E., Sari, Y., & Aditya, M. (n.d.). 2016. Glaukoma Akut dengan Katarak Imatur
Okuli Dekstra et Sinistra.
Dietze J, Blair K, Havens SJ. Glaukoma. [Updated 2022 Jun 27]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538217/
Dimitriou, Chrysostomos & Broadway, David. (2013). Pathophysiology of Glaukoma.
10.2217/ebo.12.421.
Doucette LP., Rasnitsyn A., Seifi M., Walter MA. The Interactions of Gener, Age, and
Environnnnnment in Glaucoma Pathogenesis. Survey of Ophthalmology 60 (2015);
310-26
Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following cataract surgery.
Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11. 16. Peck CMC, Brubaker J, Clouser S,
Danford C, Edelhauser HE, Mamalis N. Toxic anterior segment syndrome:
Common causes. J Cataract Refractive Surg. 2010;36(7):1073- 80.
Ilyas, S., & Yulianti, S. R. (2015). Ilmu Penyakit Mata. 206–216.
Shields MB, Allingham RR, Damji KF, Freedman S, Moroi SE, Shafranov G. Shields’
Textbook of Glaucoma. Edisi ke-6. Lippincott Williams and Wilkins.; 2011. Hlm
176-85
Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam:
Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke-7. Elsevier
Inc.; 2009. Hlm 239-65
Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012
Syawal, R. dkk. 2018. Buku ajar ilmu kesehatan mata. Universitas Muslim Indonesia.
Thayeb, Dwi,. Saerang, J.S.M,. Rares, Layla. 2013. Profil Glaukoma Sekunder Akibat
Katarak Senilis Pre Operasi di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Manado:
FK Sam Ratulangi.
Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Anatomi dan Embriologi Mata : Glaukoma.
Edisi ke-19. Jakarta: EGC;2018.
Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma.
Journal of the American Medical Association. 2014 May 14;311(18): 1901-11