Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN (GLAUKOMA)

Disusun Oleh: Kelompok 2

1. Ariyanto
2. Handayani
3. Herlinah
4. Kartika Widya Manakarra
5. Mitha Ayu Dwi Lestari
6. Musdalipah MS
7. Satriyani Ulfiah
8. Siti Khadijah Makkarumpa
9. Sri Wahyunita Aswar
10. Sutriani S
11. Tirtahadi Krisna Pradana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan
yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan
sempitnya lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala
indranya saja yang mendapat kesempatan kerja termasuk mata. Mata merupakan
anggota badan yang sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk
kedalam mata, sudah cukup untuk menimbulkan gangguan yang hebat, apabila
keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang sangat gawat.

Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab


kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk
dunia sampai tahun 2010 menderita gangguan penglihatan karena glaukoma.
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang


tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya
gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut.
Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit
tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki,
maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin.

B. Tujuan

1. Tujuan umum:
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa/i tentang glaukoma dan tindakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit glukoma.

2. Tujuan khusus:

a. Mengetahui definisi dari glaukoma


b. Mengetahui klasifikasi glaukoma
c. Mengetahui etiologi glaukoma
d. Mengetahui patofisiologi glaukoma
e. Mengetahui manifestasi klinis glaukoma
f. Mengetahui pemeriksaan medis glaukoma
g. Mengetahui penatalaksanaan glaukoma
h. Mengetahui asuhan keperawatan glaukoma
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan
segalah akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah; 2004).

Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang
pandang yang khas. (Tamsuri A; 2010)

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan


tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan
lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. (Martinelli; 1991 dan Sunaryo
Joko Waluyo; 2009)

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009)

B. Klasifikasi Glaukoma

1. Glaukoma Primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu


timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit
pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM
Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan
progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma


(90-95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal
biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan
sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan
dengan nyeri mata yang timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena


ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos
mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau
lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari
penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang
berat, penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil,
tidak segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam
mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:

 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak


 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut
dan peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan
abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata
sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata,
lakrimasi, fotofobia blepharospme.
C. Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi


sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi
faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses
patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antara
lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

D. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal
Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila
kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika
terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih
lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan
terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini
akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan
tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang
dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut


saraf optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan pengelihatan Anxietas Kurang pengetahuan


perifer

Gangguan persepsi
sensori: pengelihatan

Kebutaan
E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).


2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.

a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal


empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :

— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk


— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri

Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh
melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata
mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari
lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat
sebagai berikut :

 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal
 N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya

b. Gonioskopi

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata


depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan


keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang
kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan
lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat
dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

2. Pemeriksaan lapang pandang

a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah


lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan
ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.

b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang


meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,
2002: 242-248).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka


sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya
sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).

Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik


seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor
aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide
(Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane).
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat
beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol
(Begatan).

Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan


miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum
dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.

Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan


memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid
untuk reaksi radang.

Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag
selaput beku).

Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan


kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma
merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen.
Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian
untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan
progresif dan mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

1. Pengkajian

1. Identitas

a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih (dewit, 1998).
f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang


pandang dan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau
pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi
pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang
sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami
penyakit glaucoma sudut terbuka primer.

3. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,


berkendaraan.

4. Pemeriksaan fisik

— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk


mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.

— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang


pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.

— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi


mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding
mata yang lain.
— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA
akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana
N dan Istiqomah; 2004)

2. Diagnosa Keperawatan

a. DX 1: Nyeri b.d peningkatan tekanan intraokuler (TIO). (Indriana N. Dan


Istiqomah; 2004).

b. DX 2: Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan


penerimaan, gangguan status organ indra. (Doenges, Marilynn E; 1999).

c. DX 3: Ansietas b.d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan; adanya


nyeri; kemungkinan/kenyataan kehilangan pengelihatan. (Doenges,
Marilynn E; 1999).

d. DX 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan


b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi informasi.

3. Intervensi Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionl
1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan - Pertahankan tirah - Tekanan pada mata
keperawatan baring ketat pada meningkatkan jika
diharapkan nyeri posisi semi-Fowler tubuh datar dan
dapat berkurang dan cegah tindakan manuver valsalva
atau terkontrol. yang dapat diaktifkan seperti pada
meningkatkan TIO aktivitas tersebut.
Kriteria hasil:
(batuk, bersin,
 Klien dapat mengejan)
mengidentifikasi - Berikan lingkungan — Stres dan sinar akan
penyebab nyeri. gelap dan tenang. meningkatkan TIO yang
 Klien dapat dapat mencetuskan
mengetahui faktor- nyeri.
faktor yang dapat — Obsevasi tekanan — Mengidentifikasi
meningkatkan nyeri. darah, nadi dan kemajuan atau
 Klien mampu pernapasan tiap 24 penyimpanan dari hasil
melakukan tindakan jam jika klientidak yang diharapkan.
untuk mengurangi menerimah agens
nyeri. osmotik secara
intravena dan tiap 2
jam jika klien
menerimah agens
osmotik intravena.
— Observai derajat nyeri — Mengidentifikasi
mata tiap 20 menit kemajuan atau
selama fase akut. penyimpangan dari
hasil yang diharapkan.
— Observasi ketajaman — Mengidentifikasi
pengelihatan setiap kemajuan atau
waktu sebelum penyimpangan dari
penetesan obat mata hasil yang diharapkan.
yang diresepkan.
Koaborasi
— Berikan obat mata — Agens osmotik
yang diresepkan untuk intravena akan
glaukoma dan beri tau menurunkan TIO
dokter jika terjadi dengan cepat. Agens
hipotensi, haluaran osmitik bersifat
urin <24 ml/jam, nyeri hiperosmolor dan dapat
pada mata tidak hilang menyebabkan
dalam waktu 30 menit dehidrasi; manitol dapat
setelah terapi obat, mencetuskan
tajam pengelihatan hiperglikemis pada
turun terus menerus. pasien DM, tetes mata
miotik memperlancar
drainase akuos humor
dan menurunkan
produksinya.
Pengobatan TIO adalah
esensial untuk
memperbaiki
pengelihatan.
— Berikan analgesik — Mengontrol nyeri. Nyeri
narkotik yang berat akan
diresepkan jika klien mencetuskan manuver
mengalami nyeri valsalva dan
hebat dan evaluasi meningkatkan TIO.
keefektifannya.

2. Tujuan: setelah Mandiri


diberikan tindakan — Pastikan derajat/tipe — Sementara intervensi
keperawatan kehilangan dini mencegah
diharapkan penglihatan. kebutaan, pasien
gangguan menghadapi
pengelihatan dapat kemungkinan/mengala
4. Evaluasi
Setelah mendSetelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien
dengan glaukoma diharapkan sebagai berikut:

a. Nyeri dapat berkurang dan hilang


b. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal dan
mencegah kehilangan pengelihatan lebih lanjut
c. Kehawatiran pasien berkurang dan hilang
d. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit yang
dideritanya.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata
semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta.
Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat
sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang
berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran
darah sehingga saraf mata akan mati

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan


kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri,
lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya
adalah dengan pemberian terapi timolol yang bertujuan untuk menurunkan
intraokuler (TIO).

B. Saran

1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan


pelayanan kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas
keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya
kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah.


Jakarta: EGC, 2010.
2. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC.
1999.
3. Indriana dan N Istiqomah.

Pustaka jurnal

1. Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol maleat 0,5%
pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado tahun 2012-2014. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi;
2016.
2. Dina Ameliana. Perbandingan penurunan tekanan intraokuler pada terapi timolol
maleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2014

Anda mungkin juga menyukai