Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan satu diantara organ terpenting tubuh manusia dimana
mata memiliki fungsi sebagai indra penglihatan. Jika terjadi kerusakan atau
gangguan pada fungsi dan peran dari mata, maka pengaruhnya sangat besar pada
pengligatan. Gangguan penlihatan adalah suatu kondisi ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan atau menurunya luas lapangan pandang yang dapat
mengakibatkan kebutaan. Satu diantara banyak kerusakan tau gangguan pada
mata adalau galukoma. Glaukoma merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat
adanya peninggakatn tekan intraocular pada mata yang dapat mengganggu
penglihatan.

Glukoma berasal dari kata Yunani “Glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberi kesan warna tersebut paa pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf obtikus,
dan menciutnya lapang pandang.

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.


Terdapat sejumlah 0,40% penderita glaukoma di Indonesi yang mengakibatkan
kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di Indonesia adalah
kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%, konjungtivitis 1,74%,
parut kornea 0,34%, glaukoma 0,40%, retinopati 0,17%, strbismus 0,12%.
Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02% glaukoma dan saraf
kedua 0,16%.

Diperkirakan diAmerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita


glaukoma. Diantaranya mereka hampir setengahnya mengalami gangguan
penglihatan, dan hampir 70.000 benaer-benar buta,bertambah sebanyak 5.500
orang buta tiap tahun. Untuk itu kali ini penulis memusatkan pada pencegahan
dan penatalaksanaan galukoma (Suzanne C. Smelzer 2001).

1
Berdasarkan hal tersebutlah penting kiranya bagi kita sebagai satu diantara
tenaga kesehatan untuk klebih mengetahui dan memahami konsep serta tindakan
apa yang dilakukan terhadap masalah diatas bagimana penyakit tersebut dapat
terjadi, apa penyebabnya dan bagaimana penanganannya. Itulah yang harus kita
pahami, diman hal itulah yang nantinya sangat diharapkan oleh msyarakat untuk
menekan lajunya angka kejadian penyakit glaukoma.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Glaukoma?
2. Bagaimana etiologi dari Glaukoma
3. Bagaimana patofisiologi dari Glaukoma?
4. Bagaimana klasifikasi dari Glaukoma?
5. Bagaimana komplikasi dari Glaukoma?
6. Apa saja penatalaksanaan dari Glaukoma?
7. Bagaimana pathway dari Glaukoma?
8. Bagaimana manifestasi klinis dari Glaukoma?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Glaukoma?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Glaukoma?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari glaukoma
2. Mengetahui etiologi dari glaukoma
3. Mengetahui patofisiologi dari glaukoma
4. Mengetahui klasifikasi dari glaukoma
5. Mengetahui komplikasi dari glaukoma
6. Mengetahui penatalaksanaan dari glaukoma
7. Mengetahui pathway dari glaukoma
8. Mengetahui manifestasi klinis dari glaukoma
9. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari glaukoma
10. Mengetahui asuhan keperawatan dari glaukoma

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai


karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko
primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit (Herman,
20150).
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekananbola
mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang.Glaukoma adalah suatu
penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi
penglihatan (Mayenru Dwindra, 2015).
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Anonim, 2015)

3
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan TIO, penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang
pandang yang khas ( Anas Tamsuri, 2015 : 72 )
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg).
(Elizabeth J.Corwin, 2014 : 382)

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibedakan dalam:
1. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya.
Umumnya dibedakan dalam glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup.
2. Glaukoma sekunder, adalah glaukoma yang disebabkan oleh trauma,
inflamasi, dan kelainan vaskular.
3. Glaukoma kongenital
Berdasarkan pada kondisi klinis, glaukoma dibedakan dalam glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup dan berdasarkan pada awitan penyakit,
dibedakan dalam glaukoma akut dan glaukoma kronis.
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90%)
yang terjadi di kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara
lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueus mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabekular. Pengaliran terhambat karena perubahan degeneratif jaringan
trabekular, saluran Schlemm dan saluran lain yang berdekatan. Perubahan
degeneratif saraf optik dapat juga terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada.
Glaukoma sudut tertutup biasanya terjadi sebagai suatu episode akut,
meskipun dapat juga subakut atau kronik. Disebut susdut tertutup karena ruang
anterior (bilik mata depan) secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel jaringan trabekular dan menghambat aliran humor aqueus ke
saluran Schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat meningkatkan tekanan viterus.
Gejalanya dapat berupa nyeri mata berat, penglihatan kabur, dan terlihat halo. Bila
tidak segera ditangani, dapat terjadi kebutaan (total atau parsial).

4
2.3 Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisis faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi
penyakit atau proses patologik dan sistem tubuh lainnya. Adaupun faktor risiko
timbulnya glaukoma antara lain riwayat glaukoma pada keluarga, diabetes
melitus, dan pada orang kulit hitam.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2014)
a. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2 % daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini
akan bertambah dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara
rutin lainnya.

2.4 WOC
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produk humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar
humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal
Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal

5
bila kurang dari 20 mm Hg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti).
Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mm Hg, diperlukan
evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan
menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.
Iskemia ini akan menimbulkan keruskan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi
peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf
optikus yang disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat daripada bagian tengah
sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum
jelas.
4. Kelainanan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optik.
( Anas Tamsuri, 2015 : 72-73 )

6
7
8
9
2.5 Komplikasi
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma, glaukoma penutupan
sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. agens topikal yang digunakan untuk
mengobati glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang merugikan, terutama
pada lansia. Efek ini dapat berupa perburukan kondisi jantung, pernapsan atau
neurologis.

2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menemukan TIO, membuka
sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup); melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya
sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilkukan dengan memberikan cairan hiperosmotik seperti
gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aqueus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide
(Acetazolam, Diamox), dorzolamide (TruShop), Methazolamide (Nepthazane).
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens
penyekat beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau
levobunolol (Begatan).
Untuk melancarkan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan
miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setaip 3-6 jam. Miotikum
inimmenyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian
miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan memberikan
analgesik seperti pethidine (Demerol), antimuntah atau kortikosteroid untuk reaksi
radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, dilakukan operasi untuk membuka saluran
Schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilkukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(pemasangan selaput beku).

10
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan
terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma
merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen.
Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengbaian
untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta pentalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekankan bahwa
pengobatan bukan untuk untuk mengembalik an fungsi penglihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi penglihatan yang masih ada.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Sidarata Ilyas (2018), pemeriksaan diagnostik glaukoma dibagi
menjadi :
a. Tonometri Digital
yaitu pengukuran tekanan bola mata secara digital. Pemeriksaan ini adalah
untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu dengan memakai
ujung jari pemeriksa tanpa alat khusus (tenometer). Dengan menekan bola
mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola
mata. Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat
menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.
b. Tonometri Schiotz
merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan
beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Pada tonometer schiotz
bila tekanan rendah atau bola mata empuk maka beban akan dapat
mengidentasi lebih dalam dibanding bila tekanan bola mata tinggi atau bola
mata keras. Pada tekanan lebih tinggi 20 mHg dicurigai adanya glaukoma,
bila tekanan lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
c. Scleral Rigidity

11
Pada pemeriksaan tonometri sering pengukuran tidak tepat akibat
terdapatnya kekauan sclera. Kekakuan sklera (scleral Rigidity) merupakan
tahanan sklera terhadap kemungkinan membesarnya bola. Pada uji kekauan
sclera dapat diketahui besarnya kekauan tersebut dengan memakai tabel
nomogram Friendenwald. Pemeriksaan dilakukan dengan tonometer Schiotz
dengan beban 5.5 dan 10 gram atau 7.5 dan 15 gram nilai kekauan normal =
0.0215
d. Tonometri Aplanasi
Dengan Tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang
dipengaruhi kekauan sclera (selaput putih mata). Dengan tonometer aplanasi
bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita
glaukoma

12
e. Oftalmoskopi
Merupakan pemeriksaan kelainan papil saraf optik. Oftalmoskopi,
pemeriksaan ke dalam mata dengan dengan memakai alat yang dinamakan
oftamoskop. Dengan oftamoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan
akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah menganggu saraf optik.
Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok
saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat
glaukoma yang sedang diderita.

f. Tonografi
Tonografi bertujuan untuk mengukur daya kemampuan pengaliran akuos
humor atau daya pengosongan cairan mata pada sudut bilik mata.
g. Gonioskopi
adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan goniolens.
Ginioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut
bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi
glaukoma penderita apakah glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut
tertutup dan malahan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.

13
Pada ginioskopi dipergunakan giniolens dengan suatu sistem prisma dan
penyinaran yang dapat menunjukkan keadaan sudut bilik mata.
h. Pemeriksaan Lapang Pandangan
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan
melihat kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian
dapat dilakukan pemeriksaan efek lapang pandangan.

2.8 Manifestasi Klinis


Pada tahap awal biasanya tanpa gejala atau tanda. Penglihatan hilang
perlahan, penglihatan perifer hilang sebelum penglihatan sentral , nyeri mata yang
tumpul yang menetap, sulit menyesuaikan terhadap kegelapan, kegagalan
menemukan perubahan warna, selanjutnya; sakit kepala, nyeri, penglihatan kabur,
bayangan sekitar cahaya.
Akut; nyeri berat yang melelahkan penglihatan menurun, pupil membesar
dan mati, bayangan warna sekitar cahaya, mata merah, kornea beruap kebutaan
menetap bila peningkatan IOP selama 24-48 jam
Pembesaran mata, lakrimasi, foto fobia, blepharospasme. Dapat mirip
dengan sudut terbuka dan sudut tertutup tegantung pada penyebab.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Teori Asuhan Keperawatan Pada Pasien Glaukoma


A. Pengkajian
1. Riwayat
a. Riwayat okular
 Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah ,
pandangan kabur.
 Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma, pembedahan
b. Riwayat Kesehatan
 Menderita diabetes melitus, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, serebrovaskular, gangguan tiroid.
 Keluarga menderita glaukoma.
 Penggunaan obat kortikosteroid jangka lama: topikal/sistemik
 Penggunaan antidepresan trisiklik, antihistamin,fenotiazine.
c. Psikososial
Kemampuan aktivitas, gangguan membaca, risiko jatuh,berkendaraan
d. Pengkajian umum:
 Usia
 Gejala penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi,gangguan
kardiovaskular,hipertiroid.
 Gejala gastrointestinal: mual, muntah.
e. Pengkajian khusus mata
 Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mmHg)
 Nyeri tumpul orbita.
 Perimetri: menunjukkan penurunan luas lapang pandang.
 Kemerahan (hiperemia mata)
 Gonioskopi menunjukkan sudut mata tertutup atau terbuka.

15
B. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien
yang nyatamaupun potensial berdasrkan data yang telah
dikumpulkan (Boedihartono,2014).
1. Gangguan Persepsi Sensori Berhubungan Gangguan penglihatan
2. Nyeri Akut berhubungan Agen pencedera fisiologis

3. Bisiko cedera berhubungan Perubahan fungsi psikomotot

C. Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan berikut ini diuraikan meliputi
diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan mandiri dan
kolaborasi, serta rasionalisasi dari masing-masing tindakan
keperawatan.

N DIAGNOSA SLKI SIKI


O (SDKI)
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
agen pencedera fisiologis tindakan Observasi :
(mis. Inflamasi, iskemia, keperawatan 2x24 - Identifikasi skala
neoplasma) jam nyeri
Ditandai dengan Gejala : Ekspektasi nyeri : - Identifikasi
1. Mengeluh nyeri meningkat respon nyeri non
2. Bersikap protektif Kriteria Hasil : verbal
(mis. Waspada, posisi 1. Keluhan nyeri - Identifikasi
menghindari nyeri) dari faktor yang
3. Sulit tidur 1(meningkat) memperberat
4. Gelisah menjadi dan
Kondisi : glaukoma 3(sedang memperingan
2. Gelisah dari nyeri
3(sedang) - Monitor
menjadi keberhasilan
5(menurun) terapi
3. Nafsu makan komplementer

16
dari yang sudah
1(memburuk) diberikan
menjadi
3(sedang) Terapeutik :
- Fasilitasi
istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
anlgetik, jika
perlu

17
2. Gangguan Persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi
Sensori berhubungan Setelah dilakukan Rangsangan
dengan gangguan tindakan Tindakan :
penglihatan ditandai keperawatan 3x24 Observasi :
dengan gejala : distorsi jam diharapkan - Periksa status
sensori, respon tidak Ekspektasi sensori : mental, status
sesuai membaik sensori, dan
Kondisi : glaukoma, Kriteria Hasil : tingkat
1. Distorsi sensori kenyamanan
dari skala (mis. Nyeri,
1(menurun) kelelahan)
menjadi skala Terapeutik :
3(sedang) - Jadwalkan
2. Menarik diri aktivitas harian
dari skala dan waktu
1(menurun) istirahat
menjadi - Kombinasikan
3(sedang) prosedur/tindaka
n dalam satu
waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi :
- Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus
Kolaborasi :
- Kolaborasi
dalam
meminimalkan
prosedur/tindaka
n
- Kolaborasi

18
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
3. Risiko cedera Fungsi Sensori Pencegahan Cedera.
dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor Risiko : tindakan Observasi :
Eksternal : keperawatan 3x24 - Ientifikasi area
- Ketidakamanan Fungsi sensori: lingkungan yang
transportasi membaik berpotensi
Internal : Kriteria Hasil : menyebabkan
- Perubahan fungsi - Ketajaman cedera
psikomotot penglihatan - Identifikasi obat
dari yang berpotensi
Kondisi : gangguan 3(sedang) menyebabkan
penglihatan menjadi cedera
1(menurun) Terapeutik :
- Sediakan
pencahayaaan
yang memadai
- Pertahankan
posisi tempat
tidur di posisi
terendah saat
digunakan
- Diskusikan
mengenal latihan
dan terapi fisik
yang diperlukan
- Diskusikan
bersama anggota
keluarga yang

19
apat
mendampingi
pasien
Edukasi :
- Anjurkan
berganti posisi
secara perlahan
dan duduk
selama beberapa
menit sebelum
berdiri
4 Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor resiko tindakan Observasi :
Peningkatan paparan keperawatan 3x24 - Monitor tanda
organisme pathogen tingkat infeksi dan gejala
lingkungan menurun infeksi local dan
Kondisi : tindakan invasif Kriteria Hasil : sistemik
- Demam Terapeutik :
menurun - Batasi jumlah
- Nyeri pengunjung
menurun - Berikan
- Bengkak perawatan kulit
menurun pada area edema
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
- Pertahankan
teknikaseptik
pada pasien
beresiko tinggi

20
Edukasi :
- Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara
mencuri tangan
dengan benar
- Anjutkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi

5. Anxietas berhubungan Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas


dengan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
ansietas
krisis situasional ditandai tindakan
2. Ciptakan suasana
dengan keperawatan 3x24 terapeutik untuk
menumbuhkan
Gejala Subjektif jam tingkat ansietas
kepercayaan
- Merasa bingung menurun 3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Merasa khawatir Kriteria Hasil :
4. Anjurkan
dengan akibat dari - Konsentrasi mengungkapkan
perasaan dan persepsi
kondisi yang Membaik
5. Latih teknik relaksasi
dihadapi - Pola tidur
Gejala Objektif membaik
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur

21
6 Defisit Pengetahuan Tingkat Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan Pengetahuan Tindakan :
kurangnya terpapar Setelah dilakukan Observasi :
informasi ditandai tindakan - Identifikasi
dengan keperawatan 3x24 kesiapan dan
Gejala subjektif : jam tingkat kemampuan
Menanyakan masalah pengetahuan menerima
yang dihadapi meningkat informasi
Gejala objektif : Kriteria Hasil : Terapeutik :
- Menunjukkan - Perilaku sesuai - Sediakan materi
perilaku tidak anjuran dan media
sesuai anjuran meningkat pendidikan
- Menunjukkan - Kemampuan kesehatan
persepsi yang menjelaskan - Jadwalkan
keliru terhadap pengetahuan pendidikan
masalah suatu topik kesehatan sesuai
Kondisi : Glaukoma meningkat kesepakatan
- Perilaku sesuai - Berikan
pengetahuan kesempatan
meningkat untuk bertanya
Edukasi :
- Jelaskan factor
resiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan PHBS

7 Gangguan Citra Tubuh Citra Tubuh Promosi Koping


berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
perubahan tindakan Observasi :
struktur/bentuk tubuh keperawatan 3x24 - Identifikasi

22
ditandai dengan : jam persepsi tentang pemahaman
Gejala Subjektif penampilan proses penyakit
- Mengungkapkan meningkat - Identifikasi
kecacatan/kehilang Kriteria Hasil : metode
an bagian tubuh - Melihat bagian penyelesaian
Gejala Objektif tubuh meningkat masalah
- Kehilangan bagian - Menyentuh Terapeutik :
tubuh bagian tubuh - Diskusikan
- Fungsi/struktur meningkat perubahan peran
tubuh berubah - Verbalisasi yang diaalami
kecacatan bagian - Gunakan
tubuh meningkat\ pendekatan yang
- Verbalisasi tenang dan
kehilangan meyakinkan
bagian tubuh - Diskusikan alas
meningkat an mengkritik
diri sendiri
Edukasi :
- Anjurkan
penggunaan
sumber spiritual
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Anjurkan
keluarga terlibat

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan

yang mana sudah direncanakan atau di intervensikan sebelumnya sehingga

23
pemberian asuhan keperawatan dapat secara komprenhensif. Tindakan

keperawatan harus sesuai dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di

indikasikan dengan keadaan klien dan keluarganya sehingga dapat

terlaksana semua rencana tindakan keperawatan tersebut. Perlu di perhatikan

dalam tindakan keperawatan, bila klien dalam keadaan atau kondisi yang

berubah sehingga tidak dapat di laksanakan tindakan keperawatan, maka

perawat perlu mengkaji ulang keadaan klien sehingga dapat merubah

perencanaan sebelumnya

E. Evaluasi

Evalusi keperawatan menunjukkan pencapaian tindakan keperawatan


berhasil atau tidak dengan di dapat dengan evaluasi hasil yang sebelumnya
diharapkan dalam perencanaan tindakan keperawatan. Maka evaluasi
keperawatan merupakan akhir dari proses keperawatan, yang mana seorang
perawat mengevaluasi keadaan klien dari hasil evaluasi somatic dan evalusi
formatik. Untuk evalusi somatic, seorang perawat mengevaluasi dari respon
klien pada saat melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi
formatik yang mana seorang perawat dapat mendokumentasikan dalam
format yang telah disediakan yang berisi tentang evaluasi; subjektif, objektif,
asertif dan pleaning yang akan datang apakan teratasi atau tidak.

24
BAB V
PENUTUP

4.1 Simpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana di tandai dengan peningkatan
tekanan intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan
kebutaan. Glaukoma diklasifikasikan antara lain glaukoma primer, glaukoma
sekunder, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut. Penyebabnya tergantung
dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena
aliran aquos humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan gejalanya
kornea suram, sakit kepala, nyeri, lapang pandang menurun, dll. Komplikasi dari
glaukoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan
obat-obatan.

4.2 Saran
1. Mahasiswa
Bisa lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan serta cara-
cara untuk memberikan pendidikan kesehatan terhadap pasien.

2. Institusi Pendidikan
diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku yang berkaitan
dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku keperawatan medikal bedah,
asuhan keperawatan, kamus kedokteran dan lain-lain sebagai literatur dalam
menambah ilmu bagi mahasiswa.

25
DAFTAR PUSTAKA
Anas Tamsuri, 2015. Klien gangguan mata dan penglihatan : keperawatan
medikal bedah. EGC. Jakarta.
Bulecek Butcher Dochterman and Wagner (2015). Nursing Intervension
Classification (NIC) edisi ke enam. Indonesia ELSHIVER
Herdman, T & S. Kamitsuru (2015). Diagnosa keperawatan devinisi & simbol
Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta : EGC
Moorhead, johnson, maas and swanson (2013) Nursing Intervension Outcomes
(NOC)
edisi ke enam. Indonesia ELSHIVER.
Sidarta Ilyas, 2007 . Glaukoma Tekanan Bola Mata Tinggi. Edisi ke 3. CV.
Sagung Seto Jakarta.

26
27

Anda mungkin juga menyukai