BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Mata merupakan satu diantara organ terpenting tubuh manusia di mana
mata memiliki fungsi sebagai indera penglihatan. Jika terjadi kerusakan atau
gangguan pada fungsi dan peran dari mata, maka pengaruhnya sangatlah besar
pada penglihatan. Gangguan penglihatan adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan penurunan tajam penglihatan atau menurunnya luas lapangan pandang
yang dapat mengakibatkan kebutaan. Satu diantara banyak kerusakan atau
gangguan pada mata adalah glaukoma. Glaukoma merupakan suatu penyakit
yang terjadi akibat adanya peningkatan tekan intraocular pada mata yang
dapat menggangu penglihatan.
Glaukoma berasal dari kata Yunani ―glaukos‖ yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan
bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.
Terdapat sejumalah 0,40% penderita glaukoma di Indonesia yang
mengakibatkan kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di
Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%,
konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaukoma 0,40%, retinopati 0,17%,
strabismus 0,12%. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa
1,02%, glaukom dan saraf kedua 0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina
0,09%, kornea0,06%, dan lain-lain0,03%, prevalensi total 1,47%.
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita
glaukoma. Diantaranya mereka hampir setengahnya mengalami gangguan
2
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
dapat di rumuskan oleh penyusun adalah sebagai berikut.
2.1. Bagaimana definisi dari penyakit glaukoma ?
2.2. Bagaimana fisiologi dari akueous humor ?
2.3. Apa saja klasifikasi dari penyakit glaukoma ?
2.4. Apa saja etiologi dari penyakit glaukoma ?
2.5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit glaukoma ?
2.6. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit glaukoma ?
2.7. Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk penyakit glaukoma ?
2
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
dapat di rumuskan oleh penyusun adalah sebagai berikut.
2.1. Bagaimana definisi dari penyakit glaukoma ?
2.2. Bagaimana fisiologi dari akueous humor ?
2.3. Apa saja klasifikasi dari penyakit glaukoma ?
2.4. Apa saja etiologi dari penyakit glaukoma ?
2.5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit glaukoma ?
2.6. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit glaukoma ?
2.7. Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk penyakit glaukoma ?
3
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan makalah
ini adalah :
3.1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami konsep penyakit, pengertian, patofisiologi,
dan tindakan medis yang diberikan pada penyakit glaukoma.
3.2. Tujuan khusus
3.2.1. Mengetahui dan memahami definisi dari penyakit glaukoma.
3.2.2. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari penyakit glaukoma.
3.2.3. Mengetahui dan memahami etiologi dari penyakit glaukoma.
3.2.4. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari penyakit glaukoma.
3.2.5. Mengetahui dan memahami manifestasi linis dari glaukoma.
3.2.6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik penyakit
glaukoma.
3.2.7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit glaukoma.
3.2.8. Mengetahui dan memahami komplikasi dari penyakit glaukoma.
3.2.9. Mengetahui jurnal yang berkaitan dengan penyakit glaukoma.
3.2.10. Mengetahui dan memahami konsep askep pada penyakit
glaukoma.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Definisi Glaukoma
Glaukoma mengacu pada penyakit yang berbeda dalam patofisiologi,
presentasi klinik, dan pengobatannya.Glaukoma umumnya ditandai dengan
kehilangan bidang pandang yang disebabkan oleh kerusakan saraf
optikus.Kerusakan saraf optikus tersebut berhubungan dengan tingkat tekanan
intraocular (IOP), yang terlalu tinggi untuk fungsi saraf optikus yang sesuai
(Brunner & Suddart, 2002).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit mata dengan gambaran
umum TIO yang abnormal tinggi dan bila tidak diterapi, penglihatan terancam
hilang.Pada pemeriksaan oftalmoskopi, lempeng optik tampak tertekan
(cupping) karena kehilangan serabut saraf (At a glance, 2006).
Glaukoma ditandai dengan hilangnya lapangan pandang yang
progresif yang disebabkan oleh kerusakan saraf dari tekanan intraokuler yang
meningkat (Harrison, 2008).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20
mmHg).Tekanan yang tinggi kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg,
menyebabkan kompresi saraf optikus ketika saraf tersebut keluar dari bola
mata sehingga terjadi kematian serabut saraf. Pada beberapa kasus, glaukoma
dapat terjadi walaupun tekanan intraokular normal. Jenis glaukoma ini
berkaitan dengan penyebab lain kerusakan saraf optikus (Elizabeth Corwin,
2009).
5
Gambar 1.
Mata diisi dengan cairan intraocular, yang mempertahankan tekan
yang cukup pada bola mata untuk menjaga distensinya. Gambar di atas
6
menggambarkan bahwa cairan ini dapat dibagi atas dua bagian, humor
aqueous yang berada di depan dan di samping lensa, dan cairan humor vitreus,
yang berada diantara lensa dan retina. Humor aqueous adalah cairan yang
mengalir bebas, sedangkan humor vitreus, kadang-kadang disebut sebagai
badan vitreus, adalah sebuah massa dari gelatin, dilekatkan oleh sebuah
jaringan fibriler halus yang terutama tersusun dari molekul protoglikan yang
sangat panjang, substansi-substansi dapat berdifusi secara perlahan-lahan
dalam humor vitreus, tetapi hanya ada sedikit a liran cairan.
Humor aqueous secara terus menerus dibentuk dan direabsorbsi.
Keseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi diatur oleh volume total
dan tekanan cairan intraocular. Pembentukan humor aqueous dilakukan oleh
badan siliar. Humor aqueous dibentuk dalam massa rat-rata 2-3 mikro liter
tiap menit. Pada dasarnya, seluruh cairan ini dibentuk oleh prosesus
siliaris,yang merupakan sebuah lipatan linear yang menghubungkan badan
siliar ke ruang dibelakang iris dimana ligament-ligamen lensa dan otot-otot
siliaris juga melekat pada otot mata. Irisan melintang dari prosesus siliaris dan
hubungan mereka dengan ruangan cairan mata dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2
7
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL/mnt.Tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous
humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein , urea, dan glukosa
yang lebih rendah.
Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah
jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal
Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera
menentukan nilai minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi
medis.
Gambar 3.
9
aliran humor aqueous) adalah bentuk yang paling sering pada glaukoma
mekanisme-kombinasi.
payah; mereka diantar oleh orang lain atau dipapah. Penderita sendiri
memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai selimut. Hal
inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang
penderita dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah
sekian hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala, dan terus
muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan disekitar mata.
Penglihatannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar
lampu. Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak,
konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar
dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan
dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak
melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir
total. Refleks pupil lambat atau tidak ada.
Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari. Sebenarnya
dengan tanda-tanda luar ini ditambah dengan anamnesis yang teliti
sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang baik.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bolamata diukur, lalu
didapatkan tinggi sekali. Apabila tidak ada tonometer Schiotz,
terpaksa harus dipakai cara digital. Mereka yang tidak biasa untuk
menafsir tekanan bola mata dengan jari dan merasa ragu-ragu,
dianjurkan untuk membandingkannya dengan mata orang lain atau
mata sendiri.
Walaupun glaukoma akut begitu jelas tanda-tandanya, kadang-
kadang timbul keragu-raguan pada dokter umum yang sehari tidak
melihat kasus glaukoma akut. Beberapa penyakit mata yang mirip
adalah iritis akut, konjungtiva akut dan penyulit glaukoma akut.
16
Gejala klinik yang dapat muncul pada glaukoma jenis ini diantaranya:
Miotik :
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluaran cairan mata – outflow).
18
untuk waktu yang cukup lama, ini mengakibatkan perlekatan iris bagian
perifer hingga penyaluran akuos humor terhambat.
4. Etiologi Glaukoma
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada
umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa
meningkatkan tekanan intra okuler. Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah:
4.1. Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma
sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena
tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan
paling penting untuk meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang.
Secara umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan
lebih memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus
optikus, walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan
besarnya kerusakan sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa kasus
menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola matadi atas nilai normal akan
diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan
dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapakasus, pada tekanan bola
mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikusdan
lapang pandangan. Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal
sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti
22
4.2. Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan
bahwa frekuensi padaumur sekitar 40 tahun adalah 0,4% – 0,7%
0,7% jumlah
penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat
menjadi 2% – 3%
3% dari jumlah penduduk.
Framingham Study dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan
bahwa populasi
po pulasi glaukoma adalah sekitar 0,7% pada
pa da penduduk
p enduduk yang berusia
52 – 64
64 tahun, meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 65 – 74
74
tahun, dan 4,2% pada penduduk yang berusia 75 – 85
85 tahun (Sidarta Ilyas,
2007)
23
berasal dari Karibia-Afrika, kornea tipis, miopia, dan mutasi genetik (Elizabeth
Corwin, 2009).
5. Patofisiologi Glaukoma
Patofisiologi peningkatan tekanan intraocular baik disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup-akan dibahas sesuai pembahasan
masing-masing penyakit tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di
dalam mata ditemukan pada semua bentuk galukoma, yang manifestasinya
dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retinadan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus
menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare
juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg,
sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea
(Vaughan,2009).
Tingkat tekanan intraocular tergantung pada keseimbangan antara
produksi dan eksresi aqeous humor. Mekanisme utama penurunan penglihatan
pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan
penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti-dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran
cawan optik.
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut,
tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik
akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada
glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat
lebih 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama,
25
sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion
retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat tekanan intraokular dalam
kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama mungkin iskemia
caput nervi optiki (Brunner & Suddart,2002).
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk
organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,
disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme
pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan
bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra okuler.
Tekanan intraokuler inilah yang berperan dalam terjadinya glaukoma sehingga
menimbulkan kerusakan pada saraf optik. Humor akuos diproduksi oleh badan
silier, masuk ke dalam bilik mata belakang kemudian mengalir ke bilik mata
depan melalui pupil. Setelah sampai ke bilik mata depan humor akuos akan
meninggalkan bola mata melalui suatu bangunan yang disebut trabekulum yang
terletak di sudut iridokornea. Keseimbangan antara produksi dan pengeluaran/
pembuangan humor akuos inilah yang menentukan jumlah humor akuos di
dalam bola mata. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan
yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi
peningkatan tekanan (Natina, 2001).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf
optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus
mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang
mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan.
Tekanan intraokular dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor
aqueous yang terus menerus di rongga interior. Cairan yang terbentuk di dalam
badan siliar mata mengalir diantara ligament atau penggantung lensa, kemudian
26
melintasi pupil, lalu masuk ke dalam bilik mata depan (ruang antara kornea dan
iris), selanjutnya cairan mengalir pada sudut antara kornea dan iris melalui
jaringan laba-laba yang terbuka sangat kecil yang disebut trabekular. Akhirnya
cairan masuk melalui schlemn ke dalam vena-vena ekstraokular.
Pada mata normal tekanan intraokular tetap konstan dan bervariasi dalam
rentang 2 mmHg.Tekanan intraokular normal kurang lebih 15 mmHg dengan
rentangan 12-20 mmHg. Glaukoma dapat terjadi bila ada hambatan dalam
pengaliran humor aqueous yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Bila tekanan terus meningkat dapat mengakibatkan iskemik dan matinya
neuron-neuron mata sehingga mengakibatkan degenerasi nervus optikus dan
berakhir dengan hilangnya penglihatan sampai pada kebutaan (James,Chris dan
Bron,2005 ).
merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang.
Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan
tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi
lapang pandang penderita.
7. Pemeriksaan Diagnostik
7.1. Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan
intraokular. Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann,yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan
untuk meratakan luas tertentu kornea. Tonometer-tonometer aplanasilain
29
7.2. Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris,
yang diantaranya terdapat jalinan trabekular.konfigurasi sudt ini-yakni
apakah lebar (terbuka), sempit, atau tertutup-menimbulkan dampak penting
pada aliran keluar humor akueus. Lebar sudut kamera anterior dapat
diperkirakan dengan pencahayaan oblik kamera anterior dengan sebuah
senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman kamera anterior perifer
dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktursudut. Apabila
keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat,
sudut ditanyakan terbuka. Apabila hanya garis schwalbe atau sebagian kecil
30
dari jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apabila
garis schwalbe tidak terlihat, sudut tertutup.
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior
adalah bentuk kornea-mata miop besar memiliki sudut lebar dan mata
hipermetropik kecil memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan
usia cenderung mempersempit sudut. Mata miopik yang besar memiliki
sudut lebar dan mata hiperopik kecil memiliki sudut sempit. Pembesaran
lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini. Hal ini mungkin yang
menyebabkan meningkatnya insiden glaukoma sudut tertutup.
Mata miopik memiliki sudut kamera anterior yang lebar dan mata
hiperopik memiliki sudut yang relatif sempit. Pembesaran lensa seiring
dengan usia cenderung mempersempit sudut.
7.5. Biomikroskopi
Digunakan untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma
primer atau sekunder (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
7.6. Oftalmoskopi
Merupakan pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf
optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik menggunakan alat
oftalmoskop direk (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
7.8. Perimetri.
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan
yang disebabkan oleh kerusakan saraf optic (Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia, 2002).
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bisa berbeda
bergantung pada klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi. Terapi
obat, pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk
mengontrol kerusakan progresif yang diakibatkan oleh glaukoma.
intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan
vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu produk epinefrin
yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin
dan dipevefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior
sempit.
Penurunan volume korpus vitreum dengan obat-obat hiperosmotik
menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari
korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain ini, juga terjadi
penurunan produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma
maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan
oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur denngan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan,
tetapi pemakaiannya pada pengidap diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain
adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.
Miotik, Miadriatik, dan Sikloplegik . Konstriksi pupil sangat penting dalam
penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut
pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut
akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopntolat dan
atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke
belakang.
glaukoma, atau bisa juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa ditoleransi,
atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser dapat digunakan
pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan glaukoma.
- Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil,
atau peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk
dilakukan bedah laser (mis.Pasien yang tak dapat duduk diam atau mengikuti
perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan keberhasilan penurunan
TIO pada 80 sampai 90% pasien.
- Trabekulektomi(prosedur filtrasi)
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera.
Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness)
sklera dengan engsel di limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat,flap
sklera ditutup kembali, dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah
kebocoran cairan aqueus. Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humor
aqueus dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan
mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat
diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Komplikasi setelah prosedur
filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema (darah di
kamera anterior mata), infeksi, dan kegagalan filtrasi.
- Prosedur seton
Prosedur seton meliputi penggunaan berbagi alat pintasan aqueus sintetis
untuk menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplantasi ke
kamera anterior dan menghubungkan dengan medan pengaliran epis-klera.
Alat ini paling sering digunakan pada pasien dengan TIO tinggi, pada mereka
yang berisiko tinggi terhadap pembedahan, atau mereka yang prosedur
39
- Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran
keluar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular
dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang
meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi
bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi
bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir
memperlihatkan peran trabekuloplasti laser dalam terapi awal glaukoma
sudut terbuka primer.
40
- Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi,
41
disekitar lampu pada malam hari, pendaran cahaya dan benda mengapung pada
lapang penglihatan.
Karena penanganan glaukoma lebih berupa kontrol dan bukannya
penyembuhan, maka biasanya berupa penatalaksanaan seumur hidup.
Pemeriksaan tindak lanjut sangat penting untuk menentukan keefektifan
terapi,untuk memantau TIO, dan mengkaji lapang penglihatan dan diskus
optikus. Frekuensi kunjungan tindak lanjut bergantung pada tingkat dan
stabilitas TIO dan luasnya kerusakan yang telah ditimbulkan. Pasien yang baru
saja didiagnosis , atau yang mengalami peningkatan TIO sangat tinggi dan
fluktuasi yang tajam dari satu kunjungan ke kunjungan lain, cupping kaput saraf
optikus ekstesif atau hilangnya lapang penglihatan, atau hanya satu mata yang
berfungsi, memerlukan pemeriksaan yang lebih sering.
Penjelasan diberikan mengenai pentingnya pemeriksaan tindak lanjut yang
tepat waktu. Mungkin sangat membantu pasien bisa mengetahui mengapa uji
diagnostik dilakukan dan apa arti temuan yang didapatkan.
Memelihara kesehatan yang baik dan membatasi stress mempunyai efek
positif pada tekanan mata. Mempertahankan nutrisi yang baik dan pembatasan
garam, menghindari asupan cairan yang berlebihan, menjaga berat badan yang
memadai, berolahraga, dan menyempatkan waktu untuk rekreasi dan relaksasi
akan sangat membantu. Berbagi perasaan dan keprihatinan dengan anggota
keluarga dan sahabat atau berbincang dengan pasien lain dengan glaukoma
sangat berguna dalam mempelajari bgaimana hidup dengan kondisi ini (Natina,
2001).
orang berusia diatas 35 tahun, tonometri perlu dilakukan dan tekanan mata
perlu dikaji setelah itu.
Keprihatinan utama pemberi perawatan kesehatan yang memberi perawatan
pada pasien glaukoma adalah kecenderungan pasien ini untuk menghentikan
pemberian tetes matanya, mengatakan bahwa tetes mata itu tidak bermanfaat.
Mereka harus dibantu untuk memahami bahwa tetes mata akan menjaga
glaukoma supaya tidak memberat. Penghentian obat akan memungkinkan
glaukoma berlangsung secara insidius sampai terjadi kebutaan. Masalah lain
yang sering dialami oleh manula seperti arthritis, kesepian dan depresi,
konstipasi (mengejan saat buang air besar), dan potensial jatuh dan menderita
kecelakaan harus di perhitungkan ketika memberi perawatan bagi pasien dengan
glaukoma (Natina, 2001).
9. Komplikasi
- Glaukoma kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan perjalanan progresif
dari glaukoma yang lebih parah.
- Sinekia anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular
(sinekia anterior) sehingga menimbulkan sumbatan irreversible sudut kamera
anterior dan menghambat aliran akueous humor terhambat.
- Katarak
Glaukoma pada keadaan tekananan bola mata yang sangat tinggi maka akan
terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.
- Kerusakan saraf optikus
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi peningkatan tekanan dalam
bola mata. Bola mata normal memiliki tekanan kisaran 10-20 mmHg.
Sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan mata yang lebih dari
normal bahkan terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut.
45
- Penurunan tekanan intraokuler pasca bedah katarak pada kelompok sudut bilik
mata depan tertutup dan terbuka
Penelitian ini dilakukan oleh Rakhma Indria Hapsari, Andika Prahasta,
dan Sutarya Enus pada tahun 2013 di Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
penurunan TIO pascabedah katarak pada kelompok sudut BMD tertutup dan
terbuka. Penelitian ini menggunakan desain pre-post test, untuk
membandingkan penurunan TIO pascabedah katarak fakoemulsifikasi pada 26
mata dari 26 orang penderita, yang dibagi menjadi kelompok sudut BMD
tertutup dan terbuka masing-masing berjumlah 13 mata. Tempat penelitian
Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung periode Maret – Juni 2012. Pengambilan
data berdasarkan urutan datang penderita yang direncanakan operasi katarak
fakoemulsifikasi. Penilaian sudut bilik mata depan prabedah dilakukan
menggunakan lensa gonio Sussman 4-mirror.
Tekanan intraokular pascabedah diukur saat pemantauan minggu
ketiga pascabedah. Penilaian TIO pra dan pascabedah dilakukan
menggunakan alat ukur tonometri aplanasi Goldmann. Analisis statistik
dilakukan menggunakan uji t. Hasil menunjukkan perbedaan penurunan TIO
secara bermakna lebih besar pada kelompok sudut BMD tertutup (19,6%)
dibandingkan dengan kelompok sudut BMD terbuka (11,3%) dengan nilai
p=0,022. Simpulan, perbedaan penurunan TIO pascabedah katarak
fakoemulsifikasi lebih besar pada kelompok sudut BMD tertutup
dibandingkan dengan kelompok sudut BMD terbuka.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan
dengan gangguan penglihatan.
b. Makanan / Cairan : Mual, muntah (glaukoma akut)
c. Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap
(katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi
sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan. Peningkatan air mata.
d. Nyeri / Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma
skronis). Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar
mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga : glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan
tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Riwayat Okular :Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah,
pandangan kabur, Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma,
pembedahan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau
penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25
mmHg)
d. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi,PAK.
i. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
Kriteria hasil :
52
Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri setiap hari atau Nyeri glaukoma umumnya sangat parah
sesering mungkin, jika diperlukan. terutama pada glaukoma sudut tertutup.
Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ Penyebab munculnya nyeri adalah peningkatan
tindakan yang dapat memicu nyeri. tekanan intraokular, yang dapat meningkat
akibat dipicu oleh :
Mengejan (valsalva maneuver)
Batuk
Mengangkat benda berat
Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)
Gerakan kepala tiba-tiba
Menunduk/ kepala lebih rendah dari
pinggang
Tidur pada sisi yang sakit
Hubungan seks
Penggunaan obat kortikosteroid.
Anjurkan klien untuk menghindari Untuk mencegah peningkatan TIO lebih lanjut.
perilaku yang dapat memprovokasi nyeri.
Ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi Untuk menurunkan sensasi nyeri dan
pada klien. memblokir sensasi nyeri menuju otak. Teknik
ini umumnya efektif saat nyeri tidak sangat
mengganggu klien.
Intervensi Rasional
Dekati klien dari sisi yang sehat. Memberikan rangsang sensori, mengurangi rasa
isolasi/terasing.
rawat. lingkungan.
Letakkan alat yang sering digunakan
di dekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat.
Berikan pencahayaan cukup.
Letakkan alat ditempat yang tetap.
Hindari cahaya menyilaukan.
Anjurkan penggunaan alternatif
rangsang lingkungan yang dapat
diterima : auditorik, taktil.
Intervensi Rasional
Kaji derajat kecemasan, faktor Umumnya faktor yang menyebabkan kecemasan
yang menyebabkan kecemasan, adalah kurangnya pengetahuan dan ancaman
tingkat pengetahuan, dan aktual terhadap diri. Pada klien glaukoma, rasa
ketakutan klien akan penyakit. nyeri dan penurunan lapang pandang
55
Berikan kesempatan pada klien Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi klien.
untuk bertanya dengan Dukungan psikologis dapat berupa penguatan
penyakitnya. tentang kondisi klien, peran serta aktif klien
Berikan dukungan psikologis. dalam perawatan maupun mengorientasikan
bagaimana kondisi penyakit yang sama menimpa
klien yang lain.
Intervensi Rasional
Subyektif :
- Keinginan untuk memegang mata
- Menyatakan nyeri sangat
Obyektif :
- Perilaku tidak terkontrol
- Kecenderungan memegang darah operasi
Tujuan :Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang
aktifitas dan pembalutan mata. diperlukan.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pasca operasi.
lebih rendah dan anjurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak/ tiba-
tiba serta menggerakkan kepala berlebih.
59
Bantu aktifitas selama fase istirahat. Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi cedera.
Ambulasi dilakukan dengan hati-hati.
Ajarkan klien untuk menghindari tindakan Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan
yang dapat menyebabkan cedera. menimbulkan kerusakan struktur mata pasca operasi
antara lain :
Mengejan ( valsalva maneuver)
Menggerakan kepala mendadak
Membungkuk terlalu lama
Batuk
Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata depan
mata depan menonjol, nyeri mendadak, menonjol, nyeri mendadak, hiperemia, serta hipopion
nyeri yang tidak berkurang dengan mungkan menunjukan cedera mata pasca operasi.
pengobatan, mual dan muntah. Dilakukan
setiap 6 jam asca operasi atau seperlunya.
Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri setiap hari. Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu kurang dari 5
hari setelah operasi dan berangsur menghilang.
Nyeri dapat meningkat sebab peningkatan TIO 2-3
hari pasca operasi. Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO masif.
Anjurkan pada klien untuk tidak melakukan Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri
gerakan tiba-tiba yang dapat memicu nyeri. seperti gerakan tiba-tiba, membungkuk, mengucek
mata, batuk, dan mengejan.
Kriteria hasil ;
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir yang diharapkan. Berdasarkan beberapa diagnosa
yang mungkin muncul, maka evauluasi yang diharapkan adalah :
- Nyeri yang dirasakan klien berkurang