Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

COMMUNITY AQCUIRED PNEUMANIA (CAP)


DI RUANG V RUMAH SAKIT TK.III dr. REKSODIWIRYO PADANG

MAULANI DWI FADILLAH, S. Kep


NPM: 1910038107007

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( Ns.Jufri Gusni, M. Kep, Sp.Kep.Mb ) ( Rita Kumalasari, S.Kep )

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA
PADANG 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
COMMUNITY AQCUIRED PNEUMANIA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Defenisi
Community acquired pneumonia (CAP) adalah salah satu
penyakit infeksi saluran pernapasan bawah dengan gejala batuk dan
disertai dengan sesak napas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substans asing,
berupa radang paru-paru yang disertai dengan eksudasi dan
konsolidasi (Nurarif, 2013)
Definisi CAP berdasarkan IDSA adalah infeksi akut dari
parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut, ditambah dengan
adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografi atau suara paru
abnormal pada pemeriksaan auskultasi pada pasien yang tidak
sedang dalam perawatan rumah sakit ataupun panti perawatan
dalam kurun waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. Kebanyakan
pasien memiliki gejala yang tidak spesifik seperti fatigue, sakit
kepala, mialgia, dan anorexia. Gejala dari pneumonia dapat meliputi
demam atau hipotermi, kekakuan otot-otot, dispneu, nyeri dada,
batuk yang baru terjadi dengan atau tidak adanya produksi sputum
atau perubahan warna sekret pada pasien dengan batuk kronik
(Widasari. 2016).
2. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu:
a. Nares Anterior
Adalah salah satu di lubang hidung,. Saluran-saluran itu
bermuara didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu
bermuara kedalam bagian yang dikenel sebagai vestibulum
(rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris
yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior
memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar.
Kelenjer-kelenjer itu bermuara ke ke dalam rongga hidung
(Syaifuddin, 2014)
b. Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung denag lapisan faring dan
selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk
kedalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisis epitelium
silinder dan sel epitel berambutyang mengandung sel cangkir
atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permungkaan nares
basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konka, selaput
, selaput lendir ini paling tebel , yang diuraikan dibawah. Tiga
tulang kerang (konka) yang diselputi epitelium pernapasan,
yang menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga,
sanggat memperbesar permungkaan selaput lendir tersebut.
Sewaktu udara melalui hidung. Udara disaring oleh bulu-bulu
yang terdapat didalam vestibulum. Karena kontak de3ngan
permungkaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hanggat,
dan karena pengguapan air dari permungkaan selaput lendir,
udara menjadi lembab (Syaifuddin, 2014).
c. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tenggorokkan sampai persambunggannya dengan esofagus
pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya
dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut (orofaring)
dan dibelakang laring (faring-laring) (Syaifuddin, 2014).
d. Laring (tenggorokkan)
Terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan
dari kolumna vetebra,. Berjalan dari faring sampai ketinggian
vetebra servik dan masuk kedalam trakea dibawahnya.
Laring terdiri atas kepinggan tulang rawan yang di ikatkan
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar di
antaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya
terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun,
yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng
atau lamina yang bersambung digaris tenggah. Ditepi atas
terdapat lekukkan berupa V. Tulang rawan krikoid terletang di
bawah tiroid, bentuknya seperti cincin mohor disebelah
belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang
berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah
kedua rawan ariteroid yang menjulang sebelah belakang
krikoid, kanan dan kiri rawan kuneiform kornikulata yang
sanggat kecil (Syaifuddin, 2014)
e. Trakea (batang tenggorok)
Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter
panjangnnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira
ketingggian vetebratorakalis kelima dan ditempat ini
bercabang menhadi dua broncus (bronki). Trakea tersusun
atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap
berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trakea, selain itu juga membuat beberapa jaringgan otot.
Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium
bersilia dan sel cangkir , silia ini bergerak menuju ke atas ke
arah laring, maka dengan gerakkan ini debu dan butir-butir
halus lainnya yang larut masuk bersama dengan pernapasan
yang dikeluarkan.
f. Bronkus (cabang tenggorokan)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang
terdapat pada ketinggian vetebratorakalis IV dan V
mempunyai struktur serupa dengan trakea yang dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Broncus-broncus itu berjalan kearah
bawah dan ke samping ke arah tampak par-paru.
g. Paru-paru
Paru-paru ada dua dan merupakan alat pernapasan utama.
Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan
kiri dan ditenggah dipisahkan oleh jantung serta pembuluh
darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam
mediastinum.
2. Fisiologi
Menurut (Pearce, 2011) rungsi paru ialah pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida. Pada pernafasan melalu paru-paru atau
pernapasan eksterna , oksigen ambil melaui hidung dan mulut
pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah
didalam kapiler pulmonalis.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kalpiler,
yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus
membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung dari sini di pompa di dalam arteri kesemua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100mmhg dan pada tingkat ini. Hemoglobin 95%jenuh
oksigen.
Dalam pari-paru salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler-kapiler darah ke alveoli, dan
setelah melalui pipa bronkila dan trakea, dinapaskan keluar
melaui hidung dan mulut.
Semua prose telah di atur sedemikian rupa sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2
pada waktyu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-
paru membawa terlalu banyak CO 2 dan terlampau sedikit O2
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya
dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan
CO2 dan memungut lebih banyak O2.
3. Etiologi
a. Usia merupakan predictor yang baik untuk memperkirakan
kemungkinan organism berkembang.
b. Pada neonatus <3 minggu, pneumonia biasanya disebabkan oleh
infeksi yang diderita ibu.
c. Bagi bayi yang lebih muda, pertimbangkan infeksi Chlamydia
trachomatis : afebril, nontoksik, batuk kerin, eosinofilia perifer
d. Pada anak usia >5 tahun dan remaja, streptococcus pneumonia
merupakan penyebab yang paling sering, diikuti oleh
mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonias.
e. Bakteri penyebab lainnya, khususnya pada bayi dan balita yang
sakit, meliputi staphylococcus aureus, streptococcus pyogenes,
haemophilus influenza, dan moraxella catarhallis (Lalani, 2013).
4. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI , pneumonia diklasifikasikan
sebagai berikut : 1. Pneumonia berat 2. Peumonia ringan 3. Bukan pneumonia
( penyakit paru lain) (Kemenkes, 2010).
Sedangkan pada panduan persatuan dokter paru indonesia (2015), pneumonia
diklasifikasikan sebagai berikut :1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (Hospital Acqiured Pneumonia/
Nosocomial Pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan dalam penatalaksanaan.

5. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi
pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan
dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan
memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru
tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki
atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen
alveolar.
Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area
yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa
mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi
kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi
dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia
arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan
dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit
Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam
sindrom pneumonia atipikal. Pneumonia mikoplasma adalah
penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran
berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma
paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa
muda. Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan
yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien
dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar.
Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk
bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri
bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan
hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan
masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi
seperti yang diuraikan dalam pneumonia bacterial (Lalani, 2013).

6. Manifestasi Klinis
a. Demam, kesulitan bernapas, takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, crackle, penurunan bunyi napas.
b. Dapat disertai pula dengan letargi, nafsu makan yang buruk,
atau nyeri lokal pada dada atau abdomen
c. Demam, takipnea, atau retraksi interkostal lebih terpercaya
untuk menegakkan diagnosis pneumonia pada anak
dibandingkan auskultasi.
d. Takipnea (frekuensi napas >50x/menit) merupakan indicator
paling sensitive untuk pneumonia pada anak
e. Mangi dan hiperinflasi mengindikasikan bahwa penyakit
disebabkan oleh virus pada anak yang berusia lebih muda, dan
mycoplasma pada anak yang lebih tua.
f. Pada anak yang lebih tua, riwayat kesulitan bernapas lebih
membantu menegakkan pneumonia daripada retraksi.
g. Anak yang lebih tua dapat menunjukkan tanda-tanda klasik
seperti perkusi redup, crackle, bunyi napas bronchial,
peningkatan taktil fremitus (Lalani, 2013).

7. Komplikasi
a. Efusi pleura
b. Komplikasi sistemik
c. Hipoksemia
d. Bronkiektasis
e. Pleuritis
f. Atelektasis
g. Abses paru
h. Empiema
i. Pericarditis
j. Arthritis
k. Meningitis
l. Endokarditis (Suyono, 2001)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Peningkatan leukosit disertai dengan pergeseran ke kiri
menandakan infeksi bakteri
b. Kultur darah direkomendasikan pada semua pasien rawat inap
c. Kultur darah hanya positif pada 10-30% kasus
d. Aspirat nasofaring (nasopharyngeal aspirate, NPA) untuk deteksi
antigen virus.
e. Remaja dan beberapa anak usia lebih tua mungkin dapat
mengeluarkan dahak untuk pemeriksaan pewarnaan Gram
f. Foto thorax : infiltrasi lobar atau bundar sering dijumpai pada
anak yang lebih muda akibat banyaknya infeksi pneumokokus.
Infiltrate di interstitial lebih sering dijumpai pada infeksi virus
daripada infeksi mikoplasma (Lalani, 2013).

9. Penatalaksanaan Medis
a. Penicillin 50.000 u/kgBB/hari + kloramfenikol 50-70 mg/kgBB
atau ampicillin  terus sampai bebas demam 4-5 hari
b. Pemberian oksigen
c. Pemberian cairan intravena  glukosa 5% dan NaCl 0,9% 3:1 +
KCl 10 meq/500 ml/ botol infuse. Jadi karena sebagian besar
jatuh dalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan
hipoksia (Wijaya. 2013).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian primer
A : Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang
konsolidasi, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas
bronkial,
B : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal.
C : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat, Letargi
D : Kelemahan, kelelahan, insomnia., compos mentis hingga apatis
E : mual/muntah, demam (mis: 38,5 - 39,6oC), berkeringat, menggigil berulang.
Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis.
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
c. Integritas ego
Gejala : Banyaknya stresor, masalah finansial.
d. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen).
f. Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
g. Pernapasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area
yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan
konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area
yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
h. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid
atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38,5 -
39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan produksi sputum.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Gangguan pertukaran gas
d. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPE
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 3140 manajemen
efektif b/d peningkatan keperawatan selama 1x30 menit, 1. Pantau perna
produksi sputum pasien akan menunjukkan status status oksigena
Domain : 11 pernapasan dengan kriteria 2. Auskultasi suara
(keamanan/penjagaan) hasil: 3. Posisikan pasie
Kelas : 2 (cedera fisik) 0415 status pernapasan : yang me
Kode : 00031 kepatenan jalan napas ventilasi.
 041004 Frekuensi 4. Ajarkan batuk
pernapasan ringan lakukan suc
dalam kisaran mengurangi mu
normal 5. Berikan terapi o
 041015 sesak saat kebutuhan
beristirahat, ringan. 6. Berikan mukoli
 041020 Akumulasi sesuai indikasi.
sputum ringan
ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan 4120 manajemen
jaringan perifer tindakan keperawatan 1. Pantau status h
Domain : 4 (aktivitas selama 1 x 45 menit, 2. Pantau tanda-ta
/istirahat) pasien akan menunjukkan 3. Berikan terapi IV
Kelas : 4 (respon Status sirkulasi dengan 4. Berikan cairan
kardiovaskuler / pulmonary) kriteria hasil : atau sesuai de
Kode : 00204 0401 status sirkulasi ahli gizi
 040103 Tekanan 4130 pemantauan
nadi normal 1. Pantau jumlah
 040151 capillary cairan yang mas
refill time dalam 2. Kaji berat badan
batas normal
 040154 tidak ada
pucat
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan 1910 manajemen
Domain : 3 (eliminasi dan tindakan keperawatan 1. Utamakan kep
pertukaran) selama 1 x 30 menit, napas
Kelas : 4 (fungsi respirasi) pasien akan menunjukkan 2. Posisikan pa
Kode : 00030 Status respirasi : ventilasi yang a
pertukaran gas, dengan 3. Pantau pH arte
kriteria hasil : HCO3, untuk
0402 status respirasi : jenis ketidakseim
pertukaran gas 4. Berikan oksigen
 040210 pH arteri 5. Pantau intake d
dalam batas normal 6. Pantau status h
(7,35 – 7,45) 7. Kolaborasi
 040211 saturasi medikasi pada
oksigen dalam arteri, PaCO2, da
batas normal (95-
100%)
 040204 dispnea
saat istirahat tidak
ada
a. 040205 tidak ada
kelemahan
Intoleransi aktivitas b/d kerusakan Setelah dilakukan 0180 Manajemen
pertukaran gas sekunder terhadap tindakan keperawatan 1. Tentukan
pneumonia Status kardiopulmonal, aktivitas fisik pa
Domain : 4 (aktivitas /istirahat) selama 1 x 30 menit, 2. Monitor intake
Kelas : 4 (repon kardiopulmonal) dengan kriteria hasil : adekuat seva
Kode : 00092 0414 status energi
kardiopulmonal 3. Monitor resp
 041401 tekanan oksigen klien
darah sistolik dalam 4. Batasi jumlah pe
batas normal (120- 4310 Terapi aktiv
100 mmHg) 1. Bantu klie
 041402 tekanan melakukan akt
darah diastolic teratur
dalam batas normal 2. Pantau hasil EK
(80-60 mmHg) istirahat.
 041406 pucat tidak
ada

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. (1993). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3.Jakarta: EGC.

Suyono, Slamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC NOC.

Yogyakarta : MediAction

Lalani & Schneeweiss. 2011. Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta : EGC

Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nuha Medika.

NANDA NIC NOC. 2015-2017

Anda mungkin juga menyukai