Anda di halaman 1dari 40

1

MAKALAH

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET PADA


GANGGUAN SISTEM KEGAWAT DARURATAN

Untuk memenuhi Tugas Individu mata kuliah Keperawatan Gawat darurat


Dosen Pengampu : Ns Yana Setiawan, S.Kep, M.Kep

Oleh :
Devi Ayu Anggraeni
‘130317456

PROGRAM STUDI NERS AKADEMIK


INSTITUT MEDIKA DRG SUHERMAN
2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan
bagi mahasiswa/i Keperawatan  maupun para pembaca untuk bidang Ilmu
Pengetahuan. Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah
dari dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “ Patofisiologi,
Farmakologi Dan Terapi Diet Pada Gangguan Sistem Kegawat Daruratan”.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana
dan mudah dimengerti oleh para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang
positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah
ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Bekasi, 20 Maret 2020

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6

A. Konsep Dasar Syok..................................................................................14


B. Konsep Dasar Trauma Dada...................................................................16
C. Konsep Dasar Infark Miokardium.........................................................18
D. Konsep Dasar Trauma Kepala................................................................18
E. Konsep Dasar Trauma Abdomen...........................................................20
F. Konsep Dasar Trauma Muskolokeletal..................................................23
G. Konsep Dasar Kegawatan Obstetri........................................................26
H. Konsep Dasar Kegawatan Psikiatrik......................................................28
I. Konsep Dasar Overdosis atau Keracunan Obat...................................30

BAB III PENUTUP..............................................................................................32

A. Kesimpulan...............................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA
4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah
bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien
yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit
atau kecelakaan (Ekawati dkk, 2018)
Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya
standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat
(KepMenKes, 2009). Sebagai salah satu penyedia layanan pertolongan,
dokter dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat
agar dapat menangani kasus-kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007;
Napitupulu, 2015).
Berdasarkan hal di atas, penulis sebagai mahasiswa keperawatan
tertarik untuk membahas tentang masalah yang ada pada keperawatan
gawat darurat, yang tertuang pada judul “Patofisiologi, Farmakologi Dan
Terapi Diet Pada Gangguan Sistem Kegawat Daruratan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Syok?
2. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Trauma Dada?
3. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Infark Miokardium?
4. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Trauma Kepala?
5

5. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien


Trauma Abdomen?
6. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Trauma Muskolokeletal?
7. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Kegawatan Obstetri?
8. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Kegawatan Psikiatrik?
9. Bagaimana patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada pasien
Overdosis atau Keracunan Obat?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami Patofisiologi, Farmakologi dan terapi
diet pada gangguan berbagai sitem dalam kegawat daruratan.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Syock
1. Pengertian Syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika
sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung
pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini
kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang
menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien (Jesenggar, 2016).
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang
menyeluruh sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme
jaringan. (Rupii dalam Green, 2013) Keadaan kritis akibat
kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen
baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular
jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di
tingkat sekuler.(Tash Ervien S dalam Green, 2013) .
2. Patofisiologi Syok
1) Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan
di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat
sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi
yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering
timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan
perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat
7

perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga


abdomen (Green, 2013)
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik
disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab
lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). 
Syok misalnya terjadi pada : patah tulang panjang,
rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri,
pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang
terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang
interstisiil disebabkan karena: meningkatnya
permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi
alergi, toksin bekteri.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap
perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem
major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin.system hematologi berespon kepada
perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan
mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan
melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk
sumbatan immatur pada sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan
lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan
menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari
subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin
yang sempurna dan formasi matur.
2) Syok Kardiogenik
8

Syok kardiogenik merupakan stadium akhir


disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi
bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung
dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan
disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik
biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa
juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru,
kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth dalam
Green, 2013) Syok kardiogenik adalah syok yang
disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi,
kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland dalam Green,
2013)
a. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan
sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah
jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan
darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke
arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen
ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya
terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
9

dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan


haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke
jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan
kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan
ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting
untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi
penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan
tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End
Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung
gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
3) Syock Distributif
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok
anafilaktik yang menyebabkan penurunan tajam pada
resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septic
merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan
jantung (Fitria, 2010) Syok distributif atau vasogenik
terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah
tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer (Green, 2013) Syok adalah
salah satu kondisi klinis yang paling sering didiagnosis,
tetap saja kompleksitasnya masih sulit dipahami hingga
saat ini. Bahkan definisi yang paling memadai untuk
menjelaskannya masih kontroversial terutama karena
presentasi variabel dan etiologinya yang memang sangat
multifaktorial (Cheatham dalam Fitri, 2010).
a. Patofisiologi
Upaya untuk menjelaskan patofisiologi dari syok
telah mencapai perkembangan yang signifikan
setelah beberapa dekade terakhir (Cheatham, 2003).
Melalui serangkaian pengamatan, telah diketahui
10

bahwa semua tipe syok dikarakterisasi oleh


gangguan perfusi, dan karena sifat-sifat khasnya
cenderung dapat berubah pada berbagai derajat
keseriusan, mekanisme syok kemudian dibagi lagi
menjadi 3 tahapan utama yaitu :
 Tahap awal nonprogresif
Selama tahap ini, mekanisme kompensasi
refleks akan diaktifkan dan perfusi organ
vital dipertahankan sehingga pada akhirnya
menimbulkan pemulihan sempurna tanpa
dibantu terapi dari luar
 Tahap progresif
Merupakan tahap yang ditandai hipoperfusi
jaringan serta manifestasi awal dari
memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi
dan metabolik
 Tahap ireversibel
Muncul setelah syok telah jauh berkembang
sedemikian rupa, yakni ketika tubuh
mengalami jejas sel dan jaringan yang
sangat berat sehingga meskipun semua
bentuk terapi yang diketahui dilakukan
untuk memperbaiki gangguan
hemodinamika pasien, pada kebanyakan
kasus tidak mungkin tertolong lagi (Guyton
& Hall, 2008).
b. Berbagai mekanisme yang mengarah pada
vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh
membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
 Syock Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal
merupakan bentuk dari syok distributif,
11

Syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan


pusat vasomotor karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan
resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau
anestesi umum yang dalam).
 Syock anafilaktik
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan
phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis
adalah reaksi alergi umum dengan efek pada
beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro
intestinal yang merupakan reaksi imunologis
yang didahului dengan terpaparnya alergen
yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok
anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah
reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi
dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis.
 Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum
syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik
12

dapat dikurangi dengan melakukan praktik


pengendalian infeksi, melakukan teknijk
aseptik yang cermat, melakukan debriden
luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan
secara tepat dan mencuci tangan secara
menyeluruh

3. Farmakologi Syok
1) Farmakologi Syok Hypovolemik
a. Pemberian Cairan
 Jangan memberikan minum kepada
penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
 Jangan memberi minum kepada penderita
yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak).
 Penderita hanya boleh minum bila penderita
sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila
penderita menjadi mual atau muntah.
 Cairan intravena seperti larutan isotonik
kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler,
volume interstitial, dan intra sel. Cairan
plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
 Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang
diberikan harus seimbang dengan jumlah
13

cairan yang hilang. Sedapat mungkin


diberikan jenis cairan yang sama dengan
cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air
harus diganti dengan larutan hipotonik.
Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit
harus diganti dengan larutan isotonik.
Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3–4
kali volume perdarahan yang hilang, sedang
bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan
jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat
yang dikombinasi dengan larutan ringer
laktat sama efektifnya dengan darah
lengkap.
2) Farmakologi Syok Kardiogenik
Berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang
indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
 Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada
dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat
dalam menaikkan tekanan darah. Epinefrin. Efek
vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian
obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat
yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
14

 Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah


yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

B. Konsep Dasar Trauma Dada


1. Pengertian Trauma Dada
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda
tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut (Sudoyo dalam Harsismanto, 2018).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat
telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer dalam
Farid dkk, 2014).

2. Patofisiologi Trauma Dada


Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk
sebuah ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding
toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan
turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru
– paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks
dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura,
parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk
tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo dalam
Harsismanto, 2018). Rongga pleura berada diantara pleura viseral
dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupunudara yang
menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru –
15

parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat


mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan
pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah
besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara
normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi
kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul
akibat dari cedera toraks (Sudoyo dalam Harsismanto, 2018).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga
pada beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan
lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit
komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan
disfungsi jantung (Sudoyo dalam Harsismanto, 2018).
3. Farmakologi Terapi Dada
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus
segera menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum
dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari
pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara
klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan
tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak dalam
Harsismanto, 2018)
a. Konservatif
 Pemberian analgetik
 Pemasangan plak/plester
 Jika perlu antibiotika
 Fisiotherapy
b. Operatif/invasif
 Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
 Pemasangan alat bantu nafas.
16

 Pemasangan drain.
 Aspirasi (thoracosintesis)
 Operasi (bedah thoraxis)

C. Konsep Dasar Infark Miokard


1. Pengertian Infark Miokard
Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung
sebagai akibat berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba –
tiba, baik absolut ataupun relatif. Penyebap paling sering ialah
trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan dalam, plak
ateromatosa dalam asteri koronaria epikardial (Suddarth dalam
Logo, 2019).
2. Patofisiologi Infark Miokard
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan
jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran
darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah
mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karna
aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau
thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa disebabkan
oleh syok atau perdarahan.
Pada setiap kasus infark miokardium selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung
(Suddarth dalam Logo, 2019). Penyumbatan koroner, serangan
jantung dan infark miokardium mempunyai arti yang sama namun
istilah yang paling disukai adalah infark miokardium.
Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di
intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak
yang akan mengganggu absorbs nutrient oleh sel-sel endotel yang
menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat
aliran darah karna timbunan lemak menonjol ke lumen pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami
17

nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi


semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang
menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menyebabkan terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis (Suddarth dalam
Logo, 2019).
Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi
sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran
darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif,
dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang akan membuat
sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk
hidup (Suddarth dalam Logo, 2019). Kerusakan sel akibat iskemia
terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama iskemia
miokardium adalah nyeri dada. Angina pectoris adalah nyeri dada
yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan ireversibel sel-sel
jantung. Iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel
dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan
ireversibel akan mengalami degenarasi dan kemudian diganti
dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung
akan mengalami kegagalan, artinya ia tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung
yang adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dpat
berupa perubahan pola EKG, anerusima ventrikel, disritmia dan
akhirnya akan mengalami kematian mendadak (Suddarth dalam
Logo, 2019).
3. Farmakologi Infark Miokard
Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis
untuk mengobati penyakit kardiovaskuler :
a. Terapi Fibrinolitik, diindikasikan untuk pasien dengan
infark miokardium elevasi segmen ST akut. Tujuan
terapi fibrinolitik adalah melarutkan thrombus,
18

menetapkan kembali aliran darah koroner,


meminimalkan ukuran infark, mempertahankan fungsi
ventrikel kiri, serta mengurangi morbiditas dan
motilitas. obat fibrinolitik yang sering dipakai yaitu
Streptokinase, tenekteplase, reteplase, alteplase.
b. Terapi Antikoagulan, seperti heparin unfractionated,
inhibitor thrombin langsung, dan wafarin membatasi
pembentukan fibrin lebih lanjut dan membantu
mencegah tromboembolisme.
c. Terapi Inhibitor Trombosit, aspirin merupakan
inhibitor trombosit yang paling luas digunakan,
menghambat tromboksan A2, suatuagonis trombosit,
dan mencegah pembentukan thrombus dan
vasokontriksi arteri. Aspirin digunakan untuk
mengurangi mortalitas pada pasien yang mengalami
infark miokard, mengurangi insiden infark miokard
non fatal dan mortalitas pada pasien yang mengalami
angina stabil, angina tidak stabil, atau infark
miokardium sebelumnya. Aspirin juga diindikasikan
untuk mengurangi risiko stroke nonfatal dan kematian
pada pasien yang memiliki riwayat stroke iskemik
atau iskemia sementara akibat embolus trombosit.
4. Terapi Diet
Pembatasan asupan makanan hanya berupa makanan cair,
dapat meringankan kerja jantung dengan cara mengurangi aliran
darah yang diperlukan untuk mencerna makanan padat. Jika
diperlukan prosedur invasive, maka kemungkinan aspirasi isi
lambung ke paru dapat dikurangi bila pasien hanya menelan
makanan cair. Abdomen dipalpasi adanya nyeri tekan keempat
kuadran. Setiap kuadran diauskultasi adanya bising usus. Dicatat
juga ada atau tidaknya flatus. Setiap feses yang dikeluarkan
19

diperiksa adanya darah, khususnya pada pasien yang mendapat


obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah.
D. Konsep Dasar Trauma Kepala
1. Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa
(trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional
jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois,
Rutland-Brown, Thomas, 2006).
2. Patofisiologi Trauma Kepala
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui
durameter) atau tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus
dura). Cedera kepala terbuka mengkinkan pathogen-patogen
lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Patogen ini dapat
menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat
menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial
menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks
muntah dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah
proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar intake dan
output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun.
Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang
menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik
terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan
serebral. Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu
perdarahan terbuka dan tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan
20

lecet) merangsang lapisan mediator histamine, bradikinin,


prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian
diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks
serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika
perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami kontak dengan
benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen.
Sedangkan perdarahan tertutup hamper sama dengan perdarahan
terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
(Elizabeth dalam Makmur, 2015).
3. Farmakologi Trauma Kepala
1) Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat
dilakukan dengan cara : Obliteri sisterna Pada semua pasien
dengan cedera kepala / leher, lakukan foto tulang belakang
servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal
2) Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat,
lakukan prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan
normal salin (nacl 0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini
tidak menambah edema cerebri
3) Lakukan ct scan, pasien dengan cedera kepala ringan,
sedang dan berat harus dievaluasi adanya:
4) Hematoma epidural
5) Darah dalam subraknoid dan infra ventrikel
6) Kontusio dan perdarahan jaringan otak
7) Edema serebri
8) Perimesensefalik
9) Pada pasien yang koma
10) Elevasi kepala 30o
11) Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik
intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan
volume tidal 10-12 ml/kg
12) Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
21

13) Pasang kateter foley 14) Konsul bedah syaraf bila terdapat
indikasi operasi

E. Konsep Dasar Trauma Abdomen


1. Pengertian Trauma Abdomen
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (sjamsuhidayat dalam Barokah, 2012).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi
rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI
dalam Pragawati, 2014).

2. Patofisiologi Trauma Abdomen


Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi
kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien
akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan
hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus
bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien
akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin
belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda
tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk
rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer dalam
Pragawati, 2014).
22

3. Farmakologi Trauma Abdomen


a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas,
pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
 Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;
gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan
pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan
hemoragi masif.
 Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan
pernapasan serta sistem saraf.
 Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x
leher didapatkan.
 Gunting baju dari luka.
 Hitung jumlah luka.
 Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
b. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai
cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami
trauma.
 Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah
sampai pembedahan dilakukan.
 Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik.
Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena
aspirasi.
 Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan
steril, balutan salin basah untuk mencegah
nkekeringan visera.
 Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi
lanjut.
 Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah
meningkatnya peristaltik dan muntah.
23

c. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan


kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
d. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital,
haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila
diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
e. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika
terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan
intraperitonium.
f. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat
penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
g. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
h. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi.
trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan
barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada
waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik
(infeksi nosokomial).
i. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti
adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas
dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

F. Konsep Dasar Trauma Muskuloskeletal


1. Pengertian Trauma Muskuloskeletal
Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal
yang penting karena dapat membantu kita dalam menduga
kemungkinan trauma yang mungkin saja tidak segera timbul
setelah kejadian. Trauma musculoskeletal bisa saja dikarenakan
oleh berbagai mekanisme (Nurbaeti, 2012). Jenis-Jenis Trauma
Muskuloskeletal :
1) Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang
menjadi dua bagian atau lebih sehingga menimbulkan
gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Apabila
24

terjadi fraktur maka tulang harus diimobilisasi untuk


mengurangi terjadinya cedera berkelanjutan dan untuk
mengurangi rasa sakit pasien.
2) Dislokasi
Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan
articular, kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament
yang seharusnya menahan pangkal tulang agar tetap berada
pada tempatnya. Persendian yang biasanya terkenal adalah
bahu, siku, panggul dan pergelangan.
 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada
tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral
kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini
hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan
bawah karakoid).

3) Sprain
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek,
biasanya disebabkan memutar secara mendadak dimana
sendi bergerak melebihi batas normal. Organ yang sering
terkena biasanya lutut, dan pergelangan kaki, cirri
utamanya adalah nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah
injuri.
 Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari
dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya
yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau
25

aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada


pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering
terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-
sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya
tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa
diselingi peredaan (Brunner & Suddart dalam
Nurbaeti, 2012)
4) Strain
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan,
peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan
perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart dalam
Nurbaeti, 2012 ).
 Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena
trauma langsung (impact) atau tidak langsung
(overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik
pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan
atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi
pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot
guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan
membengkak (Chairudin Rasjad dalam Nurbaeti,
2012).
5) Kontusio
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit
rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan
cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan
dalam Nurbaeti, 2012)
26

 Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam
jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio
dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih
rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh
darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal,
menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang
dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah.
Faktor usia juga bisa membuat darah mudah
menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah
ikut menurun (Hartono Satmoko dalam Nurbaeti,
2012).
2. Farmakologi Trauma Muskuloskeletal
Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis
infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah :
 Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 – 2 g
dibagi dosis 3 -4 kali sehari) dapat digunakan untuk
fraktur tipe I Gustilo
 Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti
gentamicin (120 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan
untuk tipe II dan tipe III klasifikasi Gustilo.
 Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan
untuk mengatasi kuman anaerob.
G. Konsep Dasar Kegawatan Obstetri
1. Pengertian Kegawatan Obstetri
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu
kondisi yang dapat mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi
selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil. Sangat
banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa
mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan.
Kegawatan tersebut harus segera ditangani, karena jika lambat
27

dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi


baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015).
2. Patofisiologi Kegawatan Obstetri
Jika terjadi trauma penetrasi atu non penetrasi
kemungkinan terjadi perdarahan intra abdomen yang serius, pasien
akan memperlihatkan tanda- tanda iritasi yang di sertai penurunan
hitung sel darah merah yyang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ visceral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus
bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien
akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda- tanda peritonitis mungkin
belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda- tanda
tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk
rongga abdomen, maka operasi harus di lakukan(sjamsuhidayat,
2010).

3. Farmakologi Kegawatan Obstetri


 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau
lebih
 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, enzim hati, dan
profil metabolik
 Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) dosis initial 4 gr
diberikan dalam 20 menit, dilanjutkan dosis maintenance 6
gr dalam cairan Ringer Laktat 500 ml.
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan
pemeriksaan proteinuria
28

 Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam


 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin
setiap 1 jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya
krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada
edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik
(mis. Furosemide 40 mg IV)
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika
pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan
terdapat koagulopati

H. Konsep Dasar Kedaruratan Psikiatrik


1. Pengertian Kedaruratan Psikiatrik
Kondisi pada keadaan kegawat daruratan psikiatrik meliputi
percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol,
depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan
perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa
kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala
psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter
untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah
penting (Ekawati dkk, 2018)
2. Patofisiologi kedaruratan Psikiatri
Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi
gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak.
Semua masyarakat berhak mendapat perawatan kesehatan gawat
darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik. Perawatan
GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk
membayar. Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang
29

adekuat, adil dan tulus atas pelayanan kesehatan yang


diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran penggantian
atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk
setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas
penderita yang tid memiliki asuransi, bukan penduduk setempat
atau orang asing. Semua pasien harus mendapat pengobatan,
tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar
didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang
ditindak secara gawat darurat. Tempat rujukan layanan
kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai Psychiatric
Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau
Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga
kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu
perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk
fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa,
atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi
pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi,
pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan untuk
memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi
alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan
penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan
diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder
dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis. Fungsi
pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai
permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek,
memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk
menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien,
menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk
mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada pasien
rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan
konseling lewat telepon.
3. Farmakologi
30

a. Anti cemas
Golongan Benzodiazepine mula kerjanya cepat dan masa
kerjanya singkat
 Alprazolam: dosis: 0,5 – 4 mg, frekuensi: 3 kali/
hari
 Lorazepam: dosis: 1 – 10 mg, frekuensi: 3 kali/ hari
 Diazepam: dosis 2 -15 mg, frekuensi: 3 kali/ hari
 Lama pemberian: 2 - 4 minggu, karena berpotensi
menimbulkan ketergantungan
 Hati2: depresi pernafasan
b. Anti depresi
 Amitriptilin 75-150 mg/ hari 2-3x
 Maproptilin 75-150 mg/ hari 2-3x
 Sertraline 50-200 mg/ hari 1x
 Fluoxetine 20-6- mg/ hari 1x
 Venlavaxine 75-375 mg/ hari 1x

I. Konsep Dasar Overdosis atau Keracunan Obat


1. Pengertian
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh
racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung
mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal
dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ
lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan
dalam jangka panjang (Hapsari, 2012). Intoksikasi (Over dosis)
opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan
kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil
karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari
12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida
(needle track sign), bicara cadel, dan gangguan atensi atau daya
ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang
31

bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh


apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan
fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah
pemakaian opioid (Hapsari, 2012).

2. Farmakologi
a. Bebaskan jalan napas
b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan
c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan
koloid jika diperlukan
d. Pemberian antidotum Nalokso
 Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV
 Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1
-2 mg IV
 Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1
– 2 mg Narcan hingga ada respon berupa
peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan
membaik
 Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10
mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan
kesadaran
 Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6
jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran
kembali
 Observasi secara invensif tanda-tanda
vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien
dalam 24 jam
 Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta
EKG
 Puasakan klien untuk menghindari aspirasi
32

 Lakukan pemeriksaan rontgen thoraks serta


laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan
urinalisis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi
darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolism
jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor
utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan pembuluh darah
2. Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax
akut
33

3. Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai


akibat berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik
absolut ataupun relatif. Penyebap paling sering ialah trombosis
yang diperberat pada, atau pendarahan dalam, plak ateromatosa
dalam asteri koronaria epikardial
4. Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa
(trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional
jaringan otak
5. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja
6. Trauma musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai
mekanisme
7. Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi
yang dapat mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama
kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak
sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa
mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan
8. Kondisi pada keadaan kegawat daruratan psikiatrik meliputi
percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol,
depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan
perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa
kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala
psikiatriks umum.
9. Intoksikasi (Over dosis) opioida ditunjukkan dengan adanya tanda
dan gejala penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil
pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis),
pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat
pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguan
atensi atau daya ingat.
34

4.Trauma dada
adalah
abnormalitas
rangka dada
yang disebabkan
oleh benturan
pada
5.dinding dada
yang mengenai
tulang rangka
dada, pleura
paru-paru,
diafragma
ataupun isi
6.mediastinal baik
oleh benda tajam
35

maupun tumpul
yang dapat
menyebabkan
gangguan system
7. pernafasan.
Trauma dada
adalah masalah
utama yang
paling sering
terjadi pada
bagian
8.emergency.
Cidera pada dada
dapat mengenai
tulang-tulang
sangkar dada,
36

pleura dan paru-


paru,
9.diagfragma atau
organ-organ
dalam
mediastinum.
10. Trauma dada
adalah
abnormalitas
rangka dada
yang disebabkan
oleh benturan
pada
11. dinding dada
yang mengenai
tulang rangka
37

dada, pleura
paru-paru,
diafragma
ataupun isi
12. mediastinal baik
oleh benda tajam
maupun tumpul
yang dapat
menyebabkan
gangguan system
13.  pernafasan.
Trauma dada
adalah masalah
utama yang
paling sering
38

terjadi pada
bagian
14. emergency.
Cidera pada dada
dapat mengenai
tulang-tulang
sangkar dada,
pleura dan paru-
paru,
15. diagfragma
atau organ-organ
dalam
mediastinum
39

DAFTAR PUSTAKA
1. Harsismanto. 2018. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien
Trauma Thoraks (Hemathoraks). Retrevied from (Accesed 21 Maret 2020,
Pukul 12.00 WIB)
2. Priambudi, Willy dkk. 2010. Isu dan Trend Keperawatan Gawat Darurat.
Retrevied from... (Accesed 20 Maret 2020, Pukul 08.00 WIB)
3. Wardani, Ida Aju Kusuma. 2017. Manajemen Kegawat Daruratan
Psikiatri di Pelayanan Fasilitas Kesehatan Primer. Jurnal. Retrevied from
http://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/171f4c81c204ccbada
7484be66cf0150.pdf (Accesed 21 Maret 2020, Pukul 20.00 WIB)
4. Pragawati. 2014. Laporan Pendahuluan Trauma Abdomen. Retrevied from
https://id.scribd.com/doc/239777008/LP-Trauma-Abdomen (Accesed 21
Maret 2020, Pukul 21.00 WIB)
5. Ekawati dkk. 2018. Makalah Psikiatri. Retrevied from
https://id.scribd.com/document/423631224/393101022-askep-
40

kegawatdaruratan-Psikiatri-pdf (Accesed 21 Maret 2020, Pukul 21.30


WIB)
6. Parahita, Putu Sukma Dan Putu Kurniyanta. 2015. Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur Ekstrimitas. Jurnal. Retrevied
From.. (Accesed 21 Maret 2020, 20.00 WIB)
7. Nurbaeti, Sri. 2012. Trauma Muskuloskeletal. Jurnal. Retrevied from,,
(Accesed 21 Maret 2020, Pukul 19.30 WIB)
8. Farid, Muhamad. 2014. Keperawatan Gawat Darurat Trauma Thorax.
Retrevied from,,, (Accesed 20 Maret 2020, Pukul 13.00 WIB)
9. Watania, John. 2015. Kedaruratan Obstetrik. Jurnal. Retrevied from...
(accesed 21 Maret 2020, Pukul 19.00 WIB)
10. Logo, Indah Rosita Bule. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. D.
M Dengan Stemi Di Ruang Iccu Rsud Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Jurnal. Retrevied from... (Accesed 20 Maret 2020, Pukul 08.00 WIB)
11. Green, Ryan. 2013. Askep Gadar Pada Pasien Syock. Scribd. Retrevied
from..(Accesed 20 Maret 2020, Pukul 13.50 WIB)
12. Jessenggar, Vinoshalni. 2016. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik. Jurnal.
Retrevied from.... (Accesed 21 Maret 2020, Pukul 10.00 WIB)
13. Fitri, Cemy Nur. 2010. Syok Dan Penanganannya. Jurnal. Retrevied from
(Accsesed 21 Maret 2020, Pukul 10.30 WIB)
14. Fidelis, Amelia. 2012. Referat Syok Distributif. Retrevied from
https://id.scribd.com/doc/97297223/referat-syok-distributif (Accesed 21
Maret 2020, Pukul 15.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai