Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan


Gangguan Sistem Pencernaan
tentang
KOLELITIASIS

Disusun oleh :

1. Agusrianti (00120077)
2. Belina Sofitra (00120079)
4. Emilia (00120073)
5. Efrida Mayasari (00120081)
6. Junaidah (00120080)
7. Rama Yunita (00120065)
7. Rangga Wijaya (00120064)
8. Rinuke Fospasari (00120075)
9. Sumarlini (00120075)

S1 KEPERAWATAN

STIKES AWAL BROS


TAHUN AKADEMIK 2021– 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Nn.E dengan

Batu Empedu” tepat pada waktunya. Salawat dan salam penulis panjatkan kepada

junjungan kita nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikutnya yang setia

hingga akhir zaman.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Sistem

Pencernaan Pada Program Sarjana Keperawatan. Pada Kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan

bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses

penyusunan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. dr. Fadil Oenzil, PhD, Sp.GK selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Awal Bros Batam.

2. Ibu Ns. Rachmawaty M.Noer, S.Kep, M.Kes selaku Wakil Ketua I Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Awal Bros Batam.

3. Ibu Ns. Utari Christya Wardhani, S.Kep, M.Kep selaku Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Awal Bros Batam.

4. Ibu Ns. Sri Muharni S.Kep, M.Kep selaku Kepala Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Awal Bros Batam


5. Ibu Rizki Sari Utami M, Ners, M.Kep selaku dosen mata kuliah sistem

endokrin yang telah memberi ilmu arahan dan bimbingannya dalam

penulisan makalah ini ini.

6. Teman-teman yang sudah bersedia membantu

7. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk

perbaikan di masa mendatang. Semoga proposal ini dapat bermanfaat dan

berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Batam, 01 Juni 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20

juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika,

batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung

empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian.

Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan

pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang

lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka

banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat

dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan

semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan

moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila

batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis

penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan

atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

Penyakit Batu Empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang

penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Sudoyo, 2007). Dalam

“Third National Health and Nutrition Examination Survey” (NHANES III), prevalensi

cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria dan

16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif setelah 20 tahun. Sedangkan Asia

merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga

15%, dan sangat rendah pada benua Afrika, yaitu kurang dari 5% (Greenberger, 2009).
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa

dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala. Sedangkan di

Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di

negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980 cholelithiasis identik dengan

pemeriksaan ultrasonografi (De Jong, Syamsuhidajat, 2005). Di negara barat 10-15%

pasien dengan batu vesica fellea juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa

keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra

atau ekstra hepatik tanpa melibatkan vesica fellea. Batu saluran empedu primer banyak

ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat

(Sudoyo, 2007)

Cholelithiasis banyak ditemukan pada wanita dan makin bertambah dengan

meningkatnya usia. Prevalensi cholelithiasis bervariasi secara luas di berbagai negara

dan diantara kelompok-kelompok etnik yang berbeda-beda pada satu negara. Faktor

gaya hidup seperti diet, obesitas, penurunan berat badan dan aktivitas tubuh yang rendah

juga berpengaruh (Sulaiman, et al, 2007). Prevalensi cholelithiasis lebih rendah dari

kejadian sebenarnya, sebab sekitar 90% bersifat asimtomatik (Patrick, 2003). Di

Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai dari usia muda di bawah 30 tahun,

meskipun ratarata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insidensi

cholelithiasis meningkat (De Jong, Syamsuhidajat, 2005).

Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas penunjang yang murah, tidak invasif,

aman dan tersedia dengan potensi sangat akurat untuk pencitraan pada pasien suspect

cholelithiasis (Raymond, 2007). Pemeriksaan ultrasonografi pada perut kanan atas

merupakan suatu metode pilihan untuk mendiagnosis cholelithiasis. Tingkat

sensitivitasnya lebih dari 95% untuk mendeteksi cholelithiasis dengan diameter 1,5 mm

atau lebih. (Greenberger, 2009).


1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi Kolelitiasis ?
b. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi kandung empedu ?
c. Bagaimana Patofisiologi Kolelitiasis ?
d. Apa saja klasifikasi Kolelitiasis
e. Apa saja Tanda dan Gejala Kolelitiasis ?
f. Apa saja Komplikasi Kolelitiasis ?
g. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis ?
h. Apa saja Penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis ?
i. Bagaimana Konsep Keperawatan pada Penyakit Kolelitiasis ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang
penyakit Kolelitiasis, sedangkan untuk tujuan khususnya adalah senagai berikut :
1. Untuk memahami anatomi dan fisiologi dari Kandung Kemih
2. Untuk memahami definisi Kolelitiasis
3. Untuk memahami Etiologi Kolelitiasis
4. Untuk memahami Patofisiologi Kolelitiasis
5. Untuk Memahami Tanda dan Gejala Kolelitiasis
6. Untuk memahami klasifikasi Kolelitiasis
7. Untuk memahami Komplikasi Kolelitiasis
8. Untuk memahami Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis
9. Untuk memahami penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis
10. Untuk memahami Konsep Keperawatan pada penyakit Kolelitiasis

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat mempermudah


penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Kolelitiasis. Dan
diharapkan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
kemampuan penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS

2.1 Definsi

Kolellitasis adalah inflamasi akut dari kantung Empedu . Ini biasanya mengiritasi
lapisan kandung empedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang menyebabkan
obstruksi dan inflamasi dinding empedu, mencetuskan infeksi. Kolelitasis disebut juga
dengan pembentukan batu ( kalkuli dan batu empedu ) didalam kandung empedu atau
sisyem saluran empedu ( Smelzer.2009)
Kolelitiasis adalah inflamasi kandung empedu yang bisa menjadi Kolelitasis akut
biasanya terjadi setelah obstruksi saluran sistik oleh batu. Obstruksi akan meningkatkan
tekanan dalam kandung empedu, menyebabkan iskemia dinding dan mukosa kandung
empedu. Tertakannya empedu menyebabkan iritasi kimia dan seringkali diikuti oleh
terjadinya inflamasi bakteri. Iskemia menyebabkan nekrosis dan perforasi dinding empedu
( Pricilla, 2015 )
Kolelitiasis adalah pemebentukan batu ( Kalkuli ) didalam kandung empedu atau
saluran bilier. Batu terbentuk dari unsur – unsur yang membentuk cairan empedu.
Kolelitiasis pada saluran kandung empedu yang pada umumnya kandungan utamanya adalah
kolesterol ( Bare, 2009 )
Kolelitiasis adalah pembentukan batu didalam kandung empedu . Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbetuk dalam kandung empedu. Kolelitiasis merupakan endapan satu atau lebih
komponen empedu kolesterol, biliribun, protein, garam dan asam lemak ( Schwartz, 2009 )

2.2. Anatomi dan Fisiologi Empedu


2.2.1 Anatomi Empedu

Normal Kolelitiasis
2.2.2 Fisiologi Empedu

Empedu merupakan sakus ( kantong ) yang berbentuk buah pir dan melekat pada
permukaan posterior hati oleh jringan ikat. Kandung empedu memiliki fundus atau
ujung yang memanjang bafan ayau bagian utama, dan leher yang bersambung dengan
ductus sistikus. Kandung empedu memiliki lapisan jaringan seperti struktur dasar
saluran cerna modifikasi ( Elly Nurachman, 2011 ).

Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun oleh dari air dan
elektrolit, seperti natrium, kalsium, klorida, serta bikarbonat dan juga mengandung
dalam jumlah yang berarti beberapa subsrtansi seperti lesitin, kolesterol, bilirubin, serta
garam – garam empedu. Empedu dikumpulkan dan dan disimpan dalam kandung
empedu yang kemudian akan dialirkan kedalam intestinum bila diperlukan bagi
pencernaan ( Arif mutaqin, 2011)

Setelah terjadi konyugasi atau pengikatan dalam asam – asam amino ( Taurin dan
glisin ), garam empedu dieksresikan kedalam empedu. Bersama dengan kolesterol dan
lesitin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dan Intestinum. Proses ini
penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efisien. Kemudain garam
empedu akan diserap Kembali ke hati dan sekalilagi dieksresikan kedalam empedu.
Lintasan hepatosit – empedu – intestinum dan Kembali lagi kepada hepatosit
dinamakan sirkulasi enterohepatic ( Arif mutaqin ,2011 )

Akibat adanaya sirkulasi enterohepatic, maka dari seluruh garam empedu yang
masuk kedalam intestinum, hanya Sebagian kecil yang akan disekerisikan kedalam
feses. Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif garam empedu oleh
sel – sel hati ( Arif Mutaqqin, 2011 )

Kandung Empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya


sekitar 10cm, terletak sdikit dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara
lobus hari kanan dan kiri. Kandung empedu mempunyai fundus, corpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat ujung buntu dari kandung empedu
yang memanjang diatas tepi hati. Korpus adalah bagian terbesar dari kandung empedu.
Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus
dan daerah ductus sistika ( Schwartz, 2009 ).

Infundibulum yang kita kenal juga dengan kantong Hartman adalah bulbus
diverticulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dan kandung kemih, yang
secara klinis bermakna proksimitasnya terhadao duodenum dan dapat terinfeksi
kedalamnya. Duktus sistikus menghubungakan kandung empedu ke ductus koleduktus.
Katup spiral dari heister terletak didalam ductus empedu. Pasokan darah ke kandung
empedu adalah melalui arteri kristika, secara khas dari merupakan cabang dari arteri
hepatica kanan, tetapi asal dari arteri kristika bervariasi. Segitiga calot dibentuk oleh
arteri kristika, ductus koledekus, dan ductus kistikus ( Schwartz, 2009 )

Kandung Empedu terletak dibawah lobus kanan hati. Hati empedu masuk ke
saluran ( Kanalikuli) empedu yang terdapat didalam hati. Kanali empedu tersebut
kemudain Bersatu membentuk dua saluran yang lebih bedar yang keluar dari hati yaitu
ductus hepatica kanan dan kiri Bersatu mejadi ductus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus komunis Bersatu dengan ductus sistikus koledokus Bersatu dengan ductus
pankreatikus membentuk ampulla vateri sebelum bermura ke usus halus. Bagian akhir
dari saluran ampulla oleh sfingter ( Lusianah, 2010 )

Fungsi uatama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan


e,pedu yang dihasilkan oleh hati. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorsi air dan garam – garam
anorganik dalam kandung ampedu, sehingga cairan empedu lebih pekat 10x lipat dari
pada cairan empedu hati. Kandung empedu akan mengosongkan isinya kedalam
duodenum melalui kontrasksi otot dan relaksasi sfinger oddi dan dirangsang oleh
masuknya kimus duodenum ( Suratun, 2010 )

2.3 Klasifikasi Batu Empedu

Menurut Nian ( 2015 ) Kolelitiasis digolongan atas 3 ( Tiga ) golongan, yaitu :


a. Batu Kolesterol
Berbentuk oval, multivocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
b. Batu kalisium bilirubinan ( pigmen coklat )
Bewarna coklat atau coklat tua, lunak mudah dihancurkan dan mengandung kalsium
bilirubinan sebagai komponen utama.
c. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecolatan, tidak berbentuk seperti bubuk dan akaya akan sisa
zat hitam yang tidak terekresi.
Batu Kolesterol Batu Pigment

Menururut Corwin (2008 ) ada tiga tipe utama Kolelitiasis, yaitu :


a. Batu pigmen
Kemungkinan berbentuk seperti pigmen yak yerkonjugasi dalam empedu
melakukan pengendapan sehinga terjadi batu.
b. Batu kolesterol
Terjadi akibat mengkonsumsi makanan berkolesterol seperti fast food dengan
jumlah tinggi. Kolesterol yang merupakan unsur normal pemebentuk empedu tidak
dapat larut dalam air. Pada pasien yang cendrung menderita batu empedu akan
terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam
hati. Keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang
kemudain keluar dari getah empedu, memgendap dan menjadi batu empedu
c. Batu Campuran
Batu Campuran dapat terjadi karna kombinasi antara batu pigmen dan batu
kolesterolatau salah satu dari batu dengan beberapa zat lain seperti kalsuim karbonat,
fosfat dan garam empedu
2.4 Etiologi

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor


predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
a) Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
untuk membentuk batu empedu.
b) Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
c) Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbuakibat dari terbentuknya
batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.
Adapun faktor resiko yang mempengaruhi kolelitiasis :
a. Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat Badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko


terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
f. Penyakit Usus Halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn


disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

g. Nutrisi Intravena Jangka Lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak


terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu
2.5 Patofisiologi

Menurut Corwin ( 2008 ) patofisiologi kolelitiasis yaitu perubahan komposisi


empedu. Perubahan komposisi ini membentuk inti, lalu lambat laun menebal dan
mengkristal. Proses pengkristalan berlangsung lama, bisa sampai bertahun tahun dan
akhirnya akan menghasilkan batu empedu, bila adanya peradangan pada kandung empedu
dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan
beberapa unsur konstituen seperti kolesterol, kalsium, bilirubin. Infeksi dalam kandung
empedu dapat berperan dalam pemebentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel
dan pemebentukan mucus. Mukus menyebabkan vikositas dan unsur seluler atau bakteri
dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Adanya proses infeksi ini terkait mengubah
komposisi empedu dengan meningkatkan reabsorbsi garam emepedu dan lesitin.
Salah satu factor genetic yang menyebabkan batu empedu adalah Obesitas karena
orang dengan obesitas cenderung mempunyai kadar kolesterol yang tinggi. Kolesterol
tersebut dapat mengendap disaluran pencernaan juga disaluran kandung empedu, yang
lama kelamaaan akan mengakibatkan batu emepedu.
2.6 WOC Kolelitiasis

2.7 Manifestasi Klinik

1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik
bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9
dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay- colored ”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi cairan empedu juga mengganggu absorbs vitamin yang larut dalam lemak
(A, D, E, dan K )

2.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan pendukung dan diit


Kurang lebih 80% pasien sembuh dengan istirahat, pemberian cairan infus,
pengasapan monogastrik, analgesik, dan antibiotik.

Diit dibatasi pada makanan cairan rendah lemak, penatalaksanaan diit


merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluhkan gangguan gastrointestinal ringan.
b. Farmakoterapi
1. Obat-obat antikosinengik-antispasmodik.
2. Analgesik.
3. Antibiotik bila disertai kolesistitis
4. Asam empedu (asam kemodeoksikolat).
c. Litotripsi
1. Litotripsi syok gelombang extra konporeal: kejutan gelombang berulang
yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu
untuk memecahkan batu empedu.
2. Litotripsi syok gelombang intrakonporeal: batu dapat dipecahkan dengan
ultra sound, tembakan laser atau intotripsi hiokolik yang dipasang melalui
endoskopi yang diarahkan pada empedu.
d. Penatalaksanaan Pembedahan
1. Kolesistektomi
Merupakan salah satu prosedur bedah yang sering dilakukan. Kandungan
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligari.

Tindakan Kolesistektomi

2. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandungan empedu lewat
luka insisi selebar 4 cm. Jika dipertukaran batu kandung empedu yang berukuran
lebih besar.

3. Kolesitektomi Laparaskopi
Dilakukan melalui insisi kecil atau fungsi yang berat melalui dinding
abdomen dalam umbilikus.

Tindakan Kolesistektomi Laparaskopi

2.9 Komplikasi
1. Kolesistitis akut dan kronik.
2. Koledokolitiasis.
3. Pankabatitis.
4. Kolangitis.
5. Abses hati.
6. Sirosin bilien.
7. Empiema.
8. Ikterus obstruktif.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.

b) Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia


atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
(Smeltzer, 2002)

c) Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding


kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)

d) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini


memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik
yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)

e) Pemeriksaan darah
 Kenaikan serum kolesterol
 Kenaikan fosfolipid
 Penurunan ester kolesterol
 Kenaikan protrombin serum time
 Kenaikan bilirubin total, transaminase
 Penurunan urobilirubin
 Peningkatan sel darah putih
 Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama.
2.11 KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian
Pengumpulan Data
1. Identitas klien/pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan, agama, suku, alamat, tanggal Masuk Rumah Sakit, nomor
register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab.

2. Keluhan Utama

Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan


atas atau dapat juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan


penuh pada epigastrium kadang-kadang mual dan muntah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan


atas dalam jangka waktu yang lama.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit


keluarga, karena kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau kelainan
bawaan atau kongenital.

6. Pola-pola Fungsi Kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada umumnya pasien kolelitiasis dapat memenuhi sebagian besar dari


tata laksana kesehatannya karena kolelitiasis tidak mengganggu persepsi dan
tata laksana hidup sehat.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Terdapatnya gangguan dan penurunan absorbsi lemak menyebabkan


pasien kolelitiasis mengalami gangguan gastrointestinal ringan seperti
perasaan mual, kadang-kadang disertai muntah.

c) Pola eliminasi

Pada umumnya pasien kolelitiasis tidak mengalami gangguan eliminasi,


tetapi warna alvi dan urin berubah warna (alvi menjadi warna pucat urin
menjadi warna gelap).
d) Pola istirahat dan tidur
Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba muncul dapat
mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.

e) Pola aktivitas dan latihan


Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan penuh di daerah
epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan pasien, karena pasien
butuh istirahat.

f) Pola persepsi dan konsep diri


Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya
baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.

g) Pola hubungan peran


Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun respon keluarga
terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada gangguan.

h) Pola reproduksi seksual


Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena keadaan
penyakit pasien.

i) Pola penanggulangan stress


Pada umumnya pasien kolelitiasis cemas terhadap penyakitnya
keadaan penyakitnya.

j) Pola sensori dan kognitif


Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak terdapat gangguan
pada sensori dan kognitifnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut pasien
tentang norma dan aturan yang di jalankan.

7. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Didapatkan saat klien waktu pengkajian k/u lemah, suhu tubuh tinggi
(jika ada infeksi), mual, muntah, nyeri perut kanan atas, ikterus, distensi
abdomen.

2) Pemeriksaan tanda-tanda Vital


 Suhu tubuh
 Denyut nadi
 Tingkat kesadaran
 Tekanan darah
b. Diagnoasa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorsi makanan
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi prognosis dan
pengobatan penyakit

a. Intervensi

Dx I : Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3 x 24 jam.
KH :
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Pasien lebih tenang dan merasa nyaman
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana Tindakan:
1. Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga.
Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan
keluarganya akan lebih kooperatif dalam tindakan perawatan.
2. Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi
nyeri.
Rasional: Diharapkan klien mengerti tentang nyeri yang dialamiya dan bagaimana
mengatasinya.
3. Observasi dan catat lokasi nyeri dan karakter nyeri.
Rasional: Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat
mempermudah dalam melakukan tindakan selanjutnya.
4. Tingkatkan mobilisasi biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman. Rasional:
Mobilisasi pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra Abdomen pasien
akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah
5. Berikan kompres hangat didaerah nyeri. Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi.
Rasional: Diharapkan dapat menghindari kesalahan dalam pemberian terapi
obat/infus.

Dx II : Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorsi makanan
Tujuan : Pasien dapat memenuhi intake sesuai dengan kebutuhan.
KH :
 Pasien tidak mual dan muntah
 Nafsu makan meningkat
 Berat badan pasien normal

Rencana Tindakan:
1. Jelaskan pada klien dampak dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien untuk makan.
2. Jelaskan pada klien faktor-faktor yang dapat mengatasi mual.
Rasional: Meningkatkan motivasi klien untuk melakukan tindakan mengetahui
mual.
3. Anjurkan pada klien untuk makan makanan selagi hangat.
Rasional: Untuk menambah nafsu makan pasien.
4. Anjurkan pada posisi semi fowler saat makan. Rasional: Untuk mencegah mual
dan aspirasi.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan tim
gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional: Untuk mengatasi kata mual dan meningkatkan proses
penyembuhan pasien

Dx III : Cemas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi


prognosis dan pengobatan penyakit
Tujuan :
 Klien mengerti tentang penyakitnya
 Cemas pasien berkurang
KH :
 Ekspresi wajah pasien lebih tenang (rileks)
 Pasien menyetujui dilakukannya tindakan pengobatan

Rencana Tindakan:

1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur awal dan persiapan yang dilakukan.
Rasional: Informasi menurunkan cemas
2. Anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman tinggi lemak.
Rasional: Mencegah/membatasi kambuhnya serangan kandung empedu.
3. Bantu pasien untuk menetapkan masalahnya secara jelas.
Rasional: Keterbukaan dan pengertian tentang persepsi diri adalah syarat
untukberubah.
4. Tingkatkan harga diri pasien dan berikan support
Rasional: Dengan memberikan support diharapkan harga diri pasien akan merasa
hidupnya berguna dan dengan meningkatkan harga diri mempunyai semangat
untuk berobat sampai penyakitnya sembuh.

c.Implementasi

Adalah perwujudan dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap
perencanaan untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi, 1995).

d.Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang


merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
semua tenaga kesehatan (Nasrul Effendi, 1995).
a) Nyeri berkurang
b) Nafsu makan meningkat
c) BB kembali seimbang
33

BAB III

TINJAUANKASUS

Nn.E , sejak 6 hari yang lalu mengeluh nyeri pada perut kanan atas, nyeri dirasakan hilang
timbul dan tertusuk – tusuk, skala nyeri 6, mual dan muntah. Tanda – tanda vital tekanan
darah 100/90, suhu 36’c, nadi 98x/menit dan pernafasan 20x/menit. Riwayat masa lalu
pasien sering mengkonsumsi jeroan dan makanan bersantan, pasien akan dilakukan
pemeriksaan kolesistografi dan USG.

A. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 6 hari
2. Riwayat Penyakit sekarang
Nyeri perut kanan seperti tertusuk – tusuk skala 6, disertai mual dan muntah
3. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit berat sebelumnya, tetapi pasien memiliki
riwayat sering mengkonsumsi jeroan dan makanan bersantan.
4. Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada

B. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON

1. Pola persepsi kesehatan


Jika ada anggota keluarga yang sakit, akan dibawa untuk diperiksakan ke fasilitas Kesehatan
yang tersedia seperti Rumah sakit dan Puskesmas
Interpretasi : Keluarga mengatakan Kesehatan adalah hal penting, jadi jika ada masalah pada
Kesehatan akan dibawa berobat ke pelayanan kesehatan
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Nutrisi
a. Sebelum sakit : klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi sedang, pasien memiliki
kegemaran memakan jeroan dan makanan bersantan
b. Ketika sakit : selama dirawat klien mengatan tidak selera makan disertai mula dan mintah.
Pasien makan 3x sehari dengan ¼ porsi menu Rumah sakit . Diit 1700 kkal. Diit rendah
lemak
3. Pola Eliminasi
a. Sebelum sakit : pasien BAB 1x sehari, kebiasaan dipagihari dengan konsistensi lembek
berbau khas. BAK 5 – 6 x sehari, dengan berbau khas dan bewarna kuning jernih
b. Ketika sakit : BAB 1x sehari warna kuning dan berbau khas. Urine lebih kurang 1000cc
warna gelap sepeti teh
1. Pola Istirahat dan Tidur
a. Sebelum sakit : klien tidurnya efektif 8 jam/hari, dan kebiasaan tidur siang 2 jam/hari.
b. Ketika sakit : Klien mengatakan sebisa mungkin tidur agar tidak merasakan nyeri dan
sebah pada perutnya, tetapi sering juga terbangun
2. Pola Aktivitas Latihan
a. Sebelum sakit : klien dapat beraktifitas secara madiri
b. Ketika sakit : saat pasien dirawat aktifitas sebagian dibantu oleh keluarga dan hanya
terbaring lemah ditempat tidur
3. Pola Peran dan Hubungan
Sebelum sakit klien bekerja sebagai karyawan swasta dan bekerja aktif, selama sakit klien tidak
dapat berkerja seperti biasa dikarenakan harus dirawat
4. Poal Persepsi Sensori
Klien mampu memahami apa yang kita maksud dan mampu menjawab dengan benar.
5. Pola Konsep Diri
a. Identitas diri : Klien dapat mengenali diri sendiri , mengetahui identitas dirinya sendiri dan
mengetahui dari mana ia berasal.
b. Gambaran diri : Klien mengatakan tidak malu dengan keadaan saat ini
c. Ideal diri : pasien menerima sakitnya saat ini dan berusaha semaksimal mungkin untuk
kesembuhan
d. Harga diri : pasien tidak merasa harga diri nya terganggu dengan keadaan saat ini.
6. Pola Mekanisme Koping
Pasien sering berkeluh kesah kepada orang tuanya dan anggota keluarga lain, semua keputusan
akan didiskusikan bersama.
7. Pola Seksual dan Reproduksi
Klien adalah seorang wanita single belum menikah, siklus haid lancar
8. Pola Nilai Kepercayaan
Klien beragama islam dan taat dalam melakukan ibadah solat walaupun hanya ditempat tidur.

C. DATA PSIKOSOSIAL
1. Status Emosi
Emosi klien stabil
2. Konsep Diri
Body Image : Klien tampak cemas dan tidak nyaman dengan
keadaannya namun tetap kooperatif
Self Ideal : Klien ingin cepat sembuh dan ingin dapat beraktifitas
dengan normal.
Self Esteam : Klien merasa diperlakukan baik oleh dokter dan perawat
perawat dan mendapat dukungan pengobatan dari keluarga
Role : Klien merupakan seorang karyawan swasta
Self Identity : Klien seorang Wanita usia 28 tahun dan bekerja sebagai
karyawan swasta

3. Interaksi Sosial
Hubungan klien dengan keluarga, masyarakat, sekitar baik. Hubungan dengan
petugas Kesehatan selama klien dirawat juga terjalin dengan baik.
4. Spiritual
Klien beragama Islam, dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya
tidak ada budaya yang bertentangan dengan Kesehatan.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah =100/90 mmHg
b. Suhu tubuh 36oC,
c. RR = 20 x/menit
d. Nadi= 98 x/menit
e. BB sebelum sakit : 64 kg dan BB saat sakit : 61 kg, TB: 156 cm, LILA :25 cm
4. Kepala
Simetris, pusing, benjolan tidak ada. Rambut tumbuh merata dan tidak botak, rambut
berminyak dan sedikit rontok
5. Wajah
Simetri , otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada, Wajah menyeringai dan
meringgis karena kesakitan
6. Mata
Konjuktiva tidak anemis, pupil isokor dan sklera anikterik, reflek cahaya positif , tidak
memakai kacamata, tidak ada masalah penglihatan
7. Telinga
Tidak ada serumen, membran timpani dalam batas normal , fungsi pendengaran baik
8. Hidung
Tidak ada deformitas dan kelainan bentuk, tidak ada polip fungsi penciuman baik,
9. Mulut
Tidak ada stomatitis dan mukosa bibir agak kering, gigi lengkap tidak ada yang ompong, klien
dapat mengunyah dengan baik
10. Leher
Fungsi menelan normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis, dan tidak ada kaku kuduk.
11. Dada dan Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru vesikuler
Auskultasi : Tidak terdapat ronci dan suara nafas tambahan
12. Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat ascites dan terlihat supel
Auskultasi : bising usus 12x/menit
Palpasi : Nyeri tekan diperut kanan atas skala nyeri 6, kriteria sperti ditusuk - tusuk
Perkusi : Tympani
13. Ekstrimitas
Atas : Akral hangat, terpasang infus di tangan kiri, tidak ada luka ,dan tidak ada kelumpuhan.
Bawah : tidak terjadi kelumpuhan, tidak ada luka, dan tidak terpasang infus di kaki kanan
maupun kiri.
14. Genetalia
Fungsi genetalia baik dan tidak terpasang folley cateter, tidak terdapat oedem genitourinaria
15. Integumen
Kulit sawo mateng, tidak terligat kuning, kulit lembab, turgor kulit normal

E. LABORATORIUM

Tabel Pemeriksaan Laboratorium-


Tanggal Jenis Hasil (satuan) Normal
Pemeriksaan Pemeriksaan
Leukosit 15,9 4,4-11,3
Eritrosit 4,34 4,1-5,1
Haemoglobin 12.0 12,3-15,3
*********Trombosit 344 350-470
Masa perdarahan 2’5” <6 menit
Masa Penjendalan 8’30” <12 menit
GDS 112 70-140
SGOT 40 <31
SGPT 52 <32
Ureum 25 10-50
Creatinin 1,0 <1,2
Total kolesterol 220 < 200
LDL kolesterol 115 < 100
HDL kolesterol 50 40
F. RADIOLOGI

Tabel Pemeriksaan Radiologi

Hasil
Rongen Thorax Pulmo dan Cor dalam batas normal
Kolesistografi Belum ada hasil
USG Abdomen Belum ada hasil
ANALISA DATA

NAMA : Nn. E RUANG : xxx

UMUR : 28 tahun NO.REGISTRASI : xxx

No Data Problem Etiologi


1 DS : Gangguan rasa nyaman Proses
Pasien mengatakan nyeri perut nyeri : Nyeri akut inflamasi
kanan atas nyeri dirasakan
seperti ditusuk – tusuk skala
nyeri 6
DO :
Pasien tampak meringis kesakitan
skala nyeri 6 observasi TTV :
TD : 100/90 mmgh
HR : 98 x/menit
Suhu : 36’C
RR : 20 x /menit
2 DS : Resiko kekurangan nutrisi, Ketidakma
- Pasien mengatakan mual dan kurang dari kebutuhan mpuan
muntah tubuh mengabsor
- Pasien mengatakan tidak nafsu bsi
makan makanan
DO :
- Pasien tampak lemah, tampak
pasien mual dan muntah
- BB sebelumnya 64 kg
BB sekarang 61 kg
- Dari 1 porsi menu Rumah sakit
pasien hanya menghabiskan ¼ porsi
saja
3 DS : Cemas Kurang
- Pasien mengatakan tidak mengerti pengetahuan
tentang penyakit yang sedang tentang
dialaminya prognosis
dan
DO:
pengobatan
- Klien tampak kebingungan jika penyakit
ditanya tentang penyakitnya.
- Pasien tampak cemas akan
penyakitnya

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA : Nn. E RUANG : xxx

UMUR : 28 tahun NO.REGISTRASI : xxx

NO. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. 01 Mei 2021 Nyeri akut berhubungan dengan proses Inflamasi

Data Subyektif:
- Klien mengatakan nyeri pada perut kanan atas seperti ditusuk – tusuk
- Klien mengatakan nyeri makin bertambah saat bergerak atau pindah
posisi
Data Obyektif:
- Wajah pasien terlihat meringgis
kesakitan
- Skala nyeri 6
- Observasi TTV
TD : 100/90 mmhg
HR : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36’c
2. 01 Mei 2021 Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
ketidak mampuan mengabsorbsi makanan
Data Subyektif:
- Klien mengatakan mual dan muntah
- Klien mengatakan muntah 3 – 5x isi makanan
- Klien mengatakan tidak nafsu makan

Data Obyektif:
- Klien tampak
mual dan muntah
- Klien tampak
lemah
- Klien hanya
menghabiskan ¼
dari menu rumah
sakit
- BB awal : 64 kg
- BB sekarang : 61 kg
3. 03-02-2021 Cemas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi tentang
prognosis dan pengobatan penyakit
Data Subyektif:
Klien mengatakan tidak mengerti
tentang penyakit yang sedang
dideritanya
Data Obyektif:
Pasien tampak cemas dan kebinggungan jika ditanya tentang
penyakit yang dideritanya
INTERVENSI KEPERAWATAN

NAMA : Nn. E RUANG : xxx

UMUR : 28 tahun NO.REGISTRASI : xxx

No Diagnosa Definisi dan Intervensi Paraf


Keperawatan Keriteria hasil

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Observasi


dengan proses inflamasi intervensi keperawatan - Monitor TTV
Data Subyektif: selama 1 x 30 menit, - Kaji skala nyeri
Klien mengatkan nyeri maka diharapkan - Identifikasi lokasi,
pada perut kanan atas, pasien dapat karakteristik, durasi,
seperti ditusuk – tusuk menunjukan kriteria frekuensi nyeri
Data Obyektif: hasil : - Kaji faktor yang
Wajah klien tampak - Keluhan nyeri memperberat dan
meringgis kesakitan berkurang memperingan nyeri
Skore nyeri 6 - Wajah tidak terlihat Terapeutik
Obs TTV: meringgis - Berikan teknik
TD : 100/90 mmhg - Klien tidak tampak nonfarmakologis untuk
HR : 98 x/menit gelisah lagi memgurangi nyeri
Suhu : 36’c - Frekuensi nadi Kontrol ruangan yang
RR : 20 x/menit kembali normal dapat memperberat
- Tekanan darah rasa nyeri ( mis : suhu
kembali normal ruangan,
Pasien dapat pengcahayaan,
istrahat tidur kebisingan )
Edukasi
- Jelaskan penyebab nyeri
- Jelaskan strategi pereda
nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2. Resiko nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Observasi
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan - Identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan Tidak selama1x24 jam, maka - Identifikasi kebutuhan
mampu mengabsorbsi status nutrisi membaik. kalori dan jenis nutrient
makanan Dengan kriteria hasil : - Monitor asupan makanan
- Porsi makan yang - Monitor berat badan
Data Subyektif: dihabiskan meningkat - Monitor hasil
- Klien mengatakan - Kekuatan otot pemeriksaan laboratorium
terkadang Mual dan pengunyah Terapeutik
muntah meningkat Berikan makanan tinggi
- Klien mengatakan - Kekuatan otot kalori dan tinggi protein
badannya lemah menelan meningkat Berikan suplemen
Data Obyektif: - Berat badan membaik makanan , jika perlu
- Pasien tampak lemah Edukasi
- Klien tampak Ajarkan diet yang
menghabiskan ¼ porsi diprogramkan
makanan dari menu RS
yang disediakan
- Klien tampak muntah
frekuensi 3 – 5 kali isi
makanan
- BB awal : 64 kg
BB sekarang : 61 kg

3. Cemas Setelah dilakukan Observasi


berhubungan dengan intervensi keperawatan - Identifikasi tingkat
kurang terpapar informasi selama 1x 24 jam ansietas
akan prognosis dan pasien cemas pasien - Monitor tanda – tanda
pengobatan penyakit teratasi dengan kriteria ansietas ( verbal dan non
Data Subyektif: hasil : verbal )
- Klien mengatakan tidak - Pasien dan keluarga Terapeutik
memngerti akan penyakit menyatakan - Temani pasien untuk
yang sedang dideritanya pemahaman tentang mengurangi kecemasan
- Klien cemas akan penyakit penyakit, prognosis, - Dengarkan dengan penuh
yang sedang dideritanya dan program perhatian
Data Obyektif: pengobatan Edukasi
- Klien tampak cemas akan - Pasien dan keluarga - Jelaskan prosedur,
penyakitnya mampu melaksanakan termasuk sensasi yang
Klien tampak binggung prosedur yang mungkin dialami
bila ditanya tentang dijelaskan secara benar - Informasikan secara
penyakitnya - Pasien dan keluarga faktual mengenai
dapat menjelaskan diagnosis, pengobatan
kembali apa yang dan prognosis
dijelaskan perawat dan - Anjurkan
tenaga kesehatan mengungkapkan perasaan
lainnya. dan persepesi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas jika perlu
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA : Nn. E RUANG : xxx

UMUR : 28 tahun NO.REGISTRASI : xxx

Dx Keperawatan Tanggal/ Implementasi Paraf

Jam

Nyeri akut berhubungan dengan proses 01-05-2021 1. Memonitor TTV


inflamasi 2. Mengkaji skala nyeri
3. Megidentifikasi
lokasi, karakteristik,
intensitas nyeri
4. Kolaborasi
pemberian analgetik
Data Subyektif:
jika diperlukan
Klien mengatakan
Nyeri pada perut kanan atas seperti ditusuk
– tusuk

Data Obyektif:
- Wajah pasien terlihat meringis kesakitan
- Skala nyeri 6
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak terbaring lemah ditempat
tidur
01-05-2021 1. Mengobservasi TTV
Resiko kekurangan nutrisi kurang dari 2. Mengidentifikasi
kebutuhan tubuh berhubungan dengan status nutrisi
Tidak mampu mengabsorbsi makanan 3. Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
Data Subyektif: jenis nutrient
- Klien mengatakan terkadang Mual dan 4. Memonitor berat
muntah badan
- Klien mengatakan badannya lemah 5. Memberikan
Data Obyektif: suplemen makanan
- Pasien tampak lemah
- Klien tampak menghabiskan ¼ porsi
makanan dari menu RS yang disediakan
- Klien tampak muntah
- BB awal : 64 kg
BB sekarang : 61 kg
Cemas berhubungan dengan kurang terpapar 01-05-2021 1. Mengobservasi TTV
informasi tentang prognosis dan pengobatan 2. Menemani pasien
penyakit untuk mengurangi
cemas
3. Menjelaskan tentang
prosedur pengobatan
4. Menginformasikan
secara faktual
mengenai diagnosis,
prognosis dan
pengobatan penyakit
5. Kolaborasi pemberian
antiaansietas jika perlu
Data Obyektif:
- Klien tampak binggung jika ditanya tentang
penyakitnya
- Klien tampak cemas dan tegang
- Klien tampak bertanya – tanya tentang
penyakitnya
EVALUASI

NAMA : Nn.E RUANG : xxx

UMUR : 28 tahun NO.REGISTRASI : xxx

No Diagnosa Kepera Tanggal Evaluasi


watan

1. Nyeri akut b.d 03-05-2021 S: Pasien berkata nyeri perut berkurang


proses infamasi
O: K/U sedang Kesadaran : CM

Expresi wajah klien lebih


rileks

Skala nyeri 2 - 3
A: masalah nyeri teratasi

P: Rencana dihentikan
2. Resiko kekurang 03-05-2021 S: Pasien berkata tidak mual dan muntah berkurang
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh O: K/U cukup Kesadaran : CM
berhubungan Klien tampak bersemangat dan menghabiskan makanan
dengan Tidak nya
mampu A: masalah resiko kekurangan nutrisi teratasi
mengabsorbsi
makanan P : Rencana dihentikan

3 Cemas 03-05-2021 S: Px mengatakan tidak cemas lagi


berhubungan
dengan kurang O: K/U sedang Kesadaran CM
terpaparnya akan Pasien sudah terlihat lehih tenang dan tidak cemas lagi,
informasi tentang klien padat menjelaskan kembali tentang diagnosa,
progrnosisi dan pengobatan penyakitnya.
prognosis dan
pengobatan
A: masalah cemas teratasi
penyakit.

P: Rencana dihentikan
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kolellitasis adalah inflamasi akut dari kantung Empedu . Ini biasanya mengiritasi lapisan
kandung empedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang menyebabkan obstruksi
dan inflamasi dinding empedu, mencetuskan infeksi. Kolelitasis disebut juga dengan
pembentukan batu ( kalkuli dan batu empedu ) didalam kandung empedu atau sistem saluran
empedu.
Fungsi uatama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan e,pedu yang
dihasilkan oleh hati. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Pembuluh
limfe dan pembuluh darah mengabsorsi air dan garam – garam anorganik dalam kandung
ampedu, sehingga cairan empedu lebih pekat 10x lipat dari pada cairan empedu hati.
Adapun factor resiko terbentuknya batu empedu adalah : Usia, jenis kelamin, berat badan
( obesitas ), makanan, aktivitas fisik, penyakit usu halus, nutrisi intravena jangka Panjang

Manifestasi klinik dari kolelitiasis adalah :


1. Rasa nyeri yang bukan bersifat kolik tapi persisten
2. Ikterus, gejala ini sering disertai dengan gejala gatal – gatal pada kulit
3. Perubahan warna urine dan fese ( clay coloured )
4. Defisiensi vitamin

Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan kolelitiasis adalah :


1. Penatalaksanaan pendukung diit ( diit rendah lemak )
2. Farmakologi (Analgetik )
3. Litotripsi
4. Penatalaksanaan pembedahan ( Kolisitektomi , Minikolesistektomi, dan Kolisistektomi
laparaskopi )

Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas penunjang yang murah, tidak invasif, aman
dan tersedia dengan potensi sangat akurat untuk pencitraan pada pasien suspect cholelithiasi.
Pemeriksaan ultrasonografi pada perut kanan atas merupakan suatu metode pilihan untuk
mendiagnosis cholelithiasis.
B. SARAN

Sesuai dengan hasil kesimpulan diatas, maka untuk mengatasi masalah utama pada
penerapan asuhan keperawatan, kami memberikan beberapa saran, yaitu :
1. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kolilitiasis dimana perawat
terlebih dahulu harus mengetahui konsep dasar penyakit dan keperawatan.
2. Perawat hendaknya lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif melalui pendidikan
kesehatan pada penderita kolilitiasis , mengingat upaya ini masih merupakan upaya yang
terbaik.
3. Dalam memberikan perawatan pada pasien kolilitiasis, jaga kebutuhan nutrisi, aktifitas
dan terapi medis yang terjadwal.
4. Dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya perawat melakukan
pendokumentasian yang tepat agar dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran UI: Jakarta.,

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC: Jakarta.

Evelyn C. Pearce, 2002, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia:
Jakarta.

Lismidar, H, 1993, Proses Perawatan, UI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai