DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUA
empedu. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian kolelitiasis
dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history). Keluhan
klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrium,
demam, ikterus, mual, muntah. Jika tidak ditangani dengan baik komplikasi yang
dapat terjadi adalah kolesistitis, hidrops vesika felea, ikterus obstruktif, pankreatitis
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
yang disebut batu empedu sekunder. Pasien dengan batu empedu dapat dibagi
menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu
empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu
empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi
perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun
berbeda. Prevalensi kolelitiasis antara orang dewasa adalah sekitar 10% sementara
di Eropa Barat prevalensinya berkisar dari 5,9% hingga 21,9%. Tingkat prevalensi
3,2% hingga 15,6% telah dilaporkan dari Asia. Kolelitiasis lebih sering terjadi pada
7,9% pada laki-laki dan 16,6% pada perempuan (Aji et al., 2021). Data yang
diperoleh dari badan penelitian kesehatan dunia World Health Organization (WHO)
jumlah pasien dengan tindakan operasi tercatat pada tahun 2011 terdapat 140 juta
jiwa di seluruh rumah sakit di dunia, data pada tahun 2012 mengalami peningkatan
sebesar 148 juta jiwa, sedangkan di tahun 2015 terdapat 160 juta jiwa di dunia yang
(Kemenkes) tahun 2015 menyatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat 148 juta jiwa
pasien diseluruh rumah sakit di dunia pasien dengan tindakan operasi, sedangkan di
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak menunjukkan gejala klinis
berhubungan dengan nyeri abdomen (Febyan et al., 2017) . Penelitian Albab (2013)
menyebutkan bahwa insiden terbanyak kolelitiasis terjadi pada pasien dengan kadar
bilirubin total kurang 1,1 mg/dl dengan jumlah kasus 29 atau sebesar 33,33% (Aji et
al., 2021). Bilirubin adalah pigmen kuning yang merupakan hasil pemecahan sel
darah merah, yang disekresikan ke dalam empedu oleh sel hepar. Beberapa kondisi
kadar bilirubin 1,8-4 mg/dL sebagai prediktor kuat sedangkan kadar bilirubin >4
mg/dL sebagai prediktor sangat kuat untuk memprediksi adanya batu duktus
darah lengkap, tes fungsi hepar, serta bilirubin urin. Pemeriksaan penunjang lainnya
berupa Ultrasonografi (USG), Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography
sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitivitasnya lebih rendah berkisar
darah naik dan tetap dilakukan operasi dapat mengganggu efek dari obat anastesi
et al., 2020).
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
simtomatik. Kolesistektomi sampai saat ini masih merupakan baku emas dalam
pengangkatan batu empedu, terutama pada kasus yang sudah mengalami komplikasi
seperti kolangitis. Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi
kolesterol dari batu serta mencegah pembentukan inti batu. Pada pasien dengan
fungsi kandung empedu yang masih baik dan batu radiolusen < 10 mm, disolusi
lengkap tercapai pada 50 % pasien dengan 6 bulan sampai 2 tahun dengan UDCA
Upaya untuk mengatasi kecemasan pada pasien pre operasi bisa dilakukan
melalui dua cara yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.
Salah satu 5 jenis terapi non farmakologis yang bisa digunakan adalah teknik
kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi. Kelebihan latihan relaksasi
benson ialah latihan relaksasi lebih mudah dilakukan bahkan pada kondisi apapun
cholelitiasis
cholelitiasis.
dengan cholelitiasis
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis
cholelitiasis.
cholelitiasis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
a. Pola Nutrisi
Pada pola istirahat tidur pasien post operasi kolelitiasis sebelum sakit
umumnya pola tidur baik dan teratur yaitu 7- 8 jam perhari. Sesudah
sakit pada pasien post operasi kolelitiasis, pola tidurnya bisa saja
terganggu karena adanya rasa nyeri, cemas ataupun tidak nyaman
akibat proses pembedahan.
d. Pola Personal Hygiene
a. Keadaan Umum
1) Sistem Pernafasan
2) Hipertermi
4) Risiko infeksi
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
8. Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
10. Anjurkan memonitor
No Diagnosa keperawatan Luaran Intervensi
nyeri secara mandiri
11. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri (pemberian
terapi aroma lemon)
kolaborasi
12. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
2. Hipertermi Termoregulasi Manajemen
membaik dengan Hipertermia
kriteria h asil :
Observasi
1. Menggigil
menurun 1. Identifikasi penyebab
2. Kulit merah hipertermia
menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Pucat menurun
3. Monitor
4. Suhu tubuh
kadar
membaik
elektrolit
5. Suhu kulit membaik
4. Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan
yang dingin
6. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
7. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
Kolaborasi
10. Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu.
3. Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan meningkat dengan
kriteria hasil : Observasi
1. Asupan cairan
No Diagnosa keperawatan Luaran Intervensi
meningkat 1. Monitor status hidrasi
2. Kelembaban 2. Monitor berat badan
membran mukosa sebelum dan sesudah
meningkat dialisis
3. Dehidrasi menurun 3. Monitor
4. Membran mukosa hasil
membaik pemeriksaan
5. Turgor laboratorium
kulit 4. Monitor
membaik status
6. Mata hemodinamik
cekung
membaik Terapeutik
5. Catat intake-
output dan hitung
balance cairan 24
jam
6. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
7. Berikan cairan
intravena, jika perlu
8. Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
4. Risiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi
menurun dengan
kriteria hasil : Observasi
1. Kebersihan badan
1. Monitor tanda dan
meningkat
gejala infeksi lokal
2. Nafsu makan dan sistemik
meningkat
3. Demam menurun
4. Kemerahan Terapeutik
menurun
5. Nyeri menurun 2. Batasi
6. Bengkak menurun jumlah
7. Kultur sputum pengunjung
membaik 3. Berikan perawatan
kulit pada area edema
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
Kolaborasi
12. Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu
5. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
meningkat dengan
kriteria hasil: Observasi
1. Pergerakan
1. Identifikasi
ekstremitas
adanya nyeri atau
meningkat
keluhan fisik
2. Kekuatan otot lainnya
meningkat
2. Identifikasi
3. Rentang gerak toleransi fisik
(ROM) melakukan
meningkat pergerakan
4. Nyeri menurun
3. Monitor frekuensi
5. Kecemasan
jantung dan tekanan
menurun
darah sebelum
6. Gerakan terbatas
memulai mobilisasi
menurun
4. Monitor kondisi
Kelemahan fisik
umum selama
menurun
melakukan mobilisasi
Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
6. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
7. Libatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
No Diagnosa keperawatan Luaran Intervensi
Edukasi
2.1.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Harahap,2019)
2.2 Konsep Penyakit
2.2.1 Pengertian
Menurut Muttaqin & Sari (2013), Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit
batu empedu merupakan penyakit yang di dalamnya terdapat batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau
pada kedua-duanya.
Menurut Diyono & Mulyanti (2013), Batu empedu adalah batu yang berada
disepanjang saluran empedu lebih dari 90% pasien dengan cholecystitis
menyebabkan kolelitiasis.
Menurut Nuratif & Kusuma (2015), Kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu
adanya batu di kandung empedu, atau saluran kandung empedu yang pada
umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
Menurut Poupon & Osmorduc (2013), tindakan penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan untuk menangani masalah kolelitiasis yaitu laparatomi merupakan
jenis operasi batu empedu yang dilakukan dengan metode operasi terbuka.
Menurut American College Of Surgeon (2015), kolesistektomi adalah
operasi pengangkatan batu empedu yang dilakukan dengan cara membuka rongga
perut bagian atas sebelah kanan diatas tulang rusuk atau menggunakan alat dengan
luka sayatan.
Berdasarkan pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa,
kolelitiasis yaitu batu yang berada di kandung empedu maupun saluran empedu
atau kedua-duanya dan pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol dan
harus melakukan tindakan penatalaksanaan medis yaitu laparatomi kolesistektomi,
indikasi laparatomi kolesistektomi yaitu pasien dengan batu empedu simtomatik,
kolik biliaris, kolelitiasis akut, koledokolitiasis.
Pathway
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik,
thermos,elektrik, neoplasma ( jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembulu darah serta yang terakhir
adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Akut
Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
10, nol(0) merupakan keadaan tanpa nyeri atau bebas nyeri, sedangkan
Gambar 2.3 Visual Analogue Scale (VAS) Sumber : Smeltzer & Bare dalam Wiarto
(2017).
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan wajah
bahagia hingga sedih, digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala
ini biasa dipergunakan mulai anak usia 3 tahun.
Gambar 2.4. Face Pain Rating Scale Sumber : Smeltzer & Bare dalam
Wiarto (2017)
BPS merupakan skala yang terdiri dari tiga indikator yaitu ekspresi wajah,
pergerakan ekstremitas atas dan toleransi terhadap ventilasi mekanik.
2.4 Terapi/ Tindakan Keperawatan Aroma Terapi Lemon
1. Pengertian Aroma Terapi Lemon
Aromaterapi merupakan suatu bentuk pengobatan alternatif menggunakan
bahan tanaman volatil, banyak dikenal dalam bentuk minyak esensial.
Aromaterapi dibentuk dari berbagai jenis ekstrak tanaman seperti buah,
bunga, daun, kayu, akar tanaman, kulit kayu, dan bagian-bagian lain dari
tanaman. Salah satu jenis macam-macam aromaterapi dari rumpun tumbuhan
adalah citrus aurantium. Kandungan minyak pada citrus aurantium memiliki
efek antispasmodik dan obat penenang ringan (Medforth et al., 2013).
2. Tujuan Aroma Terapi Lemon
Aromaterapi digunakan untuk mempengaruhi emosi seseorang dan
membantu meredakan gejala penyakit, yang masuk ke tubuh melalui indra
penciuman (dihirup). Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi ini
berkhasiat untuk mengurangi stres, melancarkan sirkulasi darah, meredakan
nyeri, mengurangi bengkak, menyingkirkan zat racun dari tubuh, mengobati
infeksi virus atau bakteri, luka bakar, tekanan darah tinggi, gangguan
pernafasan, insomnia (sukar tidur), gangguan pencernaan dan penyakit
lainnya (Suwanti, 2018).
3. Manfaat Aroma Terapi Lemon
Menurut Maesaroh 2019, menunjukkan bahwa aromaterapi memiliki
beberapa manfaat terhadap kesehatan, antara lain:
3.Meringankan rasa sakit, seperti nyeri haid, nyeri akibat batu ginjal,
atau nyeri pada osteoartritis.
1112rtf
7. Memperlancar pencernaan.
b. Menggunakan diffuser
Diffuser aromaterapi adalah alat yang digunakan untuk mengubah
minyak aromaterapi menjadi uap dan menyebarkannya ke seluruh
ruangan. Terdapat beragam jenis diffuser, baik dari keramik (tungku)
dengan lilin, atau yang memakai tenaga listrik.
Pastikan diffuser aromaterapi ini tidak digunakan dalam jangka waktu
lama di rumah, terlebih jika salah satu penghuni rumah sedang hamil atau
memiliki kondisi medis tertentu.
c. Untuk mandi
Berendam dalam air hangat yang ditambahkan beberapa tetes minyak
1112rtf
aromaterapi dapat meredakan stres. Anda bisa menggunakan minyak
esensial lavender, bergamot, sereh, melati, mawar, daun thyme,
lemon, rosemary atau jeruk.
d. Untuk pijat
Ketika memijat tubuh, anda bisa mencampurkan minyak aromaterapi
dengan minyak pijat. Selain membuat tubuh menjadi rileks, campuran
minyak ini juga dapat mengurangi kram saat menstruasi dan meredakan
gejala menopause. Namun pada sebagian orang, minyak aromaterapi
dapat menyebabkan alergi dan iritasi pada kulit. Jadi hindari penggunaan
minyak aromaterapi secara berlebihan, dan pastikan minyak tersebut
sudah diencerkan atau dicampur dengan minyak lainnya. Perlu diingat
pula, jangan mengoleskan minyak aromaterapi pada bagian tubuh yang
memar, ruam, bengkak, atau luka.
1112rtf
7. Prosedur Pemberian Aroma Terapi Lemon
1. Pengertian
Aromaterapi lemon merupakan salah satu jenis relaksasi yang
menggunakan minyak esensial lemon diberikan secara inhalasi
melalui diffuser.
2. Tujuan
a. Mengurangi nyeri dan cemas
b. Memberikan rasa nyaman pada pernapasan
c. Membuat tubuh menjadi rileks
3. Menyiapkan Peralatan
a. Aroma terapi lemon essential oil
b. Sarung tangan
c. Difusser
1. Prosedur
a. Pra interaksi
1) Verifikasi/validasi pasien yang akan diberikan aromaterapi
lemon
2) Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
3) Siapkan alat dan bahan
b. Tahap Orientasi
1) Memberikan salam terapeutik
2) Menjelaskan kepada pasien serta keluarga mengenai tujuan
dan prosedur tindakan yang akan segera dilakukan.
3) Menjamin atas pemenuhan kebutuhan privasi pasien.
4) Mengatur ketinggian tempat tidur, posisi senyaman
mungkin untuk memudahkan tindakan yang akan dilakukan.
c. Tahap Kerja
1) Mencuci tangan
2) Menjaga privasi pasien
3) Atur posisi pasien senyaman mungkin
1112rtf
4) Menggunakan sarung tangan
5) Teteskan 2-3 tetes aroma terapi lemon essential oil pada
diffuser yang berisi air dan letakkan di kepala tempat tidur
pasien.
6) Atur penggunaan diffuser .
7) Anjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi lemon
essential oil secara perlahan-lahan.
8) Setelah terapi selesai, bereskan alat dan atur posisi
senyaman mungkin
9) Mencuci tangan.
d. Tahap Terminasi
1. evaluasi respon serta toleransi pasien selama dan sesudah
prosedur
2. evaluasi adanya tanda-tanda alergi terhadap aroma terapi
lemon essential oil
3. Kontrak kegiatan yang akan datang.
e. Dokumentasi
Dokumentasikan, meliputi nama pasien, waktu dan respon
pasien.
1112rtf
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. Y
Umur : 32 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : (Hanya ditulis nama Desa dan Kabupaten)
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tentara
Tanggal masuk RS :18-04-2023
Tanggal pengkajian :19-04-2023
DX Medis :Cholelitiasis
B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama :Ny. Tisa
Umur :30Th
Jenis kelamin :Perempuan
Alamat :Jl. Parit Bugis No.3 Arang Limbung
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
C. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat Kesehatan Sekarang: Sebelum klien masuk rawat ke RSPAD, klien
dirumah mengeluh nyeri perut bawah kanan seperti ditusuk-tusuk dan hilang
timbul. Klien datang ke RSPAD pada tanggal 18 April 2022 jam 10.00 pagi
diantar oleh istri klien dengan keluhan nyeri perut bawah kanan seperti ditusuk-
tusuk,badan terasa keringat dingin dan lemas. Saat pemeriksaan ditemukan
klien meringis menahan nyeri sambil memegang perutnya, klien tampak
keringat dingin dengan hasil pengukuran vital sign
TTV TD = 120/75 mmHg, ND = 82 x/mnt, RR = 20 X/mnt, Suhu = 36,2 °C,
SN :4
3. Riwayat Kesehatan Dahulu: Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit yang
lainnya
4. Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada Riwayat
penyakit menular dan keturunan.
5. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
: Pasien
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium TGL 21-03-2023
JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN
Hemoglobin 10,4 13.0-18.0 g/dl
40-52 %
Hematokrit 32
Eritosit 3,8
4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 7240 4800-10.800/uL
150.000-400.000/Ul
Trombosit 257000
Ureum 15
20-50 mg/dl
Kreatinin 0,70
0.5-1.5 mg/dl
SGOT 24
<35U/L
SGPT 60
<40U/L
GAMMA-GT 261
GDS 94 8-61U/L
70-140 mg/dL
Klorida (CL) 106 95-105 mmol/L
b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan MRI Abdomen MRCP tgl 07/01/2023)
Kesan : Dilatasi duktus biliaris intrahepatik kanan-kiri, duktus hepatikus
komunis dan duktus bilaris comunis ec choledocholithiasis multiple
Kista simpleks segmen 6 hepar
9. Program terapi
Infus RL 2o tpm
Ceftriaxone 1x2 gr
Levofloxacin 1x750mg
Ketorolac 30x30mg
Omeperazole 2x40mg
.
D. Analisa data
Edukasi :
1.7 Jelaskan
penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
1.8 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
1.10.Kolaborasi pemberian
analgetic bila perlu
Selasa, 2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Mobilisasi ( L.105173)
19/04/2 fisik berhubungan Tindakan asuhan Oberservasi :
023 dengan Nyeri (D.0054) keperawatan 1.1 Identifikasi adanya nyeri
Jam selama 3x 8 jam atau keluhan fisik lainnya
16.00 diharapkan fisik 1.2 Identifikasi toleransi fisik
pasien meningkat melakukan ambulasi
(L. 05042) 1.3 Monitor frekuensi jantung
dengan kriteria dan tekanan darah sebelum
hasil : memulai ambulasi
1. Pergerakan 1.4 Monitor kondisi umum
ektermitas selama melakukan ambulasi
meningkat Teraupetik :
2. Kekuatan otot 1.5 Fasilitas aktivitas ambulasi
meningkat dengan alat bantu
3. Rentang gerak 1.6 Fasilitas melakukan
meningkat mobilisasi fisik
4. Nyeri menurun 1.7 Libatkan keluarga untuk
5. Gerakan membantu pasien dalam
terbatas meningkatkan ambulasi
menurun Edukasi :
6. Kelemahan 1.8 Jelaskan tujuan dan
fisik menurun prosedur ambulasi
1.9 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
1.10 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan
Selasa, 2. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (L.14539)
19/04/20 berhubungan dengan Tindakan asuhan Observasi :
23 prosedur invasive keperawatan 1.1 Monitor tanda dan gejala
Jam (D.0142) selama 3 x 8 jam infeksi local dan sistemik
16.00 diharapkan pasien
1.2 Batasi jumlah pengunjung
tidak mengalami
infeksi (L.14137) 1.3 Berikan perawatan kulit pada
Kriteria Hasil : area edema
1. Kebersihan
1.4 Cuci tangan sebelum dan
tangan
sesudah kontak dengan klien
meningkat
dan lingkungan klien
2. Kebersihan
badan 1.5 Pertahankan Teknik aseptic
meningkat pada klien beresiko tinggi
3. Demam,kemera
Edukasi :
han,
1.6 Jelaskan tanda dan gejala
Nyeri,bengkak
infeksi
menurun
Kadar sel darah 1.7 Ajarkan cara cuci tangan
meningkat dengan benar
Kolaborasi :
1.10 Kolaborasi pemberian
antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN
keperawatan pada Tn. Y sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan pemecahan
pada umumnya tidak begitu jauh berbeda dengan yang penulis temukan.
didukung oleh sumber catatan perawat, catatan medis, dan hasil pemeriksaan
kesadaran klien pada saat diperiksa composmentis serta keadaan umum klien
lemah, tekanan darah 130/90 mmHg, heart rate 90x/m, pernapasan 20x/m
dan suhu klien 36,5°C. Pada saat pengkajian klien mengeluh nyeri pada perut
kanan bawah, penulis juga mendapatkan data berupa klien tampak gelisah,
meringis, skala nyeri 4. Dari data pengkajian yang didapatkan penulis dapat
klien. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala pada teori Post Operasi
Cholelithiasis.hanya reaksi alergi dan demam yang tidak ada pada pasien.
unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran,
status terkini pasien sebagai pembanding dengan status yang kini sedang
timbul pada pasien post operasi Cholelithiasis yaitu (SDKI DPP PPNI 2017):
mobilitas.
penulis sesuaikan dengan kondisi klien dan di angkat sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit tersebut dan keterbatasan kami
sebagai seorang mahasiswa.
dengan kepala ruangan, perawat ruangan, dokter yang bertugas, serta klien
dan keluarganya.
satu shif setiap harinya. Saat penulis tidak berada di ruangan, penulis
melihat catatan ruangan, catatan dokter dan bertanya dengan perawat yang
antara teori dan praktek terbukti sudah teratasi dengan metode SOAP
dilaksanakan penulis telah sesuai dengan teori yaitu terdapat evaluasi dari
seluruh tindakan dalam satu diagnosa yang penulis susun dalam bentuk
( aromaterapi lemon).
BAB V
EVALUASI
5.1 Kesimpulan
1. Pengkajian
tentang nyeri meningkat pada daerah luka operasi jika bergerak, klien
beresiko infeksi.
bisa mobilitas dini, klien juga mengatakan sudah tidak takut lagi
terlalubanyakbergerak.
2. Diagnosa Keperawatan
yaitu :
3. Resiko Infeksi
3. Intervensi Keperawatan
fisik, klien dan keluarga mematuhi apa yang telah di rencanakan dan
4. Implementasi Keperawatan
keluarga. Telah diperiksa keadaan klien pada saat mau pulang klien
dan sudah jarang timbul, klien juga mengatakan sudah tidak takut lagi
untuk bergerak.
5. Evaluasi Keperawatan
5.2 Saran
1. Klien
nyeri.
2. Institusi Pendidikan
Arif, K., dkk. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi di RSUD Kudus, 6(2), 139– 148.
A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta EGC.
Chang, Y. R., dkk. (2013). Changes in demographic features of gallstone disease: 30 years of
surgically treated patients. Gut and Liver.
Doenges, M. E,. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Farista&Sandi. (2015). Karya Tulis Imiah Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan Nyeri. Surakarta
Febyan., dkk. (2017). Karakteristik Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Faktor Resiko di Rumah Saki
Umum Daerah Koja. J.Kedokt Meditek, 23(63), 50- 56.
Gagola, P., dkk. (2015). Gambaran ultrasonografi batu empedu pada pria & wanita. Manado : Jurnal
e-Clinic (eCl). Vol. 3, No. 1: 428- 429.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pencernaan.
Harahap, E. E. (2019). Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk Melengkapi Proses
Keperawatan.
Heuman, D. (2017). Gallstones (Cholelithiasis): Practice Essentials, Background, Pathophysiology.
Inayah, I.(2004). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta:
Salema Medika.
Khoiriyah (2020) Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon,
jurnal UNIMUS.
Lampignano, J.P. dan Kendrick,L.E. (2017). Bontrager’s Radiographic Positioningand Related
Anatomy. Ninth. StLouis: Elsevier.
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Ndraha, S., dkk. (2014). Profil Kolelitiasis Pada Hail Ultrasonografi. Jakarta: J. Kedokteran
Meditok. Vol. 20, No. 53: 8-10.
Nuari, N. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta
Timur: CV.Trans Info Medika.
Pearce, E. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Buku Gramedia.
Potter, & Perry, A. G. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik,
edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Rekam Medik RSUD Curup. (2022). Cholelithiasis di Ruang Rawat Inap Anggrek RSUD Curup:
Rekam Medik RSUD Curup
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2018. Jakarta: Badan dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Soleh, S. (2013). Buku Panduan Lengkap Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA Press.
Sunarsih, R. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Stinton, L., dkk. (2012). Epidemiology of Gallbladder Disease: Cholelithiasis and Cancer. Gut and
Liver, 6(2), 172–187.
Tuuk, Andreyne., Panelewen, J., & Noersasongko, A. (2016). Profil Kasus Batu Empedu. Jurnal e-
Clinic (eCl), Vol. 4, No. 2.
Uswatun, H. (2015). Mengenal Penyakit Batu Empedu. Bandung: Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera
Vol. 13, No.26: 28-30.
Yeni, B., & Ukur, S. (2019). Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Pembahasan.
1–5.
Wibowo, S., dkk. (2010). Saluran empedu dan hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 3.
Jakarta: EGC.
1112rtf
1112rtf