Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KESEHATAN PERORANGAN

Kolelitiasis

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh:
dr. Rizky Istifarina

Pembimbing :
dr. Thanthawy Jauhary, Sp. Rad

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

LAMONGAN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Penyusun : dr. Rizky Istifarina

Judul Kasus : Kolelitiasis

Pembimbing : dr. Thanthawy Jauhary, Sp. Rad

Lamongan, 19 Desember 2022

Pembimbing,

dr. Thanthawy Jauhary, Sp. Rad


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Batu empedu adalah batu padat yang dibentuk oleh pengendapan empedu jenuh yang
terdiri dari kristal kolesterol monohidrat atau oleh ''pigmen hitam'' kalsium bilirubinat
terpolimerisasi yang terbentuk di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau
pada kedua-duanya. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% batu empedu mengandung kolesterol
sebagai komponen utamanya (AAFP et all, 2014; Tuuk, 2016).

Batu empedu merupakan masalah kesehatan yang signifikan dalam masyarakat


berkembang, yang memengaruhi 10-15% populasi orang dewasa. Prevalensi kolelitiasis
berbeda-beda di setiap negara. Di Negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.
Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin dan rendah di negara Asia
(Tuuk, 2016). Di Amerika Serikat, pada tahun 2017, sekitar 20 juta orang (10-20 % populasi
orang dewasa) memiliki kolelitiasis. Setiap tahun, 1-3 % orang akan memiliki kolelitiasis dan
sekitar 1-3 % orang akan timbul keluhan. Setiap tahunnya, diperkirakan 500.000 pasien
kolelitiasis akan timbul keluhan dan komplikasi sehingga memerlukan kolesistektomi
(Heuman, 2017). Prevalensi kolelitiasis di Eropa yaitu 5-15% berdasarkan beberapa survey
pemeriksaan ultrasonografi. Di Asia, pada tahun 2013, prevalensi kolelitiasis berkisar antara
3% sampai 10%. Berdasarkan data terakhir, prevalensi kolelitiasis di negara Jepang sekitar 3,2
%, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013).

Angka kejadian kolelitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara
lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2010). Di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta pada
05 Oktober sampai dengan 31 Desember 2015 didapatkan 101 kasus kolelitiasis (Febyan,
2017). Sedangkan di Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan jumlah kasus
kolelitiasis periode Oktober 2015 –Oktober 2016 di bagian rekam medik sebanyak 113 kasus
(Tuuk, 2016).

Batu empedu dapat terjadi disegala usia, namun kejadiannya akan semakin meningkat
dengan bertambahnya usia. Batu empedu empat sampai sepuluh kali lebih sering terjadi pada
usia tua dibandingkan usia muda. Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah
penderita laki-laki. Di Amerika Serikat, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa batu
empedu dijumpai pada paling sedikit 20% perempuan dan 8% laki-laki berusia >40 tahun dan
hampir 40% perempuan berusia >65 tahun (Tuuk, 2016).

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak menunjukkan gejala. Batu empedu
ditemukan secara kebetulan selama ultrasonografi atau pencitraan perut lainnya. Pasien tanpa
gejala memiliki tingkat gejala tahunan yang rendah (sekitar 2% per tahun). Gejala yang dapat
muncul adalah kolik bilier, yang disebabkan oleh obstruksi intermiten duktus sistikus oleh batu.
Rasa sakitnya khas yaitu rasa sakit yang terus-menerus, biasanya intensitasnya sedang sampai
berat, terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas perut, berlangsung satu sampai lima jam.
Dalam kebanyakan kasus, batu empedu tidak menimbulkan gejala, dan hanya 10% dan 20%
yang pada akhirnya akan menjadi gejala dalam waktu 5 tahun dan 20 tahun setelah diagnosis
(Abraham et all, 2014)

Kejadian batu empedu berhubungan dengan diet tinggi kalori, diabetes melitus tipe II,
dislipidemia, hiperinsulinisme, obesitas, dan sindrom metabolik. Terdapat beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yaitu riwayat keluarga dengan batu
empedu, perempuan, bertambahnya usia, ras (Chilean Indian, Mexican Americans, Pima
Indian), diet tinggi kalori dan olahan karbohidrat, rendah serat dan lemak tak jenuh, pasien
dengan nutrisi parenteral total, aktivitas fisik yang rendah, kehamilan dan multiparitas, puasa
berkepanjangan, penurunan berat badan yang cepat, sirosis alkoholik, operasi bariatric,
diabetes mellitu, dislipidemia, terapi hormone estrogen atau kotrasepsis oral, hyperinsulinemia,
sindroma metabolic, dan obersitas (Abraham et all, 2014).

Komplikasi yang dapat terjadi pada kolelitiasis adalah kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif, kolangitis,
Kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu, pankreatitis dan perubahan
menuju keganasan. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melaporkan kasus kolelitiasis yang
terjadi di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML).
1.2 Tujuan

1. Memahami definisi, etiopatofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis pasien kolelitiasis


2. Mengetahui tatalaksana dan komplikasi kolelitiasis.

1.3 Manfaat

Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar dalam
melakukan penegakan diagnosis dan tatalaksana pada pasien secara tepat dan
komprehensif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kolelitiasis

Batu empedu adalah endapan cairan empedu yang mengeras, yang dapat terbentuk
di dalam kantong empedu. Mereka bervariasi dalam ukuran dan bentuk dari sekecil
butiran pasir hingga sebesar bola golf. Batu empedu terjadi ketika ada
ketidakseimbangan dalam unsur kimia empedu yang mengakibatkan pengendapan satu
atau lebih komponen (Njeze, 2013).

Batu empedu aalah penyakit hepatobilier kronis berulang, dasarnya dikarenakan


adanyan gangguan metabolisme kolesterol, bilirubin dan asam empedu, yang ditandai
dengan pembentukan batu empedu pada hepatic bile duct, common bile duct, atau
kandung empedu (Reshetnyak, 2012).

2.2 Epidemiologi

Batu empedu merupakan masalah kesehatan yang signifikan dalam masyarakat


berkembang, yang memengaruhi 10-15% populasi orang dewasa. Prevalensi
kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara. Di Negara Barat, batu empedu mengenai
10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika
Latin dan rendah di negara Asia (Tuuk, 2016). Di Amerika Serikat, pada tahun 2017,
sekitar 20 juta orang (10-20 % populasi orang dewasa) memiliki kolelitiasis. Setiap
tahun, 1-3 % orang akan memiliki kolelitiasis dan sekitar 1-3 % orang akan timbul
keluhan. Setiap tahunnya, diperkirakan 500.000 pasien kolelitiasis akan timbul keluhan
dan komplikasi sehingga memerlukan kolesistektomi (Heuman, 2017). Prevalensi
kolelitiasis di Eropa yaitu 5-15% berdasarkan beberapa survey pemeriksaan
ultrasonografi. Di Asia, pada tahun 2013, prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3%
sampai 10%. Berdasarkan data terakhir, prevalensi kolelitiasis di negara Jepang sekitar
3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013).

Angka kejadian kolelitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka
negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2010). Di Rumah Sakit Umum Daerah
Koja Jakarta pada 05 Oktober sampai dengan 31 Desember 2015 didapatkan 101 kasus
kolelitiasis (Febyan, 2017). Sedangkan di Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
didapatkan jumlah kasus kolelitiasis periode Oktober 2015 –Oktober 2016 di bagian
rekam medik sebanyak 113 kasus (Tuuk, 2016).

2.3 Patofisiologi

Batu empedu terutama terdiri dari kolesterol, bilirubin, dan garam kalsium,
dengan sejumlah kecil protein dan bahan lainnya. Ada tiga jenis batu empedu (i) Batu
kolesterol murni, yang mengandung setidaknya 90% kolesterol, (ii) Batu pigmen
berwarna coklat atau hitam, yang mengandung setidaknya 90% bilirubin dan (iii) Batu
komposisi campuran, yang mengandung berbagai proporsi seperti kolesterol, bilirubin
dan zat lain seperti kalsium karbonat, kalsium fosfat dan kalsium palmitat. Batu pigmen
coklat terutama terdiri dari kalsium bilirubinat sedangkan batu pigmen hitam
mengandung bilirubin, kalsium dan/atau fosfat tribasic. Batu pigmen coklat berkaitan
dengan infeksi. Bakteri pada sistem billier mengeluarkan beta glucuronidases, yang
mengehidrolisis asam glucuronic dari bilirubin terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi
yang dihasilkan mengendap sebagai garam kalsiumnya. Batu pigmen coklat primer
pada saluran empedu sering terjadi pada orang Asia, berhubungan dengan penurunan
sekretori bilier Immunogloblin A (IgA). Sedangkan batu pigmen hitam seringkali
didapatkan pada pasien dengan sirosis hepatis atau kondisi hemolitik kronis seperti
thalassemias, spherocytosis herediter, dan sickle cell disease yang menyebabkan
peningkatan ekskresi bilirubin (Njeze, 2013).

Di masyarakat Barat dan di Pakistan lebih dari 70% batu empedu terutama
terdiri dari kolesterol, baik murni maupun campuran dengan pigmen,
mukoglikoprotein, dan kalsium karbonat. Kristal kolesterol murni cukup lunak, dan
protein berkontribusi penting pada kekuatan batu kolesterol.

Batu empedu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam empedu


melebihi kemampuan empedu untuk menahannya dalam larutan, sehingga kristal
terbentuk dan tumbuh menjadi batu. Kolesterol hampir tidak larut dalam larutan berair,
tetapi empedu dibuat larut air oleh karenan adanya asosiasi dengan garam empedu dan
fosfolipid dalam bentuk campuran misel dan vesikel.
Pembentukan batu kandung empedu kolesterol, terdapat tiga mekanisme yang
sangat penting yaitu

- Supersaturasi kolestrol empedu


Kolesterol hampir tidak larut dalam larutan berair dan membutuhkan
beberapa pembawa untuk membuatnya larut dalam empedu. Ini diatasi
dengan sekresi fosfolipid dan garam empedu bersama dengan kolesterol.
Lipid bilier (lesitin, kolesterol, dan garam empedu) disekresikan ke dalam
kanalikuli hepatik oleh protein transpor yang bergantung pada adenosin tri-
fosfat (ATP). Segera setelah ekskresi, kolesterol dan lesitin bergabung
membentuk vesikel unilamellar metastabil, sedangkan garam empedu,
setelah mencapai konsentrasi kritis, membentuk misel sederhana. Interaksi
dinamis vesikel unilamellar dengan misel sederhana mengarah pada
pembentukan misel campuran selama perjalanan melalui saluran empedu ke
kantong empedu. Penelitian telah menunjukkan bahwa vesikel mampu
melarutkan lebih banyak kolesterol daripada misel campuran. Konsentrasi
fosfolipid dan garam empedu relatif terhadap kolesterol dianggap sebagai
faktor penting dalam menentukan kelarutan dan saturasi kolesterol dalam
empedu dan dengan demikian menjadikannya lebih lithogenik jika
homeostasis tidak dipertahankan (Nauman et al., 2010; Marschall et al.,
2007).
- Nukleasi kristal kolestrol
Nukleasi adalah proses dimana kristal kolesterol monohidrat terbentuk dan
menggumpal. Dalam supersaturasi empedu, interaksi antara campuran misel
dan vesikel menyebabkan pengendapan kristal kolesterol. Studi mikrospik
video yang disempurnakan telah menunjukkan bahwa kristal tampaknya
berasal dari vesikel agregat. Pengamatan ini dijelaskan oleh fakta bahwa
ketika vesikel dan misel campuran berinteraksi di kantong empedu, misel
menghilangkan fosfolipid dari vesikel daripada kolesterol, sehingga
membuat vesikel kaya akan kolesterol. Vesikel yang tersisa relatif diperkaya
kolesterol dan rentan terhadap nukleasi. Setelah nukleasi, kristalisasi
kolesterol kemudian dapat terjadi yang akhirnya mengarah pada
pembentukan batu empedu makroskopik. Awalnya super saturasi dianggap
sebagai peristiwa patologis utama yang mengarah pada pembentukan batu
empedu, namun dengan munculnya tes untuk menentukan waktu nukleasi
dan pengamatan super saturasi asimtomatik batu empedu pada pasien, telah
menjadi bukti bahwa nukleasi kolesterol kristal memainkan peran penting
dalam perkembangan keseluruhan batu empedu. Faktor pro-nukleasi yang
mempercepat waktu nukleasi adalahnmusin kandung empedu, glikoprotein
yang labil panas, imunoglobulin, fosfolipase C, dan kemungkinan besar,
kalsium. Faktor-faktor yang memperlambat nukleasi termasuk
apolipoprotein AI dan AII dan glikoprotein 120 kD (Nauman et al., 2010;
Marschall et al., 2007).
- Pertumbuhan Batu Kolesterol
Kristal monohidrat kolesterol berinti berfungsi sebagai nidus untuk
pertumbuhan batu kolesterol. Pengendapan berulang kolesterol pada nidus
menyebabkan bertumbuhnya batu menjadi besar. Pertumbuhan batu
kemungkinan besar merupakan proses bertahap yang diselingi oleh
pengendapan cincin kalsium bilirubinat dan kalsium karbonat seiring
interaksi harian kolesterol, garam empedu, dan fosfolipid berlanjut. Ada
beberapa faktor yang mendukung pembentukan batu empedu kolesterol.
Yang pertama adalah hipersekresi kolesterol, yang dapat terjadi karena usia
lanjut, obesitas, hormon (misalnya estrogen, progesteron, penggunaan pil
kontrasepsi oral), obat-obatan (misalnya klofibrat), dan penurunan berat
badan yang cepat. Faktor pro-nukleasi (termasuk mukus, glikoprotein, rasio
garam empedu terhadap lesitin yang tinggi, rasio kolesterol terhadap lesitin
yang tinggi dalam vesikel, infeksi, kalsium dan biofilm bakteri) dan stasis
kandung empedu (yang dapat terjadi dari nutrisi parenteral total,
penggunaan oktreotida, insufisiensi pankreas, dan cedera tulang belakang)
juga meningkatkan risiko pembentukan batu empedu kolesterol. Selain itu,
kondisi yang menyebabkan penurunan asam empedu, seperti penyakit
ileum, bypass atau reseksi ileum, sirosis bilier primer, defisiensi 12-
hidroksilase kongenital, dan kolestiramin dapat meningkatkan
kemungkinan penyakit batu empedu. Hipomotilitas batu empedu juga
berperan penting dalam pertumbuhan batu. Pasien dengan gangguan
pengosongan kandung empedu ditemukan mengalami peningkatan
konsentrasi lipid total. Motilitas kandung empedu yang terganggu biasanya
terlihat pada beberapa kelompok risiko seperti pada pasien dengan diabetes
melitus, nutrisi parenteral total (TPN), penurunan berat badan yang cepat
(Nauman et al., 2010; Marschall et al., 2007).

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya batu empedu (kolelitiasisi) dibagi menjadi dua, yaitu faktor
resiko yang dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah sebagai berikut
- Jenis Kelamin
Prevalensi batu empedu lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-
laki. Hormon sex Wanita diketahui berperan dalam kejadian batu empedu terutama
pada usia 20—30 tahun. Hormon estrogen diketahui dapat menstimulasi enzim
HMG-Co-A reductase yang menyebabkan peningkatakan sintesis kolestrol dan
menyebabkan super saturasi kolestrol. Wanita postmenopausal yang diberikan
terapi hormone estrogen didapati adanya peningkatan insiden terjadinya batu
empedu. Hormon progesterone juga berkontribusi dalam kejadian batu empedu
dikarenakan menghambat kontraktilitas kandung empedu dan menyebabkan
hipomotilitas dan stasis pada kandung empedu. Paritas juga tampaknya menjadi
faktor dalam berkembangannya batu empedu. Wanita dengan lebih banyak
kehamilan dan periode kesuburan yang lebih lama tampaknya memiliki risiko lebih
tinggi untuk terjadinya batu empedu daripada mereka yang nullipara (Nauman et
al., 2010).
- Usia
Usia juga tampaknya berpengaruh terhadap kejadian penyakit batu empedu.
Penyakit batu empedu sebelum usia 20 tahun jarang terjadi. Pada bayi dan anak-
anak, batu yang paling umum adalah batu pigmen, yang berhubungan dengan
hemolisis atau penyakit kronis seperti cystic fibrosis, thalassemia mayor, dan
anemia sel sabit. Biasanya, hanya 0,15% sampai 0,22% anak-anak yang memiliki
batu empedu, dan jumlah anak-anak kurang dari 5% dari semua kolesistektomi.
Peningkatan insiden batu empedu dengan usia terlihat di semua kelompok etnis.
Sebuah studi di Taiwan menegaskan bahwa bertambahnya usia memiliki hubungan
langsung dengan perkembangan batu empedu hanya karena paparan jangka panjang
terhadap faktor risiko lain terlepas dari lokalitas atau standar hidup. Studi di
Denmark juga menunjukkan bahwa peningkatan kejadian penyakit batu empedu
pada pasien ≥45 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia ≤35 tahun,
sedangkan perbedaan kejadian batu empedu antara jenis kelamin menurun dengan
bertambahnya usia. Dari sudut pandang biokimia, usia itu sendiri dapat
meningkatkan saturasi kolesterol empedu dengan peningkatan sekresi kolesterol
hepatik sekunder akibat peningkatan kadar HMG co-A reduktase, enzim pembatas
laju sintesis kolesterol. Penurunan sintesis asam empedu dapat terjadi sekunder
akibat penurunan aktivitas enzim kolesterol 7 a-hidroksilase, enzim pembatas laju
dalam sintesis asam empedu, seiring bertambahnya usia (Nauman et al., 2010).
- Genetic

Faktor resiko yang dapat diubah

- Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko penting untuk berkembangnya penyakit batu
empedu. Wanita obesitas, yang didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI)
>30 kg/m2 berisiko dua kali lipat terkena penyakit kandung empedu dibandingkan
wanita dengan BMI normal (<25 kg/m2). Wanita dengan obesitas ekstrem atau BMI
>40 kg/m2 memiliki risiko batu empedu 7 kali lipat lebih tinggi. Alasan
peningkatan risiko batu empedu pada pasien obesitas adalah karena peningkatan
sekresi kolesterol hati. Selain itu, korelasi antara penyakit batu empedu dan obesitas
lebih besar pada pasien dengan obesitas sentral dan mereka yang mengalami
obesitas pada usia dini daripada pada usia lanjut (Nauman et al., 2010).
- Penurunan berat badan yang cepat
Wanita yang mengalami penurunan berat badan 4 – 10kg dalam waktu 2 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami batu empedu dibandingkan Wanita yang
mengalami penurunan berat badan < 4kg dalam 2 tahun. Dalam studi lain
menunjukkan bahwa penurunan berat badan >1.5kg/minggu meningkatkan resiko
terjadinya batu empedu (Nauman et al., 2010).
- Diet dan aktivitas fisik
Diet yang memiliki risiko rendah untuk menyebabkan batu empedu adalah vitamin
c, kacang, kopi, moderate alcohol intake. Sedangkan makanan yang memiliki resiko
tinggi menyebabkan batu empedu adalah makanan yang mengandung tinggi
kolestrol, makanan yang mengandung rendah fiber. Total parenteral nutrition
(TPN) juga meningkatkan kejadian batu empedu. Selain diet, berkurangnya
aktivitas fisik meningkatkan kejadian batu empedu (Nauman et al., 2010)..
- Merokok, pengobatan, hiperlipidemia, diabetes mellitus tipe II
Rendahnya kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) dan trigliserida tinggi
berhubungan dengan penyakit batu empedu. Diabetes melitus tampaknya
memfasilitasi perkembangan terbentuknya batu empedu sekunder akibat
peningkatan kadar trigliserida terkait obesitas serta meningkatkan hipomotilitas dan
stasis kandung empedu. Berbagai macam obat telah dikaitkan dengan
perkembangan batu empedu. Ini termasuk tiazid, kontrasepsi oral, dan ceftriaxone.
Somatostatin juga dikaitkan dengan perkembangan batu empedu karena efeknya
pada gangguan pengosongan kandung empedu (Nauman et al., 2010).

2.5 Diagnosis
Batu empedu sering ditemukan secara tidak segaja selama pemeriksaan
ultrasonografi atau computed tomography abdomen. Hanya 10% sampai 20% dari
pasien tanpa gejala akhirnya akan menjadi gejala dalam waktu lima sampai 20 tahun
setelah diagnosis. Tingkat rata-rata pasien yang berkembang menjadi gejala sangat
rendah sekitar 2% per tahun.
- Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Makanan yang masuk di cerna oleh asam empedu, dalam proses
pencernaan makanan terutama lemak sehingga kandung empedu
berkontraksi untuk mengeluarkan asam empedu. Kandung empedu yang
berkontraksi dapat mengakibatkan batu empedu terperangkap di ductus
sistikus yang mengehubungkan kandung empedu dengan ductus bilaris
komunis. Sumbatan batu empedu pada ductus sistikus tersebut
menyebabkan nyeri, mual, dan muntah.
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya keluhan colic bilier yang
dideskripsikan sebagai nyeri akut pada kuadran kanan atau epigastrium
(dematomes T8/9) dikarenakan adanya sumbatan batu empedu pada leher
kantong empedu. Nyeri dikarakteristikkan sebagai nyeri yang terus-menerus
dengan intensitas sedang sampai berat. Nyeri dirasakan mendadak, tidak
berkurang dengan buang air besar, dan mencapai puncaknya dalam satu jam.
Nyeri dapat menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa sakit cenderung
berkurang secara bertahap selama satu sampai lima jam saat batu terlepas,
jika nyeri berlangsung lebih lama maka dicurigai terjadi komplikasi. Lebih
dari 90% pasien dengan episode pertama kolik bilier mengalami nyeri
berulang dalam 10 tahun (dua pertiga dari mereka dalam dua tahun).
Pemeriksaan fisik pada pasien kolelitiasis biasanya normal. Tanda
Murphy dapat ditemukan dan menunjukkan adanya kolesistitis akut
dan/atau kolangitis asenden. Tanda Murphy dikatakan positive apabila
didapatkan nyeri setelah tangan pemeriksa bersentuhan dengan kandung
empedu yang meradang. Saat pemeriksaan pasien diminta untuk menarik
nafas dalam dan ditahan lalu tangan pemeriksa meraba pada daerah
subcostal kanan (AAFP, 2014; Iqbal et al., 2019).
- Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
• Darah lengkap, pada darah lengkap dapat ditemukan leukositosis
yang menandakan kolesistitis akut, kolangitis, atau pankreatitis.
• Alkali fosfatase (sensitivits 57%, spesifisitas 86%)
• Bilirubin (sensitivitas 69%, spesifitas 86%). Bilirubin dapat
meningkat jika terjadi obstruksi pada saluran empedu.
• Fungsi hepar
• Amilase dan lipase: diperiksa apabila keluhan utama pasien adalah
nyeri epigastric, bak yang mnejalar ke punggung atau tidak, serta
terdapat keluhan dan gejala pankreatitis akut seperti mual, muntah,
kembung, dan bising usus menurun (AAFP, 2014; Iqbal et al.,
2019)..
b. Radiologi
• Rontgen abdomen tidak termasuk dalam pilihan pemeriksaan,
dikarenakan hanya 50% batu pigmen dan 20% batu kolestrol
mengandung cukup kalsium yang terlihat pada foto polos. Rontgen
abdomen bermanfaat untuk mengeksklusi penyebab nyeri akut
abdominal.
• USG Abdomen merupakan pilihan utama pemeriksaan batu empedu,
didapatkan gambaran lesi ekogenik dengan bayangan distal
hipoekoik (acoustic shadow). USG abdomen dapat memberikan
informasi terkait anatomi seperti ukuran diameter ductus biliaris
komunis dan abnormalitas parenkim hepar.
• Endoscopic retrograde cholangio-pancreatography (ERCP) memiliki
sensitivitas 80-93%, spesifitas 99-100%, saat ini ERCP digunakan
untuk Tindakan terapeutik, tidak untuk diagnosis. Beberapa
komplikasi yang dapat diakibatkan adalah pankreatitis, peerdarahan,
perforasi sehingga dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi batu
ductus koledokus, terutama jika terjadi kolangitis.
• CT-Scan merupakan pilihan terakhiri karena tidak terlalu bermanfaat
dalam diagnosis batu empedu. CT-Scan baik untuk visualisasi
distensi empedu, penebalan dinding empedu, dan komplikasi
kolesistirisi akut
• MRI (AAFP, 2014; Iqbal et al., 2019).
2.6 Komplikasi
• Kolesistitis akut
Kolesistitis akut merupakan inflamasi pada kandung empedu yang disebabkan
karenakan sumbatan batu empedu pada ductus sistikus. Perlu dicurigai adanya
kolesititis akut apabila didapatkan gejala seperti demam, teraba massa pada
kuadran kanan atas, nyeri persisten, tanda Murphy positive, leukositosis, dan
adanya peningkatan bilirubin (AAFP, 2014).
• Kolangitis asenden
Kolangitis asenden terjadi karena obstruksi total ductus bilier komunis
menyebabkan stasis dan infeksi bilier. Gejala klasik adalah triad Charcoat yaitu
kolik bilier, ikterik, dan demam. Mungkin didapatkan hipotensi dan gangguan
kesadraan (Reynold’s pentad) (AAFP, 2014).
• Pankreatitis bilier akut
Pankreatitis bilier akut terjadi akibat obstruksi aliran pancreas atau refluks
empedu ke ductus pancreas. Gejala dapat berupa nyeri epigastrium dengan atau
tanpa penjalaran ke punggung, mual, muntah, dan kadar enzim pancreas yang
meningkat (AAFP, 2014).
2.7 Tatalaksana
• Anti-Nyeri
Anti-Nyeri yang dapat digunakan adalah NSAIDs (nonsteroidal anti-
inflammatory drugs). NSAID lebih disukai untuk sebagian besar pasien karena
efektifnya baik dan efek samping yang lebih sedikit. Pilihan lain untuk anti-
nyeri adalah agen antispasmodic (misalnya, skopolamin), yang dianggap dapat
meredakan kekakuan pada kandung empedu. Namun, studi perbandingan
menunjukkan bahwa NSAID memberikan efek yang lebih cepat dan lebih
efektif untuk mengendalikan nyeri. Pasien harus berpuasa sebagai bagian dari
manajemen konservatif kolik bilier dan untuk menghindari pelepasan
cholecystokinin endogen (AAFP, 2014).
• Terapi Pembedahan
Pasien dengan batu empedu simptomatis dibagi menjadi dua kategori yaitu
pasien dengan keluhan colic bilier sederhana dan pasien dengan komplikasi.
Kolesistektomi, biasanya laparoskopik, direkomendasikan kepada pasien yang
memiliki batu empedu dengan gejala. Kolesistektomi memiliki risiko rendah
untuk kekambuhan batu dan meredakan nyeri bilier pada 92% pasien.
Kolesistektomi laparoskopi jauh lebih baik daripada kolesistektomi terbuka
karena tingkat kematian yang rendah, nyeri yang lebih sedikit, dan masa rawat
inap yang lebih singkat (AAFP, 2014; Iqbal et al, 2019).
Indikasi dan kontraindikasi laparoskopik kolesistektomi
- Indikasi: kolesistitis akut, dyskinesia bilier, komplikasi yang berhubungan
dengan batu pada ductus biliaris komunis, kalsifikasi gallbladder, anemia
hemolitik, batu empedu yang besar (>3cm), obese
- Kontraindikasi
Absolute: Keganasan pada kandung empedu, ketidakmampuan untuk
mentolerir anestesi umum, koagulopati yang tidak terkontrol
Relative: sirosis hepatis, peritonitis, riwayat operasi abdomen atas
sebelumnya, syok septik.
• Oral dissolution therapy
Pasien simtomatik yang bukan kandidat untuk pembedahan atau mereka yang
memiliki batu empedu kecil (5 mm atau lebih kecil) di kandung empedu dengan
duktus sistikus paten adalah kandidat untuk terapi disolusi. Pilihannya termasuk
asam ursodeoxycholic oral (ursodiol [Actigall]) dan asam chenodeoxycholic.
Kedua agen tersebut menurunkan sekresi kolesterol empedu oleh hati,
menyebabkan pembentukan empedu tak jenuh, dan mendorong peleburan
kristal kolesterol dan batu empedu. Setelah enam sampai 12 bulan terapi, pada
akhirnya dapat menyebabkan peleburan batu empedu kecil, tetapi dengan
tingkat kekambuhan lebih dari 50%. Disolusi oral memiliki beberapa
kelemahan, antara lain jangka waktu pengamatan yang lama (hingga dua tahun).
Kurang dari 10% pasien dengan gejala batu empedu adalah kandidat untuk
terapi ini (AAFP, 2014).
• Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi alternatif
noninvasif untuk pasien dengan gejala. Tingkat kesembuhan gejala dengan
terapi ESWL adalah 55%. Meskipun efek samping yang serius (misalnya,
pankreatitis bilier, hematoma hati) jarang terjadi, keterbatasan prosedur ESWL
adalah kekambuhan batu >40% setelah ESWL, masih didapatkan sisa batu pada
saluran empedu dikarenakan ukuran atau posisi batu. Namun, penelitian terbaru
menunjukkan kegunaan ESWL untuk batu pankreas besar dan saluran empedu
umum diikuti oleh ERCP, dengan hasil yang sebanding dengan pembedahan
sehubungan dengan penghilang rasa sakit dan pembersihan saluran (AAFP,
2014; EASL, 2016).
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Identitas pasien adalah sebagai berikut:

Nama : Tn. AW

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Surabaya

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 06 Desember 2022

No. RM : 36.18.68

3.2 Anamnesis

Berdasarkan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 06 Desember 2022 pukul


10:28 WIB di Instalasi Gawat Darurat RS Muhammadiyah Lamongan.
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan yang dirasakan 1 minggu memberat
sejak 1 hari yang lalu. Nyeri perut kanan dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasa seperti
diremas-remas. Nyeri menembus ke pungung. Pasien terkadang mengeluhkan mual-
mual namun tidak sampai muntah. Tidak ada keluhan muntah, tidak ada keluhan
pusing, tidak ada keluhan nyeri dada, tidak ada keluhan nyeri ulu hati. BAK dikatakan
masih normal, warna kuning. BAB 1 hari yll dikatakan disertai darah. Tidak ada BAB
pucat, tidak ada keluhan BAK seperti teh.
Riwayat Penyakit Dahulu
- DM dan HT disangkal
- Pasien sudah berobat ke dr. Fajar dan dr. Romy dikatakan batu empedu.
- Pasien pernah USG namun hasil tidak dibawa, Hasil USG dikatakan Fatty liver dan
Batu GB

Riwayat Penyaki Keluarga

- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit liver ataupun sakit batu empedu

Riwayat psikososial

- Pasien mengatakan suka makan makanan berlemak seperti jeroan dan bakso. Pasien
tidak terlalu suka sayur

3.3 Pemeriksaan Fisik

Primary Survey

• A: Clear, Gargling (-), Speak fluently (+), Potensial obstruksi (+)


• B: Spontan, RR 20x/menit, Ves/Ves, Rh-/-, Wh-/-, SaO2 100% tanpa O2 support
• C: Akral HKM, CRT < 2 detik, N 103x/menit reguler kuat angkat, TD 145/79mmHg
• D: GCS 456, Lateralisasi -, PBI 3mm/3mm, RC +/+
• E: Temperature 36.2 oC
Secondary Survey
- Kepala-Leher
Kesadaran: GCS: 456
Anemis-/ Icteric -/Cyanosis -/Dyspneu -
- Thorax
Inspeksi: Simetris
Perkusi: Sonor +/+, Batas jantung kesan normal
Palpasi: Fremitus raba N/N
Auskultasi: Cor: S1S2 Tunggal, Mur-mur (-), Gallop (-)
Pulmo: Ves+/+, Rh -/-, Wz -/-
- Abdomen
Inspeksi: Flat
Auskultasi: Bising usus + N
Perkusi: Timpani
Palpasi: Soepel, Nyeri tekan + RUQ, Murphy sign +, Hepar/Lien tidak teraba,
Undulasi –
- Ekstremitas
Akral HKM, CRT < 2 detik, Pitting Oedem -/-.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


- Laboratorium Tgl 06/12/2022

Jenis Hasil Nilai Normal Keterangan


Pemeriksaan
GDA 72 100-200 mg/dL L
Serum 0.9 P: 0.7 – 1.2 N
Creatinin L: 0.8 – 1.5
Bilirubin 0.18 0 – 0.3 N
Direct
Bilirubin 0.55 0.1 – 1.2 N
total
Eritrosit 5.49 3.8 – 5.3 x106/uL N
Hemoglobin 15.9 P: 13 – 18 N
L: 14 – 18
Hematokrit 48.3 L: 40-54 N
P: 35-47
Trombosit 295.000 150.000-450.000/uL N
Leukosit 12.820 4000-11000/uL H
Neutropil 76.3 49-67 % H
Limposit 18.3 25-33 % N
Monosit 2.6 3–7% N
Basofil 0.5 0.0 - 1.0 N
Eosinopil 2.3 1.0 - 2.0 N
NLR 4.2 0.0 – 3.13 N
ALC 2.34
MCV 88.00 87.00-100 N
MCHC 32.90 31.00-37.00 N
MCH 29.00 28.00 – 36.00 N
RDW 12.5 10 – 16.5 N
MPV 9.7 5 – 10 N
LED 14 0-1 H
- Radiologi
Thorax

Hasil Pemeriksaan :
Cor: Besar dan bentuk normal
Pulmo: Tak nampak fibroinfiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, tulang dan soft tissue tak nampak
kelainan
Kesimpulan :Foto Thorax tak nampak kelainan

USG Abdomen Upper/Lower


Hasil pemeriksaan USG Abdomen Upper/Lower
Hepar : Ukuran normal, echoparenchym normal, tepi rata, sudut tajam, EHBD /
IHBD tak melebar
Tak tampak massa/ cysta
Galib :Ukuran normal, dinding menebal, tak tampak sludge
Tampak batu multiple uk.rata2 1,65 cm
Tak tampak dilatasi CBD
Pankreas : Ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak massa / cysta
Lien :Ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak massa / cysta
Ginjal Kanan : Ukuran normal, echoparenchym normal, batas sinus cortex tegas,
tak tampak ectasis PCS, tak tampak batu / massa / cysta
Ginjal Kiri :Ukuran normal, echoparenchym normal, batas sinus cortex tegas, tak
tampak ectasis PCS, tak tampak batu /massa / cysta
Buli : Volume cukup, tak tampak penebalan dinding, tak tampak massa/batu
Prostat :Ukuran normal, tak tampak massa/kalsifikasi
Buli : -
Lain2: Tak tampak echo cairan bebas di cavum abdomen
Kesimpulan: Batu multiple Gb dengan cholecystitis akut
Organ lain tersebut diatas tak tampak kelainan

3.5 Diagnosis
− Diagnosis Kerja: Nyeri perut kanan
− Diagnosis Primer: Kolelitiasis + Kolesistitis Akut
− Diagnosis Sekunder: -
− Diagnosis Komplikasi: -
3.6 Planning

Terapi Monitoring Edukasi

IVFD NaCl 0.9% - Nyeri Edukasi terkait


1500cc/24jam perut penyakit, gejala,
Inj Metamizole 3 x 1g
Inj Ranitidin 2 x 50mg kanan komplikasi,
Inj. Ceftriaxone 2 x 1g iv - Mual pengobatan, dan
prognosis

3.7 Follow Up
Tanggal Hasil Follow Up
Evaluasi S O A P
06/12/22 Pasien GCS 456 Kolelitiasis IVFD NaCl 0.9%
19:00 mengatakan TD 120/65 mmHg + 1500cc/24jam
Inj Metamizole 3
nyeri perut HR: 80x/menit Kolesistitis x 1g
kanan atas RR: 20x/menit Akut Inj Ranitidin 2 x
50mg
tetap. Pasien SpO2: 100% Inj. Ceftriaxone 2
mengatakan T: 36.5 x 1g iv

skala nyeri VAS: 4-5


sekitar 4-5 K/L: dbn
Thorax:
Cor: S1S2 Tunggal, Mur-mur
(-), Gallop (-)
Pulmo: Ves+/+, Rh -/-, Wz -/-
Abdomen: Nyeri tekan RUQ
+, Murphy sign +
Ekstremitas: Akral HKM
6/12/22 Pasien GCS 456 Kolelitiasis P. Tx:
mengatakan TD 120/85 mmHg + IVFD NaCl 0.9%
masih nyeri, HR: 90x/menit Kolesistitis 1500cc/24jam
Inj Metamizole 3
namun tidak RR: 20x/menit Akut x 1g
terlalu nyeri SpO2: 100% Inj Ranitidin 2 x
50mg
seperti T: 36.6 Inj. Ceftriaxone 2
kemarin VAS: 4 x 1g iv
Pro
K/L: dbn cholecystectomy
Thorax: s/d open besok
jam 10.00
Cor: S1S2 Tunggal, Mur-mur
(-), Gallop (-) P. Edx:

Pulmo: Ves+/+, Rh -/-, Wz -/- KIE pasien


diagnosis dan
Abdomen: Nyeri tekan RUQ rencana tindakan
+, Murphy sign + serta komplikasi
yg mungkin
Ekstremitas: Akral HKM timbul
7/12/22 Pasien masih GCS 456 Kolelitiasis P. Tx:
mengeluhkan TD 120/85 mmHg + IVFD NaCl 0.9%
nyeri perut HR: 90x/menit Kolesistitis 1500cc/24jam
Inj Metamizole 3
kanan atas RR: 20x/menit Akut x 1g
SpO2: 100% Inj Ranitidin 2 x
50mg
T: 36.6 Inj. Ceftriaxone
VAS: 4 1g iv →
Profilaksis
K/L: dbn Pro
Thorax: cholecystectomy
s/d open hari ini
Cor: S1S2 Tunggal, Mur-mur jam 10.00
(-), Gallop (-)
P. Edx:
Pulmo: Ves+/+, Rh -/-, Wz -/-
KIE ulang terkair
Abdomen: Nyeri tekan RUQ risiko operasi
+, Murphy sign +
Ekstremitas: Akral HKM
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Y. R., Jang, J. Y., Kwon, W., Park, J. W. (2013). Changes in demographic features of
gallstone disease: 30 years of surgically treated patients. Gut and Liver.
https://doi.org/10.5009/gnl.2013.7.6.719
Gallstones. American Family Physician. (2014, May 15). Retrieved December 16, 2022, from
http://www.aafp.org/afp/2014/0515/p795-s1.html
Heuman, D. (2017). Gallstones (Cholelithiasis): Practice Essentials, Background,
Pathophysiology. Agustus 15. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
Iqbal, M. N., Iqbal, M. A., Javaid, R., & Abbas, M. W. (2019). Gall stones: A fundamental
clinical review. International Journal of Research in Medical Sciences, 7(7), 2869.
https://doi.org/10.18203/2320-6012.ijrms20192938
Marschall, H.-U., & Einarsson, C. (2007). Gallstone disease. Journal of Internal Medicine,
261(6), 529–542. https://doi.org/10.1111/j.1365-2796.2007.01783.x
Nauman Bajwa, Rajinder Bajwa, Ambrish Ghumman, & Ghumman. (n.d.). The gallstone story:
Pathogenesis and epidemiology - researchgate. Retrieved December 16, 2022, from
https://www.researchgate.net/profile/Rajinder-
Bajwa/publication/287846018_The_gallstone_story_Pathogenesis_and_epidemiolo
gy/links/583b6b9c08ae3a74b4a06bb9/The-gallstone-story-Pathogenesis-and-
epidemiology.pdf
Njeze GE. Gallstones. Niger J Surg. 2013 Jul;19(2):49-55. doi: 10.4103/1117-6806.119236.
PMID: 24497751; PMCID: PMC3899548.
Tuuk, A (2016). Profil Kasus Batu Empedu di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Oktober 2015-Oktober 2016. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Reshetnyak, V. I. (2012). Concept of the pathogenesis and treatment of cholelithiasis. World
Journal of Hepatology, 4(2), 18. https://doi.org/10.4254/wjh.v4.i2.18

Anda mungkin juga menyukai